- Beranda
- Stories from the Heart
( TAMAT ) AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
...
TS
beavermoon
( TAMAT ) AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Selamat datang di BeaverMoon Land
Sudah lama tak berjumpa dengan halaman ini dan biasanya cuma liat info-info HT doang.
Dan pada akhirnya ane kembali dengan membawa kisah yang ngga terlalu bagus

Spoiler for Tanya Jawab:
Q : Bang bakalan panen kentang lagi ngga?"
A : Kayaknya ngga, soalnya thread ini cuma 15 episode pendek
Q : Kok cuma 15 Bang?
A : Ya emang segitu adanya dan ngga ada yang ditambah-tambahin
Q : Update tiap hari kan?"
A : Sayangnya ngga tiap hari. Berhubung cuma 15 episode dan ane lagi lumayan sibuk jadi updatenya seminggu sekali (biasanya weekend)
Q : Ini cerita tentang apa Bang?
A : Ini adalah prekuel dari AKU, KAMU, DAN LEMON
Q : Bang, prekuel apa sih?
A : Ini cerita sebelum adanya AKU, KAMU, DAN LEMON
Q : Jadi saya harus baca AKU, KAMU, DAN LEMON dulu dong bang?
A : Sebaiknya seperti itu, tapi kalo mau ini duluan juga nggapapa
Q : Bang, Nanda apa kabar?
A : -_- pertanyaan yang pasti ane jarang jawab
A : Kayaknya ngga, soalnya thread ini cuma 15 episode pendek
Q : Kok cuma 15 Bang?
A : Ya emang segitu adanya dan ngga ada yang ditambah-tambahin
Q : Update tiap hari kan?"
A : Sayangnya ngga tiap hari. Berhubung cuma 15 episode dan ane lagi lumayan sibuk jadi updatenya seminggu sekali (biasanya weekend)

Q : Ini cerita tentang apa Bang?
A : Ini adalah prekuel dari AKU, KAMU, DAN LEMON
Q : Bang, prekuel apa sih?
A : Ini cerita sebelum adanya AKU, KAMU, DAN LEMON
Q : Jadi saya harus baca AKU, KAMU, DAN LEMON dulu dong bang?
A : Sebaiknya seperti itu, tapi kalo mau ini duluan juga nggapapa
Q : Bang, Nanda apa kabar?
A : -_- pertanyaan yang pasti ane jarang jawab
Jadi buat agan dan aganwati sekalian yang mau mengikuti thread ini seharusnya baca AKU, KAMU, DAN LEMONterlebih dahulu. Cuma kalo mau baca ini dulu ya nggapapa ngga ada larangannya

Selamat membaca

Spoiler for INDEX:
Episode 1
Episode 2
Episode 3
Episode 4
Episode 5
Episode 6
Episode 7a
Episode 7b
Episode 8a
Episode 8b
Episode 9a
Episode 9b
Episode 10
Episode 11a
Episode 11b
Episode 12
Episode 13a
Episode 13b
Episode 14a
Episode 14b
Episode 15
Episode 15 + 1 (Finale)
Bad News Lemon
Behind The Story (part 1)
Behind The Story (part 2)
Behind The Story (part 3 / finale)
Pemberitahuan
Episode 2
Episode 3
Episode 4
Episode 5
Episode 6
Episode 7a
Episode 7b
Episode 8a
Episode 8b
Episode 9a
Episode 9b
Episode 10
Episode 11a
Episode 11b
Episode 12
Episode 13a
Episode 13b
Episode 14a
Episode 14b
Episode 15
Episode 15 + 1 (Finale)
Bad News Lemon
Behind The Story (part 1)
Behind The Story (part 2)
Behind The Story (part 3 / finale)
Pemberitahuan
Diubah oleh beavermoon 28-01-2020 19:37
i4munited dan 13 lainnya memberi reputasi
14
77.6K
Kutip
417
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#159
Spoiler for Episode 14a:
Ketika kita sudah mengetahui sesuatu yang akan membuat kita kembali sedih, apakah kita akan mencegah hal itu terjadi atau malah kita membiarkan hal itu tetap terjadi? Garis tangan seseorang sudah ada yang mengatur, dan mungkin ketika kita mengetahui apa yang akan terjadi pada masa depan maka disitulah kita akan merasa bahwa kehidupan yang sudah kita jalani selama ini tidak ada gunanya lagi.
