- Beranda
- Stories from the Heart
PENDEKAR SLEBOR
...
TS
ucln
PENDEKAR SLEBOR

Penulis: Pijar El
Penerbit: Cintamedia, Jakarta
Sebenarnya ini adalah cerita silat pertama yang saya gandrungi semasa sekolah dahulu, ditengah boomingnya cerita silat Wiro Sableng karangan Bastian Tito yang terbit setiap bulan pada saat itu.
Jaman itu pun kayaknya Ken-Ken alias pemeran utama diserial Wiro Sableng juga masih dalam masa pencarian jati diri (masa-masa sekolah).
Sebenarnya saya adalah seorang yang hobi membaca sebuah cerita yang berbau non-fiksi dan yang terlebih lagi yang berupa fiksi. Pendekar slebor inilah yang awalnya membawa saya untuk menggemari dunia membaca, dilanjut dengan Wiro Sableng, Tikam Samurai, Pendekar Mabuk, Dewa arak, Pendekar Rajawali, Pendekar Pedang Buntung 131 dan lain sebagainya.
Seiring berjalannya waktu (makin dewasa) tentu saja selera membaca yang saya punya juga merambah keberbagai jenis novel, seperti karya2nya fredi s, zara zetira, tara zagita atau yang beberapa hari yang lalu baru saja saya tamatkan membaca yaitu sebuah novel karyanya Rhein Fathia yang berjudul CoupL(ov)e. Beberapa Fiksi & novel terjemahan pengarang luar juga tak lepas dari santapan sehari-hari. Seperti Lord of The ring, Pasukan Mau Tahu, Lima Sekawan, Harpot, Eragon, bahkan sejenis Enny arrow & Nick Carter pun tak lepas dari santapan
Beberapa bulan yang lalu saya diperkenalkan kepada forum tercinta ini oleh sebuah status diberanda FB yang membagikan cerita dengan judul "Dia Dia Dia Sempurna". Berawal dari sini, hobi membaca sebuah tulisan yang beberapa waktu belakangan sempat hilang tiba-tiba muncul kembali. Kisah2 legendaris yang berstatus tamat atau masih on going/kentang, ataupun cerita2 para sepuh yang masih tersimpan rapi di archive kaskus satu persatu saya lahap. 24 Jam sehari, & 7 hari seminggu dengan sedikit mengabaikan dunia nyata, semua karya2 tersebut saya tamatkan untuk membaca. Mulai kehilangan bacaan saya beralih kepada thread2 baru yang masih berjalan belasan part ataupun masih beberapa part.
Fix.., kira2 sebulan yang lalu mulai kehabisan bahan bacaan... Sifat iseng mulai muncul, mulai deh bikin komentar2 yang rada2 nyindir dibeberapa thread yang berbau mistis (entah kenapa saya kurang suka dengan thread2 mistis, padahal kalau baca novel horor sih saya suka). Cuma tahan berdebat Beberapa saat karena ujung2nya komentar saya cuma diabaikan & mulai tidak ada perlawanan, lagi2 kebosanan melanda..
Sambil bolak-balik kebeberapa thread on going yang saya bookmark, mulai kepikiran nih untuk bikin cerita sendiri. Tapi memang pada dasarnya saya tidak punya kisah perjalan hidup yang "njelimet" seperti para TS diforum ini untuk diangkat sebagai cerita, ya akhirnya pikiran untuk bikin Thread sendiri cuma jadi angan-angan belaka.
Setelah berhari-hari bermeditasi untuk mendapatkan ide, akhirnya sebuah idepun muncul. Kenapa tidak mencoba mengangkat kembali karya lama yang membuat saya jatuh cinta terhadap dunia membaca?? Dan pilihan itupun jatuh terhadap Cerita Silat lawas "Pendekar Slebor". Setelah dari tadi pagi bolak balik beberapa blog yang menyediakan versi pdf cerita ini, akhirnya didapatkanlah bahan untuk beberapa episode kedepan..
And Here We Go.....
I N D E K S
Spoiler for Indeks 1:
TSnya tidak usah dikasih yang ijo-ijo, cukup dilemparin bata saja
Jangan lupa rate & sharenya
GRAZIE..!!!
Diubah oleh ucln 04-01-2017 13:01
regmekujo dan anasabila memberi reputasi
0
99.6K
350
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ucln
#23
Part 5
Si Kapak Setan mulai menyerang dengan kapaknya yang berdesing membelah udara,menuju dua kaki kurus Jari Iblis. Namun serangan itu dielakkan dengan mudah oleh Jari Iblis, dengan sedikit bergeser ke belakang. lantas, sebelah kakinya secepat angin topan membabat kepala Kapak Setan yang merendah.
Jebbb!
