- Beranda
- Stories from the Heart
ILLUSI
...
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
open.minded
#2447
Me Rakastamme
‘...Apa sih cita cita mu Di?..’
Pertanyaan Valli terus berulang dikepala gw, padahal sudah sekitar tiga minggu yang lalu gw terakhir bertemu dia di malam itu, setelah itu hanyalah pekerjaan yang menanti gw. Kenapa gw merasa bingung untuk menjawab pertanyaan Valli yang simpel itu? Saat itu gw sadar, kalau gw tidak mempunyai sebuah cita cita, bukan, lebih tepatnya, cita cita gw sudah mati.
Gw duduk memandangi pemandangan pegunungan yang indah di rumah gw di Sumatra Barat. Gw duduk dengan sangat tenang, tidak pernah gw merasakan ketenangan seperti ini seumur hidup gw, sampai gw mendengar suara langkah kaki seseorang di belakang gw. Gw beranjak dari tempat duduk gw dan menghadap ke belakang, mencari tahu sumber suara itu.
Gw melihat, seorang wanita, bergaun abu abu, dengan selendang tipis transparan menutupi rambut hitamnya, berdiri membelakangi gw. Gw berjalan mendekatinya, ingin tahu apa yang dilakukannya disitu. Seiring dengan dekatnya jarak kami saat gw berjalan, paras wanita itu mulai jelas di mata gw, rambutn hitamnya bergelombang tergerai sampai kebahunya, kulitnya yang putih pucat, sangat pucat sekali, matanya sangat indah, berwarna biru langit, menatap ke sesuatu di bawah, sebuah batu nisan.
Jujur gw belum pernah bertemu dengan wanita itu, tapi entah kenapa gw merasa mengenalnya, mengenalnya sangat baik, seperti sebuah teman lama yang bertemu kembali. Keringat dingin mulai membasahi tangan gw. Wanita itu mulai memalingkan pandangannya dari batu nisan itu ke arah gw. Dia tersenyum, senyuman yang sangat indah, anggun, dan dingin. Disitu gw sadar, bahwa sebenarnya gw tau siapa wanita itu, tidak, tidak, lebih tepatnya semua orang tau siapa wanita itu.
Hawa dingin disekitar gw pun semakin terasa, begitu juga dengan rasa sakit dikepala yang amat sangat ini. Pandangan gw ke wanita itu pun hilang.
‘Haaaaaaa’.....kh..’
Sadar gw sambil mengambil nafas yang terasa sesak ini. Pandangan gw yang saat itu menghadap kebawah melihat meja yang diatasnya terletak kacamata gw yang gw lepas sebelum gw terlelap dalam hibernasi gw ini. Gw mengelap leher gw yang ternyata sudah basah oleh keringat dingin.
‘Mimpi.... huh?’ Ucap gw meyakinkan diri sendiri
‘Sepertinya kamu pun tidak kebal dengan mimpi buruk huh? Adi’ ucap seorang wanita di samping kanan gw. Gw refleks menengokan kepala gw kearah kanan atas, mencari arah sumber suara itu, tapi apa daya, sepertinya mata gw pun belum sepenuhnya befungsi, hanya bayangan samar samar seorang berambut panjang yang terprojeksi oleh mata gw ini. Gw pun mengandalkan ingatan gw untuk mengidentifikasikan nama pemilik suara tersebut.
‘Yvette? Ugh’
Tanya gw sambil menggeleng gelengkan kepala. Berusaha mengumpulkan kembali penglihatan gw yang kabur ini. Mulai jelas muka Yvette yang ekspresinya sangat susah dijelaskan, ada ekspresi marah, khawatir, kesal, bingung dan lainnya. Yvette memandangi gw dengan tangannya berlipat di perutnya.
‘Ugh, apakah begitu cara lo menyapa orang yang baru bangun tidur?’ tanya gw
‘Ya. Ini adalah ekspresi melihat orang bodoh yang tidak memikirkan kesehatannya sendiri’ jawabnya
‘Hm? Maksudlo?’
‘Liat di sekitarmu Adi!’ ucap Yvette. Membuat gw, tentunya, mengikuti perintahnya untuk melihat keadaan ruangan gw. Tampak seluruh tim gw sedang tertidur di kursinya masing masing, termasuk juga Timur, dan Recht yang belum bangun dari tidurnya, sepertinya gw adalah orang pertama yang bangun disini.
‘Jangan ngomong keras keras, nanti mereka bangun.’
‘Itu masalahnya! Kamu itu gila atau apa? 24 hari bekerja tanpa istirahat, kamu tau kalau itu bahaya gak?!’
‘Bahaya? Mungkin’
‘Mungkin?! Adi! Kamu dan yang lainnya di ruangan ini sudah tidur di ruangan ini selama lebih dari 11 jam tau ga? Kalian itu seperti orang mati!’
‘Karena itu Yvette biarkan mereka tidur. Tidak ada yang lebih nikmat selain sebuah tidur yang tenang setelah bekerja keras.’
‘Dan supaya lo tau aja, yang bekerja 24 hari tanpa henti itu hanya Gw, Timur, dan Recht. Yang lain masih punya jeda 5 jam untuk istirahat setiap harinya’
‘Kenapa kamu sampai memaksakan diri seperti ini? kamu tahu kan kalau deadline project kamu masih 10 bulan lagi, kenapa kamu harus selesaiin sekarang?’
‘Karena kompetisi Yvette, apakah lo mau kalau project ini diambil oleh yang lain? Dan gw punya kode kerja yang tinggi, kalau gw bisa selesaikan sesuatu dengan cepat, akan gw selesaikan saat itu juga.’
‘Dan juga, ga mungkin juga gw 10 bulan mengerjakan hal yang sama terus menerus, gw bisa jadi gila karena bosan.’
‘Tapi cara kerjamu itu tidak sehat Adi.. ugh mungkin baikik buat kamu, Timur dan Recht, karena kalian itu udah kaya monster, tapi buat yang lain?’
‘Itu yang kita sebut sebagai pengorbanan Yvette. Apalah harganya kita mengorbankan 2 atau 5 tahun dari umur hidup kita yang terambil karena pola kerja tidak sehat ini dengan gunung emas yang bisa kita nikmati sepanjang sisa hidup kita?’
‘Mereka bisa aja bilang capek dan keluar dari tim gw, tapi apakah lo melihat mereka mengeluh?’
