- Beranda
- Sejarah & Xenology
Khalid ibn Al-Walid, the Sword of God
...
TS
plonard
Khalid ibn Al-Walid, the Sword of God
Semua yang saya tulis pada posting #1 sampai posting #10 adalah terjemahan bebas dari artikel Khalid ibn Al-Walid di en.wikipedia.org Oktober 2012. Saya tambahkan juga sedikit daftar istilah untuk membantu Agan-agan yang belum terlalu memahami istilah militer dan geografis di zaman bersangkutan hidup. Jika ada ketikan saya dengan format "[angka]", kode ini adalah nomor footnote atau catatan kaki. Contoh: [1] dan [25].
Semoga bermanfaat.
Khalid ibn Al-Walid
Indeks
Posting #1 sampai Posting #10 akan berisi garis besar kehidupan Khalid. Berikut ini adalah indeks yang bisa langsung diklik untuk memudahkan Agan-agan mengakses posting-posting tentang kehidupan Khalid yang lebih detail.
Posting #32 Pertempuran Walaja tahun 633 M (Detail Gambar dan Kronologi)
Posting #45 Pengepungan Damaskus tahun 635 M (Detail Gambar dan Kronologi)
Posting #69 Pertempuran Yarmuk tahun 636 M (Detail Gambar dan Kronologi)
Posting #95 Ucapan-ucapan tentang Khalid ibn Al-Walid
Posting #97 Bibliografi Buku The Sword of Allah: Khalid bin Al-Waleedkarya A.I. Akram
Posting #97 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 1: Sang Anak Lelaki
Posting #100 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 2: Agama Baru (Bagian I)
Posting #103 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 2: Agama Baru (Bagian II)
Posting #105 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian I)
Posting #107 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian II)
Posting #109 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian III)
Posting #120 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian IV)
Posting #123 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian V)
Posting #146 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian VI)
Posting #147 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian VII)
Posting #161 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian I)
Posting #162 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian II)
Posting #165 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian III)
Posting #174 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian IV)
Posting #175 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 5: Masuk Islamnya Khalid
Posting #187 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 6: Mu’tah dan Pedang Allah
Posting #191 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 7: Penaklukan Makkah (Bagian I)
Posting #193 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 7: Penaklukan Makkah (Bagian II)
Posting #194 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 8: Pertempuran Hunayn (Bagian I)
Posting #195 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 8: Pertempuran Hunayn (Bagian II)
Posting #198 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 9: Pengepungan Tha'if
Posting #201 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 10: Petualangan di Dawmatul Jandal
Posting #204 Bagian II: Perang Riddah - Bab 11: Badai yang Berkumpul (Bagian I)
Posting #208 Bagian II: Perang Riddah - Bab 11: Badai yang Berkumpul (Bagian II)
Posting #213 Bagian II: Perang Riddah - Bab 12: Abu Bakr Menyerang (Bagian I)
Posting #214 Bagian II: Perang Riddah - Bab 12: Abu Bakr Menyerang (Bagian II)
Posting #215 Bagian II: Perang Riddah - Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian I)
Posting #218 Bagian II: Perang Riddah - Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian II)
