- Beranda
- Sejarah & Xenology
Khalid ibn Al-Walid, the Sword of God
...
TS
plonard
Khalid ibn Al-Walid, the Sword of God
Semua yang saya tulis pada posting #1 sampai posting #10 adalah terjemahan bebas dari artikel Khalid ibn Al-Walid di en.wikipedia.org Oktober 2012. Saya tambahkan juga sedikit daftar istilah untuk membantu Agan-agan yang belum terlalu memahami istilah militer dan geografis di zaman bersangkutan hidup. Jika ada ketikan saya dengan format "[angka]", kode ini adalah nomor footnote atau catatan kaki. Contoh: [1] dan [25].
Semoga bermanfaat.
Khalid ibn Al-Walid
Indeks
Posting #1 sampai Posting #10 akan berisi garis besar kehidupan Khalid. Berikut ini adalah indeks yang bisa langsung diklik untuk memudahkan Agan-agan mengakses posting-posting tentang kehidupan Khalid yang lebih detail.
Posting #32 Pertempuran Walaja tahun 633 M (Detail Gambar dan Kronologi)
Posting #45 Pengepungan Damaskus tahun 635 M (Detail Gambar dan Kronologi)
Posting #69 Pertempuran Yarmuk tahun 636 M (Detail Gambar dan Kronologi)
Posting #95 Ucapan-ucapan tentang Khalid ibn Al-Walid
Posting #97 Bibliografi Buku The Sword of Allah: Khalid bin Al-Waleedkarya A.I. Akram
Posting #97 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 1: Sang Anak Lelaki
Posting #100 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 2: Agama Baru (Bagian I)
Posting #103 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 2: Agama Baru (Bagian II)
Posting #105 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian I)
Posting #107 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian II)
Posting #109 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian III)
Posting #120 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian IV)
Posting #123 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian V)
Posting #146 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian VI)
Posting #147 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian VII)
Posting #161 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian I)
Posting #162 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian II)
Posting #165 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian III)
Posting #174 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian IV)
Posting #175 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 5: Masuk Islamnya Khalid
Posting #187 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 6: Mu’tah dan Pedang Allah
Posting #191 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 7: Penaklukan Makkah (Bagian I)
Posting #193 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 7: Penaklukan Makkah (Bagian II)
Posting #194 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 8: Pertempuran Hunayn (Bagian I)
Posting #195 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 8: Pertempuran Hunayn (Bagian II)
Posting #198 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 9: Pengepungan Tha'if
Posting #201 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 10: Petualangan di Dawmatul Jandal
Posting #204 Bagian II: Perang Riddah - Bab 11: Badai yang Berkumpul (Bagian I)
Posting #208 Bagian II: Perang Riddah - Bab 11: Badai yang Berkumpul (Bagian II)
Posting #213 Bagian II: Perang Riddah - Bab 12: Abu Bakr Menyerang (Bagian I)
Posting #214 Bagian II: Perang Riddah - Bab 12: Abu Bakr Menyerang (Bagian II)
Posting #215 Bagian II: Perang Riddah - Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian I)
Posting #218 Bagian II: Perang Riddah - Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian II)
Posting #220 Bagian II: Perang Riddah - Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian III)
Posting #222 Bagian II: Perang Riddah - Bab 14: Pemimpin-pemimpin Pendusta (Bagian I)
Posting #224 Bagian II: Perang Riddah - Bab 14: Pemimpin-pemimpin Pendusta (Bagian II)
Posting #226 Bagian II: Perang Riddah - Bab 15: Akhir Hayat Malik bin Nuwayrah
Posting #229 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian I)
Posting #235 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian II)
Posting #239 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian III)
Posting #242 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian IV)
Posting Nomor Depan > Bagian II: Perang Riddah - Bab 17: Tumbangnya Gerakan Murtad (Bagian I)
Daftar Istilah Penting
Al-Hirah
Arabia
Bizantin
Double Envelopment
Garda Gerak Cepat (Mobile Guard)
Garnisun
Ghassan
Imperium
Kavaleri
Kekhalifahan
Khalifah
Levant
Mesopotamia
Negara Vasal
Persia-Sassanid
Romawi
Syam
Garis Besar Biografi
Khālid ibn al-Walīd (Bahasa Arab: خالد بن الوليد; 592–642) juga dikenal sebagai Sayfullāh Al-Maslūl(Pedang Allah yang Terhunus), adalah seorang sahabat Muhammad, Nabi Islam. Ia terkenal karena kecakapan dan taktik militernya, menjadi komandan pasukan Madinah di bawah kepemimpinan Muhammad dan pasukan-pasukan penerusnya, Kekhalifahan Ar-Rasyidun; Abu Bakr dan Umar ibn Khattab.[1] Di bawah kepemimpinan militernya, Arab bersatu di bawah sebuah entitas politik untuk pertama kali dalam sejarah, Kekhalifahan. Ia memenangkan lebih dari seratus pertempuran, melawan pasukan-pasukan Imperium (Kekaisaran) Romawi-Bizantin, Imperium (Kekisraan) Persia-Sassanid, dan sekutu-sekutu mereka, ditambah lagi beberapa suku Arab lainnya. Prestasi strategisnya antara lain penaklukan Arab, Mesopotamia milik Persia, dan Syam milik Romawi, dalam beberapa tahun sejak 632 sampai 636. Ia juga dikenang karena kemenangan pentingnya di Yamamah, Ullays, dan Firaz, serta kesuksesan taktisnya di Walaja dan Yarmuk.[2]
Khalid ibn Al-Walid (Khalid anak Al-Walid, secara harfiah berarti Khalid anak Si yang Baru Lahir) berasal dari Suku Quraysh dari Makkah, dari sebuah klan yang pada awalnya menentang Muhammad. Ia memainkan peran vital dalam kemenangan Makkah saat Pertempuran Uhud. Ia masuk Islam dan bergabung dengan Muhammad setelah Perjanjian Hudaybiyyah, serta berpartisipasi dalam sejumlah ekspedisi militer dengannya, seperti Pertempuran Mu’tah. Setelah wafatnya Muhammad, ia memainkan peran kunci dalam komando Pasukan Madinah pimpinan Abu Bakr pada Perang Ridda, menaklukkan Arab tengah dan menundukkan suku-suku Arab. Ia merebut Kerajaan Al-Hirah yang merupakan negara vasal Persia-Sassanid, dan mengalahkan pasukan-pasukan Persia-Sassanid selama proses penaklukan Iraq (Mesopotamia). Ia lalu ditransfer ke front pertempuran di barat untuk merebut Syam milik Romawi dan Kerajaan Ghassan, negara vasal Romawi. Meskipun Umar kemudian melepas jabatan Khalid dari komando tertinggi, ia tetaplah pimpinan sebenarnya dari kesatuan tempur melawan Bizantin selama fase-fase awal Perang Bizantin-Arab.[1] Di bawah komandonya, Damaskus direbut tahun 634 dan kemenangan kunci Arab atas Bizantin diraih dalam Pertempuran Yarmuk (636),[1] yang membuka jalan dalam proses penaklukan Syam (Levant). Tahun 638, pada puncak karirnya, ia diberhentikan dari ketentaraan.
