- Beranda
- Supranatural
Antara rumah yang horor dan kesalahan di masa lalu. KISAH NYATA
...
TS
hafizwidjojo
Antara rumah yang horor dan kesalahan di masa lalu. KISAH NYATA
KETIKA MASA LALU MENGHANTUI MASA DEPAN
PART 1 - INTRODUCTION
---
Halo.
Berhubung disini sudah banyak yang menceritakan kisah horror nya, ada yang karangan belaka maupun kisah nyata, disini saya mencoba berbagi cerita tentang kisah nyata yang saya alami. Bisa dibilang kisah ini cukup klasik karena terjadi di rumah, ya meskipun terkesan klasik, inilah kisah nyata yang saya alami bertahun-tahun di rumah dan keseharian saya. Karena kalau dipikir-pikir, kenapa sutradara film horror sering menjadikan rumah sebagai seting utama, karena memang benar, kisah horror seringkali bermula dari rumah.
Cerita ini akan saya pisah-pisah menjadi beberapa bagian dan saya akan berupaya untuk mengingat sedetail mungkin dan menceritakannya secara kronologis.
Tujuan saya menceritakan ini, bukan untuk menakut-nakuti siapapun. Saya hanya ingin berbagi dengan teman-teman semua, dan mendapatkan masukan dari teman-teman dan dapat mengambil pelajaran maupun hikmah dari apa yang terjadi.
Kisah ini dimulai sejak kami pindah ke rumah baru pada tahun 2000. Ya, rumah ini setahu saya dibangun dari tanah kosong, maka kami lah orang pertama yang menghuni rumah ini. Sebelumnya alasan kami pindah karena orang tua membutuhkan rumah yang lebih besar dan tidak kontrak, bukan karena alasan horror apapun.
Pertama kali saya melihat kompleks perumahan ini, saya merasa sangat asri dan nyaman, berada di pinggiran kota, dengan udara yang bersih, dikelilingi pepohonan bahkan terdapat danau di area perumahan, ya danau asli, bukan danau buatan.
Pada tahun 2000, sebenarnya rumah kami belum benar-benar selesai dibangun, namun karena kontrak pada rumah yang lama sudah habis, kami memutuskan untuk pindah ke rumah baru ini. Saat itu umur saya masih 7 tahun.
Awal kami pindah, lantai dua masih dalam tahap konstruksi, sekitar 90%, maka kami hanya tinggal di lantai bawah dengan satu kamar, ruang tamu, ruang keluarga, taman belakang, dua ruang makan, dan dua dapur.
Awalnya saya heran kenapa ibu saya yang merancang rumah ini, membuat dua dapur, padahal dapur yang satu lagi sudah cukup besar. Pada saat itu dapur yang lebih kecil di belakang, belum bisa diakses karena masih terhalangi beberapa bekisting untuk menyangga struktur bangunan.
Malam pertama kami tinggal di rumah tersebut, semuanya terasa sangat normal dan bahagia; aroma cat yang belum kering, tangga yang masih dilapisi semen, debu yang menyesakkan, ruang-ruang yang dipenuhi barang-barang, dan pencahayaan seadanya.
Saat itu, bagian belakang rumah kami masih rawa-rawa dengan beberapa pepohonan.
Keanehan baru mulai terasa pada sore hari kedua, saya masih ingat, pada saat itu sekitar jam 5 sore, saya baru selesai sepedaan bersama abang saya, saya pulang ke rumah dan ibu saya menyuruh saya untuk meletakkan sepeda di dapur belakang agar aman. Pada saat saya sedang meletakkan sepeda, saya mendengar bunyi “duk-duk” pada bagian dapur yang belum bisa diakses. Pada saat itu saya berpikir mungkin itu buruh tukang di tanah sebelah. Namun karena penasaran, saya mencoba mengecek ada siapa di tanah kosong sebelah rumah kami, dan, tidak ada siapa-siapa, bahkan disitu saya mengetahui bahwa ternyata ada tangga yang menempel ke rumah kami, namun tangga itu tidak termasuk pada kavling rumah ini.
Pada saat makan malam, saya bertanya pada ibu, kenapa ada tangga yang menempel diluar bangunan kami. Ibu saya menjawab bahwa tangga itu terbagi dua, setengah pada kavling sebelah, kemudian setengah lagi terdapat pada rumah kami. Ternyata tangga itu sudah ada sebelum rumah kami dibangun. Pada saat itu saya merasa dugaan saya salah, jika sebelumnya sudah ada tangga disitu, berarti sebelumnya sudah ada rumah disini.