‘........’ Yvette menatap gw dengan tatapan marahnya
‘Tenang tenang boss, mereka berada dalam state of slumber, untuk gw, dan Timur yang sudah biasa menarik stamina maksimal tubuh hanya butuh waktu 12 jam untuk pulih, tapi untuk yang lain? Paling tidak 20 jam, dan tolong jangan ganggu tidur mereka, atau tubuh mereka akan runtuh dari dalam’
Krekk krekk krekk. Bunyi persendian gw yang kaku saat gw mencoba untuk berdiri. Gw regangkan leher gw yang sangat kaku ini. Lalu berjalan menuju pintu ruangan ini, untuk keluar tentunya. Gw berhenti sejenak dan berbalik menatap Yvette yang masih mematung melihat sekitar ruangan gw, terlihat ekpresi takut di mukanya, yang memang tidak heran, orang orang di ruangan ini sudah seperti mayat.
‘Hey Yvette’ panggil gw ke dia
‘E- Eh? Apa lagi?’ jawab dia kaget
‘Temenin gw beli kopi ke bawah?’ ajak gw
‘Ok’ jawab Yvette cepat dan berlari kecil ke samping gw. Kami pun keluar dari ruangan gw, dan menuju lift untuk menuju kedai kopi di lantai bawah. Yah sebenarnya ini hanya alibi gw aja, daripada cewek satu ini stress ngeliatin orang tidur.
‘Jadi.. kenapa lo ada di ruangan gw?’ tanya gw
‘Kenapa? Karena kalian tidak keluar dari ruangan kalian dari kemarin! Tidak makan! Tidak ngapai ngapain! Siapa yang gak negative thinking aku hah?’ ucap Yvette marah marah
‘Oh baik sekali anda mengkhawatirkan saya’ goda gw
‘Biar kamu tau, semua orang itu khawatir tau! Cuman aku yang berani masuk ke ruangan kalian’
‘Yaaah~ kayak lo pernah ragu masuk ruangan kita’
‘HMM!!’ tatap Yvette melotot
‘Hahaha’
‘Hm kau tau Di? Bagaimana kalau kita makan di mall? Ada restaurant yang enaaak banget, kamu pasti ketagihan!!’
‘Ummm gimana ya... gw lagi males jalan nih’
‘Aku bayarin..’
‘Ok c’mon’
‘Dasar gratisan aja cepet, huh’
‘Hahaha’
Kami pun berjalan keluar dari gedung dan menuju mall yang letaknya kira kira dua blok dari sini. Sepanjang perjalanan Yvette tidak berhenti komplain tentang pekerjaannya yang mulai menumpuk, gw hanya mendengarkan keluhannya saja tanpa memberi jawaban yang berarti, karena gw tau, dia hanya ingin mengeluarkan semua keluhannya ke seseorang, dan seseorang itu biasanya adalah gw, asem. Kami pun sampai ke restoran yang dia tuju, sebuah restoran arab.
‘Ta-da~’ ucap Yvette sambil membuka kedua tangannya lebar lebar
‘Wah gw gak tau ada resto arab deket sini’
‘Hihihi’
‘Gw gak tau kalau lo suka makanan arab Yv’
‘Suka? Aku CINTA sama makanan arab Adi! Terutama nasi kebuli nya hmmm slrrrp’ jawab Yvette sumringah. Kami pun segera masuk ke dalam restaurant itu dan menunggu di dalam antrian. Disaat antrian menyisakan dua orang di depan, tiba tiba hp Yvette bunyi, dan pastinya dia angkat dan jawab. Dalam menjawab telpon itu, terlihat wajah kekecawaan di muka Yvette, dan gw tau banget apa yang akan terjadi selanjutnya.
‘Derr’mo’ marah Yvette menutup telponnya
‘Kerja?’ tebak gw
‘Ya. Boss. Aku harus dateng sekarang. Hahh tinggal dikit lagi kita makan juga. Yaudahdeh ini janjikukan nraktir kamu ya? Nih! Puas puasin Di makannya, aku jamin enak disini!’ ucap Yvetter memberi gw beberapa lembar uang
‘Ah gak usah, kan lo gak bisa makan juga. Lain kali aja lo nraktir gw lagi ya? Gak enak gw kalo kaya gini’
‘Eh? Yang bener Di? Kalau gitu janji ya nanti kita makan berdua disini.’ Ujarnya sambil jari telunjuknya menekan ujung hidung gw.
‘Ya ya, yaudah sana, bos tersayang sudah menunggu’
‘Hahaha. Daah~’
Dan begitu saja, Yvette meninggalkan gw. Setelah dia memberikan gw harapan untuk makan makanan enak gratis. Yah bukan salah dia juga sih, salah bosnya, sial, ngalangin rejeki orang aja tuh bos. Gw menggerutu sambil keluar dari restaurant ini. Dari sini gw sudah ga tau mau kemana lagi. Yang pasti gw butuh makanan berkalori tinggi, gw udah lupa terakhir kali gw makan kapan.
Tanpa pikir panjang gw langsung membeli lima potong sandwhich besar untuk dimakan, bukan sekarang, tapi nanti, gw tau tempat untuk menghabiskan waktu di mall ini. Gw turun ke lantai paling bawah menuju ke sebuah toko game yang lumayan besar, dan berjalan memasuki toko itu untuk mencari seseorang, terlihat penjaga, sekaligus pemilik toko sedang berdiri besar menyusun susunan game ps dan xbox di rak nya.
‘Dima’ panggil gw
‘Hm hey Adi! Kemana saja kau ha? sudah hampir satu bulan tidak mampir’
‘Biasa, kerja, nih gw bawain subway buat lo’
‘Oh terima kasih, jadi seperti biasa?’ tanyanya
‘Ya ayo mulai, gw bosen’
Dima pun memanggil anak buahnya untuk mengurus tokonya, dan gw menyalakan xbox pajangan disini dan bermain sepuasnya. Yah inilah tempat gw kalau gw kabur dari kantor. Sekitar satu jam an gw main gw merasakan seperti seseorang menatap gw dari belakang, ah mungkin pengunjung nontonin kita, gw lanjutkan main sampai lima belas menit kemudian, gw penasaran kenapa firasat gw kalau gw sedang ditonton dari tadi gak hilang hilang, membuat gw menengok kebelakang.
‘Ini bukan tempat yang gw duga untuk berpapasan dengan lo’ ucap gw ke cewek yang sangat gw kenal disini. Valli.
‘Dan aku juga tidak mengira kalau seorang Adi, menghabiskan waktunya, bermain game, di sebuah toko game. Hahahaha’ tawa dia
‘Oh Valerya, kesini untuk game pesananmu?’ tanya Dima sang pemilik toko
‘Yep. Hey Dima, aku main juga ya?’ ucap Valli ke Dima
‘Apapun maumu tuan putri’ jawab Dima. Valli pun duduk di atas bean bag tempat kita bermain dan melanjutkan game kami yang tertunda tadi oleh kedatangannya.
