Kaskus

Story

kawmdwarfaAvatar border
TS
kawmdwarfa
Sang Pemburu (Fiksi)
Halo buat semua agan-aganwati di dunia perkaskusan ini. Salam kenal dari saya selaku newbie yang juga ingin ikut meramaikan tulisan-tulisan di forum SFTH. Berhubung masih belajar dan ini juga thread pertama, mohon maaf kalau ada kesalahan di sana-sini. Monggo kalau ada agan-aganwati yang ingin ngasih saran dan juga kritik.

Ini ceritanya murni fiksi, hasil dari ngelamun pas di kamar tidur sama di WC emoticon-Big Grin emoticon-Big Grin. Kalau soal update saya nggak bisa kasih jadwal. Semoga aja amanah buat nerusin ceritanya sampe selesai.
Segitu dulu aja ya, Gan. Maaf kalau terlalu formal bahasanya.

Selamat menikmati.

[SPOILER=Index]
PART 1
PART 2 : Warehouse Tragedy
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7 : Ikmal 'The Master'
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11 : Hendro and the Asses
PART 12
PART 13
PART 14 : Kuterima Suratmu
PART 15
PART 16
PART 17 : Pensi Part I I Pensi Part II
PART 18
PART 19 : Perpisahan
PART 20
PART 21 : A man with Gun
PART 22
PART 23 : Bon Bin
PART 24 : Malam yang Nggak Terlupakan Part I I Part II
PART 25
Part 26 : The Dog
PART 27
PART 28 : Wiwid, Mita dan Yesi
PART 29
PART 30 : Rob 'The Jackal' Part I Part II
PART 31
PART 32 : The Sparrow
PART 33
PART 34 : REUNION
PART 35
PART 36 : THE BARKING DOG
PART 37
PART 38
Diubah oleh kawmdwarfa 03-06-2022 09:00
tet762Avatar border
sunshii32Avatar border
anton2019827Avatar border
anton2019827 dan 20 lainnya memberi reputasi
19
33.7K
115
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
kawmdwarfaAvatar border
TS
kawmdwarfa
#32
PART 15



“Memang ta#k ya kalian semua,” ini reaksiku kesekian kalinya.

“Trus, Mitanya ngomong apa ‘Ang?” Choki penasaran, sisa tawanya masih ada.

“Ya menurutmu gimana? Heranlah dia. Malah tadi ada teman-temannya lagi. Ta#k, malu banget aku woy, woy!”

“Mana udah dibelain dandan lagi,” kata Ikmal.

“Sok tau kamu,” rambutku langsung kuacak-acak. Refleks.

“Alah. Bu kantin yang ngomong. Mecahin rekor kamu. Manusia pertama yang beli minyak rambut pas pulang sekolah,” imbuhnya lagi sebelum ketawa puas.

“Puas ya kalian. Sialan benerlah. Udah seneng banget aku itu. Ta####k, ta#k. Sumpah nyesellah. bodoh banget. Gampang banget aku kalian kerjain,” ketusku lagi. Berbanding lurus sama gelak tawa mereka. Semakin aku uring-uringan, semakin semangat mereka buat menggodaku.

Setelah meninggalkan kantin, seperti biasa kami singgah di rumahnya Ikmal. Ide awalnya sebenarnya ke rumah Choki, tapi dia nggak mau. Bilangnya nanti nggak bebas.

Kami udah duduk di bale-bale sekitar lima menit. Dan mereka masih saja menertawakanku soal kejadian tadi. Ya aku nggak bisa apa-apa secara bahan bercandanya masih segar. Sebelum sampai ke sini, mereka udah ngasih tau siapa pelakunya. Ternyata Cinta. Eh, bukan, itu judul lagu dink. Ternyata Ulfa, teman sekelas kami juga. Kami kan mejanya di barisan paling kiri nih, depannya meja guru. Nah, kalau si Ulfa ini mejanya di barisan paling kanan. Duduknya paling depan. Pantes ajalah aku nggak tau. Aku memang nggak tau tulisannya dia kayak apa. Aku terus-terang sedikit heran. Dikasih apa sih dia sampe mau sekongkol sama anak-anak? Bakso? Mi ayam? Apa? APA?!!!