Kemudian saya tanya, kenapa tangga itu tidak dihancurkan saja? Ibu saya mengatakan bahwa buruh-buruh bangunan menyarankan sebaiknya tangga tersebut dimanfaatkan saja. Ibu saya sempat menolak, namun entah kenapa para buruh bangunan tetap bersikeras bahwa tangga tersebut sebaiknya dipertahankan agar mempercepat proses pengerjaan konstruksi, dan alasan lain-lainnya, maka dari itu ibu saya akhirnya memutuskan untuk membuat dapur kotor kecil di bagian bawah tangga tersebut. Tetapi, kisah tangga itu meninggalkan misteri di benak saya. Jika ada tangga disitu sebelumnya, sudah pasti dulunya ada bangunan disini, apakah itu rumah? Saya tidak tahu. Kenapa para buruh tersebut bersikukuh untuk mempertahankan tangga tersebut? Apakah mereka tahu siapa yang dulu menempati tempat ini? Saya terus bertanya-tanya dalam benak saya.
Apalagi, suara yang saya dengar sebelumnya sungguh aneh.
Sejak saat itu, saya mulai merasa kehadiran.....
(to be continued…)
NB:
Thank you buat semua yang comment dan nanyain. Mungkin ada bbrp yang belum bisa dijawab, ntar bakal terjawab di ceritanya kok.
-- Mohon maaf saat ini ada beberapa foto yang dihapus karena ada pihak-pihak dari keluarga yang tidak mengizinkan. Saya mohon pengertiannya. ---
Terima kasih atas perhatian agan-agan dan stay up to date
UPDATED!!
::STORY INDEX::
PART-02-GANGGUAN on post #9
PART-03-GUCI on post #27
PART-04-ADA-SESUATU on post #49
PART-05-TEMAN(?) on post #75
PART-06-TIDAK-TERLIHAT on post #154
PART-07-FLASHBACK on post #185
PART-08-BIOLA on post #353
PART-09-DISEMBUNYIKAN on post #381
PART-10-PENYESALAN on post #436
PART-11-API-UNGGUN on post #447
PART-12-JAWABAN(?) on post #521
PART-13-MEREKA-HADIR on post #617
PART-14-TAMU-TAK-DIUNDANG on post #644
PART-15-TERPURUK on post #765
PART-16-MEREKA-PERGI on post #861
PART-17-ULAR on post #976
PART-18-TERJERUMUS on post #1007
PART-19-HUJAN-DERAS on post #1087-1088
PART-20-TERSAMARKAN on post #1237-1238
PART-21-TERLELAP on post #1527-1529
PART-22-TERUNGKAP on post #1993-1999
PART 1 - INTRODUCTION
---
Halo.
Berhubung disini sudah banyak yang menceritakan kisah horror nya, ada yang karangan belaka maupun kisah nyata, disini saya mencoba berbagi cerita tentang kisah nyata yang saya alami. Bisa dibilang kisah ini cukup klasik karena terjadi di rumah, ya meskipun terkesan klasik, inilah kisah nyata yang saya alami bertahun-tahun di rumah dan keseharian saya. Karena kalau dipikir-pikir, kenapa sutradara film horror sering menjadikan rumah sebagai seting utama, karena memang benar, kisah horror seringkali bermula dari rumah.
Cerita ini akan saya pisah-pisah menjadi beberapa bagian dan saya akan berupaya untuk mengingat sedetail mungkin dan menceritakannya secara kronologis.
Tujuan saya menceritakan ini, bukan untuk menakut-nakuti siapapun. Saya hanya ingin berbagi dengan teman-teman semua, dan mendapatkan masukan dari teman-teman dan dapat mengambil pelajaran maupun hikmah dari apa yang terjadi.
Kisah ini dimulai sejak kami pindah ke rumah baru pada tahun 2000. Ya, rumah ini setahu saya dibangun dari tanah kosong, maka kami lah orang pertama yang menghuni rumah ini. Sebelumnya alasan kami pindah karena orang tua membutuhkan rumah yang lebih besar dan tidak kontrak, bukan karena alasan horror apapun.
Pertama kali saya melihat kompleks perumahan ini, saya merasa sangat asri dan nyaman, berada di pinggiran kota, dengan udara yang bersih, dikelilingi pepohonan bahkan terdapat danau di area perumahan, ya danau asli, bukan danau buatan.
Pada tahun 2000, sebenarnya rumah kami belum benar-benar selesai dibangun, namun karena kontrak pada rumah yang lama sudah habis, kami memutuskan untuk pindah ke rumah baru ini. Saat itu umur saya masih 7 tahun.
Awal kami pindah, lantai dua masih dalam tahap konstruksi, sekitar 90%, maka kami hanya tinggal di lantai bawah dengan satu kamar, ruang tamu, ruang keluarga, taman belakang, dua ruang makan, dan dua dapur.
Awalnya saya heran kenapa ibu saya yang merancang rumah ini, membuat dua dapur, padahal dapur yang satu lagi sudah cukup besar. Pada saat itu dapur yang lebih kecil di belakang, belum bisa diakses karena masih terhalangi beberapa bekisting untuk menyangga struktur bangunan.
Malam pertama kami tinggal di rumah tersebut, semuanya terasa sangat normal dan bahagia; aroma cat yang belum kering, tangga yang masih dilapisi semen, debu yang menyesakkan, ruang-ruang yang dipenuhi barang-barang, dan pencahayaan seadanya.