‘Valerya? Siapa itu?’ tanya gw ke Valli
‘Adiiii.. itu namaku tauu.. Valli itu nama keluarga kuu’ protes dia mencubit pipi gw
‘Aduduh.. iya iya, gw becanda, ampun. Aduh lo kalo nyubit perih banget’
‘Habisnya’
‘Pesananmu Vale’ ucap Dima dari belakang
‘Thank youuu’ jawab Valli menerimanya dengan senang
‘Gw gak tau kalau lo punya game console di rumah. Gw bahkan gak tau kalau lo suka game.’
‘Gara gara kamu tau. Aku penasaran banget kenapa kamu suka banget main game. Aku beli deh console disini. Dan ternyata... seru banget!!’
‘Well welcome to the gaming world V’
‘Aku gak tau kalau kamu dan Dima saling kenal’
‘Well waktu pertama kali gw kerja, gw bosen, gw ke mall sekedar jalan jalan, dan gw melihat sebuah toko game kecil di sini, disaat itulah gw melihat peluang’ jelas gw
‘peluang apa?’’ tanya Valli
‘Peluang bisnis, dan peluang untuk menjadikan tempat ini jadi basecamp gw kalau bosen’
‘Bisnis?’
‘Ehem. Adi adalah investor disini.’ Jelas Dima
‘Bukan Investor, tapi partner.’ Koreksi gw
‘Woa aku gak tau kalau kamu punya otak bisnisman Di’ ujar Valli
‘Well untuk beli game asli gw butuh duit bukan? Dan dengan ini gw kebutuhan gaming gw akan terpenuhi seumur hidup gw hahaha’ tawa gw, lalu terlarut dalam lamunan
‘Habis tertawa terus tiba tiba bengong, kamu itu aneh tau gak.’
‘Ugh. Bosen. Hey Dima terima kasih buat mainnya. Gw balik.’ Ucap gw langsung berdiri dan berjalan keluar. Tentunya Valli mengikuti. Pusing di kepala gw mulai menggerogoti lagi.
‘Hey tungguu.’ Teriak Valli dari belakang membuat gw memperlambat cepat jalan gw.
‘Ih udah dibilang tungguin.’
‘Nih jalan gw udah lambatin kok’
‘Ish. Mmm Eh eh ketoko buku yuk, ada buku yang mau aku beli.’
‘Ahh Valli gw capek’
‘Aww Adi, pleasee?’ pinta Valli memelas dengan ekspresi yang membuat gw tersenyum
‘Agh oke. Jangan lama lama ya. Jadi di lantai berapa toko bukunya?’
‘Siapa bilang kalau tokonya ada disini? Tokonya ada di pojokan blok, 3 blok dari mall ini.’
‘Yaah gw kira disini’ keluh gw malas jalan lagi
‘Hahaha ayok jalan’ ajak Valli menarik tangan kiri gw. Dasar cewek satu ini. Kita akhirnya berjalan keluar mall dan menuluri jalan ke tempat toko buku tujuan Valli ini. Gak ada yang spesial dalam momen jalan jalan saat itu, kita hanya bergenggaman tangan yang diayun ayunkan Valli sambil bergumam senang. Tidak lama kemudian kami sampai kesebuah toko buku kecil berwarna hijau tua ini. Wah dari kondisi gedungnya pasti ini adalah bangunan sangat lama. Kami pun masuk dan ada pak tua yang menyambut Valli disitu.
‘Ah Valerya. Kamu kesini untuk mengambil buku pesananmu sayang?’ tanya pak tua itu
‘Iyaa. Aku ambil ya kakek.’ Ucap Valli lalu berlari kecil kebelakang.
‘Ah ternyata Valerya membawa seseorang kesini. Maafkan ketidaksopanan saya, saya Willhelm, pemilik toko buku ini.’
‘Adi’ ucap gw sambil menjawabat tangannya dan menundukan kepala gw layaknya bertemu dengan orang tua.
‘Boleh.. saya lihat lihat koleksi buku tuan?’ tanya gw ke pak tua itu
‘Oh silahkan silahkan.’
Gw pun menyusuri ruangan yang terbagi menjadi dua bilik oleh rak buku besar di tengah ini. Gw berjalan ke bili sebelah kiri dan melihat judul judul buku yang tersaji disana. Dan gak gw sangka, semua buku disini adalah buku langka semua, dan tambah lagi hampir semuanya adalah edisi pertama. Gw mengambil dan membuka buku dari Friedrich Nietzsche, Also Sprach Zarathustra.
‘Hoo kau membaca buku yang menarik, anak muda.’ Ucap pak tua itu disamping
‘Hahaha. Saya punya buku yang sama di rumah.’
‘Edisi pertama?’
‘Ya. Dan juga yang telah diperbaharui. Karna yang edisi pertama sangat rapuh.’
‘Hoo menarik, gak semua anak muda mau membaca buku seperti ini.’
‘Hahaha ya. Tapi beda dengan saya, di tempat saya, diskusi mengenai buku ini adalah wajib dan mendasar.’
‘Waah anak kecil membaca buku seperti ini? apakah kamu mengerti apa yang kamu baca hmm?’
‘Buku ini? haha tolonglah, buku ini itu seperti dongeng anak kecil, tapi rumit.’
‘Dan juga pak tua, kau hanya menjual versi bahasa jerman nya saja, pantas tidak ada yang membelinya. Ini Russia, tidak ada yang mengerti bahasa Jerman disini.’ Jelas gw.
‘Tapi kamu mengerti bukan?’ senyum pak tua itu ke gw.
‘Saya? Haha saya berbeda pak tua.’
‘Tidak ada yang berbeda nak. Bahasa adalah sesuatu yang unik, walaupun bisa di translasikan, tapi akan ada arti yang hilang didalamnya, jadi lebih baik orang yang membacanya sedikit tapi mengerti seluruhnya, daripada yang membacanya banyak tapi pengertian sebenarnya hilang.’
‘Ya. Kau terdengar seperti ayahku pak tua.’
