- Beranda
- Stories from the Heart
I Am (NOT) Your Sister
...
TS
natashyaa
I Am (NOT) Your Sister
Dear Warga SFTH.
Sebelumnya ijinkan gue untuk menulis sepenggal kisah hidup gue di SFTH. Cerita ini bersumber dari pengalaman pribadi yang gue modifikasi sedemikian rupa sehingga membentuk cerita karangan gue sendiri. Cerita ini ditulis dengan dua sudut pandang berbeda dari kedua tokohnya.
So... langsung saja.
Sebelumnya ijinkan gue untuk menulis sepenggal kisah hidup gue di SFTH. Cerita ini bersumber dari pengalaman pribadi yang gue modifikasi sedemikian rupa sehingga membentuk cerita karangan gue sendiri. Cerita ini ditulis dengan dua sudut pandang berbeda dari kedua tokohnya.
So... langsung saja.
Quote:
Diubah oleh natashyaa 20-01-2018 23:32
itkgid dan 8 lainnya memberi reputasi
9
464K
3K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
natashyaa
#1892
F Part 70
Ani mungkin saja baru pertama kali merasakan apa yang gue rasain dulu ketika dimarahi ibu. Gue gak tau gimana cara ibu marahi Ani tadi sampai-sampai si Ani mewek,-kenceng lagi. Gue masih berdiri di depan pintu kamarnya tapi suara tangisan dia samar-samar terdengar keluar. Gue mencoba memegang daun pintu kamarnya mencoba untuk masuk ke dalam, dan ternyata tidak dikunci. Gue lihat Ani sedang telungkup di kasur menangis memegangi bantal biru kesayangannya.
“Idih jangan nangis terus atuh”
Gue ambil satu bantal di ujung kasurnya lalu gue lemparkan ke dia.-Ceileh lah masa dimarahin ibu gini aja dia udah mewek kayak begini. Dia mungkin baru sebatas dimarahi secara omongan, gak seperti gue dulu sampai pernah digebuk pakai sapu lidi gara-gara mencoba kabur dari rumah. Gue naik ke kasurnya mendekati dirinya.
“Hey udahan nangisnya” Kata gue di dekat dia. Gue mengelus kepala-kepala dia dari belakang seperti halnya ibu mengelus dan menangkan gue dulu ketika gue menangis sehabis dihajar oleh ibu. Bukannya apa, gue gak tega aja liat orang menangis. Hati gue mudah tergerak kalau liat orang menangis.
“Tenang aja, gak apa-apa kok.”
Setelah agak lama, Ani mulai berehenti menangisnya. Gue tau ini pertama kalinya ibu memarahi Ani dengan serius. Gue tau ibu memarahi Ani semata-mata buat kebaikan dirinya juga. Ibu gue memang keras aslinya, selama ini aja entah kenapa dia agak jinak. Ya, seperti kata gue sebelumnya, Mungkin sumbu amarah ibu yang memanjang, cuman pas kejadian kemarin sumbunya terbakar dan BOOM habislah Ani oleh ibu.
“Sini.. Liat Gue.” Pinta gue ke Ani untuk duduk di kasur memandang ke arah gue.
“Yuk… ikut ke ITB bareng gue dan Andrea” Ajak gue kedia
“Tapi… kak”
“Tapi apa, ah tenang aja. Ibu gak marah kok, ibu itu marahin kamu karena dia sayang kamu.” Kata gue ke Ani.
“….”
Dia menunduk. Entah apa, sepertinya dia merenung, dia mungkin takut kalau keluar lagi dia bakal kena marah lagi.
“Jadi gimana? Mau ikut gak?” Tanya gue sekali lagi ke dia. Dia kemudian melihat ke arah gue dan dengan tampang kusutnya dia mengangguk. Gue tau, anggukan itu jawaban “Iya” dari dia. Gue pun tersenyum ke dia, begitu juga sebaliknya dia nyengir ke gue.
“Nah gitu dong..” Gue reflek aja mengacak-ngacak rambut dia. Biarin aja biar makin kusut. Hahaha.
