Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Yaudah, gue mati aja

Cover By: kakeksegalatahu


Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.





Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue



emoticon-Bettyemoticon-Betty emoticon-Betty



----------




SECOND STORY VOTE:
A. #teambefore
B. #teamafter
C. #teamfuture

PREDIKSI KASKUSER = EMIL



----------



PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.



----------


Spoiler for QandA:


WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+



NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY


Spoiler for Ilustrasi:


Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.


Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
JabLai cOYAvatar border
mazyudyudAvatar border
xue.shanAvatar border
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#2395
PART 76

“Aku masih sayang sama kamu, aku masih cinta sama kamu, aku pengin balikan sama kamu,” ucap Masayu sambil mengaduk tehnya.
“Manggil-manggil sayang gitu?”
“Iya, itu jugalah Dawi.”
“Ada lagi?” tanya gue.
“Kayaknya buat sementara itu dulu deh. Oh iya, permintaan ketiga aku pengin kamu serius kuliahnya. Jangan sampe nilaimu semester pertama ini jelek. Masa iya kisah asmara pertama jelek terus nilainya juga ikutan jelek.”

Kita balikan? Enggak. Hubungan kita sekarang enggak lebih dari teman. Yang barusan adalah beberapa kalimat yang Masayu larang untuk gue ucapkan. Masayu mau memaafkan gue atas kesalahan yang telah gue lakukan asalkan syaratnya dipenuhi. Awalnya dia meminta sepuluh syarat, karena gue merasa keberatan jadi gue menawar lima. Setelah berlangsung negosiasi akhirnya kita berdua sepakat dengan jumlah tujuh syarat.

Syarat pertama, dia membuat beberapa larangan kalimat yang enggak boleh gue ucapkan. Kalimat-kalimat yang enggak boleh gue ucapkan itu sewaktu-waktu bisa di update oleh Masayu. Syarat kedua gue harus membuatkan dia teh hangat ketika dia lagi main di kos selama seminggu. Dan permintaan ketiga, dia meminta gue buat kuliah dengan serius.

Jujur, gue sendiri juga bingung. Dia melarang gue buat mengucapkan kalimat-kalimat yang bahkan sewaktu pacaran jarang banget buat gue ucapkan. Enggak dilarangpun gue juga enggak bakalan ngomong kayak gitu, gue tahu diri kali. Gue udah bukan siapa-siapanya dia, enggak sepantasnya gue ngomong kayak gitu ke dia, tapi kalo kelepasan beda cerita.

Dan yang bikin gue lebih bingung, sikap kita berdua enggak ada yang berubah, masih sama kayak waktu pacaran. Balik kerja dia masih sering bawain gue makanan, enggak jarang juga dia masakin gue waktu main di kosan. Selain itu kita juga masih sering nontonin drama Korea bareng sambil saling nyender, berbagi snack, berbagi minum, bahkan tisu.

Gue mengambil tisu dari samping Masayu, “Nangismu banyak banget Yu.”
“Aku enggak nangis,” kata Masayu sambil sesenggukan kayak orang flu.
“Lhah ini basah banget, belum aku pake buat lap airmata aja udah kayak gini.” Gue melap air mata gue, “Nih basah banget.”
“Oh… itu aku lagi flu.”

Seketika perasaan gue mendadak enggak enak, bukan, muka gue deket mata yang mendadak enggak enak.

“Emil tuh pindah kos apa gimana sih Yang? Eh, Wi?”
“Meneketehe, orang dia aja enggak pernah di kos.”
“Emm…, eh, kamu tau engga—”
“Enggak.”
Masayu memukul lengan gue, “Ish, belum juga nanya.”
“Iya deh, lanjutin Beb.”
“Heh! Ngomong apa barusan?!”
“Kan kamu ngelarangnya cuma manggil sayang doang, Bebnya enggak.”
“Update! Beb juga enggak boleh!” Masayu merebut teh gue, “Kamu tau enggak kenapa aku suka minum teh sama kamu?”
“Iya aku tau. Biar bisa minum teh dua gelas tapi tetep satu sendok kan?”
Masayu mengangguk, “Heemh, biar enggak diabetes. Tapi kok kamu tau sih?”
“Gimana enggak tahu, orang barusan tehku kamu ambil.”

Emil? Gue sendiri juga enggak tau dia lagi dimana. Gue enggak tau, bahkan gue juga enggak pernah kepikiran buat cari tahu dia pindah kos apa gimana. Sebenernya gue juga rada kepikiran sih, cuma apa boleh buat, dia sendiri yang menghilang gitu aja. Dia biasa tidur di kamar gue, tapi semenjak satu bulan terakhir dia tidur di kamarnya sendiri, bahkan kamarnya sering dikunci. Mungkin dia udah ada cowok, makanya dia membatasi diri dari gue.

Makin kesini kehidupan gue makin teratur, pagi kuliah, siang DOTA, sore sama Masayu, malemnya kadang DOTA lagi kalo enggak ada tugas. Pokoknya Masayu bantu gue banget, dia bikin hidup gue lebih enak buat dijalani. Bisa dibilang dia itu lentera buat gue, lentera buat orang yang buta mengenai kehidupan.

