- Beranda
- Stories from the Heart
Rengkuhan Akhir [Ini cerita Horor!]
...
TS
krishnabay
Rengkuhan Akhir [Ini cerita Horor!]
Sebenernya ini cerita udah ane share di blog ane, tapi nggapapa kan ya, di taruh di mari.
.Sebelumnya ane udah bikin thread cerita genre romance creepypasta, tapi salah kamar, aliar salah forum
. Dan kali ini semoga nggak salah naroh 
untuk part selanjutnya ini listnya gan,
bagi yang penasaran sama creepypasta ane yang salah kamar
, bisa lihat di mari KEBOHONGAN!! [Creepy Story From Me]
yo, mari...
![Rengkuhan Akhir [Ini cerita Horor!]](https://dl.kaskus.id/3.bp.blogspot.com/-ZRvyMZ9OTBM/V2SndUpiCvI/AAAAAAAACO0/9YOSzyal5i8Sl4b-cwgD0CXbBL-IodkHACLcB/s320/black_smoke_2-t2.jpg)
Dinginnya malam dan decitan ranting pohon di luar kamarku terasa membumbui suasana. Aku duduk di depan meja komputerku. Tepat di depan jendela kamarku. Memberiku suasana malam yang tenang dan sepi. Komputerku menyala. Hanya ku buka desktop. Tanpa ku buka yang lain. Desktop bergambar kucing di depanku begitu imut. Sebenarnya, aku tak terlalu menyukai kucing. Gambar itu hanya ku pasang untuk malam ini. Kurasa ini akan memberinya sebuah kejutan. Ya, ia menyukai kucing. Dan aku ingin membuatnya senang dengan desktop kucingku.
‘sssh..’ suara desisan. Ia datang.
Aku merasakan tangannya mengelus pundakku. Lalu menghilang. Aku menoleh.
“kau sudah melihat desktopku?. Lucu bukan?” kataku sambil tersenyum. Aku memandang keseluruh ruangan berusaha mencari keberadaannya.
Sebuah bayangan terbentuk perlahan di depanku. Seperti permen kapas hitam yang berputar bagai angin puyuh kecil, mulai membentuk sebuah wujud. Aku mendongakkan kepala untuk melihat dirinya. Ia tersenyum padaku, menampakkan giginya yang runcing dan mengkilap. Ia ingin membelaiku, ku rasa ia berusaha membentuk tangan dari bayangannya. Terasa dingin tangannya menyentuh pipiku.
Ia beralih menuju komputerku. Belum sampai ia dekat dengan komputerku. Monitor itu langsung eror. Bergaris dan bergerak cepat. Lalu mati. Ku rasa ia terkejut, ia mundur. Aku tertawa. Ku dekati dirinya.
“itu, mati!” suaranya lebih mirip erangan, ia menunjuk ke arah komputerku.
‘klek, brak!’ pintu kamarku terbuka secara tiba-tiba. Sial, aku lupa menguncinya.
“Ada siapa di kamarmu?!” ayahku panik di tengah pintu. Melihat sekeliling ruangan. Tak ada apa-apa hanya aku yang berdiri di tengah kamar dengan komputer yang tiba-tiba menyala kembali.
“Apa kau tak apa-apa?” tanya ayah. Ia berlari mendekatiku, lalu memelukku.
“Aku tak apa-apa ayah. Ada apa?” tanyaku.
“Aku mendengar sebuah suara yang asing dari dalam kamarmu. Ku kira ada pencuri,”
Aku memiringkan kepala.
“Tak ada pencuri ayah. Itu hanya dirinya yang datang untuk melihat desktopku. Lihatlah, gambar kucing itu lucu bukan?” tunjukku pada monitor komputerku.
Ayah melepaskan pelukannya dariku. Memandang komputerku sejenak, lalu memandangku.
“Dia siapa?. Kau selalu menyebut dirinya, dirinya, dirinya. Apa kau sedang tak enak badan?” tanya ayah. Ku rasa ayah mulai heran.
“Dia ya dia, yah. Yang sering ku ceritakan. Datang untuk menghiburku. Aku juga tidak sedang sakit” jawabku sambil tersenyum.
Ayah mulai curiga. Pandangan matanya di picingkan padaku, ia melangkah mundur perlahan.