Saat itu, bagian belakang rumah kami masih rawa-rawa dengan beberapa pepohonan.
Keanehan baru mulai terasa pada sore hari kedua, saya masih ingat, pada saat itu sekitar jam 5 sore, saya baru selesai sepedaan bersama abang saya, saya pulang ke rumah dan ibu saya menyuruh saya untuk meletakkan sepeda di dapur belakang agar aman. Pada saat saya sedang meletakkan sepeda, saya mendengar bunyi “duk-duk” pada bagian dapur yang belum bisa diakses. Pada saat itu saya berpikir mungkin itu buruh tukang di tanah sebelah. Namun karena penasaran, saya mencoba mengecek ada siapa di tanah kosong sebelah rumah kami, dan, tidak ada siapa-siapa, bahkan disitu saya mengetahui bahwa ternyata ada tangga yang menempel ke rumah kami, namun tangga itu tidak termasuk pada kavling rumah ini.
Pada saat makan malam, saya bertanya pada ibu, kenapa ada tangga yang menempel diluar bangunan kami. Ibu saya menjawab bahwa tangga itu terbagi dua, setengah pada kavling sebelah, kemudian setengah lagi terdapat pada rumah kami. Ternyata tangga itu sudah ada sebelum rumah kami dibangun. Pada saat itu saya merasa dugaan saya salah, jika sebelumnya sudah ada tangga disitu, berarti sebelumnya sudah ada rumah disini.
Kemudian saya tanya, kenapa tangga itu tidak dihancurkan saja? Ibu saya mengatakan bahwa buruh-buruh bangunan menyarankan sebaiknya tangga tersebut dimanfaatkan saja. Ibu saya sempat menolak, namun entah kenapa para buruh bangunan tetap bersikeras bahwa tangga tersebut sebaiknya dipertahankan agar mempercepat proses pengerjaan konstruksi, dan alasan lain-lainnya, maka dari itu ibu saya akhirnya memutuskan untuk membuat dapur kotor kecil di bagian bawah tangga tersebut. Tetapi, kisah tangga itu meninggalkan misteri di benak saya. Jika ada tangga disitu sebelumnya, sudah pasti dulunya ada bangunan disini, apakah itu rumah? Saya tidak tahu. Kenapa para buruh tersebut bersikukuh untuk mempertahankan tangga tersebut? Apakah mereka tahu siapa yang dulu menempati tempat ini? Saya terus bertanya-tanya dalam benak saya.
Apalagi, suara yang saya dengar sebelumnya sungguh aneh.
Sejak saat itu, saya mulai merasa kehadiran.....
(to be continued…)
NB:
Thank you buat semua yang comment dan nanyain. Mungkin ada bbrp yang belum bisa dijawab, ntar bakal terjawab di ceritanya kok.
-- Mohon maaf saat ini ada beberapa foto yang dihapus karena ada pihak-pihak dari keluarga yang tidak mengizinkan. Saya mohon pengertiannya. ---
Terima kasih atas perhatian agan-agan dan stay up to date

UPDATED!!
::STORY INDEX::
PART-02-GANGGUAN on post #9
PART-03-GUCI on post #27
PART-04-ADA-SESUATU on post #49
PART-05-TEMAN(?) on post #75
PART-06-TIDAK-TERLIHAT on post #154
PART-07-FLASHBACK on post #185
PART-08-BIOLA on post #353
PART-09-DISEMBUNYIKAN on post #381
PART-10-PENYESALAN on post #436
PART-11-API-UNGGUN on post #447
PART-12-JAWABAN(?) on post #521
PART-13-MEREKA-HADIR on post #617
PART-14-TAMU-TAK-DIUNDANG on post #644
PART-15-TERPURUK on post #765
PART-16-MEREKA-PERGI on post #861
PART-17-ULAR on post #976
PART-18-TERJERUMUS on post #1007
PART-19-HUJAN-DERAS on post #1087-1088
PART-20-TERSAMARKAN on post #1237-1238
PART-21-TERLELAP on post #1527-1529
PART-22-TERUNGKAP on post #1993-1999
Diubah oleh hafizwidjojo 06-10-2016 23:05
ferist123 dan 17 lainnya memberi reputasi
18
1.2M
2.8K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Supranatural
15.8KThread•14KAnggota
Tampilkan semua post
TS
hafizwidjojo
#48
PART 4 - ADA SESUATU
Saya tetap tidak pernah merasa nyaman dengan kejadian-kejadian aneh semenjak kami pindah. Anehnya, kejadian-kejadian aneh tersebut lebih sering terjadi pada saya, bukan pada abang, ibu maupun ayah saya. Sejauh ini, kamar tersebut tetap dibiarkan kosong tak berpenghuni. Saya tidak pernah melihat penampakan apapun, semua gangguan yang saya alami hanya berupa suara suara dan perasaan takut dan cemas.
Tangga yang menurut saya kurang berguna itu juga, selama kami pindah, hanya digunakan ketika ada acara di rumah, jadi pembantu dapat naik ke lantai atas tanpa mengganggu acara di ruang tengah.
