natashyaaAvatar border
TS
natashyaa
I Am (NOT) Your Sister
Dear Warga SFTH.

Sebelumnya ijinkan gue untuk menulis sepenggal kisah hidup gue di SFTH. Cerita ini bersumber dari pengalaman pribadi yang gue modifikasi sedemikian rupa sehingga membentuk cerita karangan gue sendiri. Cerita ini ditulis dengan dua sudut pandang berbeda dari kedua tokohnya.
So... langsung saja.




Big thanks to quatzlcoatlfor cover emoticon-Smilie

Quote:
Diubah oleh natashyaa 20-01-2018 16:32
tukangdjagal
makola
imamarbai
imamarbai dan 6 lainnya memberi reputasi
7
461.8K
3K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.1KAnggota
Tampilkan semua post
natashyaaAvatar border
TS
natashyaa
#1843
A Part 68

“Kak berangkat bareng dong” Kataku kepada kak Fe pagi-pagi sebelum berangkat sekolah. Aku sengaja mandi pagi dan ingin berangkat pagi bersama kak Fe. Hari ini aku gak mau ketemu si Egi di sekolah, dan aku yakin dengan berangkat bareng bersama kak Fe, aku dapat perlindungan darinya sehingga si Egi tak menganggu diriku.

“Tumben banget udah siap-siap jam segini.” Jawab dia.

“Ayo kak.”

***

Semester genap ini aku baru pertama kali bareng ke sekolah bareng kak Fe. Tidak seperti dulu pas pertama kali ke sekolah bareng, semua orang pada liatin aku, sekarang sih udah biasa aja. Mereka udah pada tau. Jadi adik dari seorang primadona sekolah itu ada enaknya ada ngaknya. Enaknya sih aku jadi ikutan famous jadi lebih dikenal, gak enaknya itu suka dibanding-bandingin, dan ya masih banyak lagi sih suka-dukanya.

“Ibu udah ngomong sama lu belum?” Tanya dia sebelum aku masuk kelas.
“Ngomong apa kak?”
“Oh, belum yah”
“Emang ada apa kak?”
“Brace yourself aja. Haha” Tawa dia sebelum pergi ke kelasnya.

Entah kenapa mendengar tawa nenek sihirnya membuatku bertanya-tanya apa maksud dari kata “brace yourself”. Apakah akan ada sesuatu yang menimpaku. Kok aku jadi takut ya, kepikiran terus sampai-sampai di kelas pun pas jam pelajaran aku gak fokus. Aku jadi kepikiran kalau ibu pasti bakal marah kepadaku soal kejadian kemarin. Soalnya dari kemarin sikap ibu terlihat dingin kepadaku, tidak seperti biasanya. Tadi pas pagi juga aku gak sempet ketemu ibu karena aku bareng sama kak Fe. Biasalah kak Fe pergi suka pagi sekali dan jarang sekali pamitan sama ibu, ibu tadi juga masih di kamarnya. Memang sih salah aku juga kemarin, aku gak bilang ke ibu kalau pergi, dan jangan salahin aku juga karena aku pulang malam karena nasib sial yang membawanya.

“Ani… ada yang nyariin.” Teriak temanku di dekat pintu kelas pas isitirahat. Aku lagi di kelas lagi duduk aja mikirin hal tadi.

“Siapa?” Tanyaku.

“Kesini katanya.”

Yauda deh aku pun beranjak dari kursiku lalu berjalan ke pintu.

“Ani…”
“Maafin kakak soal kemarin.”

Aku diam, bergeming. Rupanya yang nyariin aku itu si Egi. Sial gara-gara kepikiran “Brace yourself” itu aku jadi melupakan si Egi ini.

“Ani….”

“Mau kemana…?!”

Begitu melihat muka kak Egi aku langsung balik badan dan langsung kembali lagi ke kelas.

“Hey.. Ani..”

Si Egi rupanya ikut masuk ke kelas, sontak saja kan aku diliatin sama anak lainnya yang ada dalam kelas.

“Apaan sih kak” Aku menghindari tangannya yang mencoba meraih tanganku.

“Maafin kakak.”

“Buat apa?”

Gara-gara hal ini, kelas jadi hening dan semua orang melihat kearahku aku dan si Egi. Aku malu lah diliatin seperti ini. Di kelasku mungkin aku satu-satu orang yang selalu di datangi sama kakak kelas, mulai dari kak Bram, kak Fe, dan sekarang kak Egi, dan itu semua pasti bakal jadi bahan perbincangan nantinya, Aku malu!.
“Udah deh kak, aku gak mau ketemu kakak lagi, kakak jangan ganggu aku lagi.” Kataku kesal sambil mendorong Si Egi. Aku kemudian duduk di kursiku. Si Egi masih di depan kelas, dia nampak kaget dan tak percaya aku melakukan hal itu. Setelah itu si Egi langsung meninggalkan kelasku.

“Wahhh….. Ani ada apa?”

“Itu kan kak Egi…”

Teman-temanku mulai berdatangan kepadaku, dan mereka mendadak jadi repoter dan wartawan yang terus menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Aku sih sekali lagi diam dan bergeming. Aku lagi kesal karena melihat muka si Egi lagi. Huh~!

Karena tak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan mereka, aku langsung keluar kelas.

***

“Wey… ngapain disini.”
“Udah bel, gak masuk ke kelas kamu Ni?”