Bukanya apa, gue mengajak Ani pergi semata-mata demi kebaikan dia. Asal lo tau aja, kalau dia dibiarkan sendirian di rumah, dia bakal kena bantai lagi sama ibu. Percaya sama gue, amarah ibu itu belum reda. Bisa-bisa Ani tinggal nama kalau ditinggalin di rumah sendirian.
“Ganti baju Ni, kamu jelek kalau nangis. Hahaha” Ujar Andrea dari belakang. Gue pun setuju dengan Andrea. Si Ani kusut banget kalau nangis, apalagi mukanya udah bengep gitu. Masa gue harus ajak ke ITB dengan tampilan dan muka bengep kayak gitu (?) Bisa malu-maluin lah entar. Harusnya dia berpakaian seperti kemarin lagi pas pergi bareng si bangsad Egi, cantik nan natural, biar sekalian ngeceng anak ITB. Sapa tau dia dapat jodoh dari sana.. #Eaaak.
****
Gue mau ke ITB karena mau ketemu seseorang. Tadi pas di sekolah kan gue sama temen-temen gue yang lain lagi pada bahas masa depan. Kebetulan aja, sebelumnya kak Arman sms gue ngajak untuk main ke kampusnya. You know lah siapa dia. Dia memang selalu ngajak gue buat main ke kampusnya, cuman gue tolak terus. Pertama karena males, kedua karena gue gak tertarik masuk ITB. Berhubung tadi di kantin Andrea, temen baik gue itu pengen masuk ITB. Yha, gue langsung punya ide buat ngajak dia kesana sekaligus memenuhi ajakan kak Arman sebelumnya.
***
Sampai disana, gue langsung sms kak Arman. Pas memasuki gerbang depan, kak Arman langsung menghampiri kami bertiga.
“Hey.. Fe..”
“Eh.. hey..”
“Yuk..”
Pas di rumah gue sempat bilang ke Andrea kalau gue memang mau ketemuan sama kak Arman sehingga Andrea nanti bareng si Ani pas di ITB. Gue pun memisahkan diri dari mereka berdua pas di ITB, gue bareng kak Arman hanya untuk berjalan-jalan sambil ngobrol saja di kampusnya.
“Kenapa kamu gak kepengen disini?” Tanya dia.
“Hehehe. Males Bandung terus.”
“Kenapa males?”
“Yah, gpp sih.”
Entah ya memang benar, gue udah bosan dengan Bandung, gue pengen mencoba sesuatu lain, mencoba hal baru, tapi fakta sebenarnya sih gue pengen jauh dari rumah.
“Gimana ibu sehat?”
“Ya, alhamdulillah baik. Baru kemarin bicarain kakak di rumah.”
“Wah bicarain apa?Hmm.”
“Kepo, mau taja.”
“Ah kebiasaan kamu mah Fe dari dulu main rahasia-rahasian. Hahaha.”
“Hahaha…”
“Yaaa, ibu lagi nyari pembantu baru. Biasanya kan yang suka bantu dia masak dan nyuci kak Arman.” Kata gue ke dia.
“HAHAHA… salam ya buat ibu.”
“Iya, kabar Puput gimana?” Puput adalah adik kak Arman yang masih SD, dulu gue suka main ke rumahnya dan suka bermain bersama Puput.
“Dia baik kok.”
“Kangen kamuu…” Kata kak Arman.
“Ih.. salam kangen juga gitu ke dia..dari kak Fe.. nanti kak Fe… beliin cokelat yang banyak lagi.”
“Hahaha.. maen ke rumah atuh.”
“Kapan-kapan…”
“Kapan-kapan terus, ke sini kapan-kapan, ke rumah juga kapan-kapan, gimana sih?” Ujar dia.
“Yaaaa… kapan-kapan. Hahaha.”
Setelah muter-muter dan ngobrol sana-sini, kita kemudian mencari Ani dan Andrea. Kak Arman tetap seperti dulu, orang yang selalu gue kagumi, dia memberikan banyak nasihat ke gue mengenai masa depan yang harus gue jalani nantinya kalau masuk kuliah. Ya, entahlah gue gak tertarik untuk kuliah di Bandung, gue ingin merantau mencoba sendiri. Sudah cukup dengan kota ini, pikir gue.
“Hey… Nde gimana?” Kata gue setelah mendapati Ani dan Andrea yang sedang duduk.
