Kaskus

Story

ivory.cahayaAvatar border
TS
ivory.cahaya
Tak Selamanya [Selingkuh Itu] Indah (True Story)
TAK SELAMANYA [SELINGKUH ITU] INDAH (TRUE STORY)


Tak Selamanya [Selingkuh Itu] Indah (True Story)



Ketika kesetiaan cinta diuji, apakah Aku bisa bertahan atau malah menyerah?

Kalian bisa menghakimiku, mencaci maki, dan meludahiku dengan hinaan kalian, tapi jangan mereka, orang yang terlanjur mencintai. Cinta tidak pernah salah, yang salah adalah orang yang melakukan penyelewengan, apapun, cinta itu tetap suci. Aku memang sampah. Tetapi tidak dengan mereka.




Kata orang, mendua itu indah. Kata orang, mendua itu membuat bahagia. Mungkin bisa iya, mungkin juga tidak, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Ini sebuah kisah tentangku yang terjebak dalam dua hati yang sama-sama mencintai, menyembunyikan segala sesuatunya dari Istriku dan menjalani dua kehidupan.

Aku adalah penghuni baru di SFTH, selama ini hanya jadi Silent Reader, dan kali ini sedang berusaha untuk bercerita tentang kisahku yang agak kelam.

Kisah ini aku modifikasi sedemikian rupa, baik dari nama tempat, nama tokoh, dan tanggal kejadian, tetapi percayalah ini masih terjadi hingga saat ini. Saat aku belum bisa memutuskan langkah apa yang akan diambil, apakah tetap setia atau terus hidup seperti ini.

Beruntung, Cahaya, Istriku tidak tahu menahu tentang akun ini di Kaskus, bahkan ia tidak pernah sekalipun tertarik dengan Kaskus, sementara Ivory, aku yakin suatu saat ia akan menemukan cerita ini, tetapi tidak masalah.

Hati yang sudah mendua ini butuh pencerahan, karena semuanya kini sudah terlewat jauh dari batasan yang kumiliki sendiri.

Quote:


Maaf apabila ada salah kata, penulisan, atau sikap dalam berforum, mohon bimbingan dari teman-teman semua, dan apabila ditemukan gaya bahasa saya mirip dengan salah satu, atau banyak penulis di SFTH, mohon maklum, saya hanya penulis amatiran baru.

Selamat membaca.

Quote:
Polling
0 suara
Siapa yang harus gw (Sani) pilih?
Diubah oleh ivory.cahaya 11-05-2022 06:16
a.khordAvatar border
arieaduhAvatar border
mhdrdhoAvatar border
mhdrdho dan 19 lainnya memberi reputasi
20
977.8K
2.8K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
ivory.cahayaAvatar border
TS
ivory.cahaya
#1421
Secercah Cahaya di Ufuk Timur - Bagian Kedua
SECERCAH CAHAYA DI UFUK TIMUR - BAGIAN KEDUA



“Ana mau antum ketemu sama Murobbi ana pagi ini.”

“Ana tunggu di tempat biasa Ba’da Shubuh.”

“Kita omongin semuanya di sana, biar semuanya lebih jelas.”

“Ana gak pengen antum juga terjerumus di dosa yang udah Aya buat.”

“Ana gak pengen antum menderita lebih dari ini.”


Ia lalu menepuk pelan pundakku, tersungging senyum penuh harapan yang tersirat untukku. Aku mengangguk, seolah mengiyakan apa-apa yang barusan dikatakan Alfarizi.

Dengan jabat tangan khasnya, ia berpamitan dan meninggalkanku di ruko ini bersama Ivory yang tengah terlelap di lantai atas.

*****


Cemas, itu hal yang pertama kali kurasakan ketika langkah-langkah kecilku menuruni anak tangga ruko ini. Ivory bahkan sudah terjaga saat ini. Ada sebuah senyum yang mengantarkanku hingga aku tiba di depan ruko milikku ini.

Ia mencium tanganku pelan, begitu lembut dan manja, layaknya seorang Istri yang amat berbakti kepada suaminya. Hingga lambaian tangannya pun seolah memberikan sebuah semangat baru untukku. Dan setelah menghela napas panjang aku langsung melajukan skuter ini menuju ke tempat dimana ayat-ayat suci itu selalu dilantunkan.

Terbayang olehku seorang yang dikatakan oleh Alfarizi sebagai Murobbi adalah orang tua dengan gamis panjang yang memiliki pandangan mata tajam, bak pisau yang siap menguliti segala macam dosa yang ada di dalam diriku.

