TS
whiteshark21
NULL
NULL
more than just none
Cerita ini lebih saya kategorikan ke Action-Mistery,yah apapun itu.
sudut pandang orang ketiga(serba tau) dan bahasa indonesia semi baku.
Sinopsis
Bagas,seorang pemuda biasa dipercaya dan diikutsertakan oleh kepolisian untuk membantu menangani kasus-kasus pembunuhan di Ibu Kota.
Keahliannya berhasil menuntun dirinya bergabung ke dalam 'Divisi 1', sebuah grup berisi sekumpulan veteran anak muda dengan keahliannya di masing-masing cabang ilmu forensik.
Rules
- nggak ada peraturan tambahan,bebas aja.
- batasan-batasannya mengacu penuh ke rules H2H & SFTH.
- komentar & teguran langsung saja dilayangkan via Post atau PM.
Warning!
- Cerita ini benang merahnya adalah tentang jagoan lawan penjahat jadi temanya nggak jauh-jauh dari kekerasan.( dengan kata lain kalau kalian sangat tabu dengan kata 'pembunuhan' dan sebagainya, sebaiknya pindah ke bacaan lain ).
- sebagian dari inti cerita ini bukan untuk ditiru atau diidolakan,begitu. ( Hal baik selalu menang jadi jangan tiru yang buruknya )
- Tokoh,Tempat,Kejadian semuanya Fiksi. (Extremely fiksi mungkin)
- Banyak hal terjadi di cerita ini;beberapa masuk akal,beberapa belum bisa dilakukan di jaman ini dan beberapa mungkin mustahil dilakukan di dunia ini.
- Berdasarkan temanya ane pribadi bilang konten cerita ini untuk umur 17 tahun ke atas atau mereka yang sudah mampu menalar cerita fiksi.
- Kentang, pasti! ( TSnya masih belum lancar menulis jadi jeda per part-nya bakalan cukup lama )
- N/A.
Isi Cerita
Spoiler for Ilustrasi karakter:
Spoiler for CHAPTER 1:
Spoiler for CHAPTER 2:
Spoiler for CHAPTER 3:
Spoiler for CHAPTER 4:
Pengumuman tutup lapak (closed permanently)
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 0 suara
Masukkan dan Update Cerita
Cerita GaJe, 1 hari = 10 chapter ( Random )
0%
Cerita biasa, 1 hari = 1 chapter ( 00:00 - 12:00 )
0%
Cerita lumayan, 1 hari = 1 chapter ( 12:00 - 00:00 )
0%
Cerita bagus, 2 hari = 1 chapter ( 17:00 - 20:00 )
0%
Cerita menarik, 3 hari = 2 chapter ( 12:00 & 17:00 )
0%
NULL, 7 hari = 1 chapter ( 15:00 )
0%
Diubah oleh whiteshark21 11-04-2017 20:43
anasabila memberi reputasi
1
21.4K
98
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
whiteshark21
#34
Chapter 1 - Side Story
Index 8 - A man named Dimas I
STATUS :
Tahun 2017 ( 08:30 WIB )
// hari minggu saat semuanya berniat melanjutkan investigasinya di tempat karauke.
Tempat kejadian : tempat karauke malam
"Kalian harus berjanji untuk menghentikan pencarian kalian di jam kerja kami,tempat ini harus tetap buka seperti hari-hari biasanya" kata seorang pria pemilik tempat karauke yang diperiksa tim kepolisian.
"anda tidak bisa begitu, seorang pelanggan anda ditemukan tewas di tempat ini,setidaknya biarkan tempat ini off selama maksimal 3 hari dan bantu kami melakukan penyelusuran" balas Dimas yang ditemani Sarah di sampingnya.
"apa yang kalian perlukan silahkan cari saja di tempatku sampai matahari terbenam, selebihnya biarkan bisnisku tetap berjalan kan bisa" jawab pemillik itu sewot.
"kami usahakan secepatnya,jadi tolong jangan menghambat pekerjaan kami" balas Dimas santai-santai saja.
"kami hanya perlu kasus ini segera selesai,selebihnya tempat ini bisa beroperasi seperti biasanya.. jadi mohon kerja samanya" kata Sarah ikut bicara.
"Baiklah! lakukan dengan cepat dan pastikan besok malam tempatku sudah bisa buka kembali" balasnya memberi tenggang waktu yang singkat.
{ yang kau bentak ini petugas kepolisian,sialan! apa di negara ini kami tidak punya harga diri, } batin Dimas menanggapi pria itu.