Aku yang sudah mengetahui tentang kepergian Widya lagi tidak akan menahannya untuk tetap bersamaku di sini, aku akan mencoba dengan sekuat tenaga untuk mengikhlaskannya agar ia bisa mendapatkan kehidupan yang mungkin lebih layak di luar sana.
Pagi ini aku sudah duduk di teras rumah dengan sebatang rokok yang sudah menyala sedari tadi, kemudian pintu terbuka dan datanglah Reza sambil membawa dua cangkir kopi hitam dengan rasa yang sudah pasti berbeda. Ia duduk di sampingku sambil menyalakan sebatang rokok juga.
“Si Widya kemana?” Tanya Reza
“Udah pulang tadi pas lu masih tidur, mau gue anterin malah naik taksi.” Jawabku
“Kayaknya lu murung banget pagi ini, ngga kayak sosok Bram di pagi hari seperti biasanya.” Kata Reza
Aku hanya memandang malas ke arahnya. Reza menyuruhku untuk mencicipi kopi yang telah ia buat dan kami meminumnya secara bersamaan.
“Anjin*!!!”
“Bangsa*!!!”
Seperti itulah kata-kata yang kurang mendidik keluar dari mulut kami setelah meminum kopi kami masing-masing. Aku menatap dalam-dalam ke arah kopi yang sudah kupegang dan kemudian aku melihat ke arah Reza yang juga melihat ke arah kopi yang sedang ia pegang.
“Lu tuker ya?” Tanyaku
“Bukan gue tuker, emang sengaja gue bikinnya kebalik. Punya lu yang manis punya gue yang pahit.” Kata Reza
“Lu kenapa deh? Kok jadi makin gila jadinya.” Tanyaku lagi
“Biar kita kebiasa sama hal-hal yang baru Bram...”
Perkataan Reza membuatku terdiam pada pagi ini.
“Ngga selamanya kita bakalan tetep sama kan? Pasti banyak hal baru yang bakalan dateng di kehidupan kita. Kita harus terbiasa sama hal-hal baru itu, berawal dari kopi yang kita minum ini contohnya.” Kata Reza menjelaskan
Aku menyentuh pundak Reza secara pelan dan tentu saja ia melihatku dengan heran.
“Entah kenapa rasanya otak lu udah mulai berfungsi dengan baik lagi...” Kataku
“Jadi tetep kita abisin nih?” Tanya Reza
“Untuk hari ini nggapapa...” Kataku
Dan kemudian kami mulai meminum kopi yang sudah ada di tangan kami lagi, entah sudah berada kali kami mengatakan anjin* dan juga bangsa* setelah meminum kopi ini. Aku sangat setuju dengan apa yang Reza katakan. Tidak selamanya kita akan tetap sama seperti dahulu, pasti akan sangat banyak hal-hal baru yang datang pada kehidupan kita dan sudah pasti kita harus terbiasa dengan itu semua meski pun sangat tidak sesuai dengan apa yang selama ini kita harapkan.
Itu semua merubah cara pikirku, dan aku dapat semakin mengerti apa yang dimaksud dengan sebuah keikhalasan. Dimana kita dapat menerima sebuah keadaan yang tidak sama sekali seperti yang kita dambakan selama ini, dan kita harus tetap menerimanya apapun yang terjadi. Pagi ini sebuah pembelajaran dari sahabatku yang akhirnya bisa berfikir dengan jernih lagi.