‘Hahaha’ tawa pak tua itu
‘Selesaiii, hm? Kamu baca apa Adi? Oooh Nietzsche, “Bapak Psikologi” kata mereka hahaha’ Tawa Valli
‘Harusnya ini bacaan lo bukan?’ tanya gwke Valli
‘Yaaa, aku punya kok, translasi russia, kakek ini punyanya edisi german doang’ keluh Valli
Pak tua itu pun tertawa lagi, kami pun berbincang sebetar di toko itu sampai saatnya kami memutuskan untuk pulang. Entah kenapa kalau gw sama Valli rasa bosan gw hilang, hampir setahun gw disini dan gw selalu merasakan itu saat bersama dia, dan gw juga merasakan itu saat pertama kali kita bertemu, kalau dia itu lain, lain dari yang lainnya.
‘Adi’ panggil Valli membuyarkan lamunan gw
‘Hm?’
‘Mampir ke tokoku?’ ucapnya bertanya, yang maksud sebenarnya adalah mengajak gw
‘Ok. Gw juga laper. Pastamu cocok untuk malam ini.’
‘Hahaha’
Tujuan kami pun sudah di tentukan, yaitu tokonya Valli. Tanpa basa basi kami pun langsung ke stasiun metro yang menuju ke daerah rumah Valli. Tiga puluh menit kemudian kami pun sampai di depan tokonya Valli.
‘Kamu mau pesen apa?’ tanya Valli
‘Cheese cake buat Sya dibungkus, dan Lasagna buat gw makan disini.’
‘Ok boss! Kamu duduk di atas ya!’ ucap Valli masuk ke counter jualan dan masuk ke pintu dapur
‘Hey, Hey! Mau kemana lo? Gak ikut?’
‘Mau nyiapin pesanan kamu lah. hihihi’ jawab Valli menjulurkan lidahnya lalu menghilang ke dapur. Gw pun berjalan menaiki tangga menuju lantai atas, dan terlihatlah kondisi toko Valli di malam hari ini, sangat ramai. Gw berjalan ke sebuah tempat duduk di dekat jendela yang terlihat kosong. Aneh. Pikir gw. karena di tengah keramaian toko ini, tempat duduk di jendela yang sangat populer disini malah kosong, sampai gw melihat tanda “Reserved” dan nama gw disitu. Ah pasti kerjaan Valli ngasih pesan ke karyawannya untuk mengosongkan tempat ini. Tanpa pikir panjang gw langsung duduk. Dan menunggu.
‘Satu Lasagna special untuk tuan Adi telah datang!’ Valli datang menaruh pesanan gw, dan sepiring Spaghetti yang gw terka adalah makanan dia malam ini.
‘Hmm baunya, mantap’
‘Pastinya! Bikinan siapa dulu dong..’
‘Terima kasih Nona Valli atas hidangannya, jadi bolehkah kita mulai makan malam kita?’
‘Yap!’ kami pun langsung terlarut ke dalam santapan kami masing masing. Dan seperti biasanya, makanan buatan Valli sukses memanjakan lidah gw, membuat gw sangat lahab memakan makanan ini. Tiga puluh menit telah berlalu dan makanan kami sudah hilang di ambil pelayan, menyisakan kami berdua dan minuman penutup.
‘Datang kesini adalah ide yang bagus, thanks’ ucap Gw
‘Hahaha. Kamu terlihat sangat bosan tadi, dan saat kubawa ke toko buku itu, ekspresimu berubah’
‘Mhm. Toko yang menarik, pak tua yang menarik.’
‘Benar sekali! Aku tahu kamu akan mendapatkan bahwa toko itu menarik!’
‘Yeaaaa’
‘Hey... Adi’
‘Hm?’
‘Aku boleh ngomong sesuatu?’
‘Hmmmmmm’
‘Aku suka kamu’
‘.....’ gw terdiam mendengar ucapannya
‘.....’ Valli masih menatap mata gw dengan kedua mata abu abunya
‘Gw juga suka sama lo’ jawab gw
‘Hm benarkah?’ tanyanya
‘Yep. Gw gak akan duduk disini dan ngobrol denganlo kalau gw gak suka bukan?’
‘Hahh udah kuduga kamu akan memutar arti perkataanku. Biar aku tata ulang perkataanku’
‘......’
‘Aku cinta kamu’
‘......’ gw kali ini diam. Gw mulai melirikan pandangan gw keseliling gw.
‘Kali ini kamu gak akan bisa mengelak’
‘Ucapan itu.. buat gw?’ tanya gw
‘Buat siapa lagi?’
‘Tidak masuk akal.’
‘Apanya?’
‘Ucapanlo’
‘Apakah ada yang aneh kalau aku cinta sama kamu?’
‘Aneh sekali Valli. Kenapa lo cinta sama gw? Padahal masih banyak yang lain yang lebih dari gw.’
‘Maksudmu dengan kata “lebih” darimu?’
‘Tinggi dalam segalanya, lebih tampan, lebih perhatian, lebih kaya?’
‘Kau bicara seperti kamu dan aku berbeda kasta’
‘Ya’
‘Apakah hanya itu kamu mengukur sebuah perasaan orang Adi?’
‘Ya. Semua orang Valli, mengharapkan sebuah timbal balik terhadap satu sama lain, tidak ada yang murni perasaan.’
‘Lalu?’
‘Dan gw gak tau apa yang lo harapkan dari gw Valli, gw gak mau ada kekecewaan diantara kita nantinya, karena percayalah Valli, kekecewaan itu tidak akan hilang.’
‘Kamu tahu Adi? Kamu itu tidak mengerti bagaimana emosi manusia bekerja’
‘Hm? Hahaha. Maaf Valli bukan karena major lo di Psychology kamu bisa merasa superior dari gw. Gw tau semua tentang emosi manusia, dan juga cara memanipulasinya. Karena itulah gw adalah orang yang paling tau bagaimana emosi dan perasaan itu bekerja’
‘Aku tidak bilang kalau kamu tidak mempunyai ilmu nya, aku bilang kalau tubuhmu, Adi, tubuhmu, pikiranmu tidak bisa mengeluarkan emosi seperti orang biasa.’
‘Pengetahuanmu yang berlimpah membuatmu emotionless, kamu memandang orang disekitarmu, orang diluar keluargamu, sebagai sebuah materi.’
‘Aku tau kamu itu bisa membaca emosi, perasaan, bahkan kemauan lawan bicaramu, membuat lawan bicaramu berputar disekitar kamu. Kamu, Adi, adalah seorang manipulator terbaik.’
‘Aku tahu itu. Dan tetap, aku tetap jatuh cinta kepadamu’
‘Valli, biar gw-‘
‘Dan aku percaya kalau kamu bukanlah pecundang yang akan menggantungkan perasaan seorang wanita yang cinta kepadanya’
‘Haaah. Adalah sebuah kehormatan...’
‘.....’
