rafa.alfurqanAvatar border
TS
rafa.alfurqan
Cerita Tentang El (Edelweiss)
Quote:


Assalamualaikum (pengucapan dengan gaya sama ma Fico SUCI) emoticon-Big Grin
Salam sehat, salam riang, salam gembira agans, sists...

Kembali ane mw posting satu cerita baru, cukup pendek memang jika dibandingkan dengan cerita ane yang sudah tamat sebelumnya.

The Left Eyekemarin sayangnya ane post ketika thread sebelah sudah booming dengan cerita horornya. Karena itu lah thread-thread lain yang muncul setelahnya lebih dianggap sebagai thread ikut-ikutan, atau yang lebih mendingan dibilang sebagai thread yang dibuat karena terinspirasi dari thread booming itu. Dan menurut ane karena saking boomingnya secara tidak langsung berevolusi menjadi parenting thread buat cerita horor dewasa ini di SFTH, IMO emoticon-Big Grin

Sedih ane gan kalau dianggap jamaah emoticon-Turut Berduka
Padahal niat ane cuma mw posting biasa, karena cerita itu memang udah lama ane bikin.
But, it's okay. Ane sekarang mau posting ulang dengan genre berbeda.

Tiap chapter di cerita memang gak bakal sepadet cerita The Left Eye ane, tapi cerita ini nyata dan dibuat berdasarkan kisah nyata seseorang. Dan ane diberi kepercayaan untuk menulisnya (tentu dengan nama-nama tokoh yang telah disamarkan) emoticon-Smilie

Kenapa ane tulis disini, karena ane pikir yang ngalamin hal ini pasti gak cuma dia (si narasumber), mungkin termasuk agan yang lagi baca cerita ini juga emoticon-Peace

Biarkan ini jadi bahan pembelajaran buat yang lain, biar nanti ketika mereka mendapat situasi yang sama, mereka sudah ada bahan pertimbangan, terang narasumber.

Ane sediakan lapak gueedeee buat yang mau gelar tiker, tenda atau bangun apartemen sekalian.
Ane jamin meskipun cerbung tapi apdetnya sedikit kok dan ceritanya juga udah kelar ane tulis emoticon-Peace

Quote:

Dan terakhir,,,
Gak lupa-lupa ane ngingetin,,,, Like once a wiseman said, pengunjung yang baik (mau yang silent reader juga) jangan lupa tinggalkan jejaknya ya

ane juga terima kok kalau dikasih emoticon-Toast atau emoticon-Rate 5 Star


yang penting semakin ramai ini thread maka semakin kepikiran ane buat terus ngelanjutin ini cerita, nyampe kelar biar gak ngentangin agans sekalian

Quote:
Diubah oleh rafa.alfurqan 27-06-2016 07:16
anasabila
anasabila memberi reputasi
2
9.6K
48
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
rafa.alfurqanAvatar border
TS
rafa.alfurqan
#30
Final Chapter - Akhir Cerita
33
Mid October Farewell

One day or another,
We will someday have to say goodbye.
Yet this farewell seemed to come too fast.
And made my tears falling slowly.

Just because it’s goodbye,
Doesn’t mean it’s forever.
I promise that we’ll meet once again.
That mid october farewell.
And this is how I have a heartbreaking farewell.


-0o0-

Pertengahan bulan oktober 2013 adalah masa-masa UTS yang sudah memasuki semester ketigaku. Tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan kuliahku, semua berjalan lancar seperti biasa. Aku sudah mulai menikmati belajar di tempat kuliahku yang satu ini. Ya, semua berjalan lancar, terkecuali masalah hubunganku dengan dia.

Mari kita flashback sebentar beberapa minggu sebelumnya. Minggu-minggu setelah aku dari rumahnya…

Awal bulan September, aku sudah ada di Bandung untuk mengikuti ajaran kuliah semester ganjil. Aku sudah memasuki semester ketigaku disini. Hari itu Bandung sedang hujan, sementara aku sendiri sedang sibuk berkomunikasi dengan seseorang yang nun jauh disana.