“Ah, itu hanya imajinasimu. Tidurlah!, itu tidak nyata. Ayah tak ingin mendengar hal itu lagi. Ayah sudah muak, setiap hari kau selalu menceritakan dirinya. Dirinya yang tak nyata. Bahkan kau sendiri tak tahu namanya bukan?. Itu hanya imajinasimu!” ia mulai membentakku.
“Tapi, ayah..”
“Tak ada tapi!. Tidur!” ia menunjuk tempat tidurku, lalu pergi keluar kamar dan menutup pintu dengan keras.
Akupun berjalan dengan malas sambil menggerutu menuju tempat tidurku. Merebahkan diri dan menatap langit-langit.
Aku mulai berpikir. Mungkin dirinya hanya imajinasiku. Seperti imajinasi yang umum ketika seseorang membutuhkan sebuah dukungan. Aku menghembuskan nafas.
“Mungkin ayah benar,” bisikku pada diriku sendiri.
“Aku bukan imajinasimu. Aku nyata!” Wajah itu tepat di depanku. Aku terkejut dan hampir menjerit. Namun sebuah tangan terasa menutup mulutku.
“Sttt!.. jangan berteriak!”
Akupun mengangguk dengan masih terkejut. Ia mundur. Akupun bangun. Dan duduk tepat di depannya.
“Apa kau mulai tidak percaya dengan keberadaanku?” ia bertanya padaku.
Aku terdiam sesaat memandanginya lekat-lekat. Ia terbang, melayang atau apalah. Tak memiliki kali sepertinya, atau putaran angin yang mirip angin puyuh di bawah tubuhnya itu kakinya?, entahlah. Tubuhnya mirip seperti bayangan permen kapas hitam. Giginya runcing, dengan ekspresi yang selalu tersenyum, tak perduli bagaimana perasaan dan suasana hatinya. Makhluk apakah dia?, akupun tak tahu.
Apa dia hanya halusinasiku?. Ayah mungkin benar tentangnya. Namun apa yang bisa membuktikan bahwa ia tak nyata?. Dan sebaliknya, apa yang bisa membuktikan bahwa ia nyata?. Aku menutup mata. Berharap jika aku membuka mata, ia sudah menghilang. Dan semua ini hanya halusinasi.
Aku terkejut, ketika ia masih berada di depanku. Dengan ekspresi yang sama. Tersenyum.
“Kau ingin meyakinkan bahwa aku tak ada?. Kau salah!” ia terdengar marah. Suaranya menggema.
“Aku, hanya, ingin, bersamamu,.” Warna matanya berubah merah.
Sekelilingku angin berputar cepat, mengacak acak isi kamarku. Kertas dan bukuku beterbangan, kencang sekali. Sosok di depanku mengulurkan tangan.
“Apa kau mau bersamaku?” parau suaranya terdengar.
Aku meraih tangannya, ia membawaku terbang ke langit-langit kamar. Angin kencang di dalam kamarku membuat keributan. Rambutku terasa berkibar di udara. Ia merengkuhku, memelukku, lalu mencumbu leherku dengan penuh kasih sayang.
Salah!. Ia tak sedang mencumbuku. Ia berusaha menggigitku, giginya yang runcing dapat kurasakan menembus kulitku. Pedih. Apakah ia ingin memakanku?. Aku tak perduli. Aku ingin bersamanya.
“Akan ku pastikan, kau akan selalu bersamaku,” suara parau itu terdengar merdu dan indah di telingaku. Ku pasrahkan diriku, pada makhluk ini.
Sayup sayup ku dengar suara dari luar kamarku, ketukan dan panggilan. Suara ayah. Ia tak bisa membuka kamarku yang terkunci. Suaranya tertutup suara angin dan benda-benda dalam kamarku yang berjatuhan dan bergemuruh. Namun aku tak perduli. Makhluk ini memakanku dengan lahap, suara giginya yang bergemerutuk mengunyah dagingku terasa indah. Pada akhirnya, aku hanya mendengar suara pintu terdobrak, dan teriakan panggilan dari ayah di susul dengan tangisan pilu.
