Kaskus

Story

shani.andrasAvatar border
TS
shani.andras
Serial Detektif Indigo (SDI): Pembunuhan “dr.Kemala” (bagian 1)
Pembunuhan dr.Kemala

Sore ini adalah kunjungan rutinku bersama ayah ke psikiater di sebuah rumah sakit milik pemerintah daerah, kunjungan rutin setahun tiga kali dan akulah yang si pasien dari psikiater itu. Namaku Alvian, Alvian Chandra Sakti lengkapnya, usiaku 23 tahun dan baru saja lulus kuliah. Kenapa aku perlu kunjungan rutin ke psikiater? Yah karena ayah memaksaku sih sejak setahun kemarin, sedangkan penyebab utamanya adalah………

Sedari kecil aku ini sepertinya memiliki bakat khusus diluar bakat manusia pada umumnya, terlebih lagi bakatku ini membuatku sering membicarakan yang diluar nalar dan membuatku sering berbicara sendiri – kata orang. dimulai sejak masa puber hingga di usiaku yang sekarang aku semakin jelas merasakan dan menguasai bakatku ini, walau pu seringkali ada kalanya aku tidak bisa mengontrolnya hehe. Aku seringkali melihat kejadian-kejadian entah itu dari masa lalu atau masa depan hanya dari mendengar pembicaraan dan cerita orang, dan bisa juga dari sebuah sentuhan sengaja atau tidak disengaja pada sebuah benda atau makhluk hidup. Oh ya dan aku kadang waktu melihat makhluk selain manusia (gaib), mendengar bisikan-bisikan dan suara yang tanpa wujud penyuaranya. Sepertinya bakat ini yang membuat ayahku gerah dan memaksa diriku untuk memeriksakan diri ke klinik kejiwaan.

Psikiater untuk sesi kali ini adalah seorang dokter muda, dia menggantikan dokter terdahulu yang dinas ke daerah lain. Namanya dr. Arina, Sp.Kj usianya empat tahun diatasku, terlihat seperti tante-tante galak walau masih muda emoticon-Big Grin. Aku memasuki ruang prakteknya dan dia menyapa ayah dan diriku dengan ramah, kami duduk lalu mulailah ayah menceritakan tentang diriku kepada dokter baru ini. Seperti biasa pikiranku berada di tempat lain daripada fokus mendengarkan ceramah dokter dan alasan-alasan hiperbola yang diucapkan ayah, entah mengapa mataku tiba-tiba terfokus pada sebuah foto dengan bingkai ukuran 6R yang dihiasi setangkai bunga mawar segar yang ditempelkan di pojok kanan atas, bingkai itu diletakkan di meja pas di belakang dokter Arina. terlihat di foto itu ada gambar dua wanita masih berusia awal 20an, yang disebelah kiri terlihat jelas dari romannya itu adalah dokter Arina sendiri waktu muda dulu, dan yang di sebelah kanan seorang wanita muda berhijab yang menurutku itu adalah teman dekatnya, sekejap aku sedikit pusing setelah menatap foto itu dan tiba-tiba aku menyeletuk “belum mati kenapa fotonya dikasih bunga mbak?”