.
.
.
"pria yang keras kepala.. nah,ayo kita mulai" ajak Dimas ingin memasuki bangunan di depannya,namun setelah melihat Sarah dirinya menjadi bimbang untuk melangkah.
"ada.. ada yang aneh denganku?" tanyanya.
"hmm.. nggak ada,aku cuma sejenak inget pertemuan kita pertama dulu.. waktu itu kamu kelihatan nggak nyaman denganku" jawab Sarah entah sekedar mengungkapkan pikirannya atau sedang memancing sesuatu.
"uh,aku cuma gugup.. pasti karena menyesuaikan diri dengan cara bergaul di negara yang tak aku tempati selama puluhan tahun ini"
"begitu yah? ku pikir aku membuatmu takut" balas Sarah antusias,namun apa yang masuk ke dalam pikiran Dimas justru hal yang lain.
dia sedang tidak membuat pernyataan biasa ataupun ungkapan simpati semacamnya,itu lebih terdengar seperti 'aku membuatmu takut,kan?' di telinga Dimas.
apa yang ingin dia gali sebenarnya,tatapan matanya berkata lain dari pada sekedar membicarakan kesan pertemuan pertamanya,hal itu terus membuat Dimas beranggapan lain.
"aku tau saat-saat seorang merasa kenyataannya tidak sejalan dengan yang terjadi di sekitarnya.." kata Sarah lagi.
"kamu tau sesuatu,Sarah?" tanya Dimas yang sudah sangat curiga dengan arah pembicaraannya.
"nggak,aku nggak tau apa-apa.. aku cuma bilang kamu kelihatan seperti merasa perlu mengungkapkan sesuatu pada orang di sekitarmu tapi kamu belum yakin" jawab Sarah.
"......"
"its okay.. aku cuma berpikir mungkin kamu ingin membicarakannya denganku atau tidak.. karena bagaimanapun kita satu tim,ada baiknya beban itu kamu ungkapkan"
"kamu bisa membaca pikiran,yah?"
"hehe,nggaaak.. aku cuma terbiasa dengan banyak teori dan pengalaman di lapangan,selain itu auramu selalu redup saat kita berempat bersama-sama"
"jadi pada akhirnya semua orang tidak bisa menyembunyikan rahasianya,yah?"
"bukan gitu,aku benar-benar nggak tau apa beban di pundakmu itu.. jadi kalau kamu anggap itu rahasia maka sampai sekarang pun itu tetap rahasia.. aku cuma sebatas tau kalau kamu memikul beban yang nggak ingin kamu bagi ke kami bertiga" jelas Sarah masih berada di teras depan bersama Dimas dua orang saja.
"Doni sangat antusias setiap kami berdua bertemu,auranya terang meledak-ledak.. sampai sekarang aku juga beranggapan kalau dia suka padaku" lanjutnya.
"......"
"tapi tetap saja,hanya sebatas intuisi yang dihasilkan dari teori-teori yang sudah kupelajari sejak lama.. rahasia tetaplah rahasia,cuma kalian sendiri yang tau" kata Sarah berniat menyudahi topiknya dan hendak mengajak Dimas masuk ke ruangan,sebelum akhirnya Dimas menanyakan sesuatu yang tidak disangkanya.
"lalu apa milikmu juga meledak-ledak? deras dan tenang seperti Bagas,atau justru redup seperti milikku?" tanya Dimas.
"punyaku lebih buruk darimu.. beruntung nggak ada yang melihatnya selain diriku sendiri,hehee.." jawab Sarang dengan senyum dan tawa kecilnya.
"jadi aku buruk yah?"
"ehh,bukan begitu.. 'buruk' maksudku cuma perbandingan yang menyatakan kalau itu lebiih.. anu," jelas Sarah yang akhirnya malah bingung mengungkapkan maksudnya.
"iya,aku paham maksudmu" sambar Bagas saat Sarah kebingungan mencari kata-kata.
"kamu nggak bener-bener mengerti.. itu cuma alasanmu buat berhenti membahas hal ini,kan?" balas Sarah justru menentang arus pembicaraan.
"yah,aku punya beban di pikiranku,setiap kali bertemu kalian mengingatkanku soal beban itu.. kamu juga bener kalau aku belum siap" jelas Dimas.
"bukan belum siap,kamu belum percaya" balas Sarah pendek.
"kamu bisa baca pikiran yah?" tanya Dimas singkat.