“Hahaha.. capek juga Fe..”
“Iya.. kak, makan yuk.” Kata Ani langsung sambil memegangi kakinya yang sepertinya sudah capek berjalan-jalan.
“Kak?” Entah kenapa ekpresi kak Arman kaget mendengar ucapan Ani.
“Oh ya, kak. Ini kenalin ini Ani pembantu di rumahku” Kata gue mengenalkan Ani.
“Arman…” Kak Arman menjulurkan tangannya dan bersalaman dengan Ani.
“Serius Fe ?” Tanya dia heran.
“Makanya main ke rumah lagi. Dia pembantu ibu yang baru.” Ujar gue menyenggol tubuh kak Arman.
“Hahaha…” Andrea ketawa sementara Ani olohok dikatain pembantu.
“Digaji berapa kamu dek disana?”
“Ih.. kak aku bukan pembantu.” Ani kesal. Hahaha.
“Becanda Ni.. Becanda..”
“Mau gak kamu pindah kerja di rumah aku?” Tanya kak Arman lagi.
“Ihh.. jangan di rumah kakak kan udah ada puput.” Jawab gue
“Kan puput adek aku…”
“Yaa.. sama, Ani juga adek aku kak.”
“Hah?! Sejak kapan kamu punya Adek?” Tanya kak Arman.
“Hahaha.” Gue dan Andrea ketawa. Kak Arman dan Ani kebingungan.
“Dari dulu juga udah ada, cuman ya baru menampakan diri. Dulu sih masih gentayangan di rumah.”
“Ih..kak emangnya aku hantu.” Protes Ani.
“Hahahaha” Gue, Andrea, kak Arman ketawa. Ani ngak.
“Ih kirain kamu teh beneran pembantu Ni, boro ditawarin.” Kata kak Arman.
“……”
Ani tak menjawab. Mukanya baeud.
“Udah.. udah.. kasian Fe, masa Ani dibuli terus.” Kata Andrea mulai berdiri.
“Hahaha. Iya, maafin ya Ni.” Kata gue.
“Iya maaf ya dek.” Kata kak Arman juga.
“iya kak Gpp. Udah biasa.” Keluh Ani terpaksa, dia mulai berdiri juga.
Gue kemudian merangkul pundak Ani.
“Yuk, ah kita pulang.”
“Cepet amat Fe.” Kata kak Arman.
“Iya kak, aku mau makan.”
“Eh.. kamu mau binasa nanti di rumah?” Gue menatap Ani dengan tajam.
“Maksudnya kak?” Tanya Ani.
“Kamu ini… mau dimarahin ibu lagi.?”
“Ih gak mau kak.”
“Makanya pulang!” Kata gue.
“Iya deh kak iya..”
“Lucu Fe..lucu.. makin akrab aja kalian.” Kata Andrea.
“Hahahaha…”
“Yasudah ya, kalian hati-hati ya di jalanya. Aku masih ada keperluan dikampus.” Kata kak Arman.
***
Karena Ani merengek terus minta makan, jadinya kita bertiga mampir dulu mencari restoran cepat saji. Dasar ya memang mirip bocah dia, belum lagi dia itu berisik sepanjang jalan, apalagi pas dia terus nanyain gue dan kak Arman. Andrea sih kalem-kalem sama ketawa-ketawa, rupanya dia membocorkan semuanya ke Ani. Agar si Ani bisa diam, terpaksalah gue ngajak dia makan dulu.
Pas lagi makan entah kenapa perasaan gue gak enak. Gue jadi mikirin ibu, ibu sendirian di rumah. Gue gak tenang sampai-sampai makanan yang gue pesan gak gue habiskan karena gue melamun terus mikirin ibu.
“ kak, makanannya buat aku aja kalau gak di makan”
“Makan aja…”
“Ih.. Ani rakus juga ternyata.” Kata Andrea
“Kamu nanti gendut lhoo.” Ejek Andrea.
“Biarin kak, aku lapar soalnya.”
“Yuk ah pulang Nde. Kamu Cepetan makannya.” Ujar gue ke Ani. Gue bener-bener gak enak hati nih.
“Bntar kak.”
