Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Yaudah, gue mati aja

Cover By: kakeksegalatahu


Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.





Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue



emoticon-Bettyemoticon-Betty emoticon-Betty



----------




SECOND STORY VOTE:
A. #teambefore
B. #teamafter
C. #teamfuture

PREDIKSI KASKUSER = EMIL



----------



PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.



----------


Spoiler for QandA:


WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+



NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY


Spoiler for Ilustrasi:


Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.


Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
JabLai cOYAvatar border
mazyudyudAvatar border
xue.shanAvatar border
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#2292
=================

Lanjutan Surprise

=================


Sepulang dari mall kak Emil membawa gue ke sebuah kafe. Dia bilang itu adalah kafe yang sering dia datengin. Tempatnya sebenernya sih biasa, standar kafe di Jogja kebanyakan. Cuma dia bilang ini kafe bisa bikin dia nyaman. Sewaktu gue tanya kenapa bisa nyaman, dia bilang, “Aku sendiri juga enggak tau kenapa bawaannya betah banget disini. Mungkin faktor satu atap sama dia kali ya? hehe.”

Dia? Dia siapa? Cowoknya kak Emil? Apa gebetannya? Gue sendiri enggan buat nanya, toh itu privasi dia, gue enggak ada hak buat nanya.

Kita berdua enggak terlalu lama di kafe, kak Emil dapet telepon dari mba Irma buat cari persediaan makanan selama liburan di vill. Selain itu mbak Irma juga bilang, “Mas Roni sama Dawi ikutan. Oh iya, kamu sama Mut enggak perlu beli panci, gorden dan yang lainnya. Udah ada sukarelawan yang beliin itu semua.”

“Sukarelawan?” tanya gue ke kak Emil.
“Your big brother.”

Kakak gue belanja peralatan rumah tangga? yang bener aja?! Dia aja enggak bisa bedain mana panci mana wajan, masa iya jadi sukarelawan belanja?!

Selesai belanja makanan kita berdua langsung kembali ke kos. Sewaktu kak Emil memarkirkan mobil gue lihat di depan kosan ada cowok lagi ngobrol sama mas Roni. Sewaktu gue perhatiin lebih seksama, ternyata alisnya nyambung, kayak orang arab, ganteng banget!

Tapi tunggu, gue enggak segampang itu kemakan penampilan. Ganteng bukan jaminan, bisa jadi dia Rom versi yang lain.

Baru gue berniat menurunkan barang belanjaan, cowok itu menghampiri gue.

“Adeknya Dawi?” sapa cowok itu.
“Iya mas.”
Dia mengulurkan tangan, “Aku Pepy, sahab—”
“Homoannya Dawi!” potong mas Roni dari teras.
Cowok itu kelihatan kesal, “Mas, jangan gitulah. Lagi usaha nih.”
“Ati-ati koe, disikat mas e kapok, hahaha.”
“Dawi e wani karo Ben kok, mosok aku ora.”

Gue mengangkat belanjaan meninggalkan cowok itu.

“Eh, sini aku bantuin,” dia mencoba mengambil barang bawaan gue.
Gue tepis tangannya dengan siku, “Lo mau modusin gue?”

Cowok itu mendadak salah tingkah dan akhirnya melangkah mundur perlahan.

“Jatahmu tuh bokongnya Dawi, hahaha,” timpal mas Roni.
Ketika sampe depan pintu kos gue terhenti oleh pertanyaan kak Emil pada mas Roni, “Dawi belum pulang mas?”
“Udah, tepar di kamar kayaknya.”
“Kok motornya enggak ada?” tanya kak Emil lagi.
“Enggak cuma motornya kali Mil, hapenya juga enggak ada,” sahut Pepy.

Bener juga, gue malah baru sadar kalo motor kakak enggak ada di halaman.

“Nah terus dimana? lo umpetin?” timpal gue.
“Enak aja, enggaklah, kurang kerjaan banget.”
“Lhah, berusan lo modusin adek temen lo sendiri, kurang kerjaan?”
“Heh, udah-udah,” mas Roni menengahi. “Dirumahnya Grace, tadi dia sempet kesana.”
“Grace? Cewek yang sempet bikin kak Dawi lumpuh?”

Mas Roni mengangguk pelan.

“Dawi lumpuh? Grace yang mana mas?” tanya kak Emil.
“Terus gimana caranya kakak bisa pulang? Kan disini enggak ada angkot?”
“Aku yang jemput,” ucap Pepy sombong.

Kak Emil kelihatan penasaran dengan penjelasan mas Roni, enggak, kayaknya kak Emil lebih penasaran dengan Grace.

Kakak beneran tepar, dia ngorok keras banget. Gue yakin, semisal haji bolot ada di kosan dia pasti juga denger. Enggak biasanya kakak ngorok kayak gini, apa jangan-jangan kejadian yang enggak-enggak?

Pertama kak Dawi main ke rumah kak Grace, menurut gue itu aneh banget. Kakak kan enggak biasa main ke rumah cewek, mana mungkin kakak berani ketemu orang rumah kak Grace. Apa mungkin kak Grace lagi di rumah sendiri makanya kakak berani? Bisa jadi. Kedua, hape sama motor kakak ketinggalan disana. Kakak pasti buru-buru banget pulangnya, sampe hape sama motornya ketinggalan. Tapi buru-buru kenapa? Kena grebek warga? Bisa jadi juga. Ketiga kakak sampe kosan kecapean, emang abis ngapain kok sampe capek kayak gini? Jangan-jangan kakak abis lakuin yang enggak-enggak?!

Setelah menaruh belanjaan di dapur gue segera ke depan lagi. Gue tarik tangan Pepy ke dalam kos.

“Tadi katanya enggak mau dimodusin? Kok sekarang gini?” sindir Pepy.
“Diem! Gue enggak bilang kalo enggak mau dan yang pengin gue omongin bukan itu!” Gue menghela napas pelan kemudian melanjutkan maksud gue, “Lo kan yang jemput kak Dawi, dia ngapain disana? Dia abis ngapain sama kak Grace?”

“Waduh, mulai salah paham nih kayaknya. Mending kamu duduk dulu deh, aku jelasin.”

Gue menuruti saran Pepy.

“Tapi abis ini aku minta nomer kamu ya?”
Diubah oleh dasadharma10 02-08-2016 06:21
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.