===========================
Ini sebenernya cerita one shoot story ya gan/sis. tapi kalau mau di lanjut juga bisa, persediaan cerpen creepy and horor ane masih buanyak, ntar ane bikinin thread laen. atau ane lanjutin aja yang ini,
jangan lupa tinggalin jejak gan/sis
.Sebelumnya ane udah bikin thread cerita genre romance creepypasta, tapi salah kamar, aliar salah forum
. Dan kali ini semoga nggak salah naroh 
untuk part selanjutnya ini listnya gan,
Spoiler for partlist Rengkuhan Akhir:
bagi yang penasaran sama creepypasta ane yang salah kamar
, bisa lihat di mari KEBOHONGAN!! [Creepy Story From Me]yo, mari...
Rengkuhan Akhir
![Rengkuhan Akhir [Ini cerita Horor!]](https://dl.kaskus.id/3.bp.blogspot.com/-ZRvyMZ9OTBM/V2SndUpiCvI/AAAAAAAACO0/9YOSzyal5i8Sl4b-cwgD0CXbBL-IodkHACLcB/s320/black_smoke_2-t2.jpg)
Dinginnya malam dan decitan ranting pohon di luar kamarku terasa membumbui suasana. Aku duduk di depan meja komputerku. Tepat di depan jendela kamarku. Memberiku suasana malam yang tenang dan sepi. Komputerku menyala. Hanya ku buka desktop. Tanpa ku buka yang lain. Desktop bergambar kucing di depanku begitu imut. Sebenarnya, aku tak terlalu menyukai kucing. Gambar itu hanya ku pasang untuk malam ini. Kurasa ini akan memberinya sebuah kejutan. Ya, ia menyukai kucing. Dan aku ingin membuatnya senang dengan desktop kucingku.
‘sssh..’ suara desisan. Ia datang.
Aku merasakan tangannya mengelus pundakku. Lalu menghilang. Aku menoleh.
“kau sudah melihat desktopku?. Lucu bukan?” kataku sambil tersenyum. Aku memandang keseluruh ruangan berusaha mencari keberadaannya.
Sebuah bayangan terbentuk perlahan di depanku. Seperti permen kapas hitam yang berputar bagai angin puyuh kecil, mulai membentuk sebuah wujud. Aku mendongakkan kepala untuk melihat dirinya. Ia tersenyum padaku, menampakkan giginya yang runcing dan mengkilap. Ia ingin membelaiku, ku rasa ia berusaha membentuk tangan dari bayangannya. Terasa dingin tangannya menyentuh pipiku.
Ia beralih menuju komputerku. Belum sampai ia dekat dengan komputerku. Monitor itu langsung eror. Bergaris dan bergerak cepat. Lalu mati. Ku rasa ia terkejut, ia mundur. Aku tertawa. Ku dekati dirinya.
“itu, mati!” suaranya lebih mirip erangan, ia menunjuk ke arah komputerku.
‘klek, brak!’ pintu kamarku terbuka secara tiba-tiba. Sial, aku lupa menguncinya.
“Ada siapa di kamarmu?!” ayahku panik di tengah pintu. Melihat sekeliling ruangan. Tak ada apa-apa hanya aku yang berdiri di tengah kamar dengan komputer yang tiba-tiba menyala kembali.
“Apa kau tak apa-apa?” tanya ayah. Ia berlari mendekatiku, lalu memelukku.
“Aku tak apa-apa ayah. Ada apa?” tanyaku.
“Aku mendengar sebuah suara yang asing dari dalam kamarmu. Ku kira ada pencuri,”
Aku memiringkan kepala.
“Tak ada pencuri ayah. Itu hanya dirinya yang datang untuk melihat desktopku. Lihatlah, gambar kucing itu lucu bukan?” tunjukku pada monitor komputerku.
Ayah melepaskan pelukannya dariku. Memandang komputerku sejenak, lalu memandangku.
“Dia siapa?. Kau selalu menyebut dirinya, dirinya, dirinya. Apa kau sedang tak enak badan?” tanya ayah. Ku rasa ayah mulai heran.
“Dia ya dia, yah. Yang sering ku ceritakan. Datang untuk menghiburku. Aku juga tidak sedang sakit” jawabku sambil tersenyum.
Ayah mulai curiga. Pandangan matanya di picingkan padaku, ia melangkah mundur perlahan.
“Ah, itu hanya imajinasimu. Tidurlah!, itu tidak nyata. Ayah tak ingin mendengar hal itu lagi. Ayah sudah muak, setiap hari kau selalu menceritakan dirinya. Dirinya yang tak nyata. Bahkan kau sendiri tak tahu namanya bukan?. Itu hanya imajinasimu!” ia mulai membentakku.