(bersambung)...
Semoga bermanfaat.
Khalid ibn Al-Walid
Indeks
Posting #1 sampai Posting #10 akan berisi garis besar kehidupan Khalid. Berikut ini adalah indeks yang bisa langsung diklik untuk memudahkan Agan-agan mengakses posting-posting tentang kehidupan Khalid yang lebih detail.
Posting #32 Pertempuran Walaja tahun 633 M (Detail Gambar dan Kronologi)
Posting #45 Pengepungan Damaskus tahun 635 M (Detail Gambar dan Kronologi)
Posting #69 Pertempuran Yarmuk tahun 636 M (Detail Gambar dan Kronologi)
Posting #95 Ucapan-ucapan tentang Khalid ibn Al-Walid
Posting #97 Bibliografi Buku The Sword of Allah: Khalid bin Al-Waleedkarya A.I. Akram
Posting #97 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 1: Sang Anak Lelaki
Posting #100 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 2: Agama Baru (Bagian I)
Posting #103 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 2: Agama Baru (Bagian II)
Posting #105 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian I)
Posting #107 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian II)
Posting #109 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian III)
Posting #120 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian IV)
Posting #123 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian V)
Posting #146 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian VI)
Posting #147 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian VII)
Posting #161 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian I)
Posting #162 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian II)
Posting #165 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian III)
Posting #174 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian IV)
Posting #175 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 5: Masuk Islamnya Khalid
Posting #187 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 6: Mu’tah dan Pedang Allah
Posting #191 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 7: Penaklukan Makkah (Bagian I)
Posting #193 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 7: Penaklukan Makkah (Bagian II)
Posting #194 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 8: Pertempuran Hunayn (Bagian I)
Posting #195 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 8: Pertempuran Hunayn (Bagian II)
Posting #198 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 9: Pengepungan Tha'if
Posting #201 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 10: Petualangan di Dawmatul Jandal
Posting #204 Bagian II: Perang Riddah - Bab 11: Badai yang Berkumpul (Bagian I)
Posting #208 Bagian II: Perang Riddah - Bab 11: Badai yang Berkumpul (Bagian II)
Posting #213 Bagian II: Perang Riddah - Bab 12: Abu Bakr Menyerang (Bagian I)
Posting #214 Bagian II: Perang Riddah - Bab 12: Abu Bakr Menyerang (Bagian II)
Posting #215 Bagian II: Perang Riddah - Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian I)
Posting #218 Bagian II: Perang Riddah - Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian II)
Posting #220 Bagian II: Perang Riddah - Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian III)
Posting #222 Bagian II: Perang Riddah - Bab 14: Pemimpin-pemimpin Pendusta (Bagian I)
Posting #224 Bagian II: Perang Riddah - Bab 14: Pemimpin-pemimpin Pendusta (Bagian II)
Posting #226 Bagian II: Perang Riddah - Bab 15: Akhir Hayat Malik bin Nuwayrah
Posting #229 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian I)
Posting #235 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian II)
Posting #239 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian III)
Posting #242 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian IV)
Posting Nomor Depan > Bagian II: Perang Riddah - Bab 17: Tumbangnya Gerakan Murtad (Bagian I)
Daftar Istilah Penting
Al-Hirah
Kerajaan yang berlokasi di Iraq Modern (Mesopotamia), negara vasal Imperium Persia-Sassanid, dengan mayoritas warga adalah orang Arab dari suku Bani Lakhm.
Arabia
Wilayah yang terbentang dari Syam dan Mesopotamia sampai Jazirah Arab, dihuni oleh mayoritas orang Arab serta minoritas orang Israel, Eropa (Romawi), Persia, dan Ethiopia.
Bizantin
Imperium superpowerlanjutan dari Romawi, sering juga dikenal sebagai Imperium Romawi Timur. Bizantin beribukota di Konstantinopel (Istanbul Modern) dan menjadi satu-satunya penerus Romawi sejak dihancurkannya Imperium Romawi Barat (beribukota di Roma) pada Abad ke-4. Warga negaranya menganggap mereka adalah warga Romawi dan warga negara lain di masa itu pun memanggil mereka sebagai orang-orang Romawi. Di masa Khalid, wilayah kekuasaan mereka membentang dari daerah Balkan di Eropa, sebagian Libya dan Mesir di Eropa, serta Jazirah Turki, Armenia, dan Levant (Syam) di Asia.
Double Envelopment
Sebuah manuver lapangan dalam pertempuran di mana sebuah pasukan berupaya untuk melingkupi musuh sehingga dapat menyerangnya dari segala arah. Biasanya, pertempuran akan dimulai dalam garis pembeda yang jelas antara dua pasukan yang bertempur. Dengan memanfaatkan kondisi maupun penggunaan taktik tertentu, pasukan musuh dapat diserang dari samping dan belakang. Contoh penggunaan taktik ini ada pada Pertempuran Cannae dan Pertempuran Walaja.
Garda Gerak Cepat (Mobile Guard)
Kavaleri ringan pasukan Muslim awal, dibangun oleh Khalid ibn Al-Walid dengan tujuan menjadi penyeimbang kelemahan infantri Muslim yang berbaju baja ringan. Gerakannya cepat, menerapkan taktik hit and run, efektif melawan kavaleri berat, dan sering menjadi garda depan pendahulu pasukan utama. Khalid dipecat saat menjabat sebagai komandan garda khusus ini. Penggantinya adalah Dhirar ibn Azwar.
Garnisun
Pasukan yang berkedudukan atau memiliki tempat pertahanan yang tetap, misalnya dalam benteng atau sebuah kota.