Mau tak mau si Kapak Setan terpaksa menjatuhkan diri kepermukaan panggung, dan secepatnya berguling menjauh. Kini dia bangkit kembali. Tapi sebelum kuda-kudanya mantap benar, Jari Iblis melepaskan serangan bertubi-tubi dengan dua jari menegang bagai mata pedang ke arah bagian-bagian tubuh yang mematikan. Namun sampai sejauh itu Kapak Setan masih mampu menghindarinya.Belum sampai lima belas jurus berlalu, satu kelebatan tangan Jari Iblis bergerak cepat ke arah ulu hati. Tapi dengan cepat pula Kapak Setan memapaknya dengan punggung tangan.
Plakkk!
Sungguh di luar dugaan! Justru tenaga dorongan yang kuat ketika memapak itu dimanfaatkan Jari Iblis untuk memutar tubuhnya sambil mengelebatkan jari tangannya.
Begitu cepatnya, sehingga tak bisa dihindari lagi oleh si Kapak Setan. Maka....
Clap!
"Aaakh...!"
Si Kapak Setan kontan menjerit memilukan ketika jari tangan lawan menembus lehernya seperti menembus pelepah pisang. Matanya kontan mendelik ngeri.Dan begitu Jari Iblis mencabut jarinya dari leher, darah memuncrat memerciki panggung. Penonton seketika berseru ngeri.
Dalam pertandingan semacam itu, mestinya tidak perlu sampai mati. Karena, pertandingan ini semata-mata hanya untuk menentukan orang yang bakal menjadi pengawal Tuan Cokro Adi. Namun rupanya, Jari Iblis memang tidak pernah berniat memberi keringanan kepada siapa pun yang berurusan dengannya.
Jari Iblis segera menjura, memberi hormat kepada hadirin. Wajahnya dingin, sedikit pun tidak memperlihatkan penyesalan.
"Aku benci ini," geram Soma. Lalu, diajaknya Andika untuk pergi dari situ.
"Ke mana, Kang? Pertandingan belum selesai” kata Andika enggan.
"Aku muak melihat pembunuhan yang hanya karena uang seperti tadi...," jelas Soma.
"Kalau begitu, Kang Soma harus naik ke panggung untuk menghentikan si kurus jelek itu agar tidak membunuh penantang yang lain," ujar Andika tanpa tedeng aling-aling.
Andika sepertinya tidak takut kalau perkataannya sampai ke telinga Jari Iblis.
"Apa kau sudah gila?! Aku jelas bukan tandingan orang itu. Bahkan kemampuannya mungkin beberapa tingkat di atas guru kita sendiri...," sentak Soma.
Belum lagi Soma sempat menarik keluar Andika dari kerumunan, kembali terdengar jeritan menggiriskan dari atas panggung. Rupanya seorang lagi menemui kematian di tangan Jari Iblis. Dan Soma makin tidak betah untuk tetap di sana. Agak kasar dan tergesa, ditariknya tangan Andika.
"Hei! Berhenti!" bentak seseorang di antara kerumunan.
Soma menoleh bingung. Rasanya dia tidak berbuat suatu kesalahan? Lalu, kenapa orang itu menyuruh berhenti dengan nada kasar seperti itu? Astaga! Mendadak Soma menyadari kebrengsekan Andika.
"Copeeet!" teriak orang yang membentak tadi.
Tak salah lagi, ini pasti akal Andika. Dengan membuat kericuhan di tengah-tengah kerumunan, maka perhatian pengunjungakan beralih dari panggung. Hasilnya, kekejaman
yang dilakukan Jari Iblis akan terhenti. Entah untuk berapa lama....
"Lari, Andika! Lari...!” seru Soma seraya menarik kuat kuat pergelangan tangan yang dipegangnya.
Sekali lagi. Soma terkejut bukan main! Ternyata yang ditariknya bukan lagi tangan Andika, melainkan tangan seorang laki-laki tua. Soma hanya bisa mendenguskesal. Rupanya pada saat dia terpana barusan, anak kunyuk itu sempat menukar tangannya dengan tangan seorang aki yang kebetulan berada di dekatnya. Tentu orang tua keriput itu mengamuk sejadi-jadinya. Bibirnyayang sudah berlipat keriput seperti kain lusuh,menyemburkan makian pedas, tepat di depan hidung Soma. Bahkan makian orang tua di depannya juga di
sertai gerimis kecil yang terlontar dari mulutnya.
Dengan bibir tersenyum kecut, Soma mengusap wajahnya yang hampir basah oleh air ludah. Naas sekali nasibnya hari ini. Setelah itu Somatersadar pada keadaan Andika.
"Ke mana bocah brengsek itu sekarang?"
"Andika...!" teriak Soma kelimpungan.
Sungguh mati, Soma begitu khawatir terhadap pemuda tanggung itu. Entah kenapa, selama anak itu dikenalnya, dia seperti memiliki seorang adik yang patut mendapatkan perhatian. Namun orang yang diteriaki tidak terlihat batang hidungnya. Kerumunan orang begitu banyak, bagaimana mungkin mudah untuk mencari?