Posting #220 Bagian II: Perang Riddah - Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian III)
Posting #222 Bagian II: Perang Riddah - Bab 14: Pemimpin-pemimpin Pendusta (Bagian I)
Posting #224 Bagian II: Perang Riddah - Bab 14: Pemimpin-pemimpin Pendusta (Bagian II)
Posting #226 Bagian II: Perang Riddah - Bab 15: Akhir Hayat Malik bin Nuwayrah
Posting #229 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian I)
Posting #235 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian II)
Posting #239 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian III)
Posting #242 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian IV)
Posting Nomor Depan > Bagian II: Perang Riddah - Bab 17: Tumbangnya Gerakan Murtad (Bagian I)
Daftar Istilah Penting
Al-Hirah
Arabia
Bizantin
Double Envelopment
Garda Gerak Cepat (Mobile Guard)
Garnisun
Ghassan
Imperium
Kavaleri
Kekhalifahan
Khalifah
Levant
Mesopotamia
Negara Vasal
Persia-Sassanid
Romawi
Syam
Garis Besar Biografi
Khālid ibn al-Walīd (Bahasa Arab: خالد بن الوليد; 592–642) juga dikenal sebagai Sayfullāh Al-Maslūl(Pedang Allah yang Terhunus), adalah seorang sahabat Muhammad, Nabi Islam. Ia terkenal karena kecakapan dan taktik militernya, menjadi komandan pasukan Madinah di bawah kepemimpinan Muhammad dan pasukan-pasukan penerusnya, Kekhalifahan Ar-Rasyidun; Abu Bakr dan Umar ibn Khattab.[1] Di bawah kepemimpinan militernya, Arab bersatu di bawah sebuah entitas politik untuk pertama kali dalam sejarah, Kekhalifahan. Ia memenangkan lebih dari seratus pertempuran, melawan pasukan-pasukan Imperium (Kekaisaran) Romawi-Bizantin, Imperium (Kekisraan) Persia-Sassanid, dan sekutu-sekutu mereka, ditambah lagi beberapa suku Arab lainnya. Prestasi strategisnya antara lain penaklukan Arab, Mesopotamia milik Persia, dan Syam milik Romawi, dalam beberapa tahun sejak 632 sampai 636. Ia juga dikenang karena kemenangan pentingnya di Yamamah, Ullays, dan Firaz, serta kesuksesan taktisnya di Walaja dan Yarmuk.[2]
Khalid ibn Al-Walid (Khalid anak Al-Walid, secara harfiah berarti Khalid anak Si yang Baru Lahir) berasal dari Suku Quraysh dari Makkah, dari sebuah klan yang pada awalnya menentang Muhammad. Ia memainkan peran vital dalam kemenangan Makkah saat Pertempuran Uhud. Ia masuk Islam dan bergabung dengan Muhammad setelah Perjanjian Hudaybiyyah, serta berpartisipasi dalam sejumlah ekspedisi militer dengannya, seperti Pertempuran Mu’tah. Setelah wafatnya Muhammad, ia memainkan peran kunci dalam komando Pasukan Madinah pimpinan Abu Bakr pada Perang Ridda, menaklukkan Arab tengah dan menundukkan suku-suku Arab. Ia merebut Kerajaan Al-Hirah yang merupakan negara vasal Persia-Sassanid, dan mengalahkan pasukan-pasukan Persia-Sassanid selama proses penaklukan Iraq (Mesopotamia). Ia lalu ditransfer ke front pertempuran di barat untuk merebut Syam milik Romawi dan Kerajaan Ghassan, negara vasal Romawi. Meskipun Umar kemudian melepas jabatan Khalid dari komando tertinggi, ia tetaplah pimpinan sebenarnya dari kesatuan tempur melawan Bizantin selama fase-fase awal Perang Bizantin-Arab.[1] Di bawah komandonya, Damaskus direbut tahun 634 dan kemenangan kunci Arab atas Bizantin diraih dalam Pertempuran Yarmuk (636),[1] yang membuka jalan dalam proses penaklukan Syam (Levant). Tahun 638, pada puncak karirnya, ia diberhentikan dari ketentaraan.
(bersambung)...
Semoga bermanfaat.
Khalid ibn Al-Walid
Indeks
Posting #1 sampai Posting #10 akan berisi garis besar kehidupan Khalid. Berikut ini adalah indeks yang bisa langsung diklik untuk memudahkan Agan-agan mengakses posting-posting tentang kehidupan Khalid yang lebih detail.