“CEPET!” Bentak gue yang langsung beranjak dari kursi. Disusul Andrea dan Ani.
***
Gue dan Ani sampai rumah kira-kira jam setengah 7 malam. Rumah gue poek alias lampu luar gak dinyalain. Darisana gue mulai bertanya-tanya kenapa ibu gak nyalain lampu luar rumah. Rupanya di dalam juga sama, pas gue masuk ruang tamu kondisi rumah gelap. Ini bukan mati lampu karena lampu rumah tetangga di luar mah nyala. Gue kemudian mennyuruh Ani untuk menyalakan lampu luar sementara gue mau menyalakan lampu di dalam rumah dan betapa terkejutnya gue ketika lampu ruang tengah nyala gue melihat ibu terbaring di lantai.
“IBUUUUUUUUUUUU……” Teriak gue langsung.
“Idih jangan nangis terus atuh”
Gue ambil satu bantal di ujung kasurnya lalu gue lemparkan ke dia.-Ceileh lah masa dimarahin ibu gini aja dia udah mewek kayak begini. Dia mungkin baru sebatas dimarahi secara omongan, gak seperti gue dulu sampai pernah digebuk pakai sapu lidi gara-gara mencoba kabur dari rumah. Gue naik ke kasurnya mendekati dirinya.
“Hey udahan nangisnya” Kata gue di dekat dia. Gue mengelus kepala-kepala dia dari belakang seperti halnya ibu mengelus dan menangkan gue dulu ketika gue menangis sehabis dihajar oleh ibu. Bukannya apa, gue gak tega aja liat orang menangis. Hati gue mudah tergerak kalau liat orang menangis.
“Tenang aja, gak apa-apa kok.”
Setelah agak lama, Ani mulai berehenti menangisnya. Gue tau ini pertama kalinya ibu memarahi Ani dengan serius. Gue tau ibu memarahi Ani semata-mata buat kebaikan dirinya juga. Ibu gue memang keras aslinya, selama ini aja entah kenapa dia agak jinak. Ya, seperti kata gue sebelumnya, Mungkin sumbu amarah ibu yang memanjang, cuman pas kejadian kemarin sumbunya terbakar dan BOOM habislah Ani oleh ibu.
“Sini.. Liat Gue.” Pinta gue ke Ani untuk duduk di kasur memandang ke arah gue.
“Yuk… ikut ke ITB bareng gue dan Andrea” Ajak gue kedia
“Tapi… kak”
“Tapi apa, ah tenang aja. Ibu gak marah kok, ibu itu marahin kamu karena dia sayang kamu.” Kata gue ke Ani.
“….”
Dia menunduk. Entah apa, sepertinya dia merenung, dia mungkin takut kalau keluar lagi dia bakal kena marah lagi.
“Jadi gimana? Mau ikut gak?” Tanya gue sekali lagi ke dia. Dia kemudian melihat ke arah gue dan dengan tampang kusutnya dia mengangguk. Gue tau, anggukan itu jawaban “Iya” dari dia. Gue pun tersenyum ke dia, begitu juga sebaliknya dia nyengir ke gue.
“Nah gitu dong..” Gue reflek aja mengacak-ngacak rambut dia. Biarin aja biar makin kusut. Hahaha.
Bukanya apa, gue mengajak Ani pergi semata-mata demi kebaikan dia. Asal lo tau aja, kalau dia dibiarkan sendirian di rumah, dia bakal kena bantai lagi sama ibu. Percaya sama gue, amarah ibu itu belum reda. Bisa-bisa Ani tinggal nama kalau ditinggalin di rumah sendirian.
“Ganti baju Ni, kamu jelek kalau nangis. Hahaha” Ujar Andrea dari belakang. Gue pun setuju dengan Andrea. Si Ani kusut banget kalau nangis, apalagi mukanya udah bengep gitu. Masa gue harus ajak ke ITB dengan tampilan dan muka bengep kayak gitu (?) Bisa malu-maluin lah entar. Harusnya dia berpakaian seperti kemarin lagi pas pergi bareng si bangsad Egi, cantik nan natural, biar sekalian ngeceng anak ITB. Sapa tau dia dapat jodoh dari sana.. #Eaaak.