Kamar tidur bawah, yang dulu merupakan tempat kami pertama kali tidur di rumah ini, juga dibiarkan kosong, yang pada akhirnya diberi judul kamar tidur tamu, hanya digunakan ketika kedatangan tamu yang menginap.
Kamar tidur pembantu, yang terletak persis di sebelah tangga belakang itu, juga dibiarkan kosong karena sampai saat ini belum ada pembantu yang menginap, semua hanya pulang hari.
Sudah lewat satu tahun semenjak kami pindah, saya masih sering mendengar suara aneh dan perasaan aneh pada kamar tersebut. Saya merasa bingung, apa yang terjadi. Semua kejadian-kejadian tersebut membuat saya berpikir terlalu berat untuk anak seusia saya.
Saya ingat, saat itu hari Jumat, saya pulang sekolah lebih awal pada hari Jumat. Setibanya di rumah, datang seorang wanita muda, saya ingat, dia adalah orang kantor pemasaran di developer yang menawarkan untuk membangun rumah disini dulu.
Maksud kedatangan dia pada saat itu adalah untuk memberikan undangan open house di area danau kompleks pada hari Sabtu esoknya, sebagai perpisahan dari pihak developer, karena seluruh tanah di kompleks sudah laku dan akan dilakukan serah terima kepengurusan oleh warga setempat. Namun, ibu saya mengajaknya untuk duduk sebentar ngobrol di rumah.
Saat itu saya duduk tidak jauh dari ruang tamu tempat mereka berbincang-cincang. Setelah cukup lama berbincang-bincang, tiba-tiba saya teringat mengenai pertanyaan di benak saya dulu (part 1). Jika dia adalah orang pemasaran, mungkin dia tahu dulu ada apa disini.
Saya langsung menghampiri wanita ramah tersebut.
“Tante, mau nanya, boleh gak?”
“Iya adek mau nanya apa sama tante?”
“Tante kenal nggak sama tukang yang dulu kerja disini?”
“Oh tante nggak kenal dekat.. tapi tante kenal begitu aja lah sama mereka.. memangnya kenapa?”
“Kok tukangnya dulu ngotot sih tangga yang di belakang itu dibiarin.. memangnya mereka dulu tinggal disini?”
“Oh.. iya, jadi, begini bu (sambil menjelaskan kepada ibu saya), dulunya ini memang hehutanan dan rawa-rawa, tapi ada penduduk disini, kebanyakan petani dan peternak, saya kurang tahu persis, tapi dulu ada permukiman disini.. Pada saat tim developer hendak mengajukan pembelian dan pembebasan lahan, penduduk setempat menolak untuk dipindahkan, maka dari itu, para bapak-bapak di permukiman tersebut dijanjikan tempat tinggal baru di daerah lain, dan dipekerjakan menjadi buruh untuk mengerjakan perumahan ini.. bahkan sampai sekarang beberapa ibu-ibunya masih menjadi tukang sapu di areal pekarangan taman dan danau kompleks..”
Saat wanita itu selesai menejelaskan, saya hanya diam dan pergi kembali ke ruang TV (jangan tiru tindakan saya yang ga sopan ya, udah nanya, dijawab, eh malah kabur). Saya berpikir, berarti memang dulu ada bangunan lain disini, dan buruh yang mengerjakan rumah kami pasti tahu apa yang sebenarnya terjadi dulu disini. Tapi sayang sekali, saat itu sudah tidak ada lagi pembangunan dari pihak developer di kompleks ini. Saya sudah tidak bisa lagi mencari buruh yang dulu mengerjakan rumah ini, karena saya ingat wajah mereka.
Akhirnya, pencarian saya mengenai ada apa dulu diatas tanah ini, terhenti sampai disitu saja. Saat itu saya juga berpikir kalau saya mungkin tidak perlu tahu ada apa dulunya disini.
Saya pun akhirnya menceritakan tentang kecurigaan saya tersebut ke ibu. Ibu saya juga merasa penasaran, namun dia menjelaskan kepada saya, bahwa kami tidak perlu takut atau waswas, karena rumah ini sekarang milik kami, dan tidak ada yang perlu ditakutkan, selama kami tidak melakukan tindakan yang terlarang di dalam rumah tersebut. Saya tidak bertanya lebih jauh, tapi ibu saya mengatakan “Adek ga usah pikir aneh-aneh ya, yang jelas dulu disini bukan kuburan kok, mama yakin, mama lihat kok dulu waktu tanah di rumah kita digali untuk pondasi..”
Meskipun pada saat itu saya tidak begitu paham apa itu pondasi dan untuk apa tanah digali, saya merasa tenang, namun sedikit kesal karena ibu saya sampai berpikiran kesitu, padahal sebelumnya saya tidak pernah terpikir.
Malam harinya, saya tidak mengerjakan PR saya dengan sungguh-sungguh (lagi, jangan ditiru ya) karena pikiran saya terus pada rasa penasaran tersebut.