"Andika! Di mana kau?!"
Sementara di satu kerumunan lain, terjadi kekacauan. Beberapa orang berlari ke sana kemari di antara keramaian, mengejar seorang pemuda tanggung yang menjarah kantung-
kantung uang milik mereka. Jelas anak itu adalah Andika.
"Hei! Berhenti kau, Pencopet Keparat!"
"Kuremukkan batok kepalamu, Bocah Jahanam!"
"Tangkap! Tangkap!"
Terdengar teriakan-teriakan korban jarahan tangan Andika yang melengking geram.
"Jangan hanya teriak-teriak! Kejar aku kalau kali bisa, manusia kentut yang bermuka kentut, berjidat kentut, berdengkul kentut.... Pokoknya, kentut!" balas Andika tanpa rasa takut sedikit pun sambil berlari terbirit-birit.
Selincah kera hutan, Andika menelusup di antara kerumunan orang. Berkali-kali orang-orang yang mengejarnya nyaris dapat menjambret bajunya, tapi selalu luput. Sampai akhirnya, Andika terkurung dengan tubuh merapat di pinggir panggung.
Orang-orang yang mengejarnya makin dekat, dengan wajah disarati kekalapan. Mata mereka terlihat nyalang bagai ingin menelan Andika hidup-hidup. Selangkah demi selangkah, mereka mendekat dengan tangan terentang, takut kalau buruannya lolos lagi. Andika yakin, kalau sudah tidak bisa lagi meloloskan diri. Kecuali, dengan satu cara.... Naik ke panggung pertandingan! Tubuhnya yang kurus itu pun cepat meIompat ke atas panggung setinggi bahu.
Jleg.. Manis sekali Andika mendaratkan kakinya di atas panggung.
"Phuih!" keluh Andika membuang napas.Memang sampai di situ orang-orang yang mengejar nya tidak lagi berani mendekati. Tentu saja mereka takut disangka menjadi penantang Jari Iblis yang kejam menggiriskan. Dan tujuh orang berpakaian perlente itu hanya menatapnya kebodoh-bodohan. Siapa yang sudi jadi makanan empuk jari-jari tangan si Jari Iblis?.
Sementara Andika hanya merayapi mereka dengan tatapan mata. Senyum mengejeknya yang khas tersembul. Bukan itu saja. Dia malah melambaikan tangan, sehingga menimbulkan kejengkelan di hati pengejarnya.
"Kau penantang berikutnya?"
Tiba-tiba terdengar suara berat di belakang. Andika terkesiap. Darahnya serasa berhenti mengalir. Wajahnya kontan pucat. Gila! Sungguh tidak pernah disangkaakan sejauh ini! Maka sambil menelan ludah susah payah, Andika berbalik. Tampaklah seraut wajah yang menyeringai buas. Andika ingin menjelaskan segera pada Ki Bayuganda alias si Jari Iblis, kalau dia bukan penantang. Bahkan niat saja pun tidak.
Sementara, pengunjung mulai berseru kaget. Suara-suara gumaman mulai terdengar seperti sekumpulan lebah. Mereka memandang Andika dengan matayang sulit dijelaskan. Mungkin merasa heran, mungkinmerasa terpana. Atau mungkin, merasa salah lihat.
"Apa anak itu sudah sinting?" kata salah seorang.
"Apa itu anak sudah bosan makan nasi?" selorohyang lain.
"Astaga! Semuda itu sudah menjadi pendekar dan berani pula menantang Jari Iblis. Ck ck ck...."
"Itu anak konyol yang berlagak sakti, atau anak sakti yang berlagak konyol, ya?"
Sementara itu, Andika berusaha mengucapkan kata-kata yang terasa terganjal ditenggorokan. Lidahnyapun jadi kelu. Dicobanya menggerakkan bibir, namun hanya sepotong-sepotong yang terucap.
"Ba... bu... anu. aduh Mak...," gagap Andika.
Jari Iblis sudah menjura hormat. Sebagai isyarat kalau sudah siap untuk memulai pertandingan.Sementara di kejauhan sana. Soma nyaris seperti orang gila. Dia ingin menerobos masuk menghampiri panggung dan menjelaskan duduk persoalannya kepada Jari Iblis, tapi orang-orang yang begitu kepingin tahu kejadian di atas panggung, membuat kerumunan jadi padat dan sulit ditembus.
"Andika! Turun...!" teriak Soma, kalang kabut.
Sedangkan Ki Bayuganda pun mulai menyusun langkah perlahan....