El : Alf, kamu tau waktu kamu ngobrol sama bapak dan ibuku aku dengerin kamu di atas?
Alf : Benarkah? Terus kamu senyum-senyum sambil muter-muter rambut dan tangan satunya sedang ngupil?
El : Iiih kamuuu, emang aku orang gilaaaa!? Kamuuuuuu yang gilaaa!
Alf : Ya emang aku lagi gila, tergila-gila sama kamu.

Saat itu komunikasi kami kembali intensif. Dan beban yang kami pikul setidaknya sedikit berkurang saat itu. Tapi itu tidak berlangsung lama, karena kami kembali diterpa masalah yang sama. Dan andai aku tahu bahwa momen-momen bahagiaku bersamanya saat itu adalah momen-momen terakhir aku bisa tersenyum bersamanya, maka tiap detik waktu yang berjalan saat itu, aku tidak ingin melewatkannya sedikitpun.

Alf : El, terus menurutmu gimana omonganku ke bapakmu waktu itu?
El : Bagus kok alf, kata-katamu waktu itu kupikir bagus.

El : Kamu tau, ibuku itu waktu kamu masih dijalan, akunya juga lagi di kamar. Dia tiba-tiba ke kamarku terus nanya kamu udah sampai belum. Dia khawatir sama kamu.
Alf : Masa? Ih aku kangen sama Ibu kamu.

Alf : Ibu kamu cantik.
El : Ya iya, ibu siapa dulu!?
Alf : Lah, kok kamu yang bangga?
El : He he he, biarin.

-0o0-

Dan hari itu datang, hari dimana kami mulai kembali bertengkar. Pertengkaran yang kali ini membuat sebuah jarak yang sangat lebar di hubungan kami. Hari itu dimana aku sedang sibuk-sibuknya mulai mengerjakan proposal tugas akhirku. Dan saat dimana dia sedang dilanda permasalahan hebat di keluarganya.

El : Alf (panggil dia lewat pesan yang dia kirimkan kepadaku)
Alf : Kenapa el?
El : Kamu lagi dimana? Lagi apa?
Alf : Aku lagi di perpus, nyari bahan buat proposal TA ku.
El : Alf, bisakah kita menikah lebih cepat?

Alf : Ada apa el?
El : Aku gak bisa nunggu lebih lama lagi.
Alf : Sebentar, ada apa sebenarnya? Kenapa kamu tiba-tiba begini?
El : Bapak dan ibuku berantem gara-gara aku.
Alf : Kok bisa? (tanyaku kaget)

El : Keluarga besarku memaksaku agar aku cepat menikah. Tapi ibuku membelaku, ibuku ingin aku yang memilih pasanganku sendiri.

El : Aku gak bisa alf menunggu terlalu lama lagi. Aku kasihan sama bapak dan ibuku ditekan terus karena aku.

Aku terdiam, pikiranku menjadi kalut seketika. Bagaimana tidak, dengan banyaknya tugas yang sedang kuhadapi saat itu, sekarang masalah ini lagi-lagi datang. Aku kesal, jujur kukatakan ke kalian, saat aku sedang fokus pada satu masalah, maka moodku akan berubah drastis ketiba tiba-tiba masalah lain datang, apalagi masalah itu sangat mengganggu pikiranku.

El : Alf, kamu kok diam?
Alf : El, aku sudah bilang kan ke kamu. Saat ini aku sedang sibuk-sibuknya, aku ngambil sks maksimal semester ini, biar semester depan aku hanya fokus pada skripsiku saja.

Alf : Dan kenapa tiba-tiba seperti ini? Jujur aku kesal. Ini hidup kita el, kita yang akan menjalaninya. Kenapa kita harus dipusingkan dengan mereka? Aku tidak akan hidup dengan mereka, dan kamu juga tidak.
El : Tapi aku gak hidup sendiri alf, ada bapak dan ibuku. Aku gak pengen mereka ditekan terus kaya begini.
Alf : Kenapa dari semuanya harus kamu yang ditekan sama mereka? Lagipula bapak dan ibumu terakhir kali aku ketemu mereka, mereka bilang gak akan masalah kamu dengan siapa dan tidak memaksa kamu untuk menikah secepatnya. Asalkan itu yang terbaik yang kamu rasakan, dan karena kamu yang akan menjalaninya.