Saya mencoba mencocok-cocokkan apa-apa yang terjadi. Jika memang keanehan tersebut berasal dari rumah ini, namun kenapa guci tersebut juga ikut menjadi sumber masalah? Namun, jika memang guci tersebut tidak ada apa-apa, kenapa benda itu dulu bisa mengulah seperti itu? Sebaliknya, jika memang rumah ini tidak ada apa-apa dulunya, kenapa bisa ada tangga yang sangat dipertahankan oleh para buruh?
Saat itu saya merasa buntu, saat itu saya masih kecil. Pikiran saya terlalu bercabang untuk memikirkan hal-hal tersebut. Akhirnya, karena hari sudah malam, saya memutuskan untuk tidur, tanpa menyelesaikan PR.
Saat itu, abang saya masih berada di bawah, nonton bola dengan ayah saya. Namun karena dari dulu saya tidak tertarik dengan sepak bola, saya memilih untuk menetap di kamar saja.
Saya sedang duduk di meja belajar, (saat ini saya sedang mengetik di meja yang sama sejak 15 tahun yang lalu, dengan posisi dan suasana yang sama dan sungguh, saat ini saya merasakan apa yang saya rasakan dulu, yang akan saya lanjutkan ceritanya) membelakangi lemari pakaian. Lemari pakaian kami tergolong unik, ibu saya merancang lemari kami berada dalam ruangan kecil di dinding, sehingga dilihat dari luar, lemari pakaian kami seperti menyatu dengan dinding, layaknya pintu yang berjejer pada dinding. Suasana kamar sepi. Saya merasa ada yang memperhatikan saya dari belakang. Selama beberapa detik, punggung saya terasa dingin. Saya memutuskan untuk tidak bergerak, sampai pada akhirnya… saya mendengar suara wanita tertawa dengan sangat sangat lembut, tapi hanya sebentar. Saking kagetnya, saya langsung lompat dari kursi dan menghadap ke lemari. Saat itu rasanya darah dalam tubuh saya seakan terhenti. Pintu lemari terbuka sedikit. Menyisakan celah sempit yang menampakkan kegelapan di dalam lemari tersebut. Saya langsung berimajinasi bahwa ada seseorang di dalam lemari. Saya teriak dengan sangat kencangnya dan berlari ke bawah sampai akhirnya terpeleset pada anak tangga terakhir dan terjatuh.
Pada saat itu saya menjelaskan dengan terbata-bata pada ayah dan abang saya, namun, ayah saya justru marah besar dengan saya, dan abang saya malah menertawakan saya, mengatakan bahwa saya aneh.
Saat itu saya merasa sangat sedih, karena saya tidak berbohong. Semenjak kejadian tersebut, ayah, ibu dan abang saya selalu menyalahkan saya sendiri jika saya merasa takut, mereka menuduh saya selalu berpikir yang bukan-bukan. Padahal, saat saya sedang tidak merasa takut pun, gangguan tersebut datang pada saya. Ibu saya juga memarahi saya berulang kali, beliau mengatakan bahwa karena sifat saya yang penakut, maka saya selalu merasa diganggu. Bahkan pada saat itu ibu saya sampai melarang saya untuk ikut nonton siaran horor di TV karena mereka yakin saya terpengaruh acara tersebut (saat itu di TV ada siaran KisMis, dunia lain, dan lain lain, hahaha). Padahal, saya benar-benar mengalaminya, bukan karena saya merasa takut dan menyebarkan energi negatif (seperti apa yang saya ketahui sekarang ini). Dan lagi, karena saya berulang kali tidak dipercaya dan selalu ditertawakan, sepertinya semenjak saat itulah, saya menjadi orang yang tertutup. Terutama kepada keluarga saya sendiri. Saya sudah terlanjur tidak dipercaya. Seolah-olah semua cerita yang saya katakan hanya bualan, bahkan yang awalnya hanya cerita horor yang saya alami, sampai akhirnya cerita mengenai keseharian saya pun sering dianggap bualan belaka oleh mereka. Semenjak saat itu pula, saya selalu menyendiri di rumah, namun akan sangat ekspresif di luar ketika sedang bersama teman-teman saya. Saya menceritakan kisah gangguan-gangguan tersebut dengan teman-teman sekolah, bahkan guru sekolah. Dan karena alasan itu pula, saya sekarang mengetik kisah ini dan bercerita kepada semua teman-teman di forum.
Karena sering merasa dikucilkan di rumah sendiri, saya menjadi seseorang yang lebih banyak berkhayal dan menyendiri di rumah. Saat itu saya tidak memiliki banyak teman di kompleks, jadi saya lebih banyak menghabiskan waktu sendiri.
Saya sudah mulai terbiasa dengan gangguan-gangguan tersebut. Yang saya bisa lakukan hanyalah mencegah rasa takut dan menghindari hal-hal yang memungkinkan akan terjadi gangguan. Namun, suara-suara itu tetap hadir. Saya sempat merasa, apa mungkin ayah dan ibu saya juga merasakan, namun mereka hanya pura-pura tidak tahu? Pikiran saya kembali terbebani, untuk anak seusia saya pada saat itu.