“Tapi, ayah..”
“Tak ada tapi!. Tidur!” ia menunjuk tempat tidurku, lalu pergi keluar kamar dan menutup pintu dengan keras.
Akupun berjalan dengan malas sambil menggerutu menuju tempat tidurku. Merebahkan diri dan menatap langit-langit.
Aku mulai berpikir. Mungkin dirinya hanya imajinasiku. Seperti imajinasi yang umum ketika seseorang membutuhkan sebuah dukungan. Aku menghembuskan nafas.
“Mungkin ayah benar,” bisikku pada diriku sendiri.
“Aku bukan imajinasimu. Aku nyata!” Wajah itu tepat di depanku. Aku terkejut dan hampir menjerit. Namun sebuah tangan terasa menutup mulutku.
“Sttt!.. jangan berteriak!”
Akupun mengangguk dengan masih terkejut. Ia mundur. Akupun bangun. Dan duduk tepat di depannya.
“Apa kau mulai tidak percaya dengan keberadaanku?” ia bertanya padaku.
Aku terdiam sesaat memandanginya lekat-lekat. Ia terbang, melayang atau apalah. Tak memiliki kali sepertinya, atau putaran angin yang mirip angin puyuh di bawah tubuhnya itu kakinya?, entahlah. Tubuhnya mirip seperti bayangan permen kapas hitam. Giginya runcing, dengan ekspresi yang selalu tersenyum, tak perduli bagaimana perasaan dan suasana hatinya. Makhluk apakah dia?, akupun tak tahu.
Apa dia hanya halusinasiku?. Ayah mungkin benar tentangnya. Namun apa yang bisa membuktikan bahwa ia tak nyata?. Dan sebaliknya, apa yang bisa membuktikan bahwa ia nyata?. Aku menutup mata. Berharap jika aku membuka mata, ia sudah menghilang. Dan semua ini hanya halusinasi.
Aku terkejut, ketika ia masih berada di depanku. Dengan ekspresi yang sama. Tersenyum.
“Kau ingin meyakinkan bahwa aku tak ada?. Kau salah!” ia terdengar marah. Suaranya menggema.
“Aku, hanya, ingin, bersamamu,.” Warna matanya berubah merah.
Sekelilingku angin berputar cepat, mengacak acak isi kamarku. Kertas dan bukuku beterbangan, kencang sekali. Sosok di depanku mengulurkan tangan.
“Apa kau mau bersamaku?” parau suaranya terdengar.
Aku meraih tangannya, ia membawaku terbang ke langit-langit kamar. Angin kencang di dalam kamarku membuat keributan. Rambutku terasa berkibar di udara. Ia merengkuhku, memelukku, lalu mencumbu leherku dengan penuh kasih sayang.
Salah!. Ia tak sedang mencumbuku. Ia berusaha menggigitku, giginya yang runcing dapat kurasakan menembus kulitku. Pedih. Apakah ia ingin memakanku?. Aku tak perduli. Aku ingin bersamanya.
“Akan ku pastikan, kau akan selalu bersamaku,” suara parau itu terdengar merdu dan indah di telingaku. Ku pasrahkan diriku, pada makhluk ini.
Sayup sayup ku dengar suara dari luar kamarku, ketukan dan panggilan. Suara ayah. Ia tak bisa membuka kamarku yang terkunci. Suaranya tertutup suara angin dan benda-benda dalam kamarku yang berjatuhan dan bergemuruh. Namun aku tak perduli. Makhluk ini memakanku dengan lahap, suara giginya yang bergemerutuk mengunyah dagingku terasa indah. Pada akhirnya, aku hanya mendengar suara pintu terdobrak, dan teriakan panggilan dari ayah di susul dengan tangisan pilu.
===========================
Ini sebenernya cerita one shoot story ya gan/sis. tapi kalau mau di lanjut juga bisa, persediaan cerpen creepy and horor ane masih buanyak, ntar ane bikinin thread laen. atau ane lanjutin aja yang ini,
jangan lupa tinggalin jejak gan/sis

Polling
Poll ini sudah ditutup. - 5 suara
Gimana cerita ane?
Menarik, Lanjut!
100%
Kurang menarik, perbaiki lagi!
0%
Kurang menarik, ganti genre lain aja!