"ehh? bukannya udah aku jelasin tadi yah?" jawab Sarah dengan bertanya balik.
"terus kenapa kamu tau apa itu belum siap atau belum percaya? itu bener-bener sama seperti yang ada di pikiranku"
"kebetulan,Mas.. anggap saja itu dari intuisi,jadi kamu nggak perlu menambah bebanmu lagi"
"....."
"ngomong-ngomong Bagas ternyata belum dateng yah,kupikir udah duluan ke sini" kata Sarah nampaknya terpancing untuk mengatakan hal tersebut setelah mengamati ekspresi diam Dimas barusan.
"biar aku jemput aja,kamu nggak papa kan ku tinggal sebentar?" balas Dimas berniat pergi saja.
"hmmm,hati-hati" kata Sarah seiringan dengan Dimas yang menghidupkan sepeda motornya.
{ aku bisa saja menelfonnya dan menyuruh dia datang.. tapi entah kenapa setelah Sarah bilang begitu aku jadi ingin saja.. berdiri lama-lama dengan psikolog kayaknya selalu berdampak aneh ke pikiranku }
pikir Dimas yang tak lama kemudian meluncur menuju kantor polisi menggunakan sepeda motornya.
{ kalau begini kan agak terang sedikit,hehee } batin Sarah tersenyum sendiri saat mengamati Dimas melaju semakin jauh meninggalkan tempatnya berdiri saat ini.
# beban rasa yang ingin dia ungkapkan pada rekannya.
STATUS :
Tahun 2017 ( 08:30 WIB )
// hari minggu saat semuanya berniat melanjutkan investigasinya di tempat karauke.
Tempat kejadian : tempat karauke malam
Spoiler for Point of View:
"Kalian harus berjanji untuk menghentikan pencarian kalian di jam kerja kami,tempat ini harus tetap buka seperti hari-hari biasanya" kata seorang pria pemilik tempat karauke yang diperiksa tim kepolisian.
"anda tidak bisa begitu, seorang pelanggan anda ditemukan tewas di tempat ini,setidaknya biarkan tempat ini off selama maksimal 3 hari dan bantu kami melakukan penyelusuran" balas Dimas yang ditemani Sarah di sampingnya.
"apa yang kalian perlukan silahkan cari saja di tempatku sampai matahari terbenam, selebihnya biarkan bisnisku tetap berjalan kan bisa" jawab pemillik itu sewot.
"kami usahakan secepatnya,jadi tolong jangan menghambat pekerjaan kami" balas Dimas santai-santai saja.
"kami hanya perlu kasus ini segera selesai,selebihnya tempat ini bisa beroperasi seperti biasanya.. jadi mohon kerja samanya" kata Sarah ikut bicara.
"Baiklah! lakukan dengan cepat dan pastikan besok malam tempatku sudah bisa buka kembali" balasnya memberi tenggang waktu yang singkat.
{ yang kau bentak ini petugas kepolisian,sialan! apa di negara ini kami tidak punya harga diri, } batin Dimas menanggapi pria itu.
.
.
.
"pria yang keras kepala.. nah,ayo kita mulai" ajak Dimas ingin memasuki bangunan di depannya,namun setelah melihat Sarah dirinya menjadi bimbang untuk melangkah.
"ada.. ada yang aneh denganku?" tanyanya.
"hmm.. nggak ada,aku cuma sejenak inget pertemuan kita pertama dulu.. waktu itu kamu kelihatan nggak nyaman denganku" jawab Sarah entah sekedar mengungkapkan pikirannya atau sedang memancing sesuatu.
"uh,aku cuma gugup.. pasti karena menyesuaikan diri dengan cara bergaul di negara yang tak aku tempati selama puluhan tahun ini"
"begitu yah? ku pikir aku membuatmu takut" balas Sarah antusias,namun apa yang masuk ke dalam pikiran Dimas justru hal yang lain.
dia sedang tidak membuat pernyataan biasa ataupun ungkapan simpati semacamnya,itu lebih terdengar seperti 'aku membuatmu takut,kan?' di telinga Dimas.
apa yang ingin dia gali sebenarnya,tatapan matanya berkata lain dari pada sekedar membicarakan kesan pertemuan pertamanya,hal itu terus membuat Dimas beranggapan lain.
"aku tau saat-saat seorang merasa kenyataannya tidak sejalan dengan yang terjadi di sekitarnya.." kata Sarah lagi.
"kamu tau sesuatu,Sarah?" tanya Dimas yang sudah sangat curiga dengan arah pembicaraannya.