Andika sebenarnya bukan tergolong anak pengecut. Sebagai orang yang pernah terbenam dalam dunia gelandangan, dia sering berhadapan dengan maut. Sewaktu masih menjalani kegiatannya menjarah kantung-kantung uang milik orang-orang kaya berhati busuk, pernah suatu kali bahu kirinya tertembus sebilah belati yang dilemparkan oleh korban jarahannya. Kalausaja saat itu belati yang menancapnya mengenai tubuhnya lebih ke bawah, mungkin dia sudah di alam lain dengan perantara belati yang menembus jantungnya
Kalau kali ini jantungnya memburu keras dengan wajah memucat, sebenarnya wajar saja. Dirinya kini hadapkan pada dua pilihan yang sama-sama berat, dan sama-sama bias melemparnya ke neraka. Andai dia memilih turun, maka orang-orang yang memburunya tentu akan menghajarnya. Kalau memilih diam, dia harus berhadapan deng jari maut milik Ki Bayuganda.
Kini mata dingin Ki Bayuganda menembuskan kengerian ke seluruh persendianAndika.
Nyali pemuda tanggung itu benar-benar bagaidihimpit habis-habisan. Kaki kurus Ki Bayuganda yang tertutup jubah batas betis melangkah satu-satu di permukaan panggung dari kayu. Langkah-langkahnya yang berbau maut, begitu menghentak jantung Andika.
Jurus-jurus pembuka punmulai dimainkannya. Dua jari dari masing-masing tangan yang masih memerah oleh darah, mengejang Tanpa memperdengarkan teriakan, jari Ki Bayu ganda melesat ke arah dada Andika dengan kecepatan dahsyat. Bagi pemuda tanggung yang tidak pernah mempelajari ilmu tenaga dalam dan kecepatan, tusukan jari Ki Bayuganda mustahil untuk dihindari.
Pada saat jari berkecepatan kilat itu hanya tinggal dua jengkal lagi dari dada Andika, tiba-tiba....
"Uts!"
Tubuh Andika seketika melenting bagai selembar bulu di udara. Sebentar dia berputaran, lalu hinggap tanpa sedikit pun suara di belakang Ki Bayuganda.
"Kurang ajar!" dengus Jari Iblis.Sementara Andika hanya terkesiap. Tangannya mendekap dada yang sebelumnya akan menjadi sasaran jari-jari menyeramkan Ki Bayuganda. Matanya belum berani melirik ke dada, sebab di kepalanya sudah terbayang darah yang mengalir deras dari bagian tubuh yang dikiranya terkena. Tapi ketika matanya mencoba melirik, ternyata dadanya masih utuh.
"Apa yang baru saja kulakukan? Mungkinkah aku bermimpi?"
Pada saat gawat tadi, Andika memang hanya mengikuti naluri untuk menyelamatkan diri. Dia hanya sekadar mencoba berkelit dengan melenting semampunya. Namun, yang terjadi justru di luar dugaan sama sekali. Dia mampu melewati kepala Jari Iblis dan mendarat ringan di belakangnya.
Demikian juga Soma di kejauhan. Mulutnya tanpasadar terbuka karena demikian terpana. Rasanya sulitdipercayai apa yang baru dilihatnya.
"Aneh..., aneh!" bisik batin Andika berkali-kali.
Sebelum sempat Andika terpesona lebih jauh oleh apa yang dilakukannya barusan, Ki Bayuganda sudahmelancarkan serangan susulan yang lebih beringas! Kemarahannya mencuat begitu saja, karena merasa telah dipermainkan oleh anak tanggung yang tak pernah dikenalnya dalam dunia persilatan.
Beberapa jurus yang diruntunkan untuk menghabisi Andika. Namun, pemuda tanggung itu lincah sekali berlompatan menghindarinya. Seberapa cepat pun Bayuganda mengerahkan jurus-jurusnya, tetap belum menggores kulit Andika sedikit pun.
Para pengunjung memang terpesona melihat adegan seru itu. Tapi bukan oleh kehebatan gerakan kedua orang itu, melainkan justru pertarungan yang sulit diikuti mata biasa. Gerakan mereka bagai kilasan-kilasabayangan saja. Padahal jika mereka bisa melihat, gerakan Andika sama sekali tidak menunjukkan sedang bertempur, melainkan gerakan ngawur yang begitu cepat!
Sekali lagi tubuh Andika melenting ke udara danmendarat di bibir panggung, tepat di belakang si JariIblis.
Wukkk! Deb deb deb...!
Andika pun mulai menyusun kuda-kuda. Setiap kaki atau tangannya bergerak dengan pemusatan penuh, terdengar deru yang sampai di tempat Soma berdiri
"Hiaaat...!"
Sementara Ki Bayuganda kembali merangsek dengan teriakan kemarahan membakar dahsyat. Dan tubuh mereka berdua lantas seperti menyatu dalam pusaran gerakan-gerakan luar biasa. Sebentar saling pisah, sebentar kemudian menyatu kembali.