0%
Diubah oleh krishnabay 16-09-2016 05:15
anasabila memberi reputasi
1
3.8K
17
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•4Anggota
Tampilkan semua post
TS
krishnabay
#17
Rengkuhan Akhir Part 5
maaf, untuk kelanjutannya lamaaaa sekali. hehehe, tapi untuk part ini bakalan ane tamatin. baca sampai habis ya.
![kaskus-image]()
aku terbangun. dan pandanganku masih putih. apa aku sudah di surga?. Semudah itu kah?
tiba-tiba ku rasakan rasa nyeri di leherku. ku raba, lecet.
aku masih belum mati. dan aku tak pergi ke surga manapun. Ongokan daging di sebelahku tetap pada posisi awal, berantakan. dan terlihat lebih mengering di bandingkan sebelumnya.
apa ini? kesadaranku ini seperti deja vu.
Aku gagal!. faktanya kematian keduaku tak berhasil sedikitpun.
Ini membuatku semakin menggila. Apa lagi yang harus ku lakukan?
Aku berteriak putus asa, ku jambak jambak rambutku. berharap rambut ini lepas beserta dengan kepalaku.
Seluruh tempat ini hanya menampung suara tangis dan teriakanku. Aku menangis dan berteriak seperti orang kesurupan.
AKU TAK PERDULI.
Ku cakar cakar wajahku, tanganku. Ku pukul pukul tubuhku sendiri. Aku merasa marah dengan diriku sendiri.
Ku buka lebar2 mulutku. Membuatnya sudah pada ukuran maksimal untuk terbuka. Tanganku tak mau diam, ikut membuka lebar mulut ini. Rasa putus asa in sudah menyelimuti.
'Klek', sakit. Aku menangis. Namun rasa sakitku tak sebanding dengan rasa putus asaku.
Aku tak mau berada di sini. Aku ingin pulang. Aku tak ingin memandangi warna putih dan kekosongan ini!.
Ku dekatkan jari telunjuk dan tengah tangan kananku ke kedua mataku. Pandanganku menghitam terhalang jari jariku.
Tekadku sudah bulat!. Tanpa ragu dan sangan cepat. Ku colokkan dengan keras kedua jariku ke mataku. Nyeri luar biasa dan pusing di kepala.
Tangaku terasa basah oleh cairan kental. Mengalir pula di wajahku.
Ku tarik jariku, SAKIT!. SAKIT!, SAKIIIIIIIIIIIITTT!
******
Pandanganku tiba-tiba memutih.
Bukan, ini bukan putih seperti sebelumnya. Namun lebih mirip seperti cahaya lampu.
Langit-langit ruangan ini memiliki lampu. Dan apa ini?.
Ku angkat tanganku, Sebuah infus dan beberapa peralatan lain di jariku. Sesuatu juga terasa berada di hidungku dengan menghembuskan udara secara halus. Selang oksigen?. Lalu monitor yang memperlihatkan gerigi kacau. Dimana ini? Apakah ini di rumah sakit?.
Pandanganku masih terasa pusing dan kabur.
Tiba-tiba ku lihat seseorang menengokku. ayah.
Ia terlihat terkejut ketika melihatku membuka mata.
Wajahnya berbinar dan ia memanggil manggil dokter.
Seorang pria berbaju putih datang dengan dua wanita yang membawa beberapa peralatan.
Setelah memeriksaku beberapa saat, mereka berbicara dengan ayah. Lalu ayah tersenyum. Dan dokter itupun pergi.
ayah mendekatiku. Memegang lengan kananku dengan lembut.
"Syukurlah tuhan masih menyayangi nyawamu. Ayah sangat khawatir. Rumah kita di bobol para perampok, dan mereka mencoba membunuhmu. Syukurlah kau selamat walaupun koma beberapa hari", ayah berkata pelan tapi pasti. Senyumnya terukit di wajahnya.
Aku menghela nafas. Perampok ya?.
Ku pandangi langit-langit ruangan ini.
Sebuah bayangan hitam perlahan terbentuk. Itu bukan bayangan. Itu asap. Tipis.
Perlahan membentuk sesuatu. Mata merah dan Mulut yang menyeringai.
lirih namun jelas, aku mendengar sebuah bisikan yang lebih mirip seperti jeritan kecil.
'Bagaimana wisata kecilmu?'
Aku terkejut. Sedangkan makhluk itu masih menyeringai dan ada di langit langit sana.
