- Beranda
- Stories from the Heart
Di ujung jalan
...
TS
3005fm
Di ujung jalan
Prolog cerita dihapus untuk tempat index cerita.
Untuk memudahkan pembacaan cerita dan karena ada beberapa yang request, maka saya bikin list partnya. Setiap part yang udah di update akan langsung dimasukan ke index.
Semoga makin semangat baca ceritanya
Di ujung jalan :
Bab 1 - Wawancara Majalah Food & Travel
Bab 2 - Pameran Seni
Bab 3 - Pertemuan Kedua
Bab 4 - Karyawan Baru
Bab 5 - Mengenal Nata
Bab 6 - Ini Apa ?
Bab 7 - Sakit
Bab 8 - Happiness
Bab 9 - Undefined Feeling
Bab 10 - Penjelasan dan Luka Lama
Bab 11 - Rasa Penasaran
Bab 12 - Something Wrong
Bab 13 - Liar
Bab 14 - Penyakit Bulan
Bab 15 - Egois
Bab 16 - Nekat
Bab 17 - Hurt (again)
Bab 18 - Salah Paham
Bab 19 - Akhir yang Baik
Bab 20 - Finally
Di ujung jalan (Bimo POV) :
Bab 1 - Pertemuan Awal
Bab 2 - Diam-diam
Bab 3 - Kebodohan
Bab 4 - Solo
Bab 5 - Pengakuan
Bab 6 - Shows Her
Bab 7 - Move On
Bab 8 - New Girl
Bab 9 - Nadia
Bab 10 - Jealous
Bab 11 - Jadian
Bab 12 - Kembali
Bab 13 - 1st Anniversary
Bab 14 - Accident
Bab 15 - Lost Her
Diubah oleh 3005fm 15-01-2017 12:24
anasabila memberi reputasi
1
14.3K
117
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•42.5KAnggota
Tampilkan semua post
TS
3005fm
#30
Di ujung jalan
Bab 12
Something Wrong
Hari ini Ardi dan Nata berencana untuk fitting baju pengantin yang bakal mereka pakai di resepsi pernikahan mereka 3 minggu mendatang. Gaun pernikahan yang akan dipakai Nata adalah model vintage wedding dress dengan model setengah lengan dan berpotongan dada sedang.
"Ar, gimana ? Cocok gak aku pake ini ?" Tanya Nata begitu keluar dari fitting room.
"Cocok kok. Ya ampun kamu cantik banget, aku nggak sabar nunggu hari H."
Nata tersenyum singkat sambil merapikan jas hitam yang dikenakan Ardi. "Kamu gimana ? Suka sama jasnya ?"
"Suka kok. Ya udah kita ambil yang ini ya ?"
"Iya."
Persiapan pernikahan Ardi dan Nata sudah mencapai sekitar 80 persen, dan makin hari Ardi merasa bahwa Nata adalah wanita yang tepat buatnya. Nata adalah wanita yang pengertian dan nggak pernah menuntut banyak. Ini termasuk saat Bulan kembali ke Indonesia, Nata nggak pernah memaksanya untuk bercerita. Dan hal itu yang malah membuat Ardi ingin menceritakan sejujur-jujurnya.
"Ar, aku boleh minta sesuatu sama kamu ?" Tanya Nata pada Ardi ketika mereka sudah berada di dalam mobil setelah selesai fittingbaju pengantin.
"Anything for you, sayang.."
"Kemaren aku ketemu Bulan di supermarket seberang rumah. Ternyata dia tinggal nggak jauh dari rumah aku...."
"Kita ngapain sih bahas dia lagi ?" potong Ardi sambil menunjukan sedikit ekspresi kekesalan.
"Dengerin dulu Ar..."
"Oke, maaf."
"Dia bilang kalo kamu gak mau denger penjelasan apapun dari dia... Dia bilang kalo kamu bahkan gak ngasih kesempatan untuk dia buat ngejelasin. Aku cuma mau kita nikah tanpa masalah, please selesaikan apapun yang kamu perlu selesaikan. Aku tau kalo kamu juga mau tau alesannya juga kan ?"
"Aku belum siap sama itu Nat. Aku takut bakal ngancurin apapun rencana yang udah kita bikin."
"Kita akan baik-baik aja, Ar. Percaya sama aku."
Ardi nggak sanggup untuk menolak permintaan Nata, apalagi ia sudah mengiyakan apapun permintaan Nata. Ardi hanya berharap penjelasan apapun dari Bulan gak membuat dirinya goyah.
***
Ardi membaringkan tubuhnya di sofa, setelah fittingbaju pengantin tadi badannya serasa pegal. Ia meneguk segelas jus jeruk sambil menonton tv, tiba-tiba bel rumahnya berbunyi.
DING DONG DING DONG
Ardi pun segera menuju pagar pintu rumahnya, pandangannya terpaku melihat wanita yang berdiri di depan pagar rumahnya. Bulan. Wanita itu tersenyum sambil memegang sebuah kotak berukuran sedang.
"Lo kenapa ke sini ? tanya Ardi dengan wajah datar.
"Aku yakin Nata udah bilang ke kamu...."
"Oke, lo boleh masuk. Kita ngomong di dalem aja."
Bulan berjalan mengekor Ardi. Ia duduk disebuah sofa ruang tamu di rumah Ardi. "Duduk aja dulu. Gue mau bikin teh dulu." Ardi langsung berjalan menuju dapur meninggalkan Bulan sendirian.
5 menit kemudian Ardi kembali dengan secangkir teh untuk Bulan. "Nih, minum dulu."
"Makasih," kata Bulan sambil menyesap tehnya.
"Lo boleh ngomong apapun yang perlu gue tau... Gue kasih lo 5 menit, setelah itu lo bisa pulang."
Bulan merasa nada ucapan Ardi membuat dirinya terpojok, ia bahkan gak bisa menatap mata Ardi langsung. Kemudian entah keberanian dari mana, Bulan bertanya pada Ardi. "Kamu... segitu bencinya sama aku ?"
Ardi menggeleng. "Gue gak pernah ngebenci lo. Gue gak akan ngabisin 8 tahun idup gue cuma buat ngebenci orang."
"Aku pengen kamu tau, alesan aku pergi ke Amerika adalah selain kuliah, aku juga lagi nyari pengobatan..." Nada suara Bulan mulai bergetar ia mencengkram ujung dress nya sambil berusaha melanjutkan kalimatnya. "Aku sakit Thalasemia, Ar."
Ardi yang tadinya menampakan ekspresi kesal berganti dengan ekspresi terkejut. Ia nggak menyangka kalo Bulan bisa kena penyakit semacam itu.
"Thalasemia yang aku derita emang nggak parah. Tapi cukup bikin aku sedih dan tertekan. Aku sengaja cari pengobatan terbaik di sana, dan hampir 8 tahun keadaan aku makin membaik."
"Kenapa lo gak pernah sama sekali bilang apapun ? Kita itu udah temenan lama, seharusnya lo bilang tujuan sebenernya dari dulu !"
"Ar, aku emang gak pernah ngomong secara langsung sama kamu. Tapi aku tulis surat ke kamu, begitu aku sampai di sana. Malah kamu yang gak pernah bales suratku dari dulu."
"Surat apa ? Gue gak pernah nerima apapun selama 8 tahun.."
"Ini, kalo kamu gak percaya. Aku bawa bukti pengiriman surat dari pos..." kata Bulan sambil menyerahkan beberapa lembar kertas ke Ardi.
"Lho.. ini bukannya alamatnya Bimo ?"
0