Alf : El, tak akan ada habisnya jika kita mendengarkan kata mereka. Percayalah ini hanya akan menambah beban kita.

Setelah itu, makin lama percakapan kami semakin menuju jalan buntu. Masing-masing dari kami mempertahankan pendapat kami. Yang akhirnya membuat kami masing-masing kembali terluka. Iya, setelah percakapan kami siang itu. Lagi-lagi kami kembali hilang komunikasi. Namun kali ini rasanya berbeda, seakan dalam hubungan kami sudah terdapat sebuah jurang yang sangat dalam untuk memisahkan kami.

We usually call each other without really thinking too much about it.
But this time, for one reason or another.
We couldn’t bring ourselves to pick up the phone
.

-0o0-

Mungkinkah ini pertanda bahwa hubungan kita sudah tak bisa lagi kita pertahankan? Entahlah, bukan karena aku tidak tahu tapi aku tidak mau ingin tahu. Aku takut memikirkan kalau itu benar-benar terjadi. Kalau kami benar-benar berpisah.

Saat itu hari sabtu, aku sedang mengerjakan UTS rekayasa radioku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku. Aku tidak belajar saat ujian, karena apapun yang terjadi, entah saat itu terjadi pemadaman listrik atau ada pertandingan sepak bola pun, aku tak perduli. Aku adalah tipe orang yang akan menghabiskan waktuku untuk belajar ketika masa-masa ujianku berlangsung.

Namun kali ini berbeda, sudah 3 hari sejak ujian berlangsung. Aku sudah mencoba untuk memfokuskan diriku untuk belajar. Hari pertama dan hari kedua memang sedikit-sedikit aku masih bisa belajar. Tapi percuma, ketika ujiannya berlangsung pikiranku kosong. Aku malah tidur saat ujian. Ironis, aku yang biasanya mempunyai motivasi paling tinggi saat ujian agar bisa menyelesaikan soal terlebih dahulu dan langsung keluar ruangan, dan itu kulakukan sejak masa SMA ku. Namun sekarang aku malah tertidur saat ujian.

Karena itulah, di hari ketiga ujianku aku memutuskan untuk tidak belajar sehari sebelumnya. Aku tiba-tiba menjadi malas. Malas untuk melakukan apa-apa. Di pikiranku hanya ada satu hal, yaitu dia! Hingga akhirnya pada waktu ujian tersebut, masih dengan kertas ujian di depanku saat itu, aku memutuskan untuk langsung berangkat ke Wonosobo hari itu juga.

Sudah dua bulan semenjak dia mendapat jatah cutinya, dia pasti sedang ada di rumah minggu ini, begitu kupikir. Tak apa, jika aku berangkat paling lambat sore ini, besok pagi aku sudah ada disana. Mencoba mencari penyelesaian untuk masalah ini, kemudian aku langsung balik ke Bandung supaya bisa mengikuti ujianku berikutnya di hari seninnya. Itulah rencana super dadakanku saat itu.

Saat itu jika aku bisa berfikir jernih, aku bisa ke terminal yang ada jurusan ke Wonosobo langsung dari Bandung. Tapi itu terlalu jauh dari kosanku kupikir. Sedangkan kereta ke Jawa pun, saat itu sudah penuh. Bagaimana dengan pesawat? Jangan bercanda, itu terlalu memakan banyak biaya untuk seorang mahasiswa pengangguran sepertiku saat itu. Apalagi aku tak ingin terlalu merepotkan kedua orang tuaku.

Akhirnya aku ambil alternatif memakai jasa travel, aku ambil jurusan yang ke Purwokerto terlebih dahulu, kemudian langsung ke Wonosobo via shuttle yang kunaiki kemaren dari Wonosobo, karena jasa transportasi itu cukup rutin ada beberapa jam sekali.