****
Gue mau ke ITB karena mau ketemu seseorang. Tadi pas di sekolah kan gue sama temen-temen gue yang lain lagi pada bahas masa depan. Kebetulan aja, sebelumnya kak Arman sms gue ngajak untuk main ke kampusnya. You know lah siapa dia. Dia memang selalu ngajak gue buat main ke kampusnya, cuman gue tolak terus. Pertama karena males, kedua karena gue gak tertarik masuk ITB. Berhubung tadi di kantin Andrea, temen baik gue itu pengen masuk ITB. Yha, gue langsung punya ide buat ngajak dia kesana sekaligus memenuhi ajakan kak Arman sebelumnya.
***
Sampai disana, gue langsung sms kak Arman. Pas memasuki gerbang depan, kak Arman langsung menghampiri kami bertiga.
“Hey.. Fe..”
“Eh.. hey..”
“Yuk..”
Pas di rumah gue sempat bilang ke Andrea kalau gue memang mau ketemuan sama kak Arman sehingga Andrea nanti bareng si Ani pas di ITB. Gue pun memisahkan diri dari mereka berdua pas di ITB, gue bareng kak Arman hanya untuk berjalan-jalan sambil ngobrol saja di kampusnya.
“Kenapa kamu gak kepengen disini?” Tanya dia.
“Hehehe. Males Bandung terus.”
“Kenapa males?”
“Yah, gpp sih.”
Entah ya memang benar, gue udah bosan dengan Bandung, gue pengen mencoba sesuatu lain, mencoba hal baru, tapi fakta sebenarnya sih gue pengen jauh dari rumah.
“Gimana ibu sehat?”
“Ya, alhamdulillah baik. Baru kemarin bicarain kakak di rumah.”
“Wah bicarain apa?Hmm.”
“Kepo, mau taja.”
“Ah kebiasaan kamu mah Fe dari dulu main rahasia-rahasian. Hahaha.”
“Hahaha…”
“Yaaa, ibu lagi nyari pembantu baru. Biasanya kan yang suka bantu dia masak dan nyuci kak Arman.” Kata gue ke dia.
“HAHAHA… salam ya buat ibu.”
“Iya, kabar Puput gimana?” Puput adalah adik kak Arman yang masih SD, dulu gue suka main ke rumahnya dan suka bermain bersama Puput.
“Dia baik kok.”
“Kangen kamuu…” Kata kak Arman.
“Ih.. salam kangen juga gitu ke dia..dari kak Fe.. nanti kak Fe… beliin cokelat yang banyak lagi.”
“Hahaha.. maen ke rumah atuh.”
“Kapan-kapan…”
“Kapan-kapan terus, ke sini kapan-kapan, ke rumah juga kapan-kapan, gimana sih?” Ujar dia.
“Yaaaa… kapan-kapan. Hahaha.”
Setelah muter-muter dan ngobrol sana-sini, kita kemudian mencari Ani dan Andrea. Kak Arman tetap seperti dulu, orang yang selalu gue kagumi, dia memberikan banyak nasihat ke gue mengenai masa depan yang harus gue jalani nantinya kalau masuk kuliah. Ya, entahlah gue gak tertarik untuk kuliah di Bandung, gue ingin merantau mencoba sendiri. Sudah cukup dengan kota ini, pikir gue.
“Hey… Nde gimana?” Kata gue setelah mendapati Ani dan Andrea yang sedang duduk.
“Hahaha.. capek juga Fe..”
“Iya.. kak, makan yuk.” Kata Ani langsung sambil memegangi kakinya yang sepertinya sudah capek berjalan-jalan.
“Kak?” Entah kenapa ekpresi kak Arman kaget mendengar ucapan Ani.
“Oh ya, kak. Ini kenalin ini Ani pembantu di rumahku” Kata gue mengenalkan Ani.
“Arman…” Kak Arman menjulurkan tangannya dan bersalaman dengan Ani.
“Serius Fe ?” Tanya dia heran.
“Makanya main ke rumah lagi. Dia pembantu ibu yang baru.” Ujar gue menyenggol tubuh kak Arman.
“Hahaha…” Andrea ketawa sementara Ani olohok dikatain pembantu.
“Digaji berapa kamu dek disana?”