‘Adalah sebuah kehormatan untuk menerima cintamu. Valerya Valli.’
Pertanyaan Valli terus berulang dikepala gw, padahal sudah sekitar tiga minggu yang lalu gw terakhir bertemu dia di malam itu, setelah itu hanyalah pekerjaan yang menanti gw. Kenapa gw merasa bingung untuk menjawab pertanyaan Valli yang simpel itu? Saat itu gw sadar, kalau gw tidak mempunyai sebuah cita cita, bukan, lebih tepatnya, cita cita gw sudah mati.
Gw duduk memandangi pemandangan pegunungan yang indah di rumah gw di Sumatra Barat. Gw duduk dengan sangat tenang, tidak pernah gw merasakan ketenangan seperti ini seumur hidup gw, sampai gw mendengar suara langkah kaki seseorang di belakang gw. Gw beranjak dari tempat duduk gw dan menghadap ke belakang, mencari tahu sumber suara itu.
Gw melihat, seorang wanita, bergaun abu abu, dengan selendang tipis transparan menutupi rambut hitamnya, berdiri membelakangi gw. Gw berjalan mendekatinya, ingin tahu apa yang dilakukannya disitu. Seiring dengan dekatnya jarak kami saat gw berjalan, paras wanita itu mulai jelas di mata gw, rambutn hitamnya bergelombang tergerai sampai kebahunya, kulitnya yang putih pucat, sangat pucat sekali, matanya sangat indah, berwarna biru langit, menatap ke sesuatu di bawah, sebuah batu nisan.
Jujur gw belum pernah bertemu dengan wanita itu, tapi entah kenapa gw merasa mengenalnya, mengenalnya sangat baik, seperti sebuah teman lama yang bertemu kembali. Keringat dingin mulai membasahi tangan gw. Wanita itu mulai memalingkan pandangannya dari batu nisan itu ke arah gw. Dia tersenyum, senyuman yang sangat indah, anggun, dan dingin. Disitu gw sadar, bahwa sebenarnya gw tau siapa wanita itu, tidak, tidak, lebih tepatnya semua orang tau siapa wanita itu.
Hawa dingin disekitar gw pun semakin terasa, begitu juga dengan rasa sakit dikepala yang amat sangat ini. Pandangan gw ke wanita itu pun hilang.
‘Haaaaaaa’.....kh..’
Sadar gw sambil mengambil nafas yang terasa sesak ini. Pandangan gw yang saat itu menghadap kebawah melihat meja yang diatasnya terletak kacamata gw yang gw lepas sebelum gw terlelap dalam hibernasi gw ini. Gw mengelap leher gw yang ternyata sudah basah oleh keringat dingin.
‘Mimpi.... huh?’ Ucap gw meyakinkan diri sendiri
‘Sepertinya kamu pun tidak kebal dengan mimpi buruk huh? Adi’ ucap seorang wanita di samping kanan gw. Gw refleks menengokan kepala gw kearah kanan atas, mencari arah sumber suara itu, tapi apa daya, sepertinya mata gw pun belum sepenuhnya befungsi, hanya bayangan samar samar seorang berambut panjang yang terprojeksi oleh mata gw ini. Gw pun mengandalkan ingatan gw untuk mengidentifikasikan nama pemilik suara tersebut.
‘Yvette? Ugh’
Tanya gw sambil menggeleng gelengkan kepala. Berusaha mengumpulkan kembali penglihatan gw yang kabur ini. Mulai jelas muka Yvette yang ekspresinya sangat susah dijelaskan, ada ekspresi marah, khawatir, kesal, bingung dan lainnya. Yvette memandangi gw dengan tangannya berlipat di perutnya.
‘Ugh, apakah begitu cara lo menyapa orang yang baru bangun tidur?’ tanya gw
‘Ya. Ini adalah ekspresi melihat orang bodoh yang tidak memikirkan kesehatannya sendiri’ jawabnya
‘Hm? Maksudlo?’
‘Liat di sekitarmu Adi!’ ucap Yvette. Membuat gw, tentunya, mengikuti perintahnya untuk melihat keadaan ruangan gw. Tampak seluruh tim gw sedang tertidur di kursinya masing masing, termasuk juga Timur, dan Recht yang belum bangun dari tidurnya, sepertinya gw adalah orang pertama yang bangun disini.
‘Jangan ngomong keras keras, nanti mereka bangun.’
‘Itu masalahnya! Kamu itu gila atau apa? 24 hari bekerja tanpa istirahat, kamu tau kalau itu bahaya gak?!’
‘Bahaya? Mungkin’
‘Mungkin?! Adi! Kamu dan yang lainnya di ruangan ini sudah tidur di ruangan ini selama lebih dari 11 jam tau ga? Kalian itu seperti orang mati!’
‘Karena itu Yvette biarkan mereka tidur. Tidak ada yang lebih nikmat selain sebuah tidur yang tenang setelah bekerja keras.’
‘Dan supaya lo tau aja, yang bekerja 24 hari tanpa henti itu hanya Gw, Timur, dan Recht. Yang lain masih punya jeda 5 jam untuk istirahat setiap harinya’
‘Kenapa kamu sampai memaksakan diri seperti ini? kamu tahu kan kalau deadline project kamu masih 10 bulan lagi, kenapa kamu harus selesaiin sekarang?’
‘Karena kompetisi Yvette, apakah lo mau kalau project ini diambil oleh yang lain? Dan gw punya kode kerja yang tinggi, kalau gw bisa selesaikan sesuatu dengan cepat, akan gw selesaikan saat itu juga.’
‘Dan juga, ga mungkin juga gw 10 bulan mengerjakan hal yang sama terus menerus, gw bisa jadi gila karena bosan.’
‘Tapi cara kerjamu itu tidak sehat Adi.. ugh mungkin baikik buat kamu, Timur dan Recht, karena kalian itu udah kaya monster, tapi buat yang lain?’
‘Itu yang kita sebut sebagai pengorbanan Yvette. Apalah harganya kita mengorbankan 2 atau 5 tahun dari umur hidup kita yang terambil karena pola kerja tidak sehat ini dengan gunung emas yang bisa kita nikmati sepanjang sisa hidup kita?’
‘Mereka bisa aja bilang capek dan keluar dari tim gw, tapi apakah lo melihat mereka mengeluh?’