Paginya, di kantin kampus gue ketemu Bentigo. Gue masih ingat dengan jelas, tepat satu minggu yang lalu gue membuat masalah yang diakhiri dengan tangisan adeknya. Bentigo orang yang berpengaruh di kampus ini, dan dia memiliki mata dimana-mana, jadi sudah pasti dia tahu tentang masalah gue dengan Grace. Dan kenyataan itulah yang membuat gue was-was, gue bisa habis di kampus gue sendiri.

“Kenapa sih Wi? Kok muka lo pucet gitu? Salah makan?” tanya Bentigo.

Gue menggeleng biasa untuk menutupi kepanikan.

“Nahan sembelit kali ni anak,” timpal temen gue yang lain.

Bentigo dan temen gue yang lain ketawa, tapi gue, gue masih was-was. Gue enggak boleh lengah, meleng sedikit bisa hilang kuping gue.
Sikap Bentigo lebih bikin gue bingung daripada sikap Masayu ke gue setelah putus. Dia sama sekali enggak berubah, dia masih sama kayak Bentigo yang gue kenal. Iya, Bentigo yang ketawa bareng sama gue di gazebo rumahnya. Bentigo yang godain cewek sama gue. Bentigo yang teriak menyebut gue sebagai sahabatnya.

Apa mungkin dia belum tau mengenai masalah gue dengan Grace? Apa Grace enggak cerita ke siapapun mengenai malam itu? Tapi ini kan udah seminggu, cukup lama untuk suatu berita kayak gini buat bocor.

Atau malah dia sengaja buat pura-pura enggak tahu mengenai masalah itu biar gue lengah? Dan nanti sewaktu gue lengah dikit kuping gue tiba-tiba hilang? Iya, bisa aja kayak gitu. Secepat kilat gue arahkan tangan gue ke arah kepala, gue periksa kuping kiri dan kanan, aman.

“Yuklah cabut, jangan sampe di kelas kena marah si botak,” ajak salah satu temen gue.

Teman-teman gue beranjak meninggalkan kantin, begitu juga dengan gue dan Bentigo.

Sepanjang koridor kampus gue hanya diam, gue masih was-was. Sampe akhirnya temen-temen gue masuk ke ruang kelas, gue berinisiatif berbicara empat mata dengan Bentigo. Ketika dia mau masuk ke kelas, gue tutup pintunya dan menarik dia ke arah tangga dekat kelas.

“Kenapa sih Wi?”
“Ada yang mau gue omongin sama lo penting.”
“Lagi males masuk kelas? Mau ngajakin cabut? Enggak ah, sayang cok bangun pagi cuma buat cabut dari kelas.”
Gue menggeleng, “Lo duduk, gue mau ngomong serius.”

Bentigo menuruti permintaan gue, dan gue mulai bercerita apa yang gue rasakan ke dia. Bukan, gue masih normal. Gue enggak nembak Bentigo, rasa yang gue maksud adalah rasa was-was gue. Dan setelah gue menjelaskan panjang lebar, bukannya dia yang terkejut malah gue yang terkejut mendengar tanggapannya.

“Ealah Wi, santai aja kenapa? Kirain sembelit apa burung lo kejepit.”

Gue menundukkan kepala perlahan.

“Gini ya Wi, kita sahabatan, Grace adek gue, lo pacaran sama Grace, itu semua enggak ada hubungannya. Gue sama lo ya gue sama lo, enggak ada hubungannya sama adek gue. Lo sama adek gue ya lo sama adek gue, enggak ada hubungannya sama gue.” Bentigo menepuk pundak gue, “Dengerin ya, kita udah cukup dewasa buat menyikapi suatu masalah di sekitar kita. Meski kita orang yang peduli dengan lingkungan bukan berarti kita orang yang harus menyampuri urusan orang lain. Ya emang bener kenyataannya kalo Grace itu adek gue, gue peduli sama dia, tapi enggak seharusnya gue mencampuri kisah percintaan dia kan?”

Gue tertegun setelah mendengar apa yang barusan Bentigo jelaskan. Dia peduli sama adeknya, tapi disaat yang sama dia enggak mau mengganggu urusan pribadi Grace. Dan hebatnya lagi dia menghargai hubungan yang dia miliki. Dia enggak mau hubungannya dengan Grace merusak hubungan dia dengan gue. Jujur, gue salut dengan Bentigo. Menurut gue, dia adalah orang yang bener-bener open minded dan dewasa. Enggak salah gue memilih dia sebagai sahabat.

“Tapi beda cerita kalo Grace sampe enggak mau makan terus dia sakit gara-gara lo minta dia buat diet. Kalo kayak gitu ceritanya, jangan harap bisa aman kuliah disini lagi deh, hahaha.”

Gue cuma nyengir karena mendadak was-was lagi.

“Tapi apa yang mau di kurusin lagi, bodynya udah langsing kayak gitu. Waduhhh, incessst… incessst…! Eh, sorry bro, enggak ada maksud buat ambil jatah lo nih.”
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.