“Anjin*!!!”
“Bangsa*!!!”
--------------------------
Tidak terasa pagi sudah berubah menjadi siang, aku sedang berada di kamarku sendiri. Reza sudah pulang menuju rumahnya sedangkan Nanda sedang berada di sekolahnya. Dinding berwarna merah ini sudah kutatap untuk beberapa saat dan kembali aku melihat sebuah plester lama yang sudah mengusang, kusentuh sebentar dan kemudian aku tersenyum entah karena apa. Kunyalakan laptopku untuk sedekar mencari informasi tentang tugas-tugas perkuliahan, namun niatanku berubah begitu saja melihat background desktopku yang menampilkan fotoku bersama dengan disaat kami sedang berada di kafe langgananku waktu itu. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya dan kemudian aku mencari-cari folder yang sudah menumpuk, dan akhirnya aku menemukan sebuah folder dengan judul “Old But Gold”. Aku mulai membukanya dan di dalamnya banyak sekali foto-fotoku sedari SMA bersama dengan teman-temanku dalam beberapa acara, dan ada satu fotoku bersama dengan Widya di depan kelas yang membuatku kembali mengingat tentang hal itu.
“Dermaga...” Kataku seorang diri
Lagi-lagi momen itu kembali teringat di otakku dan aku tidak bisa menolaknya.
Hari yang sudah menjelang sore ini, kututup laptop milikku dan kemudian kuseka air mata yang sedikit menetes di pipiku. Aku kembali mengingat itu semua, di saat setelah itu aku baru sadar bahwa seharusnya aku bisa menunjukkan cintaku lagi pada Widya.
Dan seharusnya beberapa hari terakhir ini aku bisa menunjukkan cintaku lagi pada Widya setelah ia kembali. Namun kembali lagi terasa antara ego dan juga obsesi yang menggebu-gebu hingga membuatku menahan semuanya.
Aku mendengar suara pintu pagar terbuka, dan aku berlalu menuju lantai bawah untuk melihat siapa yang datang. Itu adalah Nanda yang sudah pulang dari sekolah bersama dengan temannya yang mengantarkan hingga ke rumah.
“Kok temen kamu ngga diajak masuk ke dalem?” Tanyaku
“Temen? Temen mana Bang?” Tanya Nanda
“Lah itu yang pake sedan merah di luar siapa?” Tanyaku lagi
“Itu bukan temen aku kali Bang, itu pacar Abang. Katanya mau pergi sama Abang berdua aja.” Jelas Nanda
Aku keluar dan melihat itu adalah Widya. Mungkin jika digambarkan perasaanku kali ini sama seperti beberapa hari yang lalu ketika Widya kembali datang ke rumahku setelah menghilang entah kemana. Nanda sudah masuk ke dalam rumah dan Widya menghampiriku seraya tersenyum seperti biasanya.
Aku yang sudah mengetahui tentang kepergian Widya lagi tidak akan menahannya untuk tetap bersamaku di sini, aku akan mencoba dengan sekuat tenaga untuk mengikhlaskannya agar ia bisa mendapatkan kehidupan yang mungkin lebih layak di luar sana.
Pagi ini aku sudah duduk di teras rumah dengan sebatang rokok yang sudah menyala sedari tadi, kemudian pintu terbuka dan datanglah Reza sambil membawa dua cangkir kopi hitam dengan rasa yang sudah pasti berbeda. Ia duduk di sampingku sambil menyalakan sebatang rokok juga.
“Si Widya kemana?” Tanya Reza
“Udah pulang tadi pas lu masih tidur, mau gue anterin malah naik taksi.” Jawabku
“Kayaknya lu murung banget pagi ini, ngga kayak sosok Bram di pagi hari seperti biasanya.” Kata Reza
Aku hanya memandang malas ke arahnya. Reza menyuruhku untuk mencicipi kopi yang telah ia buat dan kami meminumnya secara bersamaan.