‘........’ Yvette menatap gw dengan tatapan marahnya
‘Tenang tenang boss, mereka berada dalam state of slumber, untuk gw, dan Timur yang sudah biasa menarik stamina maksimal tubuh hanya butuh waktu 12 jam untuk pulih, tapi untuk yang lain? Paling tidak 20 jam, dan tolong jangan ganggu tidur mereka, atau tubuh mereka akan runtuh dari dalam’
Krekk krekk krekk. Bunyi persendian gw yang kaku saat gw mencoba untuk berdiri. Gw regangkan leher gw yang sangat kaku ini. Lalu berjalan menuju pintu ruangan ini, untuk keluar tentunya. Gw berhenti sejenak dan berbalik menatap Yvette yang masih mematung melihat sekitar ruangan gw, terlihat ekpresi takut di mukanya, yang memang tidak heran, orang orang di ruangan ini sudah seperti mayat.
‘Hey Yvette’ panggil gw ke dia
‘E- Eh? Apa lagi?’ jawab dia kaget
‘Temenin gw beli kopi ke bawah?’ ajak gw
‘Ok’ jawab Yvette cepat dan berlari kecil ke samping gw. Kami pun keluar dari ruangan gw, dan menuju lift untuk menuju kedai kopi di lantai bawah. Yah sebenarnya ini hanya alibi gw aja, daripada cewek satu ini stress ngeliatin orang tidur.
‘Jadi.. kenapa lo ada di ruangan gw?’ tanya gw
‘Kenapa? Karena kalian tidak keluar dari ruangan kalian dari kemarin! Tidak makan! Tidak ngapai ngapain! Siapa yang gak negative thinking aku hah?’ ucap Yvette marah marah
‘Oh baik sekali anda mengkhawatirkan saya’ goda gw
‘Biar kamu tau, semua orang itu khawatir tau! Cuman aku yang berani masuk ke ruangan kalian’
‘Yaaah~ kayak lo pernah ragu masuk ruangan kita’
‘HMM!!’ tatap Yvette melotot
‘Hahaha’
‘Hm kau tau Di? Bagaimana kalau kita makan di mall? Ada restaurant yang enaaak banget, kamu pasti ketagihan!!’
‘Ummm gimana ya... gw lagi males jalan nih’
‘Aku bayarin..’
‘Ok c’mon’
‘Dasar gratisan aja cepet, huh’
‘Hahaha’
Kami pun berjalan keluar dari gedung dan menuju mall yang letaknya kira kira dua blok dari sini. Sepanjang perjalanan Yvette tidak berhenti komplain tentang pekerjaannya yang mulai menumpuk, gw hanya mendengarkan keluhannya saja tanpa memberi jawaban yang berarti, karena gw tau, dia hanya ingin mengeluarkan semua keluhannya ke seseorang, dan seseorang itu biasanya adalah gw, asem. Kami pun sampai ke restoran yang dia tuju, sebuah restoran arab.
‘Ta-da~’ ucap Yvette sambil membuka kedua tangannya lebar lebar
‘Wah gw gak tau ada resto arab deket sini’
‘Hihihi’
‘Gw gak tau kalau lo suka makanan arab Yv’
‘Suka? Aku CINTA sama makanan arab Adi! Terutama nasi kebuli nya hmmm slrrrp’ jawab Yvette sumringah. Kami pun segera masuk ke dalam restaurant itu dan menunggu di dalam antrian. Disaat antrian menyisakan dua orang di depan, tiba tiba hp Yvette bunyi, dan pastinya dia angkat dan jawab. Dalam menjawab telpon itu, terlihat wajah kekecawaan di muka Yvette, dan gw tau banget apa yang akan terjadi selanjutnya.
‘Derr’mo’ marah Yvette menutup telponnya
‘Kerja?’ tebak gw
‘Ya. Boss. Aku harus dateng sekarang. Hahh tinggal dikit lagi kita makan juga. Yaudahdeh ini janjikukan nraktir kamu ya? Nih! Puas puasin Di makannya, aku jamin enak disini!’ ucap Yvetter memberi gw beberapa lembar uang
‘Ah gak usah, kan lo gak bisa makan juga. Lain kali aja lo nraktir gw lagi ya? Gak enak gw kalo kaya gini’
‘Eh? Yang bener Di? Kalau gitu janji ya nanti kita makan berdua disini.’ Ujarnya sambil jari telunjuknya menekan ujung hidung gw.
‘Ya ya, yaudah sana, bos tersayang sudah menunggu’
‘Hahaha. Daah~’
Dan begitu saja, Yvette meninggalkan gw. Setelah dia memberikan gw harapan untuk makan makanan enak gratis. Yah bukan salah dia juga sih, salah bosnya, sial, ngalangin rejeki orang aja tuh bos. Gw menggerutu sambil keluar dari restaurant ini. Dari sini gw sudah ga tau mau kemana lagi. Yang pasti gw butuh makanan berkalori tinggi, gw udah lupa terakhir kali gw makan kapan.
Tanpa pikir panjang gw langsung membeli lima potong sandwhich besar untuk dimakan, bukan sekarang, tapi nanti, gw tau tempat untuk menghabiskan waktu di mall ini. Gw turun ke lantai paling bawah menuju ke sebuah toko game yang lumayan besar, dan berjalan memasuki toko itu untuk mencari seseorang, terlihat penjaga, sekaligus pemilik toko sedang berdiri besar menyusun susunan game ps dan xbox di rak nya.
‘Dima’ panggil gw
‘Hm hey Adi! Kemana saja kau ha? sudah hampir satu bulan tidak mampir’
‘Biasa, kerja, nih gw bawain subway buat lo’
‘Oh terima kasih, jadi seperti biasa?’ tanyanya
‘Ya ayo mulai, gw bosen’
Dima pun memanggil anak buahnya untuk mengurus tokonya, dan gw menyalakan xbox pajangan disini dan bermain sepuasnya. Yah inilah tempat gw kalau gw kabur dari kantor. Sekitar satu jam an gw main gw merasakan seperti seseorang menatap gw dari belakang, ah mungkin pengunjung nontonin kita, gw lanjutkan main sampai lima belas menit kemudian, gw penasaran kenapa firasat gw kalau gw sedang ditonton dari tadi gak hilang hilang, membuat gw menengok kebelakang.
‘Ini bukan tempat yang gw duga untuk berpapasan dengan lo’ ucap gw ke cewek yang sangat gw kenal disini. Valli.
‘Dan aku juga tidak mengira kalau seorang Adi, menghabiskan waktunya, bermain game, di sebuah toko game. Hahahaha’ tawa dia
‘Oh Valerya, kesini untuk game pesananmu?’ tanya Dima sang pemilik toko
‘Yep. Hey Dima, aku main juga ya?’ ucap Valli ke Dima
‘Apapun maumu tuan putri’ jawab Dima. Valli pun duduk di atas bean bag tempat kita bermain dan melanjutkan game kami yang tertunda tadi oleh kedatangannya.