Siang itu kami bersantai seperti biasa. Kami duduk melingkari teko yang isinya 5 sachet extra j#ss. Cemilannya nggak ada, tapi nggak apa-apa. Gitar masih dipegang si Choki. Dia lagi nyanyi lagunya Iwan Fals, ‘Yang Terlupakan’.

“Oh, ya. Gimana nih pensinya? Choki yang berhenti merambas langsung ngingetin kami lagi. Dua minggu lagi, di sekolah kami memang bakal ada pensi. Acaranya kerjasama sama salah satu stasiun tv nasional. Masih pada inget, kan? Yang acaranya suka ngerahasiain bintang tamunya gitu? Nah, soal bintang tamu, berhari-hari ini anak OSIS udah bergerak buat ngejajak pendapat. Mereka ndatengin murid-murid terkait siapa yang harus diundang. Kalau kami kemarin ditanyain pas kami lagi di lapangan basket. Dan jawabannya jelas beda-beda.

“Ya ayo,” kataku.

“Trus? Nggak jadi kamu sama Yesi?” Choki menanggapi situasiku.

Oh, ya. Gini, gini. Aku lupa ngomong soal kemarin, waktu aku nganterin Yesi pulang dan aku dipaksa singgah di rumahnya. Dan, apa yang dia bilang penting itu ternyata cuma soal pensi. Dia punya teman anak anggota OSIS. Jadi dia udah tau duluan sebelum pengumumannya ditempel di mading. Dia bilangnya pingin tampil dan aku diajak. Aku pun dikasih tau lagu apa yang harus kuulik. Yesi yang ke dalam sebentar, kembali ke ruang tamu dan membuatku tahu akan tiga hal. Pertama, dia punya gitar. Kedua, mainnya ternyata bagus. Dan ketiga, rupanya Yesi sering ikut kebhaktian di gereja.

“Males sih sebenarnya. Udahlah gampang itu.”

“Siapa-siapa aja nih?” kata Ikmal.

“Ya siapa lagi? Berlima inilah?”

“Gimana Dan?” tanya Choki. Alasannya jelas. Awal kali kami membicarakan soal ini, Dani memang ragu. Kami tau dia belum lancar main gitar. Sejauh ini favoritnya masih ‘Em’. Musuhnya kord ‘F’.

“Belum tau juga aku.”

“Ikut aja sih Dan. Terakhir ini. Hitung-hitung buat kenangan pas lulus.”

“Ya lihat nantilah. Lagian kalo berlima mau dikasih megang apa aku?”

“Bass aja. Kan gampang.”

“Aku mau kamu taruh mana?” aku protes.

“Oalah!” Choki kelupaan sesuatu. “Ya vokallah! Pas kan? Nggak perlu main apa-apa lagi kamu.”

“Iya juga ya? Nggak kepikiran tadi. Kamu nyanyi aja,” Ikmal menambahi.

“Suaraku jelek.”

“Yaelaaa. Dibilangin buat seneng-senengan aja,” Choki meyakinkan lagi.

“Ya udahlah. Dicoba aja. Trus, mau bawain lagu apa?”

“Lamb of God aja,” kata Ikmal enteng.

“Anj#ng!! Kamu mau jurinya kena serangan jantung?” aku jelas keheranan. Ya kami tau anak ini memang doyan sama atribut hitam dan pentagram. Dan terlepas dari nyampe enggaknya skill kami, masa iya bawain lagu metal di acara kayak gini? Gila anak ini memang.