*****


Suasana ruangan ini sudah sepi, hanya tinggal Alfarizi yang tengah mengobrol dengan seseorang yang masih terbilang muda, mungkin hanya terpaut lima atau enam tahun di atasku. Sepintas orang tersebut memandangku dan tersenyum, dan saat itu juga ia menghampiriku bersama Alfarizi.

Wajahnya begitu bersahaja dengan balutan busana yang cukup sederhana, bukan gamis panjang seperti yang kuduga. Ia lalu duduk di depanku.


“Kenalin San, ini Pak Azzam,” ujar Alfarizi, “dia Murobbi ana yang ana minta antum temuin.”

“Saya Sani,” ujarku lalu menjabat tangan laki-laki itu, “saya Azzam, panggil saja Azzam, tidak perlu pakai Pak kayak Mas Fariz.”

“Jangan gitu Pak, gitu juga Bapak lulusan S3 di Kairo,” ujar Alfarizi lalu tertawa kecil.


Saat itu aku menceritakan semua yang kualami, semua perasaan yang kurasakan, hingga semua dosa yang telah kukerjakan.

Benar-benar jauh panggang dari api, alih-alih menghakimi segala dosa yang telah kukerjakan, Pak Azzam malah mendengarkan setiap detail peristiwa dengan begitu bijak.

Tidak ada kata-kata hinaan atau cacian yang teruntai dari lisan yang beraksen Jawa Timur itu, ia begitu lembut menasehatiku dengan kata-kata yang begitu menyejukkan. Entahlah, tetapi itu yang kudengar hingga jam menunjukkan pukul 06.10 pagi, dan saat itu Pak Azam mengajakku mengerjakan ibadah yang dinamakan Sholat Syuruq.

*****


Aku pulang ke rumah, meninggalkan Ivory yang masih berada di ruko sendirian. Setibanya aku di depan rumahku sendiri, aku benar-benar tidak mendapati W212 yang dibawa oleh Cahaya terparkir di garasi, entah kemana ia bersama Reva sejak kemarin.

Tentu saja hal itu membuka lembaran dalam babak baru di hidupku, semakin membuat hatiku memilih Ivory ketimbang Cahaya.

Tetapi entahlah hatiku berkecamuk, bagai enau di dalam belukar melepaskan pucuk masing-masing, sulit untukku mengerucutkan segala pilihan hatiku yang harusnya sudah jelas sejak awal.

Dan lagi-lagi rasa cinta itulah yang membuatku masih mempertahankan Cahaya di dalam hatiku.

*****


Bavaria F Segment keluaran tahun 2004 itu berhenti di depan rumahku, sedari tadi bahkan aku hanya terdiam, merenungkan apa-apa yang telah terjadi di dalam hidupku.

BMW E66 760Li, itu adalah tulisan yang berada di bagian kanan belakang mobil itu, saat itu keluarlah Alfarizi yang tetap membiarkan mesinnya menyala dan langsung berjalan ke arahku.

Deru mesin dua-belas-silinder-enam-liter dalam bentuk vee itu begitu lembut terdengar hingga ke telingaku seraya Alfarizi mengajakku untuk sejenak berkendara. Sesungguhnya ada perasaan tidak enak kepadanya, mungkin malu lebih tepatnya.

Tetapi itu semua kutepis saat aku diajaknya untuk sejenak berkendara sebelum aku memutuskan untuk pergi ke rukoku.

Aku duduk di kursi penumpang depan, sementara di kursi penumpang belakang ada Cyllia, istri Alfarizi dan juga seorang wanita lagi dengan wajah yang bisa dikatakan mirip dengan Cyllia. Tetapi saat aku mencoba memperhatikan mereka, pandangan Alfarizi menghentikan semuanya.

Sudahlah, lagi-lagi aku ketahuan memandang Cyllia.

*****


Kami berhenti di sebuah restoran bernuansa café yang berada di dekat pintu gerbang perumahan ini. Kami duduk persis di sebelah jendela besar yang menghadap ke arah barat ini. Aku duduk di sebelah Alfarizi, sementara kedua wanita yang terlihat sangat identik, bagaikan dua orang kembar.

Wanita berparas oriental itu terlihat begitu akrab dengan Cyllia, sangat akur bahkan bercanda berdua layaknya saudara. Sementara sikap Alfarizi terlihat begitu berbeda, kepada Cyllia ia begitu hangat dan lembut, sementara kepada wanita yang kuketahui bernama Linda tersebut sangat dingin.