Ghassan
Kerajaan yang berlokasi di Syam Selatan, negara vasal Imperium Bizantin. Mayoritas warga negaranya adalah orang Arab beragama Kristen dari suku Bani Ghassan.
Imperium
Sebuah negara yang terdiri atas sekelompok bangsa, memiliki sebuah wilayah geografi yang luas, dipimpin oleh seorang kaisar atau sekelompok elit.
Kavaleri
Secara harfiah berarti pasukan berkuda, namun dalam prakteknya di masa kuno, unta dan gajah juga digunakan. Dalam peperangan modern, pasukan berkendara lapis baja maupun bukan juga termasuk dalam kavaleri. Di masa Khalid, kavaleri Bizantin dan Persia merupakan kavaleri berat, memakai baju besi tebal (termasuk kudanya) dan menutupi hampir seluruh tubuh. Kavaleri Muslim awal merupakan kavaleri ringan, berbaju baja dan bersenjata ringan.
Kekhalifahan
Sebuah sistem pemerintahan berbasis Islam yang menunjukkan kesatuan politik ummat Islam. Sistem ini dapat berupa sistem musyawarah perwakilan ataupun monarki konstitusional, dengan konstitusinya berupa Syariah. Karena dalam kekhalifahan ada kesatuan ummat, kekhalifahan selalu melingkupi banyak bangsa sehingga bisa dikategorikan sebagai bentuk Imperium.
Khalifah
Kepala negara dan pemerintahan sistem negara kekhalifahan, dapat dipilih oleh khalifah sebelumnya, ditunjuk oleh komite terpilih, dipilih langsung oleh rakyat, atau diturunkan pada keluarga khalifah sebelumnya.
Levant
Disebut juga Syam, daerah yang meliputi pantai timur Laut Mediterania, antara Anatolia (Jazirah Turki Modern) dan Mesir. Daerah ini meliputi wilayah-wilayah negara modern: Suriah, Lebanon, Yordania, Palestina (Otoritas maupun yang dijajah oleh Israel), Siprus, Provinsi Hatay (Turki Tenggara) dan sebagian wilayah Iraq-Jazirah Sinai.
Mesopotamia
Daerah yang meliputi daerah aliran Sungai Tigris dan Eufrat, yaitu wilayah-wilayah modern: Iraq, sedikit daerah timur laut Suriah, sebagian Turki Tenggara, dan sebagian kecil barat daya Iran.
Negara Vasal
Negara yang tunduk kepada entitas politik lain yang lebih besar dan biasanya lebih kuat, tetapi diberi otoritas untuk mengurus negaranya sendiri.
Persia-Sassanid
Imperium superpowerdi Asia Barat pada Abad ke-4 sampai Abad ke-7, juga disebut oleh warga negaranya sendiri sebagai Ērānshahr atau Ērān, berdiri tahun 224 dan diruntuhkan oleh Kekhalifahan Islam pada tahun 651. Saat Khalid hidup, imperium ini menguasai wilayah modern Iran, sebagian Asia Tengah dan barat laut India, serta sebagian pantai timur dan selatan Jazirah Arab.
Romawi
Lihat Bizantin.
Syam
Lihat Levant.
Garis Besar Biografi
Khālid ibn al-Walīd (Bahasa Arab: خالد بن الوليد; 592–642) juga dikenal sebagai Sayfullāh Al-Maslūl(Pedang Allah yang Terhunus), adalah seorang sahabat Muhammad, Nabi Islam. Ia terkenal karena kecakapan dan taktik militernya, menjadi komandan pasukan Madinah di bawah kepemimpinan Muhammad dan pasukan-pasukan penerusnya, Kekhalifahan Ar-Rasyidun; Abu Bakr dan Umar ibn Khattab.[1] Di bawah kepemimpinan militernya, Arab bersatu di bawah sebuah entitas politik untuk pertama kali dalam sejarah, Kekhalifahan. Ia memenangkan lebih dari seratus pertempuran, melawan pasukan-pasukan Imperium (Kekaisaran) Romawi-Bizantin, Imperium (Kekisraan) Persia-Sassanid, dan sekutu-sekutu mereka, ditambah lagi beberapa suku Arab lainnya. Prestasi strategisnya antara lain penaklukan Arab, Mesopotamia milik Persia, dan Syam milik Romawi, dalam beberapa tahun sejak 632 sampai 636. Ia juga dikenang karena kemenangan pentingnya di Yamamah, Ullays, dan Firaz, serta kesuksesan taktisnya di Walaja dan Yarmuk.[2]
Khalid ibn Al-Walid (Khalid anak Al-Walid, secara harfiah berarti Khalid anak Si yang Baru Lahir) berasal dari Suku Quraysh dari Makkah, dari sebuah klan yang pada awalnya menentang Muhammad. Ia memainkan peran vital dalam kemenangan Makkah saat Pertempuran Uhud. Ia masuk Islam dan bergabung dengan Muhammad setelah Perjanjian Hudaybiyyah, serta berpartisipasi dalam sejumlah ekspedisi militer dengannya, seperti Pertempuran Mu’tah. Setelah wafatnya Muhammad, ia memainkan peran kunci dalam komando Pasukan Madinah pimpinan Abu Bakr pada Perang Ridda, menaklukkan Arab tengah dan menundukkan suku-suku Arab. Ia merebut Kerajaan Al-Hirah yang merupakan negara vasal Persia-Sassanid, dan mengalahkan pasukan-pasukan Persia-Sassanid selama proses penaklukan Iraq (Mesopotamia). Ia lalu ditransfer ke front pertempuran di barat untuk merebut Syam milik Romawi dan Kerajaan Ghassan, negara vasal Romawi. Meskipun Umar kemudian melepas jabatan Khalid dari komando tertinggi, ia tetaplah pimpinan sebenarnya dari kesatuan tempur melawan Bizantin selama fase-fase awal Perang Bizantin-Arab.[1] Di bawah komandonya, Damaskus direbut tahun 634 dan kemenangan kunci Arab atas Bizantin diraih dalam Pertempuran Yarmuk (636),[1] yang membuka jalan dalam proses penaklukan Syam (Levant). Tahun 638, pada puncak karirnya, ia diberhentikan dari ketentaraan.
(bersambung)...