Sementara para penonton seperti terkena tenung saja. Mereka benar-benar menjadi patung hidup, menyaksikan pertarungan luar biasa itu. Bagi yang mempunyai penglihatan jeli, mereka akan melihat kalau si Jari Iblis begitu bernafsu untuk cepat menjatuhkan Andika. Jari-jarinya yang setajam mata pisau berkelebatan cepat sekali. Namun sampai sejauh ilu, Andika masih mampu menghindari dengan kelitan-kelitannya yang lincah. Namun tak urung, beberapa bagian tubuh Andika sempat tersayat jari-jari bagai baja itu.
Pada suatu kesempatan, Ki Bayuganda yang berjuluk Jari Iblis mencoba membabatkan jarinya ke arah leher Andika. Namun di luar dugaan, serangan itu sama sekali tidak dihiraukan oleh pemuda tanggung itu. Baru ketika serangan itu hampir menyentuh Ieher, Andika cepat menarik kepalanya ke belakang.
"Uts!"
Begitu serangan itu bisa dihindari, Andika cepat memutar tubuhnya seraya melepaskan pukulan bertenaga dalam tinggi. Begitu cepat gerakannya, sehingga Jari Iblis tak bisa lagi menghindari.
Degh...!
"Aaakh...!"
Satu pukulan dengan punggung tangan telak sekali mendarat di leher Jari Iblis. Diiringi jerit kesakitantubuh Ki Bayuganda terpental keras, melayang bagaitanpa bobot. Dari mulutnya, tersembur percikan merahyang menciprati sebagian penonton.
Ketika jatuh berdebum di tanah, barulah orang-orang tahu kalau Ki Bayuganda atau si Jari Iblis lah yg melayang. Dan ketika menyentuh tanah, dia sudah kehilangan nyawa. Matilah tokoh kejam itu di tangan seorang anak tanggung yang tak pernah sedikit pun disebut-sebut dalam rimba persilatan.
Di panggung, tampak Andika berdiri kuyu dengan pakaian tercabik di sana-sini. Dibeberapa bagian tubuhnya, darah mengalir akibat besetan jari tangan Ki Bayuganda.
Si Kapak Setan mulai menyerang dengan kapaknya yang berdesing membelah udara,menuju dua kaki kurus Jari Iblis. Namun serangan itu dielakkan dengan mudah oleh Jari Iblis, dengan sedikit bergeser ke belakang. lantas, sebelah kakinya secepat angin topan membabat kepala Kapak Setan yang merendah.
Jebbb!
Mau tak mau si Kapak Setan terpaksa menjatuhkan diri kepermukaan panggung, dan secepatnya berguling menjauh. Kini dia bangkit kembali. Tapi sebelum kuda-kudanya mantap benar, Jari Iblis melepaskan serangan bertubi-tubi dengan dua jari menegang bagai mata pedang ke arah bagian-bagian tubuh yang mematikan. Namun sampai sejauh itu Kapak Setan masih mampu menghindarinya.Belum sampai lima belas jurus berlalu, satu kelebatan tangan Jari Iblis bergerak cepat ke arah ulu hati. Tapi dengan cepat pula Kapak Setan memapaknya dengan punggung tangan.
Plakkk!
Sungguh di luar dugaan! Justru tenaga dorongan yang kuat ketika memapak itu dimanfaatkan Jari Iblis untuk memutar tubuhnya sambil mengelebatkan jari tangannya.
Begitu cepatnya, sehingga tak bisa dihindari lagi oleh si Kapak Setan. Maka....
Clap!
"Aaakh...!"
Si Kapak Setan kontan menjerit memilukan ketika jari tangan lawan menembus lehernya seperti menembus pelepah pisang. Matanya kontan mendelik ngeri.Dan begitu Jari Iblis mencabut jarinya dari leher, darah memuncrat memerciki panggung. Penonton seketika berseru ngeri.
Dalam pertandingan semacam itu, mestinya tidak perlu sampai mati. Karena, pertandingan ini semata-mata hanya untuk menentukan orang yang bakal menjadi pengawal Tuan Cokro Adi. Namun rupanya, Jari Iblis memang tidak pernah berniat memberi keringanan kepada siapa pun yang berurusan dengannya.
Jari Iblis segera menjura, memberi hormat kepada hadirin. Wajahnya dingin, sedikit pun tidak memperlihatkan penyesalan.
"Aku benci ini," geram Soma. Lalu, diajaknya Andika untuk pergi dari situ.
"Ke mana, Kang? Pertandingan belum selesai” kata Andika enggan.
"Aku muak melihat pembunuhan yang hanya karena uang seperti tadi...," jelas Soma.
"Kalau begitu, Kang Soma harus naik ke panggung untuk menghentikan si kurus jelek itu agar tidak membunuh penantang yang lain," ujar Andika tanpa tedeng aling-aling.
