Beda pendapat boleh, tapi jangan gigit jari kalau pendapat kita nggak sama
Jangan off topic yang sampai dimana kita ngomongin Brexit disini.
Jangan SARA, tapi kalau nikah SIRI boleh BADUMTSSS
Jangan kepo. Karena udah nggak ada lagi yang bisa dikepoin, ketika seseorang naruh hidupnya di internet.
NOTES FOR READER
Quote:
Gue bikin thread ini bukan buat compliments fishing/bikin lo empathy sama gue and vice versa.
Spoiler for BUKA:
I'm doing this for my sanity. Iye ye, gue tahu hidup itu menderita, ekonomi memburuk jadi susah buat ngelunasin Porche, tapi ya mau diapain? TBH gue emang seneng kalau tulisan gue bikin lo seneng dan itu udah cukup. Gue disini hanya untuk babbling, kadang self-loathing, kadang ngebahas yang lain (dan lebih seringnya begitu). Dan ingat, semua orang ada dosa+penderitaan masing-masing. Apa yang lo sebut penderitaan, bukan berarti gue juga idem. Likewise.
so, just enjoy the goddamn show.
PENTING!
Quote:
Original Posted By ninjaberpiyama►Share info aja buat yang baca ini and feeling suicidal, Kemenkes punya hotline suicide do 1 500 454 tiap hari kerja jam 8 sampe 16
Should I have sex? or am I just lonely? 24 Agustus 2016 7:31 WIB
Spoiler for 1:
Menjadi mahluk seksual dan sekaligus kesepian yang terkadang membuat gue mencari-cari sesuatu yang lebih dari dalam diri laki-laki. Yang entah kenapa, gue juga nggak tahu (atau mungkin ini pengaruh dari Daddy issues gue yang saat itu belum terselesaikan) tapi gue lebih memilih untuk tidursama cowok yang enak diajak ngobrol, dan bisa ngomongin hal-hal yang nggak cocok di coffeshop di atas bantal hotel. Akibat dari penderitaan gue yang selalu ngekor dibelakang, gue merasa bahwa orang yang lebih muda dari gue atau sepantaran nggak akan ada yang tahu seperti apa sakitnya A atau sedihnya B, atau tololnya C. Sehingga, gue sama sekali nggak memiliki kesempatan untuk tidur sama yang seumuran. Dan nggak mau repot-repot untuk merasakannya.
Katakanlah gue sekali menyelam, tenggelem keselek air itungannya. Gue sempat di fase dimana gue dari satu orang ke satu orang lainnya karena mereka nggak selalu bisa nemenin gue tujuh hari tujuh malam. Disaat yang sama gue juga lagi sibuk sekolah, mau naik kelas tiga. Tapi diantara temen-temen cewek yang seumuran seperti itu bikin gue kepingin nangis karena nggak ada yang 'benar-benar' mendengarkan apa yang sebenar-benarnya gue ucapkan. Mereka cuma bunyi hanya karena ngobrol, bukan mendengarkan. Sedangkan kalau sama cowok yang jauh lebih dewasa mereka nggak begitu, dan mereka mengobrol untuk mendengarkan. Hmm, you get me? sehingga sometimes untuk mendapatkan obrolan sekualitas itu, gue nggak papa harus melewati bagian senggama seperti itu. Karena balik lagi, gue juga menikmatinya.
Tapi tunggu sampai satu tahun dan setelah fvck buddy list jadi memanjang, gue langsung ngerasa bahwa semua itu menjadi nggak worth it. Dan memutuskan untuk menghentikan semuanya.
Disaat yang sama, gue juga lagi dalam episode mania dimana gue nggak sanggup lagi masuk ke sekolah dan memutuskan untuk dropped out. Bokap dan nyokap tiri gue kaget pas tahu gue kayak begitu dan mencoba untuk memutuskan hidup dengan keputusan gue, sekalipun gue tahu, mereka berulang kali membujuk gue untuk pergi ke sekolah seperti anak-anak normal lainnya. Pfft, kayak gue normal aja dari awal. Tapi akhirnya ketika gue agak kembali baikan dan memutuskan untuk sekolah lagi. Pas masuk ke kelas yang gue rasakan adalah semua sibuk sendiri dan gue kayak jadi outcast. Rasanya, kayak mau nangis tapi gue nggak mau nggak stabil begitu didepan anak-anak yang ngerti bagaimana rasanya jadi nggak berdaya.
Sehingga, fase itu kembali terulang sebentar tapi gue memutuskan untuk 2015 gue nggak mau lagi seperti itu.
Apalagi ditambah gue mendapatkan suami orang yang mau memindahkan 'gue' diatas pedestal mantan selingkuhan dia, disaat dia nggak tahu bahwa gue nggak butuh yang kayak begituan.
Dan lalu, pertengahan januari 2015, gue bertemu cowok gue yang sekarang. Gue bertemu dia di dating website, dan di profilenya yang dia diisi menggunakan bahasa inggris yang bagus dan pretentious. Entahlah, gue suka aja sama cowok yang bahasa inggrisnya kagak escusmi-escusmi (?). Dan dari list-list yang gue pake sendiri untuk mau ngobrol sama orang di internet, dia memenuhi tiga dari enam. Tapi karena gue kesepian yang pake banget terus juga udah memutuskan untuk fresh start di dating section, gue memutuskan untuk message dia duluan.
Dan saat itu dia yang nemenin gue lewat sms (I broke my smartphone, so...) dan menjadi outcast di sekolah sendiri menjadi lebih ringan gara-gara dia.
Tapi mind you, depresi itu nggak menghilang bahkan ketika gue jatuh cinta pada dia. Kita itu passionate, udah nggak keitung berapa kali begituan di dalam mobil dan make out di parkiran UI. Tapi kalau ribut juga sama passionate-nya. Hubungan kayak gitu tarik-ulur-tarik ulur, tapi dari hari pertama ketemu langsung kita udah sama-sama sepakat bahwa kita berdua serius, kita berdua nggak main-main. Dan somehow, sikap gue yang impulsif itu udah nggak kehitung berapa kali hampir bikin cowok gue melepaskan tarik-ulur-tarik-ulur itu dari tangannya dia.
Sekali lagi, yang paling kasihan diantara kita berdua adalah dia.
Dan gue selalu bertanya apakah dia cinta gue atau enggak, apakah dia cinta atau cuma becanda atau gimana, dsb. Karena dia adalah cowok yang selama ini selalu deket sama cewek-cewek, tapi nggak pernah menjadikan satu dari mereka pacaran sama dia. Dan jujur aja gue minder, gue insecure. Masa iya damage goods kayak begini bisa macarin cowok sekaliber dia? nggak lah, nggak mungkin kayak begitu. Tapi dia disini, narik gue tiap kali gue mau tenggelam. Dan sekarangpun dia masih disini, menggapai gue sampai ke tempat-tempat yang tergelap.
Dan sekarang, ketika basically kita satu tahun ini cuma lihat muka kita masing-masing 24 jam sehari. Gue nggak pernah merasa kesepian.
Percayalah ketika gue bilang bahwa gue sekarang slightly bahagia. Karena gue kalau minta jatah nggak perlu angkat telepon dan nanya jadwal. HAHA.