Aku tiba di Purwokerto kurang lebih pukul 10 malam, aku ingat sekali saat itu malam itu pertandingan bola El Classico antara Real Madrid dan Barcelona. Di malam minggu, aku sendirian di shuttle menunggu mobil yang akan berangkat ke Wonosobo pukul 3 pagi, sambil menonton bola. Ah, seru sekali malam itu bagiku, mungkin salah satu malam luar biasa yang pernah ku alami di sepanjang hidupku. Seru sampai-sampai aku ingin menangis.

Setelah berangkat pukul 3 lebih, paginya aku sudah ada di Wonosobo. Dingin sekali disana waktu itu, apalagi disana baru diguyur hujan beberapa saat sebelum aku tiba. Ditambah memang cuaca dingin sudah wajar disana. Aku tak mungkin langsung menuju rumahnya, mau apa aku pagi-pagi disana. Akhirnya aku menuju alun-alun kota Wonosobo, alun-alun tersebut tak jauh dari pool shuttle tersebut
.
Sesampainya disana, disana sudah ramai anak-anak muda berolahraga, begitu juga para pedagang yang sudah mulai mencari rezeki mereka. Dan aku kembali teringat dimasa ketika aku dan edelweiss berhenti di sekitar sini, untuk menenangkan hatiku sebelum aku ke rumahnya. Aku tersenyum mengingatnya.

Bagaimana aku ke rumahnya? Tentu aku berangkat dengan persiapan, meski dengan persiapan seadanya, yang penting aku ada alamat rumahnya. Aku punya foto KTP edelweiss, karena dia pernah minta tolong bantuanku untuk mengurus sesuatu. Tak masalah bagiku bagaimana caranya kesana, aku sudah sering berangkat ke suatu tempat yang baru kudatangi, asalkan ada alamat, aku pasti bisa kesana dengan selamat.

Dan akhirnya aku tiba di depan rumahnya. Sudah kubilang aku pasti bisa sampai kesini, jangan kalian pikir dengan naik taksi semua gampang. Di sana berbeda, jam sepagi itu disana taksi sangat susah kutemukan setelah berkeliling beberapa saat. Aku harus naik beberapa kali angkutan umum dan sempat terlewat beberapa ratus meter karena aku agak lupa dengan daerah perumahannya.

Tapi tak mengapa bagiku, yang penting aku sudah disana, di depan rumahnya. Namun apa yang kudapat? Rumahnya tampak kosong. Tak ada orang. Aku sudah beberapa kali mengucapkan salam, namun tak ada tanggapan. Tak beberapa lama kemudian, aku mengobrol dengan tetangga dekat rumahnya.

Kata tetangganya memang mereka sepertinya sedang tidak ada di rumah. Tunggu saja, mungkin sebentar lagi mereka akan pulang. Namun setelah kutunggu beberapa jam disana masih kosong dan tak ada siapapun yang datang.

Sepertinya kedatanganku kesini percuma, pikirku akhirnya.

Memang sebelumnya aku sudah bilang akan ke rumahnya. Namun dia bersikeras agar aku tak datang ke rumahnya. Dia bilang padaku, sudahlah lupakan saja dirinya. Dan dia tidak ingin menemuiku lagi.

Alf : El, aku besok ke rumahmu. Sekarang aku sudah di jalan menuju ke sana. (aku memutuskan memberikannya pesan agar dia tahu aku akan kesana)
El : Kamu mau ngapain ke rumahku? Aku besok mau pergi sama bapak dan ibuku. Aku ada acara.
Alf : Benarkah? Kalau begitu aku akan usahakan agar bisa sampai pagi hari, tapi tolong bantu aku agar bisa sempat bertemu dengan kalian meski cuma 5 menit.
El : Gak bisa, kami berangkat pagi-pagi! Udahlah, kamu mau sampai kapan sih mau egois begini? Lagi kamu juga pasti masih ujian kan? Mending kamu belajar aja.

Memang setiap kali dia cuti maka tiap itulah jadwal ujianku. Entah sedang dalam masa ujian atau baru saja selesai ujian.