“Anjin*!!!”
“Bangsa*!!!”
Seperti itulah kata-kata yang kurang mendidik keluar dari mulut kami setelah meminum kopi kami masing-masing. Aku menatap dalam-dalam ke arah kopi yang sudah kupegang dan kemudian aku melihat ke arah Reza yang juga melihat ke arah kopi yang sedang ia pegang.
“Lu tuker ya?” Tanyaku
“Bukan gue tuker, emang sengaja gue bikinnya kebalik. Punya lu yang manis punya gue yang pahit.” Kata Reza
“Lu kenapa deh? Kok jadi makin gila jadinya.” Tanyaku lagi
“Biar kita kebiasa sama hal-hal yang baru Bram...”
Perkataan Reza membuatku terdiam pada pagi ini.
“Ngga selamanya kita bakalan tetep sama kan? Pasti banyak hal baru yang bakalan dateng di kehidupan kita. Kita harus terbiasa sama hal-hal baru itu, berawal dari kopi yang kita minum ini contohnya.” Kata Reza menjelaskan
Aku menyentuh pundak Reza secara pelan dan tentu saja ia melihatku dengan heran.
“Entah kenapa rasanya otak lu udah mulai berfungsi dengan baik lagi...” Kataku
“Jadi tetep kita abisin nih?” Tanya Reza
“Untuk hari ini nggapapa...” Kataku
Dan kemudian kami mulai meminum kopi yang sudah ada di tangan kami lagi, entah sudah berada kali kami mengatakan anjin* dan juga bangsa* setelah meminum kopi ini. Aku sangat setuju dengan apa yang Reza katakan. Tidak selamanya kita akan tetap sama seperti dahulu, pasti akan sangat banyak hal-hal baru yang datang pada kehidupan kita dan sudah pasti kita harus terbiasa dengan itu semua meski pun sangat tidak sesuai dengan apa yang selama ini kita harapkan.
Itu semua merubah cara pikirku, dan aku dapat semakin mengerti apa yang dimaksud dengan sebuah keikhalasan. Dimana kita dapat menerima sebuah keadaan yang tidak sama sekali seperti yang kita dambakan selama ini, dan kita harus tetap menerimanya apapun yang terjadi. Pagi ini sebuah pembelajaran dari sahabatku yang akhirnya bisa berfikir dengan jernih lagi.
“Anjin*!!!”
“Bangsa*!!!”
--------------------------
Tidak terasa pagi sudah berubah menjadi siang, aku sedang berada di kamarku sendiri. Reza sudah pulang menuju rumahnya sedangkan Nanda sedang berada di sekolahnya. Dinding berwarna merah ini sudah kutatap untuk beberapa saat dan kembali aku melihat sebuah plester lama yang sudah mengusang, kusentuh sebentar dan kemudian aku tersenyum entah karena apa. Kunyalakan laptopku untuk sedekar mencari informasi tentang tugas-tugas perkuliahan, namun niatanku berubah begitu saja melihat background desktopku yang menampilkan fotoku bersama dengan disaat kami sedang berada di kafe langgananku waktu itu. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya dan kemudian aku mencari-cari folder yang sudah menumpuk, dan akhirnya aku menemukan sebuah folder dengan judul “Old But Gold”. Aku mulai membukanya dan di dalamnya banyak sekali foto-fotoku sedari SMA bersama dengan teman-temanku dalam beberapa acara, dan ada satu fotoku bersama dengan Widya di depan kelas yang membuatku kembali mengingat tentang hal itu.
Spoiler for Flashback:
Hari ini aku berada di sekolah namun sepertinya hari ini tidak ada kegiatan belajar mengajar karena dari awal bel masuk bunyi tidak ada guru yang masuk ke dalam kelas kami, begitu juga dengan kelas-kelas yang lain hingga beberapa siswa memilih untuk bermain basket di lapangan dengan dukungan suporter yang cukup meriah.