"nggak,aku nggak tau apa-apa.. aku cuma bilang kamu kelihatan seperti merasa perlu mengungkapkan sesuatu pada orang di sekitarmu tapi kamu belum yakin" jawab Sarah.
"......"
"its okay.. aku cuma berpikir mungkin kamu ingin membicarakannya denganku atau tidak.. karena bagaimanapun kita satu tim,ada baiknya beban itu kamu ungkapkan"
"kamu bisa membaca pikiran,yah?"
"hehe,nggaaak.. aku cuma terbiasa dengan banyak teori dan pengalaman di lapangan,selain itu auramu selalu redup saat kita berempat bersama-sama"
"jadi pada akhirnya semua orang tidak bisa menyembunyikan rahasianya,yah?"
"bukan gitu,aku benar-benar nggak tau apa beban di pundakmu itu.. jadi kalau kamu anggap itu rahasia maka sampai sekarang pun itu tetap rahasia.. aku cuma sebatas tau kalau kamu memikul beban yang nggak ingin kamu bagi ke kami bertiga" jelas Sarah masih berada di teras depan bersama Dimas dua orang saja.
"Doni sangat antusias setiap kami berdua bertemu,auranya terang meledak-ledak.. sampai sekarang aku juga beranggapan kalau dia suka padaku" lanjutnya.
"......"
"tapi tetap saja,hanya sebatas intuisi yang dihasilkan dari teori-teori yang sudah kupelajari sejak lama.. rahasia tetaplah rahasia,cuma kalian sendiri yang tau" kata Sarah berniat menyudahi topiknya dan hendak mengajak Dimas masuk ke ruangan,sebelum akhirnya Dimas menanyakan sesuatu yang tidak disangkanya.
"lalu apa milikmu juga meledak-ledak? deras dan tenang seperti Bagas,atau justru redup seperti milikku?" tanya Dimas.
"punyaku lebih buruk darimu.. beruntung nggak ada yang melihatnya selain diriku sendiri,hehee.." jawab Sarang dengan senyum dan tawa kecilnya.
"jadi aku buruk yah?"
"ehh,bukan begitu.. 'buruk' maksudku cuma perbandingan yang menyatakan kalau itu lebiih.. anu," jelas Sarah yang akhirnya malah bingung mengungkapkan maksudnya.
"iya,aku paham maksudmu" sambar Bagas saat Sarah kebingungan mencari kata-kata.
"kamu nggak bener-bener mengerti.. itu cuma alasanmu buat berhenti membahas hal ini,kan?" balas Sarah justru menentang arus pembicaraan.
"yah,aku punya beban di pikiranku,setiap kali bertemu kalian mengingatkanku soal beban itu.. kamu juga bener kalau aku belum siap" jelas Dimas.
"bukan belum siap,kamu belum percaya" balas Sarah pendek.
"kamu bisa baca pikiran yah?" tanya Dimas singkat.
"ehh? bukannya udah aku jelasin tadi yah?" jawab Sarah dengan bertanya balik.
"terus kenapa kamu tau apa itu belum siap atau belum percaya? itu bener-bener sama seperti yang ada di pikiranku"
"kebetulan,Mas.. anggap saja itu dari intuisi,jadi kamu nggak perlu menambah bebanmu lagi"
"....."
"ngomong-ngomong Bagas ternyata belum dateng yah,kupikir udah duluan ke sini" kata Sarah nampaknya terpancing untuk mengatakan hal tersebut setelah mengamati ekspresi diam Dimas barusan.
"biar aku jemput aja,kamu nggak papa kan ku tinggal sebentar?" balas Dimas berniat pergi saja.
"hmmm,hati-hati" kata Sarah seiringan dengan Dimas yang menghidupkan sepeda motornya.
{ aku bisa saja menelfonnya dan menyuruh dia datang.. tapi entah kenapa setelah Sarah bilang begitu aku jadi ingin saja.. berdiri lama-lama dengan psikolog kayaknya selalu berdampak aneh ke pikiranku }
pikir Dimas yang tak lama kemudian meluncur menuju kantor polisi menggunakan sepeda motornya.
{ kalau begini kan agak terang sedikit,hehee } batin Sarah tersenyum sendiri saat mengamati Dimas melaju semakin jauh meninggalkan tempatnya berdiri saat ini.
# beban rasa yang ingin dia ungkapkan pada rekannya.
khuman memberi reputasi
1




