Alf : Tak apa kalau kamu bilang aku egois, aku akan tetap datang. Aku gak bisa diam seperti ini. Pikiranku tidak fokus kalau ini tidak diselesaikan.

Alf : Kamu ingat dulu, waktu kamu training di Jakarta? Meski besok kamu masih training, kamu bersikeras biar bisa bertemu denganku. Kamu tetap pergi ke Bandung meski sudah kularang atau bahkan kubilang aku akan marah kalau kamu datang, tapi kamu tidak perduli.

Alf : Begitulah aku sekarang, aku ingin menjadi egois kali ini, menjadi seperti kamu yang dulu.
El : Terserahlah! Terserah kamu. Aku gak perduli kalau kamu tetap maksain datang, tapi jangan salahin aku kalau tidak akan ada siapa-siapa dirumah.

El : Aku sudah ngasih kamu tau lho ya.
Alf : Iya, baiklah. Setidaknya aku ingin menunjukkan effortku ke kamu bahwa aku ingin mempertahankan kamu.

Begitulah percakapan terakhir kami. Dan dia tidak salah jika memang kedatanganku akan berakhir sia-sia seperti ini. Dia juga tidak salah jika aku akhirnya kembali membuat diriku tampak benar-benar bodoh dan seperti orang linglung setelah seninnya, kertas ujian yang harusnya aku kumpulkan ketika sudah selesai, malah tidak sengaja aku bawa ke kosan.

Kamu gak salah, tapi aku yang bodoh. Aku yang sudah membuat bodoh diriku sendiri.

Dan setelah kusadari, itu adalah percakapan terakhir kami. Sedangkan pertemuan terakhir kami adalah saat terakhir dimana kami berdua menuju rumahnya bersama dari Purwokerto.

-0o0-

Kita selalu bertemu satu sama lain setiap 2 bulan sekali. Bertemu, mengucapkan salam perpisahan, bertemu kemudian mengucapkan salam perpisahan lagi. Namun kali ini, kita benar-benar akan berpisah. Tak bisa bertemu satu sama lain masih tak terlalu terasa, karena di dalam hatiku masih terasa bahwa kita masih akan bisa bertemu lagi. Seperti yang biasa terjadi, kita mungkin bertengkar. Tapi pasti akan selalu baikan lagi dan bertemu kembali untuk melepas rindu.

During the time I spent with you.
I feel I’ve found of my real soulmate.
I think if this… if it weren’t with you.
I think it wouldn’t have been the same.
And I’m grateful for the time I spent with you.
I really.. I really love you.


34
Akhir Kisah Kami

Beberapa bulan setelahnya…

Kami tak pernah lagi bertemu satu sama lain. Kupikir saat ini dia juga sudah terbiasa tidur tanpa harus kutemani seperti biasanya. Dia juga sudah terbiasa tidak perlu menanyakanku sedang apa dan dimana.

Sampai akhir tidak ada kata putus yang keluar dari kami, tapi kondisi inilah yang membuat kami menyimpulkan bahwa hubungan kami sudah berakhir.

Tujuan pacaran adalah untuk berpisah, berpisah untuk menikah dengannya atau untuk menikah dengan orang lain. Dia, akhirnya memutuskan menikah dengan orang lain. Sementara aku saat itu masih sibuk dengan skripsiku.

-0o0-

There will someone and become someone special for you.
But I hope you will remember me as part of your life.
I’m really sorry that I couldn’t make our hope to be happened,
And I couldn’t remain with you until our last breath.
The precious time that I have spent together with you.
The beautiful memories that I have shared with you.
Make me to be thankful and sorry at the same time.


-0o0-

Jika suatu saat nanti, kami kembali dipertemukan dengan sebuah alasan. Apapun kondisinya maka kami akan bersama lagi. Inilah akhir dari kisah kami. Doaku untuk kebahagiaanmu akan selalu kupanjatkan di setiap shalatku. Karena dengan siapapun kamu nanti, atau bagaimanapun kamu nanti, aku akan bahagia jika kamu bahagia.

TAMAT

0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.