Posting #32 Pertempuran Walaja tahun 633 M (Detail Gambar dan Kronologi)
Posting #45 Pengepungan Damaskus tahun 635 M (Detail Gambar dan Kronologi)
Posting #69 Pertempuran Yarmuk tahun 636 M (Detail Gambar dan Kronologi)
Posting #95 Ucapan-ucapan tentang Khalid ibn Al-Walid
Posting #97 Bibliografi Buku The Sword of Allah: Khalid bin Al-Waleedkarya A.I. Akram
Posting #97 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 1: Sang Anak Lelaki
Posting #100 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 2: Agama Baru (Bagian I)
Posting #103 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 2: Agama Baru (Bagian II)
Posting #105 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian I)
Posting #107 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian II)
Posting #109 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian III)
Posting #120 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian IV)
Posting #123 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian V)
Posting #146 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian VI)
Posting #147 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 3: Pertempuran Uhud (Bagian VII)
Posting #161 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian I)
Posting #162 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian II)
Posting #165 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian III)
Posting #174 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 4: Pertempuran Parit (Bagian IV)
Posting #175 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 5: Masuk Islamnya Khalid
Posting #187 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 6: Mu’tah dan Pedang Allah
Posting #191 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 7: Penaklukan Makkah (Bagian I)
Posting #193 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 7: Penaklukan Makkah (Bagian II)
Posting #194 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 8: Pertempuran Hunayn (Bagian I)
Posting #195 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 8: Pertempuran Hunayn (Bagian II)
Posting #198 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 9: Pengepungan Tha'if
Posting #201 Bagian I: Di Masa Kehidupan Nabi - Bab 10: Petualangan di Dawmatul Jandal
Posting #204 Bagian II: Perang Riddah - Bab 11: Badai yang Berkumpul (Bagian I)
Posting #208 Bagian II: Perang Riddah - Bab 11: Badai yang Berkumpul (Bagian II)
Posting #213 Bagian II: Perang Riddah - Bab 12: Abu Bakr Menyerang (Bagian I)
Posting #214 Bagian II: Perang Riddah - Bab 12: Abu Bakr Menyerang (Bagian II)
Posting #215 Bagian II: Perang Riddah - Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian I)
Posting #218 Bagian II: Perang Riddah - Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian II)
Posting #220 Bagian II: Perang Riddah - Bab 13: Thulayhah Si Nabi Palsu (Bagian III)
Posting #222 Bagian II: Perang Riddah - Bab 14: Pemimpin-pemimpin Pendusta (Bagian I)
Posting #224 Bagian II: Perang Riddah - Bab 14: Pemimpin-pemimpin Pendusta (Bagian II)
Posting #226 Bagian II: Perang Riddah - Bab 15: Akhir Hayat Malik bin Nuwayrah
Posting #229 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian I)
Posting #235 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian II)
Posting #239 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian III)
Posting #242 Bagian II: Perang Riddah - Bab 16: Pertempuran Yamamah (Bagian IV)
Posting Nomor Depan > Bagian II: Perang Riddah - Bab 17: Tumbangnya Gerakan Murtad (Bagian I)
Daftar Istilah Penting
Al-Hirah
Kerajaan yang berlokasi di Iraq Modern (Mesopotamia), negara vasal Imperium Persia-Sassanid, dengan mayoritas warga adalah orang Arab dari suku Bani Lakhm.
Arabia
Wilayah yang terbentang dari Syam dan Mesopotamia sampai Jazirah Arab, dihuni oleh mayoritas orang Arab serta minoritas orang Israel, Eropa (Romawi), Persia, dan Ethiopia.
Bizantin
Imperium superpowerlanjutan dari Romawi, sering juga dikenal sebagai Imperium Romawi Timur. Bizantin beribukota di Konstantinopel (Istanbul Modern) dan menjadi satu-satunya penerus Romawi sejak dihancurkannya Imperium Romawi Barat (beribukota di Roma) pada Abad ke-4. Warga negaranya menganggap mereka adalah warga Romawi dan warga negara lain di masa itu pun memanggil mereka sebagai orang-orang Romawi. Di masa Khalid, wilayah kekuasaan mereka membentang dari daerah Balkan di Eropa, sebagian Libya dan Mesir di Eropa, serta Jazirah Turki, Armenia, dan Levant (Syam) di Asia.