“Ih.. kak aku bukan pembantu.” Ani kesal. Hahaha.
“Becanda Ni.. Becanda..”
“Mau gak kamu pindah kerja di rumah aku?” Tanya kak Arman lagi.
“Ihh.. jangan di rumah kakak kan udah ada puput.” Jawab gue
“Kan puput adek aku…”
“Yaa.. sama, Ani juga adek aku kak.”
“Hah?! Sejak kapan kamu punya Adek?” Tanya kak Arman.
“Hahaha.” Gue dan Andrea ketawa. Kak Arman dan Ani kebingungan.
“Dari dulu juga udah ada, cuman ya baru menampakan diri. Dulu sih masih gentayangan di rumah.”
“Ih..kak emangnya aku hantu.” Protes Ani.
“Hahahaha” Gue, Andrea, kak Arman ketawa. Ani ngak.
“Ih kirain kamu teh beneran pembantu Ni, boro ditawarin.” Kata kak Arman.
“……”
Ani tak menjawab. Mukanya baeud.
“Udah.. udah.. kasian Fe, masa Ani dibuli terus.” Kata Andrea mulai berdiri.
“Hahaha. Iya, maafin ya Ni.” Kata gue.
“Iya maaf ya dek.” Kata kak Arman juga.
“iya kak Gpp. Udah biasa.” Keluh Ani terpaksa, dia mulai berdiri juga.
Gue kemudian merangkul pundak Ani.
“Yuk, ah kita pulang.”
“Cepet amat Fe.” Kata kak Arman.
“Iya kak, aku mau makan.”
“Eh.. kamu mau binasa nanti di rumah?” Gue menatap Ani dengan tajam.
“Maksudnya kak?” Tanya Ani.
“Kamu ini… mau dimarahin ibu lagi.?”
“Ih gak mau kak.”
“Makanya pulang!” Kata gue.
“Iya deh kak iya..”
“Lucu Fe..lucu.. makin akrab aja kalian.” Kata Andrea.
“Hahahaha…”
“Yasudah ya, kalian hati-hati ya di jalanya. Aku masih ada keperluan dikampus.” Kata kak Arman.
***
Karena Ani merengek terus minta makan, jadinya kita bertiga mampir dulu mencari restoran cepat saji. Dasar ya memang mirip bocah dia, belum lagi dia itu berisik sepanjang jalan, apalagi pas dia terus nanyain gue dan kak Arman. Andrea sih kalem-kalem sama ketawa-ketawa, rupanya dia membocorkan semuanya ke Ani. Agar si Ani bisa diam, terpaksalah gue ngajak dia makan dulu.
Pas lagi makan entah kenapa perasaan gue gak enak. Gue jadi mikirin ibu, ibu sendirian di rumah. Gue gak tenang sampai-sampai makanan yang gue pesan gak gue habiskan karena gue melamun terus mikirin ibu.
“ kak, makanannya buat aku aja kalau gak di makan”
“Makan aja…”
“Ih.. Ani rakus juga ternyata.” Kata Andrea
“Kamu nanti gendut lhoo.” Ejek Andrea.
“Biarin kak, aku lapar soalnya.”
“Yuk ah pulang Nde. Kamu Cepetan makannya.” Ujar gue ke Ani. Gue bener-bener gak enak hati nih.
“Bntar kak.”
“CEPET!” Bentak gue yang langsung beranjak dari kursi. Disusul Andrea dan Ani.
***
Gue dan Ani sampai rumah kira-kira jam setengah 7 malam. Rumah gue poek alias lampu luar gak dinyalain. Darisana gue mulai bertanya-tanya kenapa ibu gak nyalain lampu luar rumah. Rupanya di dalam juga sama, pas gue masuk ruang tamu kondisi rumah gelap. Ini bukan mati lampu karena lampu rumah tetangga di luar mah nyala. Gue kemudian mennyuruh Ani untuk menyalakan lampu luar sementara gue mau menyalakan lampu di dalam rumah dan betapa terkejutnya gue ketika lampu ruang tengah nyala gue melihat ibu terbaring di lantai.
“IBUUUUUUUUUUUU……” Teriak gue langsung.
itkgid dan khodzimzz memberi reputasi
2