‘Valerya? Siapa itu?’ tanya gw ke Valli
‘Adiiii.. itu namaku tauu.. Valli itu nama keluarga kuu’ protes dia mencubit pipi gw
‘Aduduh.. iya iya, gw becanda, ampun. Aduh lo kalo nyubit perih banget’
‘Habisnya’
‘Pesananmu Vale’ ucap Dima dari belakang
‘Thank youuu’ jawab Valli menerimanya dengan senang
‘Gw gak tau kalau lo punya game console di rumah. Gw bahkan gak tau kalau lo suka game.’
‘Gara gara kamu tau. Aku penasaran banget kenapa kamu suka banget main game. Aku beli deh console disini. Dan ternyata... seru banget!!’
‘Well welcome to the gaming world V’
‘Aku gak tau kalau kamu dan Dima saling kenal’
‘Well waktu pertama kali gw kerja, gw bosen, gw ke mall sekedar jalan jalan, dan gw melihat sebuah toko game kecil di sini, disaat itulah gw melihat peluang’ jelas gw
‘peluang apa?’’ tanya Valli
‘Peluang bisnis, dan peluang untuk menjadikan tempat ini jadi basecamp gw kalau bosen’
‘Bisnis?’
‘Ehem. Adi adalah investor disini.’ Jelas Dima
‘Bukan Investor, tapi partner.’ Koreksi gw
‘Woa aku gak tau kalau kamu punya otak bisnisman Di’ ujar Valli
‘Well untuk beli game asli gw butuh duit bukan? Dan dengan ini gw kebutuhan gaming gw akan terpenuhi seumur hidup gw hahaha’ tawa gw, lalu terlarut dalam lamunan
‘Habis tertawa terus tiba tiba bengong, kamu itu aneh tau gak.’
‘Ugh. Bosen. Hey Dima terima kasih buat mainnya. Gw balik.’ Ucap gw langsung berdiri dan berjalan keluar. Tentunya Valli mengikuti. Pusing di kepala gw mulai menggerogoti lagi.
‘Hey tungguu.’ Teriak Valli dari belakang membuat gw memperlambat cepat jalan gw.
‘Ih udah dibilang tungguin.’
‘Nih jalan gw udah lambatin kok’
‘Ish. Mmm Eh eh ketoko buku yuk, ada buku yang mau aku beli.’
‘Ahh Valli gw capek’
‘Aww Adi, pleasee?’ pinta Valli memelas dengan ekspresi yang membuat gw tersenyum
‘Agh oke. Jangan lama lama ya. Jadi di lantai berapa toko bukunya?’
‘Siapa bilang kalau tokonya ada disini? Tokonya ada di pojokan blok, 3 blok dari mall ini.’
‘Yaah gw kira disini’ keluh gw malas jalan lagi
‘Hahaha ayok jalan’ ajak Valli menarik tangan kiri gw. Dasar cewek satu ini. Kita akhirnya berjalan keluar mall dan menuluri jalan ke tempat toko buku tujuan Valli ini. Gak ada yang spesial dalam momen jalan jalan saat itu, kita hanya bergenggaman tangan yang diayun ayunkan Valli sambil bergumam senang. Tidak lama kemudian kami sampai kesebuah toko buku kecil berwarna hijau tua ini. Wah dari kondisi gedungnya pasti ini adalah bangunan sangat lama. Kami pun masuk dan ada pak tua yang menyambut Valli disitu.
‘Ah Valerya. Kamu kesini untuk mengambil buku pesananmu sayang?’ tanya pak tua itu
‘Iyaa. Aku ambil ya kakek.’ Ucap Valli lalu berlari kecil kebelakang.
‘Ah ternyata Valerya membawa seseorang kesini. Maafkan ketidaksopanan saya, saya Willhelm, pemilik toko buku ini.’
‘Adi’ ucap gw sambil menjawabat tangannya dan menundukan kepala gw layaknya bertemu dengan orang tua.
‘Boleh.. saya lihat lihat koleksi buku tuan?’ tanya gw ke pak tua itu
‘Oh silahkan silahkan.’
Gw pun menyusuri ruangan yang terbagi menjadi dua bilik oleh rak buku besar di tengah ini. Gw berjalan ke bili sebelah kiri dan melihat judul judul buku yang tersaji disana. Dan gak gw sangka, semua buku disini adalah buku langka semua, dan tambah lagi hampir semuanya adalah edisi pertama. Gw mengambil dan membuka buku dari Friedrich Nietzsche, Also Sprach Zarathustra.
‘Hoo kau membaca buku yang menarik, anak muda.’ Ucap pak tua itu disamping
‘Hahaha. Saya punya buku yang sama di rumah.’
‘Edisi pertama?’
‘Ya. Dan juga yang telah diperbaharui. Karna yang edisi pertama sangat rapuh.’
‘Hoo menarik, gak semua anak muda mau membaca buku seperti ini.’
‘Hahaha ya. Tapi beda dengan saya, di tempat saya, diskusi mengenai buku ini adalah wajib dan mendasar.’
‘Waah anak kecil membaca buku seperti ini? apakah kamu mengerti apa yang kamu baca hmm?’
‘Buku ini? haha tolonglah, buku ini itu seperti dongeng anak kecil, tapi rumit.’
‘Dan juga pak tua, kau hanya menjual versi bahasa jerman nya saja, pantas tidak ada yang membelinya. Ini Russia, tidak ada yang mengerti bahasa Jerman disini.’ Jelas gw.
‘Tapi kamu mengerti bukan?’ senyum pak tua itu ke gw.
‘Saya? Haha saya berbeda pak tua.’
‘Tidak ada yang berbeda nak. Bahasa adalah sesuatu yang unik, walaupun bisa di translasikan, tapi akan ada arti yang hilang didalamnya, jadi lebih baik orang yang membacanya sedikit tapi mengerti seluruhnya, daripada yang membacanya banyak tapi pengertian sebenarnya hilang.’
‘Ya. Kau terdengar seperti ayahku pak tua.’
‘Hahaha’ tawa pak tua itu
‘Selesaiii, hm? Kamu baca apa Adi? Oooh Nietzsche, “Bapak Psikologi” kata mereka hahaha’ Tawa Valli
‘Harusnya ini bacaan lo bukan?’ tanya gwke Valli
‘Yaaa, aku punya kok, translasi russia, kakek ini punyanya edisi german doang’ keluh Valli
Pak tua itu pun tertawa lagi, kami pun berbincang sebetar di toko itu sampai saatnya kami memutuskan untuk pulang. Entah kenapa kalau gw sama Valli rasa bosan gw hilang, hampir setahun gw disini dan gw selalu merasakan itu saat bersama dia, dan gw juga merasakan itu saat pertama kali kita bertemu, kalau dia itu lain, lain dari yang lainnya.