Diubah oleh plonard 16-08-2016 13:52
0
76.4K
287
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
6.5KThread•11.5KAnggota
Tampilkan semua post
TS
plonard
#220
Terjemahan dari bahasa asli, Bahasa Inggris. Ebook dapat diakses di:
The Sword of Allah: Khalid bin Al-Waleed
Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian II)
(Halaman 4)
Segera setelah kedua pasukan berbaris untuk bertempur, Khalid melancarkan serangan di sepanjang front. Selama beberapa waktu, pasukan murtad dengan keras kepala bertahan, terutama Bani Fazara, tetapi setelah beberapa saat, tekanan Pasukan Muslim mulai terlihat dan lekukan terlihat di garis pertahanan pasukan murtad. ‘Uyaynah mulai khawatir dengan menajamnya serangan Pasukan Muslim dan ia memacu kudanya ke kemah Thulayhah, berharap datangnya petunjuk ketuhanan untuk menolong mereka. “Apakah Jibril sudah mendatangimu?” tanyanya. “Belum,” jawab si nabi palsu dengan ekspresi khidmat. ‘Uyaynah kembali pada pertempuran.
Kembali beberapa saat berlalu. Khalid dan pasukannya telah membentuk tusukan tajam di bagian tengah pasukan kafir, tetapi mereka masih bertahan dan pertarungan menjadi semakin sengit dengan setiap jengkal tanah dipertaruhkan. ‘Uyaynah kembali menemui Thulayhah dan bertanya, “Apakah Jibril sudah mendatangimu?” Nabi palsu menjawab, “Belum, demi Allah!” ‘Uyaynah kembali pada pertempuran.
Dengan semakin terlihatnya kemenangan, Pasukan Muslim menyerang dengan lebih garang dan semakin maju menekan. Perlawanan pasukan murtad terlihat akan segera berakhir dengan hampir terputusnya barisan mereka. Melihat situasi yang tidak ada harapan ini, ‘Uyaynah pergi untuk ketiga kalinya menemui Thulayhah. Kali ini dengan nada gugup dan tidak sabar, ia kembali bertanya, “Apakah Jibril sudah mendatangimu?” Nabi palsu itu menjawab, “Ya.” “Apa katanya?” tanya ‘Uyaynah.
Dengan kalem, Thulayhah menjawab, “Ia berkata, ‘Engkau mempunyai gilingan tangan seperti miliknya, dan hari ini adalah hari yang tidak akan pernah engkau lupakan!” ‘Uyaynah sangat marah ketika menyadari kebohongan Thulayhah, “Hari ini benar-benar hari yang tidak akan pernah engkau lupakan.” Ia tergesa-gesa kembali ke klannya dan mengumumkan, “Wahai Bani Fazara! Laki-laki ini adalah nabi palsu. Mundurlah dari pertempuran ini!”[1]
Bani Fazara yang merupakan inti pasukan tengah Thulayhah, mundur dan melarikan diri. Dengan kepergian mereka, semua garis depan pasukan murtad putus dan perlawanan mereka berakhir. Kelompok-kelompok kafir saling berlomba untuk melarikan diri dari medan pertempuran, mereka berlari ke segala arah. Pasukan Muslim yang telah menang membunuh sisa-sisa musuh yang masih melawan. Sejumlah pelarian menemui Thulayhah dan bertanya, “Apa perintahmu kepada kami?” Thulayhah menjawab, “Siapa saja yang mampu, lakukanlah seperti apa yang aku lakukan, selamatkan diri kalian dan keluarga kalian.”[2]
Setelah instruksi ini, Thulayhah menaikkan istrinya di atas unta yang larinya cepat, unta ini telah ia siapkan dengan pelana sejak sebelum pertempuran dengan tujuan untuk melarikan diri. Dirinya sendiri melompat ke atas kudanya, dan suami-istri itu menghilang di balik debu yang beterbangan.
Pertempuran Buzakha berakhir. Khalid memenangkan pertempuran ini. Musuh Islam nomor dua berhasil dikalahkan dan pasukannya tercerai-berai.
Thulayhah melarikan diri ke perbatasan Syam dan berlindung di perkampungan Suku Kalb. Hari-hari kenabi-palsuannya berakhir. Namun tidak lama kemudian, ia mendengar kabar bahwa sukunya, Bani Asad, kembali masuk Islam. Ia pun akhirnya kembali masuk Islam dan bergabung kembali dengan sukunya. Ia bahkan sempat mengunjungi Makkah untuk berhaji di masa Abu Bakr, tetapi Khalifah tidak terlalu memperhatikannya meskipun ia mendapat informasi tentang kedatangan Thulayhah.
Sekitar dua tahun setelahnya, ia mengunjungi Madinah dan mengunjungi ‘Umar yang tidak mudah memberi maaf. Ketika melihat Thulayhah, ‘Umar berkata kepadanya, “Engkau dulu membunuh dua Muslim yang terhormat, termasuk Ukasyah bin Mihshan. Demi Allah, aku tidak akan pernah menyukaimu.”
Thulayhah pandai bersilat lidah. Ia menjawab, “Allah memberkahi mereka dengan surga melalui tanganku, sementara aku tidak mendapatkan apa-apa dari mereka. Aku memohon ampunan dari Allah.”
‘Umar tidak berhenti dan kembali menjawab, “Engkau bohong ketika engkau mengatakan bahwa Allah tidak akan menghukummu.”
Thulayhah menjawab, “Hal itu terjadi karena keburukan dari kekafiranku yang telah Allah lenyapkan. Aku tidak bisa dipersalahkan dalam hal tersebut.”
‘Umar melihat bahwa ia tidak bisa menang dalam perdebatan ini dan membuat pernyataan terakhir, “Wahai penipu! Apa lagi yang masih tersisa dari ramalanmu?”
“Tidak ada lagi selain satu atau dua hembusan dari penghembus udara!”[3]
Catatan Kaki Halaman 4
[1] Ath-Thabari: Vol.2, hlm. 485.
[2] Ibid.
[3] Ath-Thabari: Vol.2, hlm. 489; Baladzuri: hlm. 105-106.
____________________________________________________________________________
(Halaman 5)
Humor bukanlah kelebihan yang dimiliki oleh ‘Umar; dan karena ia tidak bisa membalas guyonan Thulayhah, ia pun memalingkan muka.
Thulayhah pun kembali ke sukunya dan hidup bersama mereka sampai invasi Iraq ketiga. Kemudian dia menjadi sukarelawan sebagai prajurit Muslim di bawah panglima Islam. Dia menjalani peran militernya dengan prestasi, mempertunjukkan keberanian dan keterampilan militernya, serta mengambil bagian dalam pertempuran-pertempuran besar, seperti di Qadissiyah dan Nihawand. Di Pertempuran Nihawand, ia gugur sebagai syahid. Thulayhah telah mendapatkan jalan untuk menebus dosa-dosanya.