Andika sepertinya tidak takut kalau perkataannya sampai ke telinga Jari Iblis.
"Apa kau sudah gila?! Aku jelas bukan tandingan orang itu. Bahkan kemampuannya mungkin beberapa tingkat di atas guru kita sendiri...," sentak Soma.
Belum lagi Soma sempat menarik keluar Andika dari kerumunan, kembali terdengar jeritan menggiriskan dari atas panggung. Rupanya seorang lagi menemui kematian di tangan Jari Iblis. Dan Soma makin tidak betah untuk tetap di sana. Agak kasar dan tergesa, ditariknya tangan Andika.
"Hei! Berhenti!" bentak seseorang di antara kerumunan.
Soma menoleh bingung. Rasanya dia tidak berbuat suatu kesalahan? Lalu, kenapa orang itu menyuruh berhenti dengan nada kasar seperti itu? Astaga! Mendadak Soma menyadari kebrengsekan Andika.
"Copeeet!" teriak orang yang membentak tadi.
Tak salah lagi, ini pasti akal Andika. Dengan membuat kericuhan di tengah-tengah kerumunan, maka perhatian pengunjungakan beralih dari panggung. Hasilnya, kekejaman
yang dilakukan Jari Iblis akan terhenti. Entah untuk berapa lama....
"Lari, Andika! Lari...!” seru Soma seraya menarik kuat kuat pergelangan tangan yang dipegangnya.
Sekali lagi. Soma terkejut bukan main! Ternyata yang ditariknya bukan lagi tangan Andika, melainkan tangan seorang laki-laki tua. Soma hanya bisa mendenguskesal. Rupanya pada saat dia terpana barusan, anak kunyuk itu sempat menukar tangannya dengan tangan seorang aki yang kebetulan berada di dekatnya. Tentu orang tua keriput itu mengamuk sejadi-jadinya. Bibirnyayang sudah berlipat keriput seperti kain lusuh,menyemburkan makian pedas, tepat di depan hidung Soma. Bahkan makian orang tua di depannya juga di
sertai gerimis kecil yang terlontar dari mulutnya.
Dengan bibir tersenyum kecut, Soma mengusap wajahnya yang hampir basah oleh air ludah. Naas sekali nasibnya hari ini. Setelah itu Somatersadar pada keadaan Andika.
"Ke mana bocah brengsek itu sekarang?"
"Andika...!" teriak Soma kelimpungan.
Sungguh mati, Soma begitu khawatir terhadap pemuda tanggung itu. Entah kenapa, selama anak itu dikenalnya, dia seperti memiliki seorang adik yang patut mendapatkan perhatian. Namun orang yang diteriaki tidak terlihat batang hidungnya. Kerumunan orang begitu banyak, bagaimana mungkin mudah untuk mencari?
"Andika! Di mana kau?!"
Sementara di satu kerumunan lain, terjadi kekacauan. Beberapa orang berlari ke sana kemari di antara keramaian, mengejar seorang pemuda tanggung yang menjarah kantung-
kantung uang milik mereka. Jelas anak itu adalah Andika.
"Hei! Berhenti kau, Pencopet Keparat!"
"Kuremukkan batok kepalamu, Bocah Jahanam!"
"Tangkap! Tangkap!"
Terdengar teriakan-teriakan korban jarahan tangan Andika yang melengking geram.
"Jangan hanya teriak-teriak! Kejar aku kalau kali bisa, manusia kentut yang bermuka kentut, berjidat kentut, berdengkul kentut.... Pokoknya, kentut!" balas Andika tanpa rasa takut sedikit pun sambil berlari terbirit-birit.
Selincah kera hutan, Andika menelusup di antara kerumunan orang. Berkali-kali orang-orang yang mengejarnya nyaris dapat menjambret bajunya, tapi selalu luput. Sampai akhirnya, Andika terkurung dengan tubuh merapat di pinggir panggung.
Orang-orang yang mengejarnya makin dekat, dengan wajah disarati kekalapan. Mata mereka terlihat nyalang bagai ingin menelan Andika hidup-hidup. Selangkah demi selangkah, mereka mendekat dengan tangan terentang, takut kalau buruannya lolos lagi. Andika yakin, kalau sudah tidak bisa lagi meloloskan diri. Kecuali, dengan satu cara.... Naik ke panggung pertandingan! Tubuhnya yang kurus itu pun cepat meIompat ke atas panggung setinggi bahu.
Jleg.. Manis sekali Andika mendaratkan kakinya di atas panggung.
"Phuih!" keluh Andika membuang napas.Memang sampai di situ orang-orang yang mengejar nya tidak lagi berani mendekati. Tentu saja mereka takut disangka menjadi penantang Jari Iblis yang kejam menggiriskan. Dan tujuh orang berpakaian perlente itu hanya menatapnya kebodoh-bodohan. Siapa yang sudi jadi makanan empuk jari-jari tangan si Jari Iblis?.