Dari atas sini aku dapat melihat ke arah Widya yang sedang berada di kantin sambil membawa sebotol minuman dingin, ia melihatku dan menawarkan minuman itu padaku. Tidak lama setelah itu ia datang dengan membawa minuman yang sama.
“Bram...” Panggilnya
“Iya kenapa?” Tanyaku
“Hari ini bosenin banget masa...” Katanya
“Gara-gara ngga ada pelajaran?” Tanyaku lagi
“Bukan gara-gara itu.” Katanya
“Terus gara-gara apa?” Tanyaku lagi
“Aku juga ngga tau Bram, pokoknya hari ini ngebosenin banget.”Katanya lagi
“Kamu lagi dapet ya?” Tanyaku untuk yang kesekian kalinya
“Iya, loh kok kamu tau sih? Emang pernah aku bilangin?” Katanya
“Nebak aja. Yaudah kalo ngebosenin terus maunya gimana?” Tanyaku
Ia hanya menggelengkan kepalanya dan tentu saja itu membuatku semakin kebingunan. Sebuah permainan tebak-tebakan sudah Widya mulai dan aku harus bisa memenangkan permainan ini lagi seperti biasanya.
“Gini deh, sabtu besok kita jalan-jalan ke pantai gimana? Ada dermaga bagus buat liat lautan.” Ajakku
“Ih beneran? Janji ya, awas aja ngga jadi.” Katanya
Aku hanya mengangguk dan kemudian kami berdua secara bersamaan meminum minuman dingin ini. Keadaan kelasku sudah cukup ricuh karena ada salah satu teman kami yang berdandan seperti orang yang kurang waras, dan hal itu membuatku ingin tertawa hingga menyemburkan minuman ini keluar dari mulutku. Widya yang juga melihat itu berhasil menahan tawanya, kemudian ia mengeluarkan tisu dari dalam saku bajunya. Ia mulai membersihkan sisa minuman yang ada pada mulutku.
“Kalo minum pelan-pelan makanya...” Katanya
“Pelan mah udah, cuma kamu liat sendiri kan tadi kelakuannya si Matius gimana...” Kataku
“Kalian liat ke sini dong.” Kata Ajeng
Ia mengambil gambar kami menggunakan kamera barunya dengan gaya kami yang seadanya. Widya yang sudah melihat hasilnya protes kepada Ajeng untuk mengulang kembali fotonya bersamaku. Dan akhirnya kami mendapatkan foto kami dengan pose yang terbilang sempurna.
Dari atas sini aku dapat melihat ke arah Widya yang sedang berada di kantin sambil membawa sebotol minuman dingin, ia melihatku dan menawarkan minuman itu padaku. Tidak lama setelah itu ia datang dengan membawa minuman yang sama.
“Bram...” Panggilnya
“Iya kenapa?” Tanyaku
“Hari ini bosenin banget masa...” Katanya
“Gara-gara ngga ada pelajaran?” Tanyaku lagi
“Bukan gara-gara itu.” Katanya
“Terus gara-gara apa?” Tanyaku lagi
“Aku juga ngga tau Bram, pokoknya hari ini ngebosenin banget.”Katanya lagi
“Kamu lagi dapet ya?” Tanyaku untuk yang kesekian kalinya
“Iya, loh kok kamu tau sih? Emang pernah aku bilangin?” Katanya
“Nebak aja. Yaudah kalo ngebosenin terus maunya gimana?” Tanyaku
Ia hanya menggelengkan kepalanya dan tentu saja itu membuatku semakin kebingunan. Sebuah permainan tebak-tebakan sudah Widya mulai dan aku harus bisa memenangkan permainan ini lagi seperti biasanya.