Mendadak aku dijitak ayahku “ngomong sembarangan lagi, kamu ini sedang berobat, yang fokus dong” omel ayahku (*_*)a…..Sedangkan dokter Arina sedikit kaget dan bengong berucap “Kemala baru semingguan meninggal karena dibunuh susternya sendiri” dia mengucapkan dengan nada agak sinis. Aku hanya melongo sambil mengangguk, ayah dengan jengkel juga melihat kearahku (^o^). Gak terasa satu jam berlalu dans sesi “pengobatan” ini pun berakhir, ayah keluar dari ruangan terlebih dahulu, aku menyusul kemudian dan sebelum itu aku meminta kartu nama dokter Arina, dia memberikannya sambil berucap ketus “kalau mau sembuh berobatnya yang serius”, entah kenapa dengan sikapnya yang “galak” itu aku merasa jatuh hati sama dokter itu, padahal dia gak terlalu cakep dan lebih tua empat tahun dariku hihihi.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, di mobil aku mendadak merasakan rasa mual di perutku, pikirku sih paling juga cuma masuk angin, tapi samar-samar terdengar suara yang mengiba di dalam kepalaku. “Jangan……kumohon jangan pakai aku lagi..aaaaaaaaargh” dan diakhiri dengan teriakan yang memilukan. Sesampainya di rumah aku langsung menuju kamarku untuk berbaring karena rasa mual ini masih terasa. Sambil berbaring aku memikirkan celetukanku pada dokter Arina tadi dan suara dari dalam kepalaku barusan di mobil, aku jadi makin tertarik tanpa sebab yang jelas dan mulai memikirkan koneksinya secara logis.

Aku mendapati diriku sedang berada di sebuah ruangan seperti laboratorium yang sudah terbengkalai dan kotor sekali, di lantainya terdapat banyak noda merah kehitaman yang mengeluarkan bau anyir darah. Aku melihat sebuah pintu, kudekati pintu itu dan kubuka…..aku memasuki sebuah lorong yang terlihat jelas bahwa ini adalah sebuah lorong rumah sakit. Ditemani rasa kaget dan ngeri aku melintasi lorong itu dan satu demi satu pintu pada sisi kanan dan kiri lorong itu terbuka, keluarlah satu persatu dari pintu itu…seorang pria dengan kedua kaki terpotong dan mengucurkan banyak darah duduk di kursi roda yang didorong oleh perawat pria tanpa kepala….lalu ada suster yang perutnya bolong dan mengeluarkan ular dan nanah segar….ada bocah-bocah gundul berlarian tanpa pakaian, mereka tidak memiliki wajah…..di dekat pintu yang paling ujung berdiri seorang wanita muda, seorang suster yang terlihat pucat namun kulihat tubuhnya masih utuh tak ada keganjilan sama sekali, tatapan matanya kosong dan terlihat memelas, kepalanya semakin menunduk dengan aku semakin mendekatinya. “Aku hanya sanggup sampai disini kak Kemala” ucapnya dihadapanku, kemudian kami memasuki pintu paling ujung di lorong rumah sakit itu. Suster itu kemudian berbaring di meja operasi dan mulai membuka seluruh pakaiannya, mendadak tanganku mengambil pisau bedah dan secara membabi buta langsung menikam seluruh badan suster itu…ya Tuhan ini sangat mengerikan sekali…..teriakan suster itu sangat mengerikan dan membuat iba namun tanganku tak bisa berhenti menghujamkan pisau bedah ini ke seluruh tubuhnya……dan sekejap kemudian pandanganku menjadi gelap, lalu aku merasakan diriku jatuh tak sadarkan diri……

Aku terbangun pada pukul 09.00 pagi dengan tubuh berkeringat dan tangan ini terasa sangat lemas, dan aku seperti kehabisan nafas karena mimpi buruk tadi. Lalu aku pun mandi dan mengambil sarapan sembari memikirkan mimpi yang sangat mengerikan tadi, sebetulnya aku tidak ingin makan namun tubuh ini lemas dan harus di isi energi. Setelah sarapan hatiku tergerak untuk menyalakan komputer dan iseng mengetik “pembunuhan dokter Kemala” di google, dan sekejap aku menemukan banyak artikel terkait yang berisi rangkuman kejadian, keterangan polisi sampai kesaksian-kesaksian orang terdekat korban. Dokter Kemala ditemukan tewas terbunuh di Kota Z dengan tubuh terbakar dan tulang rahang hancur (sengaja dihancurkan tepatnya) dan semua gigi tercabut , sebagai satu-satunya bukti identitas bahwa dia adalah dokter Kemala ditemukan cincin, kalung dan kartu identitas yang tidak sepenuhnya terbakar.