“Mal, bunuh Mal, bunuh,” Dani langsung memberi sebuah batu ke Ikmal. Kami langsung ketawa ngelihatnya. “Kamu kalau mau nyiksa ya sekalian ajalah.”

“Tau nih. Udah bagus-bagus si Dani mau ikut.”

Ikmal nyengir. “Kan cuma saran. Nggak mau ya nggak apa-apa.”

“Trus? Apa?” Choki ngomong ke semua.

“Guns and Roses aja udah,” kata Jhon.

“Ini lagi, si setan satu,” kataku. Yaa..wajarlah ya. Secara darah masih muda. Otomatis kami masih tinggi-tingginya dalam menebar ego. Idenya jelas. Masing-masing menawarkan lagu yang mereka anggap pas untuk bisa pamer. Ikmal yang doyan tempo cepat, begitupun Jhon yang mimpi jadi Slash walau metiknya masih petank-petink-petok (yang tau game Guitar Hero pasti tau ini sebabnya kenapa)

Keputusan akhirnya dibuat. Kami udah milih dua buah lagu yang kami rasa cocok. Sorenya aku sudah berada di kos. Aku lagi tiduran waktu ponselku berbunyi. Jam berapa tepatnya, aku nggak tau.

“Halo Yes.”

“Gimana, udah sampe mana ulikannya?”

Mampus ini, pikirku. “Aduh. Gimana ya? Aku belum tau bisa apa nggaknya.”

“Lho, kenapa?”

“Gini. Anak-anak juga pada mau tampil kan?”

“Trus?”

“Trus, trus, ya aku ikut merekalah.”

“Heh, yang ngajakin itu aku duluan ya,” Yesi nggak terima.

“Ya lihat nantilah Yes.”

“Yaaah, ayo sih ‘Ang. Terakhir ini doang sebelum lulus.”

“Gaya. Emang kamu yakin kamu bakal lulus?”

“Heh, ada juga aku yang nanya kayak gitu. Ayo sih. Udah dua kali aku absen, masa giliran aku pingin ikut, kamunya malah nggak mau.”

Aku bingung mau ngomong apa. “Kamu ajakin yang lain aja kenapa sih? Kelas-kelas lain kan ada tuh.”

Yesi mendecak malas. “Ya iya kalo mereka bisa. Kamu sih. Kalo nggak mau ngomong dari waktu itu kek. Kan aku langsung ngajakin mereka kalo gitu.”

“Ya udah. Masih ada seminggu ini buat latihan. Tekejarlah.”

“Nggak! Salah kamu sih nggak mastiin dari kemarin-kemarin.”

Aku mendecak. Iya juga sih. Harusnya dari kemarin aku bilang nggak bisa, bukannya ‘lihat nanti ya Yes’. Tapi kalaupun aku nolak, emang ada pengaruhnya gitu?

“Oh!” Yesi ngomong lagi. “Iya ya? Kita gabung aja kalo gitu.”

“Gabung?”

“Iya. Aku ikut sama kalian.”

Waduh. “Gimana ya? Aku yakin anak-anak nggak mau.”

“Lho, kenapa?”

“Ya tambah kamu jadinya enam orang. Kebanyakan. Lagian lagunya udah kami pilih.”

“Lagunya apa emang?”

“Oasis. ‘Stand by Me’ sama ‘Dont Look Back in Anger’.

“Lagu apaan itu. Nggak seru pasti.”

“Yeee....ada kali lagumu itu yang nggak seru.

“Ah, ya udahlah. Pokoknya kamu bilangin dulu ke mereka. Awas aja ya gara-gara kamu aku nggak jadi nampil.”

“Lha, kok malah jadi nyalahin aku?”

“Bodo ah. Udah sana, bilangin sekarang.”

Panggilan pun diputus.

Kampreet, kampret.

***
Diubah oleh kawmdwarfa 17-09-2016 09:05
ariefdias
MFriza85
MFriza85 dan ariefdias memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.