Aku melirik ayah yang masih memandangiku dengan bahagia. Tak ada perampok. IA BERBOHONG!
-tamat-
Rengkuhan Akhir/ Part 5

aku terbangun. dan pandanganku masih putih. apa aku sudah di surga?. Semudah itu kah?
tiba-tiba ku rasakan rasa nyeri di leherku. ku raba, lecet.
aku masih belum mati. dan aku tak pergi ke surga manapun. Ongokan daging di sebelahku tetap pada posisi awal, berantakan. dan terlihat lebih mengering di bandingkan sebelumnya.
apa ini? kesadaranku ini seperti deja vu.
Aku gagal!. faktanya kematian keduaku tak berhasil sedikitpun.
Ini membuatku semakin menggila. Apa lagi yang harus ku lakukan?
Aku berteriak putus asa, ku jambak jambak rambutku. berharap rambut ini lepas beserta dengan kepalaku.
Seluruh tempat ini hanya menampung suara tangis dan teriakanku. Aku menangis dan berteriak seperti orang kesurupan.
AKU TAK PERDULI.
Ku cakar cakar wajahku, tanganku. Ku pukul pukul tubuhku sendiri. Aku merasa marah dengan diriku sendiri.
Ku buka lebar2 mulutku. Membuatnya sudah pada ukuran maksimal untuk terbuka. Tanganku tak mau diam, ikut membuka lebar mulut ini. Rasa putus asa in sudah menyelimuti.
'Klek', sakit. Aku menangis. Namun rasa sakitku tak sebanding dengan rasa putus asaku.
Aku tak mau berada di sini. Aku ingin pulang. Aku tak ingin memandangi warna putih dan kekosongan ini!.
Ku dekatkan jari telunjuk dan tengah tangan kananku ke kedua mataku. Pandanganku menghitam terhalang jari jariku.
Tekadku sudah bulat!. Tanpa ragu dan sangan cepat. Ku colokkan dengan keras kedua jariku ke mataku. Nyeri luar biasa dan pusing di kepala.
Tangaku terasa basah oleh cairan kental. Mengalir pula di wajahku.
Ku tarik jariku, SAKIT!. SAKIT!, SAKIIIIIIIIIIIITTT!
******
Pandanganku tiba-tiba memutih.
Bukan, ini bukan putih seperti sebelumnya. Namun lebih mirip seperti cahaya lampu.
Langit-langit ruangan ini memiliki lampu. Dan apa ini?.
Ku angkat tanganku, Sebuah infus dan beberapa peralatan lain di jariku. Sesuatu juga terasa berada di hidungku dengan menghembuskan udara secara halus. Selang oksigen?. Lalu monitor yang memperlihatkan gerigi kacau. Dimana ini? Apakah ini di rumah sakit?.
Pandanganku masih terasa pusing dan kabur.
Tiba-tiba ku lihat seseorang menengokku. ayah.
Ia terlihat terkejut ketika melihatku membuka mata.
Wajahnya berbinar dan ia memanggil manggil dokter.
Seorang pria berbaju putih datang dengan dua wanita yang membawa beberapa peralatan.
Setelah memeriksaku beberapa saat, mereka berbicara dengan ayah. Lalu ayah tersenyum. Dan dokter itupun pergi.
ayah mendekatiku. Memegang lengan kananku dengan lembut.
"Syukurlah tuhan masih menyayangi nyawamu. Ayah sangat khawatir. Rumah kita di bobol para perampok, dan mereka mencoba membunuhmu. Syukurlah kau selamat walaupun koma beberapa hari", ayah berkata pelan tapi pasti. Senyumnya terukit di wajahnya.
Aku menghela nafas. Perampok ya?.
Ku pandangi langit-langit ruangan ini.
Sebuah bayangan hitam perlahan terbentuk. Itu bukan bayangan. Itu asap. Tipis.
Perlahan membentuk sesuatu. Mata merah dan Mulut yang menyeringai.
lirih namun jelas, aku mendengar sebuah bisikan yang lebih mirip seperti jeritan kecil.
'Bagaimana wisata kecilmu?'
Aku terkejut. Sedangkan makhluk itu masih menyeringai dan ada di langit langit sana.
Aku melirik ayah yang masih memandangiku dengan bahagia. Tak ada perampok. IA BERBOHONG!
-tamat-
Diubah oleh krishnabay 16-09-2016 05:14
0