Mataku tertuju pada dompetku yang terletak di meja, pikiranku langsung fokus pada kartu nama dokter Arina kemarin. Entah mengapa aku jadi tertarik pada kematian dokter Kemala dan aku dengan sedikit harapan menghubungi dokter Arina untuk menanyakan apakah dia ada waktu di luar praktek untuk bisa aku temui, aku ingin mengajak dia kencan, alasanku asal nembak saja, mungkin sebuah kebetulan entah mengapa dokter Arina menerima ajakanku, mungkin karena aku mengajak makan dia di kafetaria rumah sakit tempat dia berkerja (*_*)v

– bersambung –

Aerith D Pus

BAGIAN 2


INDEX
Spoiler for index Pembunuhan "dr.Kemala":



Serial Detektif Indigo
Spoiler for SDI:



CERMISKU
Spoiler for cerita kelana jiwa:



2016, Aerith D Pus
Spoiler for my blog:
Diubah oleh shani.andras 15-10-2019 08:41
anasabilaAvatar border
someshitnessAvatar border
bejo.gathelAvatar border
bejo.gathel dan 7 lainnya memberi reputasi
8
68.9K
310
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
shani.andrasAvatar border
TS
shani.andras
#19
Pembunuhan “dr.Kemala” Bagian 3:

Perkenalan dengan “Kimi”



Oh senangnya hatiku hari ini dokter Arina mengundangku ke rumahnya (masalah pembunuhan Kemala aku kesampingkan) padahal ini bukan pertama kalinya diriku jatuh cinta loh, sepertinya dari awal wanita semi-galak itu sudah masuk ke hatiku. Sengaja hari ini aku bangun pagi untuk mempersiapkan diri, seolah aku gelap mata karena sudah gede rasa memenangkan perhatian dari dokter Arina, kumanjakan tubuh ini dengan mandi sebersih mungkin hingga wangi sabun melekat erat di badanku. Kuambil pakaian terbaikku dari lemari, sepatu pun kubersihkan hingga terlihat baru lagi, kemudian ku menuju meja makan dan sarapan. Jam 9 pagi diriku pun bersiap di depan rumah menuggu ojek online yang sudah kupesan (aku tak punya mobil sih, ada juga mobilnya ayah dan diriku pantang untuk meminjamnya), akhirnya ojek yang kupesan datang menjemputku, bruuum, kami meluncur ke rumah dokter Arina.


Alamat rumah dokter Arina mudah untuk ditemukan, tukang ojek yang mengantarku seakan sudah hafal arah ke rumahnya. Dua tikungan sebelum sampai di rumahnya ojek yang kutumpangi berhenti karena ada iring-iringan pengantar jenazah, sembari menunggu iring-iringan itu lewat mataku tertuju pada sebuah pos satpam di ujung tikungan pas di arah seberang kami berhenti, ada seorang gadis manis berwajah tanpa ekspresi sama sekali, dia mengenakan pakaian semacam daster berwarna biru keabu-abuan, gadis itu menatap langsung ke mataku seakan kami sudah saling mengenal. Iseng kubertanya dalam hatiku siapakah dirinya, “nanti saja kita berkenalan”, sebuah suara menggaung di kepalaku seakan suara itu datang langsung dari samping telingaku………Sekejap kepalaku menoleh lagi kearahnya namun gadis itu sudah lenyap, aku jadi yakin dia bukan manusia.