‘Adi’ panggil Valli membuyarkan lamunan gw
‘Hm?’
‘Mampir ke tokoku?’ ucapnya bertanya, yang maksud sebenarnya adalah mengajak gw
‘Ok. Gw juga laper. Pastamu cocok untuk malam ini.’
‘Hahaha’
Tujuan kami pun sudah di tentukan, yaitu tokonya Valli. Tanpa basa basi kami pun langsung ke stasiun metro yang menuju ke daerah rumah Valli. Tiga puluh menit kemudian kami pun sampai di depan tokonya Valli.
‘Kamu mau pesen apa?’ tanya Valli
‘Cheese cake buat Sya dibungkus, dan Lasagna buat gw makan disini.’
‘Ok boss! Kamu duduk di atas ya!’ ucap Valli masuk ke counter jualan dan masuk ke pintu dapur
‘Hey, Hey! Mau kemana lo? Gak ikut?’
‘Mau nyiapin pesanan kamu lah. hihihi’ jawab Valli menjulurkan lidahnya lalu menghilang ke dapur. Gw pun berjalan menaiki tangga menuju lantai atas, dan terlihatlah kondisi toko Valli di malam hari ini, sangat ramai. Gw berjalan ke sebuah tempat duduk di dekat jendela yang terlihat kosong. Aneh. Pikir gw. karena di tengah keramaian toko ini, tempat duduk di jendela yang sangat populer disini malah kosong, sampai gw melihat tanda “Reserved” dan nama gw disitu. Ah pasti kerjaan Valli ngasih pesan ke karyawannya untuk mengosongkan tempat ini. Tanpa pikir panjang gw langsung duduk. Dan menunggu.
‘Satu Lasagna special untuk tuan Adi telah datang!’ Valli datang menaruh pesanan gw, dan sepiring Spaghetti yang gw terka adalah makanan dia malam ini.
‘Hmm baunya, mantap’
‘Pastinya! Bikinan siapa dulu dong..’
‘Terima kasih Nona Valli atas hidangannya, jadi bolehkah kita mulai makan malam kita?’
‘Yap!’ kami pun langsung terlarut ke dalam santapan kami masing masing. Dan seperti biasanya, makanan buatan Valli sukses memanjakan lidah gw, membuat gw sangat lahab memakan makanan ini. Tiga puluh menit telah berlalu dan makanan kami sudah hilang di ambil pelayan, menyisakan kami berdua dan minuman penutup.
‘Datang kesini adalah ide yang bagus, thanks’ ucap Gw
‘Hahaha. Kamu terlihat sangat bosan tadi, dan saat kubawa ke toko buku itu, ekspresimu berubah’
‘Mhm. Toko yang menarik, pak tua yang menarik.’
‘Benar sekali! Aku tahu kamu akan mendapatkan bahwa toko itu menarik!’
‘Yeaaaa’
‘Hey... Adi’
‘Hm?’
‘Aku boleh ngomong sesuatu?’
‘Hmmmmmm’
‘Aku suka kamu’
‘.....’ gw terdiam mendengar ucapannya
‘.....’ Valli masih menatap mata gw dengan kedua mata abu abunya
‘Gw juga suka sama lo’ jawab gw
‘Hm benarkah?’ tanyanya
‘Yep. Gw gak akan duduk disini dan ngobrol denganlo kalau gw gak suka bukan?’
‘Hahh udah kuduga kamu akan memutar arti perkataanku. Biar aku tata ulang perkataanku’
‘......’
‘Aku cinta kamu’
‘......’ gw kali ini diam. Gw mulai melirikan pandangan gw keseliling gw.
‘Kali ini kamu gak akan bisa mengelak’
‘Ucapan itu.. buat gw?’ tanya gw
‘Buat siapa lagi?’
‘Tidak masuk akal.’
‘Apanya?’
‘Ucapanlo’
‘Apakah ada yang aneh kalau aku cinta sama kamu?’
‘Aneh sekali Valli. Kenapa lo cinta sama gw? Padahal masih banyak yang lain yang lebih dari gw.’
‘Maksudmu dengan kata “lebih” darimu?’
‘Tinggi dalam segalanya, lebih tampan, lebih perhatian, lebih kaya?’
‘Kau bicara seperti kamu dan aku berbeda kasta’
‘Ya’
‘Apakah hanya itu kamu mengukur sebuah perasaan orang Adi?’
‘Ya. Semua orang Valli, mengharapkan sebuah timbal balik terhadap satu sama lain, tidak ada yang murni perasaan.’
‘Lalu?’
‘Dan gw gak tau apa yang lo harapkan dari gw Valli, gw gak mau ada kekecewaan diantara kita nantinya, karena percayalah Valli, kekecewaan itu tidak akan hilang.’
‘Kamu tahu Adi? Kamu itu tidak mengerti bagaimana emosi manusia bekerja’
‘Hm? Hahaha. Maaf Valli bukan karena major lo di Psychology kamu bisa merasa superior dari gw. Gw tau semua tentang emosi manusia, dan juga cara memanipulasinya. Karena itulah gw adalah orang yang paling tau bagaimana emosi dan perasaan itu bekerja’
‘Aku tidak bilang kalau kamu tidak mempunyai ilmu nya, aku bilang kalau tubuhmu, Adi, tubuhmu, pikiranmu tidak bisa mengeluarkan emosi seperti orang biasa.’
‘Pengetahuanmu yang berlimpah membuatmu emotionless, kamu memandang orang disekitarmu, orang diluar keluargamu, sebagai sebuah materi.’
‘Aku tau kamu itu bisa membaca emosi, perasaan, bahkan kemauan lawan bicaramu, membuat lawan bicaramu berputar disekitar kamu. Kamu, Adi, adalah seorang manipulator terbaik.’
‘Aku tahu itu. Dan tetap, aku tetap jatuh cinta kepadamu’
‘Valli, biar gw-‘
‘Dan aku percaya kalau kamu bukanlah pecundang yang akan menggantungkan perasaan seorang wanita yang cinta kepadanya’
‘Haaah. Adalah sebuah kehormatan...’
‘.....’
‘Adalah sebuah kehormatan untuk menerima cintamu. Valerya Valli.’
junti27 dan 18 lainnya memberi reputasi
19