---curhatnya skip dulu yah gan hehehe---
Hari itu hari Senin, saya ingat, saya merasa capek karena pagi harinya harus berdiri di bawah terik matahari saat upacara. Saya merasa kesal, harus pulang sekolah dalam keadaan ayah dan ibu yang tidak di rumah, dan abang saya yang masih harus ekskul. Hanya ditemani mbak Wati yang jarang berbicara. Saya merasa sangat kesepian, dan tertekan atas apa yang terjadi selama ini.
Saya tidak tahu apa yang ada dalam pikiran saya, namun saat itu, saya memutuskan untuk masuk ke kamar kosong tersebut, untuk melawan rasa takut saya.
Saya masuk ke dalam, tidak ada perasaan aneh sedikit pun. Saya pun memberanikan diri untuk duduk di tempat tidur, bergeser ke pojokan, melipat kaki dan menyendiri. Hanya termenung, tidak lebih dari itu. Cukup lama saya berada di kamar itu, bahkan saya tertidur, dan terbangun dalam kondisi kamar sudah mulai gelap.
Saya tidak merasa takut sama sekali, namun yang saya rasakan justru perasaan lega, seakan-akan rasa kesepian itu sudah hilang. Saya merasa ada seseorang yang menemani saya selama saya tidur, tapi saya tidak takut. Bahkan pada saat makan malam, saya merasa ditemani, saya merasa ada teman yang duduk di kursi sebelah saya. Saat mengerjakan PR di ruang TV bersama ayah dan abang saya pun saya merasa ada yang menemani saya selain mereka. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk beranjak ke kamar tidur, saya berhenti di depan kamar saya, yang juga berada di depan kamar kosong tersebut, saya tidak tahu apa yang terjadi, saya tidak sadar saya melakukannya, saat saya hendak masuk ke kamar, saya mengucapkan “Daah..” sampai melambaikan tangan ke arah pintu kamar tersebut. Padahal saat itu saya sendiri. Ya, sendiri.
(to be continued...)
Saya tetap tidak pernah merasa nyaman dengan kejadian-kejadian aneh semenjak kami pindah. Anehnya, kejadian-kejadian aneh tersebut lebih sering terjadi pada saya, bukan pada abang, ibu maupun ayah saya. Sejauh ini, kamar tersebut tetap dibiarkan kosong tak berpenghuni. Saya tidak pernah melihat penampakan apapun, semua gangguan yang saya alami hanya berupa suara suara dan perasaan takut dan cemas.
Tangga yang menurut saya kurang berguna itu juga, selama kami pindah, hanya digunakan ketika ada acara di rumah, jadi pembantu dapat naik ke lantai atas tanpa mengganggu acara di ruang tengah.
Kamar tidur bawah, yang dulu merupakan tempat kami pertama kali tidur di rumah ini, juga dibiarkan kosong, yang pada akhirnya diberi judul kamar tidur tamu, hanya digunakan ketika kedatangan tamu yang menginap.
Kamar tidur pembantu, yang terletak persis di sebelah tangga belakang itu, juga dibiarkan kosong karena sampai saat ini belum ada pembantu yang menginap, semua hanya pulang hari.
Sudah lewat satu tahun semenjak kami pindah, saya masih sering mendengar suara aneh dan perasaan aneh pada kamar tersebut. Saya merasa bingung, apa yang terjadi. Semua kejadian-kejadian tersebut membuat saya berpikir terlalu berat untuk anak seusia saya.
Saya ingat, saat itu hari Jumat, saya pulang sekolah lebih awal pada hari Jumat. Setibanya di rumah, datang seorang wanita muda, saya ingat, dia adalah orang kantor pemasaran di developer yang menawarkan untuk membangun rumah disini dulu.
Maksud kedatangan dia pada saat itu adalah untuk memberikan undangan open house di area danau kompleks pada hari Sabtu esoknya, sebagai perpisahan dari pihak developer, karena seluruh tanah di kompleks sudah laku dan akan dilakukan serah terima kepengurusan oleh warga setempat. Namun, ibu saya mengajaknya untuk duduk sebentar ngobrol di rumah.
Saat itu saya duduk tidak jauh dari ruang tamu tempat mereka berbincang-cincang. Setelah cukup lama berbincang-bincang, tiba-tiba saya teringat mengenai pertanyaan di benak saya dulu (part 1). Jika dia adalah orang pemasaran, mungkin dia tahu dulu ada apa disini.
Saya langsung menghampiri wanita ramah tersebut.
“Tante, mau nanya, boleh gak?”
“Iya adek mau nanya apa sama tante?”
“Tante kenal nggak sama tukang yang dulu kerja disini?”
“Oh tante nggak kenal dekat.. tapi tante kenal begitu aja lah sama mereka.. memangnya kenapa?”
“Kok tukangnya dulu ngotot sih tangga yang di belakang itu dibiarin.. memangnya mereka dulu tinggal disini?”