Segera setelah selesainya Pertempuran Buzakha, Khalid mengirim pasukan untuk mengejar pasukan murtad yang melarikan diri dan untuk menundukkan suku-suku di sekitarnya. Satu pasukan menangkap sejumlah pelarian di daerah perbukitan Ruman, 30 mil (48 km-pent) di tenggara agak selatan Buzakha, tetapi mereka menyerah tanpa perlawanan dan masuk Islam kembali. Khalid memimpin sendiri pasukan gerak cepat untuk mengejar ‘Uyaynah yang melarikan diri ke arah tenggara bersama anggota klannya, Bani Fazara, dan sebagian kecil Bani Asad. ‘Uyaynah terkejar ketika ia baru sampai di Ghamrah, 60 mil (97 km) dari Buzakha (lihat Peta 8). ‘Uyaynah masih melakukan perlawanan karena meskipun ia melepaskan diri dari Thulayhah, ia tetap menolak menyerah dan bertobat. Pertempuran kecil tetapi sengit terjadi, membunuh beberapa murtad dan sisanya masih melarikan diri. ‘Uyaynah ditawan.
Ayah ‘Uyaynah dahulu adalah Kepala Suku Ghathfan yang sangat terkemuka dan sangat dihargai. Oleh karena itu, ‘Uyaynah menganggap dirinya sebagai manusia terbaik, baik dari segi keturunan maupun tingkatan dalam suku. Dalam Pertempuran Parit, nabi bernegosiasi dengannya sebagai kepala suku. Namun orang yang bangga akan jalur keturunannya ini akhirnya dibelenggu dan dituntun sebagai tawanan menuju Madinah.
Ketika ia masuk Madinah, anak-anak berkumpul di sekitarnya setelah tahu tentang identitas dan kabar kondisinya saat itu. Anak-anak tersebut mulai mencolok-colok tubuh ‘Uyaynah dengan ranting kayu sambil mencemooh, “Hei musuh Allah! Engkau murtad setelah beriman.” ‘Uyaynah memprotes, “Demi Allah, aku memang belum pernah beriman.” Dengan kata lain, karena ia belum pernah beriman (tetapi pernah ber-Islam), ia merasa tidak bisa dituduh sebagai murtad.
Ia membela dirinya di depan pengadilan Abu Bakr. Abu Bakr mengampuninya dan ‘Uyaynah kembali masuk Islam dan hidup dengan damai bersama anggota sukunya.
Di masa pemerintahan Khalifah ‘Utsman, ‘Uyaynah yang sudah tua mengunjungi Madinah dan diundang oleh Khalifah. Saat itu tepat setelah matahari terbenam. ‘Utsman yang memang selalu dermawan, mempersilakan dirinya untuk makan malam. Namun ‘Uyaynah menolak karena ia sedang berpuasa. Perlu diketahui bahwa puasa Muslim dimulai ketika cahaya fajar mulai tampak dan berakhir ketika matahari terbenam. Oleh karena itu, ‘Utsman sedikit terkejut, tetapi ‘Uyaynah segera menjelaskan, “Lebih mudah bagiku untuk berpuasa di malam hari daripada di siang hari!”[2]
Setelah aksi di Ghamrah, Khalid berangkat ke Naqra, lokasi beberapa klan dari Bani Sulaym berkumpul untuk melanjutkan perlawanan mereka. (Lihat Peta 8) Komandan kelompok Bani Sulaym ini adalah seorang kepala suku gegabah bernama ‘Amr bin Abdul ‘Uzza yang lebih dikenal dengan nama lainnya, Abu Syajrah. Orang ini tidak mengambil pelajaran dari kekalahan Thulayhah. Untuk memberikan semangat pasukannya agar tetap teguh melawan kekuasaan Muslim, ia menggubah sya’ir dan membacakannya,
Catatan Kaki Halaman 5
[1] Ghamrah berada 15 mil (24 km-pent) di timur laut lebih ke utara Samirah. Sebuah bukit di mana kita bisa melihat perkampungan Ghamrah, juga dinamakan Ghamrah. Lokasi ini disebut Ghamr oleh Ibnu Sa’ad yang menyebutkan bahwa lokasinya sekitar dua jarak perjalanan dari Faid (hlm. 590). Jaraknya adalah 30 mil (48 mil) dari Faid dan akan lebih jauh jika melalui jalur kafilah dagang.
[2] Ibnu Qutaybah: hlm. 304.
[3] Ath-Thabari: Vol.2, hlm. 494.
____________________________________________________________________________
(Halaman 6)
Segera setelah ia tiba di Naqra, Khalid memimpin pasukannya menyerang Bani Sulaym dengan agresif. Dahulu, ia memiliki kenangan indah bersama Bani Sulaym. Mereka pernah menjadi prajurit di bawah komandonya dalam Penaklukan Makkah, Pertempuran Hunayn, dan Pengepungan Tha’if. Mereka menjadi prajurit yang baik baginya, kecuali ketika mereka berada di Lembah Hunayn di saat mereka bersama kebanyakan pasukan lari dari medan pertempuran. Namun sekarang, mereka telah murtad dan tidak pantas menerima belas kasihan.
Bani Sulaym memberikan perlawanan sengit kepada mantan komandan mereka dan membunuh beberapa Muslim, tetapi serangan pasukan Khalid terlalu kuat bagi mereka dan mereka pun melarikan diri. Sebagian besar dari mereka terbunuh dan sedikit sisanya melarikan diri. Komandan mereka, yaitu Abu Syajrah sang prajurit dan juga penyair, ditawan dan dikirim ke Madinah. Di Madinah, ia memohon ampunan kepada Abu Bakr dan Khalifah mengampuninya. Ia pun masuk Islam kembali.
Beberapa tahun setelah itu, Abu Syajrah hidup dalam kondisi mengenaskan, ia hidup dalam kemiskinan. Karena ia berharap mendapatkan bantuan hidup di Madinah, ia pun pergi ke sana, mengikat untanya di luar kota, kemudian pergi ke pusat kota. Di sana, ia bertemu dengan ‘Umar yang berdiri membagikan sedekah kepada sejumlah orang miskin yang mengelilinginya. Abu Syajrah pun ikut serta dalam kerumunan tersebut dan berkata meminta, “Aku juga adalah orang yang membutuhkan.” ‘Umar menengok ke arahnya, tetapi ia tidak mengenalinya. Penampilannya telah sangat berubah dibanding penampilannya di masa murtad. “Siapa engkau?” ‘Umar bertanya.