Akhirnya sampai juga di rumah dokter Arina, rumahnya terlihat masih model 80an hanya pagar dan taman yang tampaknya direstorasi dengan sentuhan arsitektur modern. Kupencet bel di balik pagar dan muncul seorang lelaki paruh baya memakai pakaian batik, “mencari siapa nak?” tanyanya, kujawab maksud kedatanganku kemari dan dibukalah pintu pagar, “duduk saja di kursi teras, biar kupanggilkan anakku” katanya dan aku mengiyakan. Ternyata lelaki itu bapaknya pujaan hatiku (saat ini), rambutya sudah putih rata namun badannya masih tegap (mungkin seorang purnawirawan kali yah), “Arina sudah saya beritahu kamu datang, tunggu saja yah saya mau melayat ke RT sebelah” kata lelaki itu sambil berlalu meninggalkan diriku di teras rumah. Sambil duduk santai mataku berkeliling melihat taman kecil di rumah ini, namun sesaat aku merasakan sebuah getaran hawa yang tidak biasa, hawa ini bukanlah hawa yang dimiliki oleh manusia sehingga tengkukku merinding dan kepekaanku mulai menunjukkan sesuatu, “siapa lagi kali ini” tanyaku dalam hati. Aroma kamboja dan minyak jafaron mendadak ikut meramaikan suasana gaib yang aku rasakan di teras rumah ini, pikiranku jadi semakin penasaran “apakah ada yang tidak beres di rumah ini?”. Segera kutampis pikiran negatif itu karena dokter Arina adalah seorang wnita berpendidikan dan sangat menggunakan logika untuk berpikir, namun hawa ini masih ada dan seakan mengelilingi badanku. “Selamat pagi Alvian, kamu ini selalu tepat waktu yah orangnya” suara sapaan dokter Arina memecah konsentrasiku yang terfokus pada hawa tidak enak tadi, herannya kudapati hawa itu sekalian hilang dengan munculnya dokter Arina.


Akhirnya kami berdua mengobrol, dimulai dari kujelaskan tentang diriku diluar statusku sebagai pasien mental, sedikit demi sedikit dia mulai bias menerima penjelasanku namun dia mengatakan bahwa sesuatu yang hanya halusinasi di dalam kepala tak akan bias mengalahkan logika. “Aku paham apa itu “indigo” Vin, boleh kupanggil kamu dengan Vin saja?”, “ya boleh panggil saja biar akrab” jawabku, “beberapa dokter senior pernah bercerita tentang anak-anakindigo yang pernah mereka tangani dan kejadian-kejadian diluar nalar yang terjadi waktu memeriksa mereka, tapi aku tidak percaya begitu saja…………tak kusangka saat ini diriku sendiri yang mengalaminya” katanya, sambil menatapku tajam dia bertanya “seperti apa rasanya mampu “membaca” sesuatu Vin?”, hatiku tahu apa maksud dari pertanyaan itu dan dengan senang hati kujawab. Dua jam berlalu dan kami masih asik mengobrol, hingga dokter Arina mengatakan dia ingin mengajakku bertemu seseorang, kami pun beranjak dari tempat duduk, berpamitan dengan ayahnya dan segera menuju mobil dokter Arina.


Dia memulai sebuah percakapan kecil di mobil, “Vin, mulai sekarang panggil saja aku dengan namaku langsung, gausah pake mbak ato dokter”, “wah masih merasa muda ya, oke siap” jawabku, dan dia melirik sambil mengernyitkan dahinya. “Aku ingin mengenalkanmu pada seseorang Vin, someone that’s very special for me” katanya memulai pembicaraan lagi, “dia yang membuatku tergerak untuk menjadi psikiater, dan mungkin dengan kemampuanmu itu kamu bisa…..”; “bisa apa?” balasku, “bisa membantuku mengobati Nina, keponakanku”.


Mendadak terjadi lagi pikiranku dibawa entah kemanakali ini, sebuah pintu merah terbuka dan kumelihat sorang gadis kecil sedang berdiri di daun jendela, seperti sadar akan kehadiranku gadis itu lalu turun dan segera berlari ke arahku, sekejap dia memelukku erat sambil menangis sejadi-jadinya. “om, Nina mau pulang, Nina mau bertemu papa dan mama lagi” katanya sambil terisak, kucoba menghapus airmata di pipinya yang terlihat dekil, gadis ini seperti tidak terurus terkunci di “kamar” ini, “Nina, om akan membantu kamu, om berjanji, sebelumnya ayo Nina ceritakan dulu apa yang sebenarnya terjadi pada Nina, dan kenapa om bisa ikut berada disini?” DHUAAAR DHUAAAR sebuah suara keras seperti mercon mendadak mebuatku dan Nina kaget, “dia sudah kembali om, tante jahat itu kembali….” Teriak Nina dengan sangat ketakutan, lalu pandanganku berubah menjadi gelap, dan semakin gelap diikuti dengan badanku yang perlahan terasa lemas…..