“Oh.. iya, jadi, begini bu (sambil menjelaskan kepada ibu saya), dulunya ini memang hehutanan dan rawa-rawa, tapi ada penduduk disini, kebanyakan petani dan peternak, saya kurang tahu persis, tapi dulu ada permukiman disini.. Pada saat tim developer hendak mengajukan pembelian dan pembebasan lahan, penduduk setempat menolak untuk dipindahkan, maka dari itu, para bapak-bapak di permukiman tersebut dijanjikan tempat tinggal baru di daerah lain, dan dipekerjakan menjadi buruh untuk mengerjakan perumahan ini.. bahkan sampai sekarang beberapa ibu-ibunya masih menjadi tukang sapu di areal pekarangan taman dan danau kompleks..”
Saat wanita itu selesai menejelaskan, saya hanya diam dan pergi kembali ke ruang TV (jangan tiru tindakan saya yang ga sopan ya, udah nanya, dijawab, eh malah kabur). Saya berpikir, berarti memang dulu ada bangunan lain disini, dan buruh yang mengerjakan rumah kami pasti tahu apa yang sebenarnya terjadi dulu disini. Tapi sayang sekali, saat itu sudah tidak ada lagi pembangunan dari pihak developer di kompleks ini. Saya sudah tidak bisa lagi mencari buruh yang dulu mengerjakan rumah ini, karena saya ingat wajah mereka.
Akhirnya, pencarian saya mengenai ada apa dulu diatas tanah ini, terhenti sampai disitu saja. Saat itu saya juga berpikir kalau saya mungkin tidak perlu tahu ada apa dulunya disini.
Saya pun akhirnya menceritakan tentang kecurigaan saya tersebut ke ibu. Ibu saya juga merasa penasaran, namun dia menjelaskan kepada saya, bahwa kami tidak perlu takut atau waswas, karena rumah ini sekarang milik kami, dan tidak ada yang perlu ditakutkan, selama kami tidak melakukan tindakan yang terlarang di dalam rumah tersebut. Saya tidak bertanya lebih jauh, tapi ibu saya mengatakan “Adek ga usah pikir aneh-aneh ya, yang jelas dulu disini bukan kuburan kok, mama yakin, mama lihat kok dulu waktu tanah di rumah kita digali untuk pondasi..”
Meskipun pada saat itu saya tidak begitu paham apa itu pondasi dan untuk apa tanah digali, saya merasa tenang, namun sedikit kesal karena ibu saya sampai berpikiran kesitu, padahal sebelumnya saya tidak pernah terpikir.
Malam harinya, saya tidak mengerjakan PR saya dengan sungguh-sungguh (lagi, jangan ditiru ya) karena pikiran saya terus pada rasa penasaran tersebut.
Saya mencoba mencocok-cocokkan apa-apa yang terjadi. Jika memang keanehan tersebut berasal dari rumah ini, namun kenapa guci tersebut juga ikut menjadi sumber masalah? Namun, jika memang guci tersebut tidak ada apa-apa, kenapa benda itu dulu bisa mengulah seperti itu? Sebaliknya, jika memang rumah ini tidak ada apa-apa dulunya, kenapa bisa ada tangga yang sangat dipertahankan oleh para buruh?
Saat itu saya merasa buntu, saat itu saya masih kecil. Pikiran saya terlalu bercabang untuk memikirkan hal-hal tersebut. Akhirnya, karena hari sudah malam, saya memutuskan untuk tidur, tanpa menyelesaikan PR.
Saat itu, abang saya masih berada di bawah, nonton bola dengan ayah saya. Namun karena dari dulu saya tidak tertarik dengan sepak bola, saya memilih untuk menetap di kamar saja.
Saya sedang duduk di meja belajar, (saat ini saya sedang mengetik di meja yang sama sejak 15 tahun yang lalu, dengan posisi dan suasana yang sama dan sungguh, saat ini saya merasakan apa yang saya rasakan dulu, yang akan saya lanjutkan ceritanya) membelakangi lemari pakaian. Lemari pakaian kami tergolong unik, ibu saya merancang lemari kami berada dalam ruangan kecil di dinding, sehingga dilihat dari luar, lemari pakaian kami seperti menyatu dengan dinding, layaknya pintu yang berjejer pada dinding. Suasana kamar sepi. Saya merasa ada yang memperhatikan saya dari belakang. Selama beberapa detik, punggung saya terasa dingin. Saya memutuskan untuk tidak bergerak, sampai pada akhirnya… saya mendengar suara wanita tertawa dengan sangat sangat lembut, tapi hanya sebentar. Saking kagetnya, saya langsung lompat dari kursi dan menghadap ke lemari. Saat itu rasanya darah dalam tubuh saya seakan terhenti. Pintu lemari terbuka sedikit. Menyisakan celah sempit yang menampakkan kegelapan di dalam lemari tersebut. Saya langsung berimajinasi bahwa ada seseorang di dalam lemari. Saya teriak dengan sangat kencangnya dan berlari ke bawah sampai akhirnya terpeleset pada anak tangga terakhir dan terjatuh.