“Ah.. aku malas za.” Jawabku kepada Reza. Aku lagi duduk di kursinya warung mang Mamat.
“Lah kamu disini juga ngapain, gak masuk kelas.?” Tanyaku kepada Reza. Dia lagi berdua dengan temannya dari kelas lain.
“Yah nanti aja masuknya telat, aku mah suka nongkrong disini, bener teu Mang?” Kata dia.
“Pantesan.”
“Yauda aku bareng kamu aja nanti masuknya Za.”
“Ih jangan gitu kamu mah, jangan nurutin kayak aku yang suka telat dan bolos ini. Kamu mah harus rajin atuh.”
“Ih, gpp atuh Za, Kalau aku pengen ya pengen lah.”
“Santai… Ni.. Santai.. Hahaha.”

***

“Eh… Ani ngapain kamu disini?” Kata kak Rani.

Rupanya ada kak Dania dan kak Rani yang baru saja datang.
“Belum masuk?” Tanya dia lagi.

“Bilangin loh ke Felisha, adiknya sekarang membandel.” Kata kak Dania.

Aduh, kenapa sih semua orang ngurusin aku banget, serah aku lah ya, aku mau ini itu, ya terserah aku. Aku kesel hari ini, semua orang itu kyknya mau tau aja dengan urusanku.

“Ah.. kakak juga, kenapa ada disini, padahal kan udah masuk?” Tanyaku balik kepada mereka.

“Hahaha, makanya jangan diturutin Ani. Kamu mah masih polos aja.” Kata kak Rani.

“Eh… kamu lagi pacaran ya? Kok ada dia.” Ujar kak Dania sambil menunjuk Reza. Reza pun kaget ditunjuk oleh kak Dania.

“Eh ngak kok kak. Ngak.” Kataku.

“Ngaku loh. Kamu kan yang suka sama Ani?” Tanya kak Dania ke Reza.

Ember banget aduh mulut kak Dania, aku jadi malu. Reza yang bandel di kelas pun sepertinya tak berdaya kalau di tanyain seperti itu sama kakak kelas. Reza kemudian langsung pergi aja meninggalkan aku, kak Dania, kak Rani, dan temanya. Sepertinya Reza sangat malu. Makanya dia kabur.

“Ih tuh kan kak, dia itu temen sekelasku.” Kataku kepada mereka. Aku jadi ngerasa gak enak sama Reza, lalu aku pun pergi menyusul Reza.

“Za… tunggu.” Kataku sambil mengejar Reza.

“Omongan mereka gak usah didengerin ya.” Kataku kepadanya.

“Eh.. santai aja Ni, gpp kok. Yuk ah ke kelas, nanti dimarahin guru.”

Aku dan Reza pun masuk kelas telat 20 menit. Sudah pasti aku ditanyain sama guru dari mana dan satu lagi pastinya aku dapat siulan dan ciye-ciyean dari teman sekelasku karena datang berduaan bareng Reza. Reza sih santai-santai aja, cuman aku yang malu. Rasanya hari ini aku jadi public enemy di kelas.
***

“Ani duduk sini!” Aku kaget melihat ibu sedang duduk di kursi ruang tamu pas aku pulang sekolah.

“Cepetan duduk!” Kata ibu dengan nada tinggi. Aku kaget mendengarnya. Aku pun duduk di kursi yang ditunjuk ibu tadi.

“Kenapa kemarin gak bilang ke ibu kalau kamu mau main?”

“……”

“Kenapa diam saja?!” Kata dia marah.

Entah kenapa aku baru pertama kali dimarahin seperti ini, biasanya sih pas ibu marah aku masih bisa berbicara, tapi nada bicara ibu yang beda dari sebelum-sebelumnya bikin aku gak bisa berkata apa-apa.

“Kamu ini ya, mulai beneran nakal disini. Sudah dibilang kan jangan sering bohong dan juga harus minta izin dulu kalau mau kemana dan ngapain.”

“Untung saja Felisha kemarin mau jemput dan nyariin kamu, kalu tidak?”

“Kamu sudah pasti kenapa-napa.”

“Kalau orang-orang tau kamu sering pergi dan pulang malam, apa kata orang?”

“Untung ayahmu tidak ada disini sekarang.”

“Pokoknya ibu gak mau tau. Ibu beneran marah sama kecewa sama kamu. Kalau kamu sekali-kali lagi keluar sama cowok, kamu gak boleh tidur di rumah ini.”

“Terus lagi, ibu gak mau tau, kamu semester ini harus bisa masuk minimal rangking 3 besar.”

Somebody plis cubit pipi aku, ini beneran ibu ? Ibu yang selama ini aku kenal kayak malaikat tanpa sayap ini kok bisa keras dan pedas banget omongannya. Benar saja prediksiku di kelas tadi, gara-gara kejadian kemarin rupanya bikin ibu marah besar. Diceramahin dengan keras oleh ibu seperti ini merupakan pengalaman pertama buatku, aku yang rapuh seperti remahan kerupuk ini hanya bisa menunduk dan menitihkan air mata.

“Sini liat ke arah ibu.” Kata ibu tegas

“Jangan nangis! Kamu harus belajar dari Felisha, dia gak pernah cengeng dan nangis kalau ibu marahin.”

“…..” Aku sih banjir air mata dan masih terisak-isak dimarahin.

“Kamu paham gak, apa yang ibu omongin?”

“Iya.. bu, “
“aku pahham.” Hiks. Kataku sambil menangis.

“Awas ya kamu. Kalau mau masih disini, harus turutin perkataan ibu.” Kata dia sebelum meninggalkanku.

Sementara itu, aku menghabiskan hari dengan menangis di ruang tamu sambil meratapi nasibku yang entah kenapa sial terus.

“Lah… kok mewek?”

Aku mendengar suara kak Fe yang baru saja masuk ke dalam rumah.
khodzimzz
khodzimzz memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.