“Aku adalah Abu Syajrah.”
Tiba-tiba saja, ingatan masa lalu terlintas di dalam kepala ‘Umar dan ia teringat kembali keseluruhan kisah orang tersebut di masa murtadnya. “Wahai Musuh Allah!” ‘Umar berteriak lantang, “Bukankah engkau yang bersya’ir
‘Umar tidak perlu menunggu jawaban. Ia mengangkat cambuknya yang selalu ia bawa ketika keluar dari rumah. ‘Umar mencambuk Abu Syajrah. Abu Syajrah mengangkat tangannya untuk melindungi kepalanya sambil berkata, ”Ke-Islam-anku telah menghapus semua itu.”[1] Lalu cambukan kedua mengena!
Abu Syajrah sadar bahwa perkataannya tidak akan didengar oleh ‘Umar yang suasana hatinya lebih memilih untuk memukul terlebih dahulu dan bertanya kemudian. Ia pun kabur dan lari sekencang-kencangnya. ‘Umar mengejar sambil bersiap melecutkan cambuknya, tetapi Abu Syajrah berhasil melarikan diri, melompat ke atas untanya dan meninggalkan Maidnah.
Abu Syajrah tidak pernah lagi menampakkan mukanya di Madinah!
Juga ketika Pertempuran Buzakha sedang berkecamuk, sejumlah suku melihat perkembangan keadaan. Mereka adalah Bani Amir dan sejumlah klan Hawazin serta Bani Sulaym. Meskipun mereka cenderung untuk mendukung Thulayhah, mereka dengan bijak tidak terlibat dalam pertempuran dan memilih untuk berdiam diri sampai hasil pertempuran terlihat.
Hasilnya dengan segera tersiar. Belum lama setelah Pertempuran Buzakha selesai, suku-suku ini menemui Khalid dan menyerah. Mereka mendeklarasikan, “Kami memasuki kembali apa yang kami telah keluar darinya. Kami beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kami akan taat pada perintahnya dengan jiwa dan harta kami.”[2]
Dengan segera, orang-orang Arab di sekitar mulai memenuhi Buzakha. “Kami menyerah!” menjadi kalimat universal. Tetapi Khalid masih ingat dengan instruksi Khalifah untuk membunuh siapa saja yang telah membunuh Muslim. Khalid menolak penyerahan diri mereka (yang berarti mereka masih bisa diserang, dibunuh, atau diperbudak) sampai mereka menyerahkan pembunuh-pembunuh dari masing-masing suku mereka. Suku-suku ini setuju.
Catatan Kaki Halaman 6
[1] Baladzuri: hlm. 107.
[2] Ath-Thabari: Vol.2, hlm. 486.
The Sword of Allah: Khalid bin Al-Waleed
Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian II)
(Halaman 4)
Segera setelah kedua pasukan berbaris untuk bertempur, Khalid melancarkan serangan di sepanjang front. Selama beberapa waktu, pasukan murtad dengan keras kepala bertahan, terutama Bani Fazara, tetapi setelah beberapa saat, tekanan Pasukan Muslim mulai terlihat dan lekukan terlihat di garis pertahanan pasukan murtad. ‘Uyaynah mulai khawatir dengan menajamnya serangan Pasukan Muslim dan ia memacu kudanya ke kemah Thulayhah, berharap datangnya petunjuk ketuhanan untuk menolong mereka. “Apakah Jibril sudah mendatangimu?” tanyanya. “Belum,” jawab si nabi palsu dengan ekspresi khidmat. ‘Uyaynah kembali pada pertempuran.
Kembali beberapa saat berlalu. Khalid dan pasukannya telah membentuk tusukan tajam di bagian tengah pasukan kafir, tetapi mereka masih bertahan dan pertarungan menjadi semakin sengit dengan setiap jengkal tanah dipertaruhkan. ‘Uyaynah kembali menemui Thulayhah dan bertanya, “Apakah Jibril sudah mendatangimu?” Nabi palsu menjawab, “Belum, demi Allah!” ‘Uyaynah kembali pada pertempuran.
Dengan semakin terlihatnya kemenangan, Pasukan Muslim menyerang dengan lebih garang dan semakin maju menekan. Perlawanan pasukan murtad terlihat akan segera berakhir dengan hampir terputusnya barisan mereka. Melihat situasi yang tidak ada harapan ini, ‘Uyaynah pergi untuk ketiga kalinya menemui Thulayhah. Kali ini dengan nada gugup dan tidak sabar, ia kembali bertanya, “Apakah Jibril sudah mendatangimu?” Nabi palsu itu menjawab, “Ya.” “Apa katanya?” tanya ‘Uyaynah.
Dengan kalem, Thulayhah menjawab, “Ia berkata, ‘Engkau mempunyai gilingan tangan seperti miliknya, dan hari ini adalah hari yang tidak akan pernah engkau lupakan!” ‘Uyaynah sangat marah ketika menyadari kebohongan Thulayhah, “Hari ini benar-benar hari yang tidak akan pernah engkau lupakan.” Ia tergesa-gesa kembali ke klannya dan mengumumkan, “Wahai Bani Fazara! Laki-laki ini adalah nabi palsu. Mundurlah dari pertempuran ini!”[1]
Bani Fazara yang merupakan inti pasukan tengah Thulayhah, mundur dan melarikan diri. Dengan kepergian mereka, semua garis depan pasukan murtad putus dan perlawanan mereka berakhir. Kelompok-kelompok kafir saling berlomba untuk melarikan diri dari medan pertempuran, mereka berlari ke segala arah. Pasukan Muslim yang telah menang membunuh sisa-sisa musuh yang masih melawan. Sejumlah pelarian menemui Thulayhah dan bertanya, “Apa perintahmu kepada kami?” Thulayhah menjawab, “Siapa saja yang mampu, lakukanlah seperti apa yang aku lakukan, selamatkan diri kalian dan keluarga kalian.”[2]
Setelah instruksi ini, Thulayhah menaikkan istrinya di atas unta yang larinya cepat, unta ini telah ia siapkan dengan pelana sejak sebelum pertempuran dengan tujuan untuk melarikan diri. Dirinya sendiri melompat ke atas kudanya, dan suami-istri itu menghilang di balik debu yang beterbangan.