Kesadaranku telah kembali dan aku masih ebrada di dalam mobil Arina yang menuju kediaman Nina. “Apakah dirimu merasa bisa menyelamatkan gadis kecil itu?”sebuah suara datang dan bergaung lagi di kepalaku, suara yangsama seperti yang aku dengar tadi pagi di perjalanan menuju rumah Arina, “siapa lagi kamu” tanyaku dalam hati sambil berusaha tenang karena aku juga tak ingin Arina gelisah, “hmm panggil saja aku Kimi, kau benar-benar pria yang hebat ya berani menjawabku” jawabnya, “kau menginginkan apa dariku?” tanyaku lagi, “tutup matamu sejenak, akan kuberitahu” balasnya yang membuatku ragu, tapi kuturuti saja karena rasa penasaran.


“Ingatkah kamu dengan wanita itu” aku melihat seorang wanita yang berpenutup muka yang sedang sendirian bertarung dengan puluhan pria bersenjata pedang dan tombak, wanitaitu tampaknya sudah terluka. “Lihatlah anak kecil membantunya” dan kumelihat pula seorang bocah laki-laki kecil, dari perawakannya dia masih berusia sekitar 3 tahun, bocah itu berjalan ke arah wanita tadi dan tiba-tiba dari tangan bocah itu keluar ratusan bola cahaya yang disertai petir-petir menyambar ke arah puluhan pria bersenjata tadi, lalu setelah mengeluarkan “serangan” tadi bocah itu jatuh pingsan di samping wanita yang dilindunginya, aku berusaha mendekat untuk membantu mereka tapi sepertinya kehadiranku tidak diketahui oleh si wanita tersebut, kucoba bertanya namun wanita berpenutup muka itu tak menggubrisku, kusempatkan untuk melihat wajah si bocah tadi dan…………aku melihat wajah yang sangat familiar, wajahku sendiri, wajah semasa kecilku……………..Tiba-tiba dari arah belakang puluhan pria berpakaian seperti prajurit menmbus badanku bagai angin, mereka lalu mengerubungi wanita dan bocah tadi. “Mereka para pengawalku yang setia, dan benar bocah itu adalah dirimu, kau tak akan bisa mengingat kejadian ini apabila aku tidak menunjukkannya sendiri kepadamu, Pangeranku” sontak diriku terkejut mendengar penjelasan dari Kimi itu, ribuan pertanyaan seolah muncul di pikiranku tanpa bisa terjawab. “aku Kimi, salah satu ratu di alam jin, dan kau adalah manusia spesial yang bagi kami di persekutuan kerajaan Biru”


Kubuka mataku dan kembali sadar, rasa tak percaya masih mendekap di hatiku sambil kubayangkan masa kecilku yang biasa saja. “Kenapa kau jadi keringetan begitu, AC-nya kurang dingin ya?” Tanya Arina kepadaku memecahkan keheningan, “ah tidak apa-apa kok aku hanya bermetabolisme saja” sebuah jawaban paling bego dengan asal nyeplos kuucapkan pada Arina yang sedang menyetir, “oh oke” balasnya dengan cuek. Hari ini terlalu banyak “visi” yang kudapatkan hingga badanku sedikit lelah, entah kejadian apalagi yang aku dapatkan di rumah Nina nanti.


“Satu belokan lagi kita nyampe di rumah kakakku Vin, ingat yah jangan ngoceh macam-macam tanpa izinku” ucap Arina, “si..siap bu” diikuti dengan tatapan galak kearahku.



-Bersambung-


BAGIAN 4

Diubah oleh shani.andras 17-08-2016 21:05
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.