Double Envelopment
Sebuah manuver lapangan dalam pertempuran di mana sebuah pasukan berupaya untuk melingkupi musuh sehingga dapat menyerangnya dari segala arah. Biasanya, pertempuran akan dimulai dalam garis pembeda yang jelas antara dua pasukan yang bertempur. Dengan memanfaatkan kondisi maupun penggunaan taktik tertentu, pasukan musuh dapat diserang dari samping dan belakang. Contoh penggunaan taktik ini ada pada Pertempuran Cannae dan Pertempuran Walaja.
Garda Gerak Cepat (Mobile Guard)
Kavaleri ringan pasukan Muslim awal, dibangun oleh Khalid ibn Al-Walid dengan tujuan menjadi penyeimbang kelemahan infantri Muslim yang berbaju baja ringan. Gerakannya cepat, menerapkan taktik hit and run, efektif melawan kavaleri berat, dan sering menjadi garda depan pendahulu pasukan utama. Khalid dipecat saat menjabat sebagai komandan garda khusus ini. Penggantinya adalah Dhirar ibn Azwar.
Garnisun
Pasukan yang berkedudukan atau memiliki tempat pertahanan yang tetap, misalnya dalam benteng atau sebuah kota.
Ghassan
Kerajaan yang berlokasi di Syam Selatan, negara vasal Imperium Bizantin. Mayoritas warga negaranya adalah orang Arab beragama Kristen dari suku Bani Ghassan.
Imperium
Sebuah negara yang terdiri atas sekelompok bangsa, memiliki sebuah wilayah geografi yang luas, dipimpin oleh seorang kaisar atau sekelompok elit.
Kavaleri
Secara harfiah berarti pasukan berkuda, namun dalam prakteknya di masa kuno, unta dan gajah juga digunakan. Dalam peperangan modern, pasukan berkendara lapis baja maupun bukan juga termasuk dalam kavaleri. Di masa Khalid, kavaleri Bizantin dan Persia merupakan kavaleri berat, memakai baju besi tebal (termasuk kudanya) dan menutupi hampir seluruh tubuh. Kavaleri Muslim awal merupakan kavaleri ringan, berbaju baja dan bersenjata ringan.
Kekhalifahan
Sebuah sistem pemerintahan berbasis Islam yang menunjukkan kesatuan politik ummat Islam. Sistem ini dapat berupa sistem musyawarah perwakilan ataupun monarki konstitusional, dengan konstitusinya berupa Syariah. Karena dalam kekhalifahan ada kesatuan ummat, kekhalifahan selalu melingkupi banyak bangsa sehingga bisa dikategorikan sebagai bentuk Imperium.
Khalifah
Kepala negara dan pemerintahan sistem negara kekhalifahan, dapat dipilih oleh khalifah sebelumnya, ditunjuk oleh komite terpilih, dipilih langsung oleh rakyat, atau diturunkan pada keluarga khalifah sebelumnya.
Levant
Disebut juga Syam, daerah yang meliputi pantai timur Laut Mediterania, antara Anatolia (Jazirah Turki Modern) dan Mesir. Daerah ini meliputi wilayah-wilayah negara modern: Suriah, Lebanon, Yordania, Palestina (Otoritas maupun yang dijajah oleh Israel), Siprus, Provinsi Hatay (Turki Tenggara) dan sebagian wilayah Iraq-Jazirah Sinai.
Mesopotamia
Daerah yang meliputi daerah aliran Sungai Tigris dan Eufrat, yaitu wilayah-wilayah modern: Iraq, sedikit daerah timur laut Suriah, sebagian Turki Tenggara, dan sebagian kecil barat daya Iran.
Negara Vasal
Negara yang tunduk kepada entitas politik lain yang lebih besar dan biasanya lebih kuat, tetapi diberi otoritas untuk mengurus negaranya sendiri.
Persia-Sassanid
Imperium superpowerdi Asia Barat pada Abad ke-4 sampai Abad ke-7, juga disebut oleh warga negaranya sendiri sebagai Ērānshahr atau Ērān, berdiri tahun 224 dan diruntuhkan oleh Kekhalifahan Islam pada tahun 651. Saat Khalid hidup, imperium ini menguasai wilayah modern Iran, sebagian Asia Tengah dan barat laut India, serta sebagian pantai timur dan selatan Jazirah Arab.