Pertempuran Buzakha berakhir. Khalid memenangkan pertempuran ini. Musuh Islam nomor dua berhasil dikalahkan dan pasukannya tercerai-berai.
Thulayhah melarikan diri ke perbatasan Syam dan berlindung di perkampungan Suku Kalb. Hari-hari kenabi-palsuannya berakhir. Namun tidak lama kemudian, ia mendengar kabar bahwa sukunya, Bani Asad, kembali masuk Islam. Ia pun akhirnya kembali masuk Islam dan bergabung kembali dengan sukunya. Ia bahkan sempat mengunjungi Makkah untuk berhaji di masa Abu Bakr, tetapi Khalifah tidak terlalu memperhatikannya meskipun ia mendapat informasi tentang kedatangan Thulayhah.
Sekitar dua tahun setelahnya, ia mengunjungi Madinah dan mengunjungi ‘Umar yang tidak mudah memberi maaf. Ketika melihat Thulayhah, ‘Umar berkata kepadanya, “Engkau dulu membunuh dua Muslim yang terhormat, termasuk Ukasyah bin Mihshan. Demi Allah, aku tidak akan pernah menyukaimu.”
Thulayhah pandai bersilat lidah. Ia menjawab, “Allah memberkahi mereka dengan surga melalui tanganku, sementara aku tidak mendapatkan apa-apa dari mereka. Aku memohon ampunan dari Allah.”
‘Umar tidak berhenti dan kembali menjawab, “Engkau bohong ketika engkau mengatakan bahwa Allah tidak akan menghukummu.”
Thulayhah menjawab, “Hal itu terjadi karena keburukan dari kekafiranku yang telah Allah lenyapkan. Aku tidak bisa dipersalahkan dalam hal tersebut.”
‘Umar melihat bahwa ia tidak bisa menang dalam perdebatan ini dan membuat pernyataan terakhir, “Wahai penipu! Apa lagi yang masih tersisa dari ramalanmu?”
“Tidak ada lagi selain satu atau dua hembusan dari penghembus udara!”[3]
Catatan Kaki Halaman 4
[1] Ath-Thabari: Vol.2, hlm. 485.
[2] Ibid.
[3] Ath-Thabari: Vol.2, hlm. 489; Baladzuri: hlm. 105-106.
____________________________________________________________________________
(Halaman 5)
Humor bukanlah kelebihan yang dimiliki oleh ‘Umar; dan karena ia tidak bisa membalas guyonan Thulayhah, ia pun memalingkan muka.
Thulayhah pun kembali ke sukunya dan hidup bersama mereka sampai invasi Iraq ketiga. Kemudian dia menjadi sukarelawan sebagai prajurit Muslim di bawah panglima Islam. Dia menjalani peran militernya dengan prestasi, mempertunjukkan keberanian dan keterampilan militernya, serta mengambil bagian dalam pertempuran-pertempuran besar, seperti di Qadissiyah dan Nihawand. Di Pertempuran Nihawand, ia gugur sebagai syahid. Thulayhah telah mendapatkan jalan untuk menebus dosa-dosanya.
Segera setelah selesainya Pertempuran Buzakha, Khalid mengirim pasukan untuk mengejar pasukan murtad yang melarikan diri dan untuk menundukkan suku-suku di sekitarnya. Satu pasukan menangkap sejumlah pelarian di daerah perbukitan Ruman, 30 mil (48 km-pent) di tenggara agak selatan Buzakha, tetapi mereka menyerah tanpa perlawanan dan masuk Islam kembali. Khalid memimpin sendiri pasukan gerak cepat untuk mengejar ‘Uyaynah yang melarikan diri ke arah tenggara bersama anggota klannya, Bani Fazara, dan sebagian kecil Bani Asad. ‘Uyaynah terkejar ketika ia baru sampai di Ghamrah, 60 mil (97 km) dari Buzakha (lihat Peta 8). ‘Uyaynah masih melakukan perlawanan karena meskipun ia melepaskan diri dari Thulayhah, ia tetap menolak menyerah dan bertobat. Pertempuran kecil tetapi sengit terjadi, membunuh beberapa murtad dan sisanya masih melarikan diri. ‘Uyaynah ditawan.
Ayah ‘Uyaynah dahulu adalah Kepala Suku Ghathfan yang sangat terkemuka dan sangat dihargai. Oleh karena itu, ‘Uyaynah menganggap dirinya sebagai manusia terbaik, baik dari segi keturunan maupun tingkatan dalam suku. Dalam Pertempuran Parit, nabi bernegosiasi dengannya sebagai kepala suku. Namun orang yang bangga akan jalur keturunannya ini akhirnya dibelenggu dan dituntun sebagai tawanan menuju Madinah.
Ketika ia masuk Madinah, anak-anak berkumpul di sekitarnya setelah tahu tentang identitas dan kabar kondisinya saat itu. Anak-anak tersebut mulai mencolok-colok tubuh ‘Uyaynah dengan ranting kayu sambil mencemooh, “Hei musuh Allah! Engkau murtad setelah beriman.” ‘Uyaynah memprotes, “Demi Allah, aku memang belum pernah beriman.” Dengan kata lain, karena ia belum pernah beriman (tetapi pernah ber-Islam), ia merasa tidak bisa dituduh sebagai murtad.
Ia membela dirinya di depan pengadilan Abu Bakr. Abu Bakr mengampuninya dan ‘Uyaynah kembali masuk Islam dan hidup dengan damai bersama anggota sukunya.
Di masa pemerintahan Khalifah ‘Utsman, ‘Uyaynah yang sudah tua mengunjungi Madinah dan diundang oleh Khalifah. Saat itu tepat setelah matahari terbenam. ‘Utsman yang memang selalu dermawan, mempersilakan dirinya untuk makan malam. Namun ‘Uyaynah menolak karena ia sedang berpuasa. Perlu diketahui bahwa puasa Muslim dimulai ketika cahaya fajar mulai tampak dan berakhir ketika matahari terbenam. Oleh karena itu, ‘Utsman sedikit terkejut, tetapi ‘Uyaynah segera menjelaskan, “Lebih mudah bagiku untuk berpuasa di malam hari daripada di siang hari!”[2]
Setelah aksi di Ghamrah, Khalid berangkat ke Naqra, lokasi beberapa klan dari Bani Sulaym berkumpul untuk melanjutkan perlawanan mereka. (Lihat Peta 8) Komandan kelompok Bani Sulaym ini adalah seorang kepala suku gegabah bernama ‘Amr bin Abdul ‘Uzza yang lebih dikenal dengan nama lainnya, Abu Syajrah. Orang ini tidak mengambil pelajaran dari kekalahan Thulayhah. Untuk memberikan semangat pasukannya agar tetap teguh melawan kekuasaan Muslim, ia menggubah sya’ir dan membacakannya,
“Tombakku akan mendatangkan malapetaka
bagi resimen Khalid.