Aku tidak ingin mengambil pusing dengan hal itu, yang aku inginkan hanyalah semua masalahku segera selesai.

*****



“Antum yakin mau nikahin cewek yang baru antum kenal dua bulanan ini?” tanya Alfarizi sesaat setelah menyelesaikan makan siang ini.

“Gue juga masih bingung Riz.”

“Jujur gue masih cinta sama Cahaya.”

“Gue masih gak bisa lupain semua kebahagiaan yang udah gue laluin sama Cahaya.”

“Manusia itu prosesor yang paling efektif,” ujar Alfarizi, “antum pasti udah sering denger kan dulu ana ngomong apa?”

“Paham bro,” ujarku, ingatanku langsung menunjuk kepada istilah otak manusia adalah cache raksasa, seperti yang selalu ia katakan sejak dulu.

“Kita gak bisa lupain apapun, kecuali kita mati.”

“Nah antum tahu,” ujar Alfarizi, ia lalu tertawa kecil, “kalo antum bisa dapetin cinta dari orang yang baru, maka buktikan dengan munakahat.”

“Ana gak mau antum terjerumus dosa.”

“Beban dosa siapa-siapa yang udah nikah kalo zinah itu jauh lebih berat San.”

“Ana juga dulu dosa besar, banget.”

“Makanya, ana gak pengen antum juga masuk ke dalam dosa itu juga.”

“Emang loe pernah ngapain Riz?” tanyaku heran, ia hanya tersenyum, “tanya aja sama kembarannya Lia.”

“Eh, serius loe Riz?”

“Iya,” ujarnya mengangguk, tampak sesal tersurat dari air muka laki-laki itu, “makanya ana sekarang udah gak mau main-main gitu lagi, udah kapok,” ia lalu menghela napas.

“Mending loe Riz, dulu bandelnya, lah gue kenapa malah jatuh cinta pas udah punya Istri?”

“Asli gue bingung.”

“Gini San.”

“Cinta itu gak pernah tahu kapan dia dateng, dan kapan dia pergi.”

“Yang pasti, kalo cinta udah dateng, antum gak akan pernah bisa ilangin itu secepet kilat.”

“Dia dateng cepet, tapi perginya lama.”

“Makanya sampe sekarang ana juga gak bisa ilangin rasa cinta yang pernah tumbuh buat Linda.”

“Bener kalo cinta itu gak bersyarat, bener juga kalo cinta itu gak nuntut apa-apa.”

“Bener juga kalo cinta itu masalah membahagiakan, bener juga cinta itu masalah qona’ah.”

“Tapi kalo antum punya Istri yang gak bisa diatur macem Cahaya, dosanya bener-bener udah kecipratan ke antum.”

“Maaf, ana bukan menghakimi, sama kayak kata Pak Azzam tadi, ana cuma mau antum revisi definisi cinta yang antum punya.”

“Cinta makhluk-Nya karena antum cinta sama Sang Aziz, Sang Jabbar, Sang Mutakabbir,” ujar Alfarizi panjang lebar, berusaha menyadarkanku akan semua kesalahan yang pernah kuperbuat dahulu.

“Kalo antum cinta karena Sang Malik, maka cinta antum gak akan bersyarat.”

“Gak bersyarat juga harus ada relnya, harus ada jalurnya.”

“Kalo gak bersyarat tapi antum cuekin aja relnya kemana, tetep aja antum salah di mata Sang Rahman.”

“Istri itu lokomotif, kita itu suami itu masinis.”

“Sementara Takdir dari Sang Malik adalah rel dengan semboyan-semboyan yang udah ditentuin kadarnya.”

“Kalo dalam perjalanan, lokomotif maunya gerak tapi kita teken rem, apa iya kita bisa selamet?”

“Semboyan diciptain buat diikutin, dipatuhin, bukan dilanggar.”

“Kalo antum yakin cewek itu adalah lokomotif, okay ikutin saran Pak Azzam, jangan lama-lama.”

“Tapi Riz,” ujarku ragu, “gue gak mau nanti malah ada masalah di belakangnya.”

“San, mending antum nyatain dulu, khitbah dulu baru selesaiin masalah antum sama Aya.”

“Ana yakin sebenernya Aya pun udah tahu antum bakal milih siapa.”

“Tapi ada satu hal Riz,” ujarku ragu.

“Gue itu.”

0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.