Sementara Andika hanya merayapi mereka dengan tatapan mata. Senyum mengejeknya yang khas tersembul. Bukan itu saja. Dia malah melambaikan tangan, sehingga menimbulkan kejengkelan di hati pengejarnya.
"Kau penantang berikutnya?"
Tiba-tiba terdengar suara berat di belakang. Andika terkesiap. Darahnya serasa berhenti mengalir. Wajahnya kontan pucat. Gila! Sungguh tidak pernah disangkaakan sejauh ini! Maka sambil menelan ludah susah payah, Andika berbalik. Tampaklah seraut wajah yang menyeringai buas. Andika ingin menjelaskan segera pada Ki Bayuganda alias si Jari Iblis, kalau dia bukan penantang. Bahkan niat saja pun tidak.
Sementara, pengunjung mulai berseru kaget. Suara-suara gumaman mulai terdengar seperti sekumpulan lebah. Mereka memandang Andika dengan matayang sulit dijelaskan. Mungkin merasa heran, mungkinmerasa terpana. Atau mungkin, merasa salah lihat.
"Apa anak itu sudah sinting?" kata salah seorang.
"Apa itu anak sudah bosan makan nasi?" selorohyang lain.
"Astaga! Semuda itu sudah menjadi pendekar dan berani pula menantang Jari Iblis. Ck ck ck...."
"Itu anak konyol yang berlagak sakti, atau anak sakti yang berlagak konyol, ya?"
Sementara itu, Andika berusaha mengucapkan kata-kata yang terasa terganjal ditenggorokan. Lidahnyapun jadi kelu. Dicobanya menggerakkan bibir, namun hanya sepotong-sepotong yang terucap.
"Ba... bu... anu. aduh Mak...," gagap Andika.
Jari Iblis sudah menjura hormat. Sebagai isyarat kalau sudah siap untuk memulai pertandingan.Sementara di kejauhan sana. Soma nyaris seperti orang gila. Dia ingin menerobos masuk menghampiri panggung dan menjelaskan duduk persoalannya kepada Jari Iblis, tapi orang-orang yang begitu kepingin tahu kejadian di atas panggung, membuat kerumunan jadi padat dan sulit ditembus.
"Andika! Turun...!" teriak Soma, kalang kabut.
Sedangkan Ki Bayuganda pun mulai menyusun langkah perlahan....
***
Andika sebenarnya bukan tergolong anak pengecut. Sebagai orang yang pernah terbenam dalam dunia gelandangan, dia sering berhadapan dengan maut. Sewaktu masih menjalani kegiatannya menjarah kantung-kantung uang milik orang-orang kaya berhati busuk, pernah suatu kali bahu kirinya tertembus sebilah belati yang dilemparkan oleh korban jarahannya. Kalausaja saat itu belati yang menancapnya mengenai tubuhnya lebih ke bawah, mungkin dia sudah di alam lain dengan perantara belati yang menembus jantungnya
Kalau kali ini jantungnya memburu keras dengan wajah memucat, sebenarnya wajar saja. Dirinya kini hadapkan pada dua pilihan yang sama-sama berat, dan sama-sama bias melemparnya ke neraka. Andai dia memilih turun, maka orang-orang yang memburunya tentu akan menghajarnya. Kalau memilih diam, dia harus berhadapan deng jari maut milik Ki Bayuganda.
Kini mata dingin Ki Bayuganda menembuskan kengerian ke seluruh persendianAndika.
Nyali pemuda tanggung itu benar-benar bagaidihimpit habis-habisan. Kaki kurus Ki Bayuganda yang tertutup jubah batas betis melangkah satu-satu di permukaan panggung dari kayu. Langkah-langkahnya yang berbau maut, begitu menghentak jantung Andika.
Jurus-jurus pembuka punmulai dimainkannya. Dua jari dari masing-masing tangan yang masih memerah oleh darah, mengejang Tanpa memperdengarkan teriakan, jari Ki Bayu ganda melesat ke arah dada Andika dengan kecepatan dahsyat. Bagi pemuda tanggung yang tidak pernah mempelajari ilmu tenaga dalam dan kecepatan, tusukan jari Ki Bayuganda mustahil untuk dihindari.
Pada saat jari berkecepatan kilat itu hanya tinggal dua jengkal lagi dari dada Andika, tiba-tiba....
"Uts!"
Tubuh Andika seketika melenting bagai selembar bulu di udara. Sebentar dia berputaran, lalu hinggap tanpa sedikit pun suara di belakang Ki Bayuganda.