“Gini deh, sabtu besok kita jalan-jalan ke pantai gimana? Ada dermaga bagus buat liat lautan.” Ajakku
“Ih beneran? Janji ya, awas aja ngga jadi.” Katanya
Aku hanya mengangguk dan kemudian kami berdua secara bersamaan meminum minuman dingin ini. Keadaan kelasku sudah cukup ricuh karena ada salah satu teman kami yang berdandan seperti orang yang kurang waras, dan hal itu membuatku ingin tertawa hingga menyemburkan minuman ini keluar dari mulutku. Widya yang juga melihat itu berhasil menahan tawanya, kemudian ia mengeluarkan tisu dari dalam saku bajunya. Ia mulai membersihkan sisa minuman yang ada pada mulutku.
“Kalo minum pelan-pelan makanya...” Katanya
“Pelan mah udah, cuma kamu liat sendiri kan tadi kelakuannya si Matius gimana...” Kataku
“Kalian liat ke sini dong.” Kata Ajeng
Ia mengambil gambar kami menggunakan kamera barunya dengan gaya kami yang seadanya. Widya yang sudah melihat hasilnya protes kepada Ajeng untuk mengulang kembali fotonya bersamaku. Dan akhirnya kami mendapatkan foto kami dengan pose yang terbilang sempurna.
“Dermaga...” Kataku seorang diri
Lagi-lagi momen itu kembali teringat di otakku dan aku tidak bisa menolaknya.
Spoiler for Flashback:
Sesuai janjiku pada Widya akhirnya pagi ini kami berdua pergi menuju tempat yang sudah pernah aku ceritakan padanya. Di dalam mobil tua ini sudah terdengar lantunan lagu yang berasal dari radio mobil dan nampaknya Widya menikmati perjalanannya. Beberapa jam sudah kami tempuh hingga akhirnya kami tiba di sebuah pantai di hari yang sudah menjelang siang ini.
“Pantainya bagus juga ya Bram...” Katanya
Kemudian karena siang ini cukup terik akhirnya kami berdua memutuskan untuk makan terlebih dahulu di sebuah restoran yang menyajikan makanan lautnya. Sebuah cumi yang cukup besar sudah kami pesan, dan kami menikmati makan siang kami hingga tak terasa siang yang terik sudah berubah menjadi sore yang cukup sejuk.
Aku dan Widya sedang berjalan menelusuri pantai hingga kami dapat melihat sebuah dermaga kecil yang pernah aku ceritakan pada Widya. Ia berhenti pada sebuah warung yang menjual minuman sedangkan aku berjalan terlebih dahulu menuju dermaga itu.
Deburan ombak yang cukup besar, suara kicauan burung-burung yang berterbangan di atas kepalaku dan juga matahari yang sedang bersiap-siap untuk terbenam menambah keindahan pantai ini. Aku merasakan cukup damai di sini, hingga akhirnya Widya datang dengan membawa dua botol minuman yang sama.
Aku mengambil minuman itu dan kuminum sedikit, Widya sedang melihat ke arah lautan yang sangat luas nan indah pada sore ini. Namun ada suatu hal yang membuatku cukup bingung, tidak ada seraut wajahnya yang menampilkan sebuah kebahagiaan melihat pemandangan bagus ini. Ia membalikan badanya dan menatap wajahku
“Bram, kamu tau ngga apa yang lebih nyakitin dari patah hati?” Tanyanya kepadaku
Aku terdiam dan menggelengkan kepalaku.
“Yang lebih nyakitin dari patah hati itu ketika dua orang yang sama-sama mencintai ngga saling tau kalo mereka saling mencintai...” Katanya
Aku hanya bisa terdiam mendengar apa yang baru saja dikatakan Widya, suara deburan ombak kembali datang diikuti hembusan angin yang cukup kuat hingga membuat rambut Widya mengangkat dan melayang-layang.
“Kamu tau apa yang lebih nyakitin dari itu?” Tanyaku kepadanya
Widya menggelengkan kepalanya.