Dan aku percaya bahwa setelah itu,
Tombak ini juga akan menghancurkan ‘Umar.” [3]
bagi resimen Khalid.
Dan aku percaya bahwa setelah itu,
Tombak ini juga akan menghancurkan ‘Umar.” [3]
Catatan Kaki Halaman 5
[1] Ghamrah berada 15 mil (24 km-pent) di timur laut lebih ke utara Samirah. Sebuah bukit di mana kita bisa melihat perkampungan Ghamrah, juga dinamakan Ghamrah. Lokasi ini disebut Ghamr oleh Ibnu Sa’ad yang menyebutkan bahwa lokasinya sekitar dua jarak perjalanan dari Faid (hlm. 590). Jaraknya adalah 30 mil (48 mil) dari Faid dan akan lebih jauh jika melalui jalur kafilah dagang.
[2] Ibnu Qutaybah: hlm. 304.
[3] Ath-Thabari: Vol.2, hlm. 494.
____________________________________________________________________________
(Halaman 6)
Segera setelah ia tiba di Naqra, Khalid memimpin pasukannya menyerang Bani Sulaym dengan agresif. Dahulu, ia memiliki kenangan indah bersama Bani Sulaym. Mereka pernah menjadi prajurit di bawah komandonya dalam Penaklukan Makkah, Pertempuran Hunayn, dan Pengepungan Tha’if. Mereka menjadi prajurit yang baik baginya, kecuali ketika mereka berada di Lembah Hunayn di saat mereka bersama kebanyakan pasukan lari dari medan pertempuran. Namun sekarang, mereka telah murtad dan tidak pantas menerima belas kasihan.
Bani Sulaym memberikan perlawanan sengit kepada mantan komandan mereka dan membunuh beberapa Muslim, tetapi serangan pasukan Khalid terlalu kuat bagi mereka dan mereka pun melarikan diri. Sebagian besar dari mereka terbunuh dan sedikit sisanya melarikan diri. Komandan mereka, yaitu Abu Syajrah sang prajurit dan juga penyair, ditawan dan dikirim ke Madinah. Di Madinah, ia memohon ampunan kepada Abu Bakr dan Khalifah mengampuninya. Ia pun masuk Islam kembali.
Beberapa tahun setelah itu, Abu Syajrah hidup dalam kondisi mengenaskan, ia hidup dalam kemiskinan. Karena ia berharap mendapatkan bantuan hidup di Madinah, ia pun pergi ke sana, mengikat untanya di luar kota, kemudian pergi ke pusat kota. Di sana, ia bertemu dengan ‘Umar yang berdiri membagikan sedekah kepada sejumlah orang miskin yang mengelilinginya. Abu Syajrah pun ikut serta dalam kerumunan tersebut dan berkata meminta, “Aku juga adalah orang yang membutuhkan.” ‘Umar menengok ke arahnya, tetapi ia tidak mengenalinya. Penampilannya telah sangat berubah dibanding penampilannya di masa murtad. “Siapa engkau?” ‘Umar bertanya.
“Aku adalah Abu Syajrah.”
Tiba-tiba saja, ingatan masa lalu terlintas di dalam kepala ‘Umar dan ia teringat kembali keseluruhan kisah orang tersebut di masa murtadnya. “Wahai Musuh Allah!” ‘Umar berteriak lantang, “Bukankah engkau yang bersya’ir
‘Tombakku akan mendatangkan malapetaka
bagi resimen Khalid.
Dan aku percaya bahwa setelah itu,
Tombak ini juga akan menghancurkan ‘Umar….!’”
bagi resimen Khalid.
Dan aku percaya bahwa setelah itu,
Tombak ini juga akan menghancurkan ‘Umar….!’”
‘Umar tidak perlu menunggu jawaban. Ia mengangkat cambuknya yang selalu ia bawa ketika keluar dari rumah. ‘Umar mencambuk Abu Syajrah. Abu Syajrah mengangkat tangannya untuk melindungi kepalanya sambil berkata, ”Ke-Islam-anku telah menghapus semua itu.”[1] Lalu cambukan kedua mengena!
Abu Syajrah sadar bahwa perkataannya tidak akan didengar oleh ‘Umar yang suasana hatinya lebih memilih untuk memukul terlebih dahulu dan bertanya kemudian. Ia pun kabur dan lari sekencang-kencangnya. ‘Umar mengejar sambil bersiap melecutkan cambuknya, tetapi Abu Syajrah berhasil melarikan diri, melompat ke atas untanya dan meninggalkan Maidnah.
Abu Syajrah tidak pernah lagi menampakkan mukanya di Madinah!
Juga ketika Pertempuran Buzakha sedang berkecamuk, sejumlah suku melihat perkembangan keadaan. Mereka adalah Bani Amir dan sejumlah klan Hawazin serta Bani Sulaym. Meskipun mereka cenderung untuk mendukung Thulayhah, mereka dengan bijak tidak terlibat dalam pertempuran dan memilih untuk berdiam diri sampai hasil pertempuran terlihat.
Hasilnya dengan segera tersiar. Belum lama setelah Pertempuran Buzakha selesai, suku-suku ini menemui Khalid dan menyerah. Mereka mendeklarasikan, “Kami memasuki kembali apa yang kami telah keluar darinya. Kami beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kami akan taat pada perintahnya dengan jiwa dan harta kami.”[2]
Dengan segera, orang-orang Arab di sekitar mulai memenuhi Buzakha. “Kami menyerah!” menjadi kalimat universal. Tetapi Khalid masih ingat dengan instruksi Khalifah untuk membunuh siapa saja yang telah membunuh Muslim. Khalid menolak penyerahan diri mereka (yang berarti mereka masih bisa diserang, dibunuh, atau diperbudak) sampai mereka menyerahkan pembunuh-pembunuh dari masing-masing suku mereka. Suku-suku ini setuju.
Catatan Kaki Halaman 6
[1] Baladzuri: hlm. 107.
[2] Ath-Thabari: Vol.2, hlm. 486.
0