Pada saat itu saya menjelaskan dengan terbata-bata pada ayah dan abang saya, namun, ayah saya justru marah besar dengan saya, dan abang saya malah menertawakan saya, mengatakan bahwa saya aneh.
Saat itu saya merasa sangat sedih, karena saya tidak berbohong. Semenjak kejadian tersebut, ayah, ibu dan abang saya selalu menyalahkan saya sendiri jika saya merasa takut, mereka menuduh saya selalu berpikir yang bukan-bukan. Padahal, saat saya sedang tidak merasa takut pun, gangguan tersebut datang pada saya. Ibu saya juga memarahi saya berulang kali, beliau mengatakan bahwa karena sifat saya yang penakut, maka saya selalu merasa diganggu. Bahkan pada saat itu ibu saya sampai melarang saya untuk ikut nonton siaran horor di TV karena mereka yakin saya terpengaruh acara tersebut (saat itu di TV ada siaran KisMis, dunia lain, dan lain lain, hahaha). Padahal, saya benar-benar mengalaminya, bukan karena saya merasa takut dan menyebarkan energi negatif (seperti apa yang saya ketahui sekarang ini). Dan lagi, karena saya berulang kali tidak dipercaya dan selalu ditertawakan, sepertinya semenjak saat itulah, saya menjadi orang yang tertutup. Terutama kepada keluarga saya sendiri. Saya sudah terlanjur tidak dipercaya. Seolah-olah semua cerita yang saya katakan hanya bualan, bahkan yang awalnya hanya cerita horor yang saya alami, sampai akhirnya cerita mengenai keseharian saya pun sering dianggap bualan belaka oleh mereka. Semenjak saat itu pula, saya selalu menyendiri di rumah, namun akan sangat ekspresif di luar ketika sedang bersama teman-teman saya. Saya menceritakan kisah gangguan-gangguan tersebut dengan teman-teman sekolah, bahkan guru sekolah. Dan karena alasan itu pula, saya sekarang mengetik kisah ini dan bercerita kepada semua teman-teman di forum.
Karena sering merasa dikucilkan di rumah sendiri, saya menjadi seseorang yang lebih banyak berkhayal dan menyendiri di rumah. Saat itu saya tidak memiliki banyak teman di kompleks, jadi saya lebih banyak menghabiskan waktu sendiri.
Saya sudah mulai terbiasa dengan gangguan-gangguan tersebut. Yang saya bisa lakukan hanyalah mencegah rasa takut dan menghindari hal-hal yang memungkinkan akan terjadi gangguan. Namun, suara-suara itu tetap hadir. Saya sempat merasa, apa mungkin ayah dan ibu saya juga merasakan, namun mereka hanya pura-pura tidak tahu? Pikiran saya kembali terbebani, untuk anak seusia saya pada saat itu.
---curhatnya skip dulu yah gan hehehe---
Hari itu hari Senin, saya ingat, saya merasa capek karena pagi harinya harus berdiri di bawah terik matahari saat upacara. Saya merasa kesal, harus pulang sekolah dalam keadaan ayah dan ibu yang tidak di rumah, dan abang saya yang masih harus ekskul. Hanya ditemani mbak Wati yang jarang berbicara. Saya merasa sangat kesepian, dan tertekan atas apa yang terjadi selama ini.
Saya tidak tahu apa yang ada dalam pikiran saya, namun saat itu, saya memutuskan untuk masuk ke kamar kosong tersebut, untuk melawan rasa takut saya.
Saya masuk ke dalam, tidak ada perasaan aneh sedikit pun. Saya pun memberanikan diri untuk duduk di tempat tidur, bergeser ke pojokan, melipat kaki dan menyendiri. Hanya termenung, tidak lebih dari itu. Cukup lama saya berada di kamar itu, bahkan saya tertidur, dan terbangun dalam kondisi kamar sudah mulai gelap.
Saya tidak merasa takut sama sekali, namun yang saya rasakan justru perasaan lega, seakan-akan rasa kesepian itu sudah hilang. Saya merasa ada seseorang yang menemani saya selama saya tidur, tapi saya tidak takut. Bahkan pada saat makan malam, saya merasa ditemani, saya merasa ada teman yang duduk di kursi sebelah saya. Saat mengerjakan PR di ruang TV bersama ayah dan abang saya pun saya merasa ada yang menemani saya selain mereka. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk beranjak ke kamar tidur, saya berhenti di depan kamar saya, yang juga berada di depan kamar kosong tersebut, saya tidak tahu apa yang terjadi, saya tidak sadar saya melakukannya, saat saya hendak masuk ke kamar, saya mengucapkan “Daah..” sampai melambaikan tangan ke arah pintu kamar tersebut. Padahal saat itu saya sendiri. Ya, sendiri.
(to be continued...)
Diubah oleh hafizwidjojo 13-08-2016 14:30
Horror.Lovers dan 6 lainnya memberi reputasi
7