"Kurang ajar!" dengus Jari Iblis.Sementara Andika hanya terkesiap. Tangannya mendekap dada yang sebelumnya akan menjadi sasaran jari-jari menyeramkan Ki Bayuganda. Matanya belum berani melirik ke dada, sebab di kepalanya sudah terbayang darah yang mengalir deras dari bagian tubuh yang dikiranya terkena. Tapi ketika matanya mencoba melirik, ternyata dadanya masih utuh.
"Apa yang baru saja kulakukan? Mungkinkah aku bermimpi?"
Pada saat gawat tadi, Andika memang hanya mengikuti naluri untuk menyelamatkan diri. Dia hanya sekadar mencoba berkelit dengan melenting semampunya. Namun, yang terjadi justru di luar dugaan sama sekali. Dia mampu melewati kepala Jari Iblis dan mendarat ringan di belakangnya.
Demikian juga Soma di kejauhan. Mulutnya tanpasadar terbuka karena demikian terpana. Rasanya sulitdipercayai apa yang baru dilihatnya.
"Aneh..., aneh!" bisik batin Andika berkali-kali.
Sebelum sempat Andika terpesona lebih jauh oleh apa yang dilakukannya barusan, Ki Bayuganda sudahmelancarkan serangan susulan yang lebih beringas! Kemarahannya mencuat begitu saja, karena merasa telah dipermainkan oleh anak tanggung yang tak pernah dikenalnya dalam dunia persilatan.
Beberapa jurus yang diruntunkan untuk menghabisi Andika. Namun, pemuda tanggung itu lincah sekali berlompatan menghindarinya. Seberapa cepat pun Bayuganda mengerahkan jurus-jurusnya, tetap belum menggores kulit Andika sedikit pun.
Para pengunjung memang terpesona melihat adegan seru itu. Tapi bukan oleh kehebatan gerakan kedua orang itu, melainkan justru pertarungan yang sulit diikuti mata biasa. Gerakan mereka bagai kilasan-kilasabayangan saja. Padahal jika mereka bisa melihat, gerakan Andika sama sekali tidak menunjukkan sedang bertempur, melainkan gerakan ngawur yang begitu cepat!
Sekali lagi tubuh Andika melenting ke udara danmendarat di bibir panggung, tepat di belakang si JariIblis.
Wukkk! Deb deb deb...!
Andika pun mulai menyusun kuda-kuda. Setiap kaki atau tangannya bergerak dengan pemusatan penuh, terdengar deru yang sampai di tempat Soma berdiri
"Hiaaat...!"
Sementara Ki Bayuganda kembali merangsek dengan teriakan kemarahan membakar dahsyat. Dan tubuh mereka berdua lantas seperti menyatu dalam pusaran gerakan-gerakan luar biasa. Sebentar saling pisah, sebentar kemudian menyatu kembali.
Sementara para penonton seperti terkena tenung saja. Mereka benar-benar menjadi patung hidup, menyaksikan pertarungan luar biasa itu. Bagi yang mempunyai penglihatan jeli, mereka akan melihat kalau si Jari Iblis begitu bernafsu untuk cepat menjatuhkan Andika. Jari-jarinya yang setajam mata pisau berkelebatan cepat sekali. Namun sampai sejauh ilu, Andika masih mampu menghindari dengan kelitan-kelitannya yang lincah. Namun tak urung, beberapa bagian tubuh Andika sempat tersayat jari-jari bagai baja itu.
Pada suatu kesempatan, Ki Bayuganda yang berjuluk Jari Iblis mencoba membabatkan jarinya ke arah leher Andika. Namun di luar dugaan, serangan itu sama sekali tidak dihiraukan oleh pemuda tanggung itu. Baru ketika serangan itu hampir menyentuh Ieher, Andika cepat menarik kepalanya ke belakang.
"Uts!"
Begitu serangan itu bisa dihindari, Andika cepat memutar tubuhnya seraya melepaskan pukulan bertenaga dalam tinggi. Begitu cepat gerakannya, sehingga Jari Iblis tak bisa lagi menghindari.
Degh...!
"Aaakh...!"
Satu pukulan dengan punggung tangan telak sekali mendarat di leher Jari Iblis. Diiringi jerit kesakitantubuh Ki Bayuganda terpental keras, melayang bagaitanpa bobot. Dari mulutnya, tersembur percikan merahyang menciprati sebagian penonton.
Ketika jatuh berdebum di tanah, barulah orang-orang tahu kalau Ki Bayuganda atau si Jari Iblis lah yg melayang. Dan ketika menyentuh tanah, dia sudah kehilangan nyawa. Matilah tokoh kejam itu di tangan seorang anak tanggung yang tak pernah sedikit pun disebut-sebut dalam rimba persilatan.
Di panggung, tampak Andika berdiri kuyu dengan pakaian tercabik di sana-sini. Dibeberapa bagian tubuhnya, darah mengalir akibat besetan jari tangan Ki Bayuganda.
0