“Ketika dua orang yang saling mencintai itu tau bahwa mereka saling mencintai, namun tidak ada satupun dari mereka yang berani menunjukan cinta mereka.” Kataku
“Pantainya bagus juga ya Bram...” Katanya
Kemudian karena siang ini cukup terik akhirnya kami berdua memutuskan untuk makan terlebih dahulu di sebuah restoran yang menyajikan makanan lautnya. Sebuah cumi yang cukup besar sudah kami pesan, dan kami menikmati makan siang kami hingga tak terasa siang yang terik sudah berubah menjadi sore yang cukup sejuk.
Aku dan Widya sedang berjalan menelusuri pantai hingga kami dapat melihat sebuah dermaga kecil yang pernah aku ceritakan pada Widya. Ia berhenti pada sebuah warung yang menjual minuman sedangkan aku berjalan terlebih dahulu menuju dermaga itu.
Deburan ombak yang cukup besar, suara kicauan burung-burung yang berterbangan di atas kepalaku dan juga matahari yang sedang bersiap-siap untuk terbenam menambah keindahan pantai ini. Aku merasakan cukup damai di sini, hingga akhirnya Widya datang dengan membawa dua botol minuman yang sama.
Aku mengambil minuman itu dan kuminum sedikit, Widya sedang melihat ke arah lautan yang sangat luas nan indah pada sore ini. Namun ada suatu hal yang membuatku cukup bingung, tidak ada seraut wajahnya yang menampilkan sebuah kebahagiaan melihat pemandangan bagus ini. Ia membalikan badanya dan menatap wajahku
“Bram, kamu tau ngga apa yang lebih nyakitin dari patah hati?” Tanyanya kepadaku
Aku terdiam dan menggelengkan kepalaku.
“Yang lebih nyakitin dari patah hati itu ketika dua orang yang sama-sama mencintai ngga saling tau kalo mereka saling mencintai...” Katanya
Aku hanya bisa terdiam mendengar apa yang baru saja dikatakan Widya, suara deburan ombak kembali datang diikuti hembusan angin yang cukup kuat hingga membuat rambut Widya mengangkat dan melayang-layang.
“Kamu tau apa yang lebih nyakitin dari itu?” Tanyaku kepadanya
Widya menggelengkan kepalanya.
“Ketika dua orang yang saling mencintai itu tau bahwa mereka saling mencintai, namun tidak ada satupun dari mereka yang berani menunjukan cinta mereka.” Kataku
Hari yang sudah menjelang sore ini, kututup laptop milikku dan kemudian kuseka air mata yang sedikit menetes di pipiku. Aku kembali mengingat itu semua, di saat setelah itu aku baru sadar bahwa seharusnya aku bisa menunjukkan cintaku lagi pada Widya.
Dan seharusnya beberapa hari terakhir ini aku bisa menunjukkan cintaku lagi pada Widya setelah ia kembali. Namun kembali lagi terasa antara ego dan juga obsesi yang menggebu-gebu hingga membuatku menahan semuanya.
Aku mendengar suara pintu pagar terbuka, dan aku berlalu menuju lantai bawah untuk melihat siapa yang datang. Itu adalah Nanda yang sudah pulang dari sekolah bersama dengan temannya yang mengantarkan hingga ke rumah.
“Kok temen kamu ngga diajak masuk ke dalem?” Tanyaku
“Temen? Temen mana Bang?” Tanya Nanda
“Lah itu yang pake sedan merah di luar siapa?” Tanyaku lagi
“Itu bukan temen aku kali Bang, itu pacar Abang. Katanya mau pergi sama Abang berdua aja.” Jelas Nanda
Aku keluar dan melihat itu adalah Widya. Mungkin jika digambarkan perasaanku kali ini sama seperti beberapa hari yang lalu ketika Widya kembali datang ke rumahku setelah menghilang entah kemana. Nanda sudah masuk ke dalam rumah dan Widya menghampiriku seraya tersenyum seperti biasanya.
khuman dan Herisyahrian memberi reputasi
2
Kutip
Balas