Romawi
Lihat Bizantin.
Syam
Lihat Levant.
Garis Besar Biografi
Khālid ibn al-Walīd (Bahasa Arab: خالد بن الوليد; 592–642) juga dikenal sebagai Sayfullāh Al-Maslūl(Pedang Allah yang Terhunus), adalah seorang sahabat Muhammad, Nabi Islam. Ia terkenal karena kecakapan dan taktik militernya, menjadi komandan pasukan Madinah di bawah kepemimpinan Muhammad dan pasukan-pasukan penerusnya, Kekhalifahan Ar-Rasyidun; Abu Bakr dan Umar ibn Khattab.[1] Di bawah kepemimpinan militernya, Arab bersatu di bawah sebuah entitas politik untuk pertama kali dalam sejarah, Kekhalifahan. Ia memenangkan lebih dari seratus pertempuran, melawan pasukan-pasukan Imperium (Kekaisaran) Romawi-Bizantin, Imperium (Kekisraan) Persia-Sassanid, dan sekutu-sekutu mereka, ditambah lagi beberapa suku Arab lainnya. Prestasi strategisnya antara lain penaklukan Arab, Mesopotamia milik Persia, dan Syam milik Romawi, dalam beberapa tahun sejak 632 sampai 636. Ia juga dikenang karena kemenangan pentingnya di Yamamah, Ullays, dan Firaz, serta kesuksesan taktisnya di Walaja dan Yarmuk.[2]
Khalid ibn Al-Walid (Khalid anak Al-Walid, secara harfiah berarti Khalid anak Si yang Baru Lahir) berasal dari Suku Quraysh dari Makkah, dari sebuah klan yang pada awalnya menentang Muhammad. Ia memainkan peran vital dalam kemenangan Makkah saat Pertempuran Uhud. Ia masuk Islam dan bergabung dengan Muhammad setelah Perjanjian Hudaybiyyah, serta berpartisipasi dalam sejumlah ekspedisi militer dengannya, seperti Pertempuran Mu’tah. Setelah wafatnya Muhammad, ia memainkan peran kunci dalam komando Pasukan Madinah pimpinan Abu Bakr pada Perang Ridda, menaklukkan Arab tengah dan menundukkan suku-suku Arab. Ia merebut Kerajaan Al-Hirah yang merupakan negara vasal Persia-Sassanid, dan mengalahkan pasukan-pasukan Persia-Sassanid selama proses penaklukan Iraq (Mesopotamia). Ia lalu ditransfer ke front pertempuran di barat untuk merebut Syam milik Romawi dan Kerajaan Ghassan, negara vasal Romawi. Meskipun Umar kemudian melepas jabatan Khalid dari komando tertinggi, ia tetaplah pimpinan sebenarnya dari kesatuan tempur melawan Bizantin selama fase-fase awal Perang Bizantin-Arab.[1] Di bawah komandonya, Damaskus direbut tahun 634 dan kemenangan kunci Arab atas Bizantin diraih dalam Pertempuran Yarmuk (636),[1] yang membuka jalan dalam proses penaklukan Syam (Levant). Tahun 638, pada puncak karirnya, ia diberhentikan dari ketentaraan.
(bersambung)...
Diubah oleh plonard 16-08-2016 13:52
0
76.4K
287
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
6.5KThread•11.5KAnggota
Tampilkan semua post
TS
plonard
#200
Terjemahan dari bahasa asli, Bahasa Inggris. Ebook dapat diakses di:
The Sword of Allah: Khalid bin Al-Waleed
Bab 9: Pengepungan Tha’if
(Halaman 1)
Nabi telah memukul mundur musuh di Hunayn dan mengusir mereka dari Awtas. Sekarang, ia memutuskan untuk tidak memberikan kesempatan bagi Malik untuk bernapas dan mengorganisasi perlawanan lebih jauh. Oleh karena itu, ia mengirim tawanan dan hewan ternak dari Awtas ke Jirana untuk dijaga sampai pasukan mereka kembali. Keesokan harinya, ia berangkat ke Tha’if, kota di mana kekuatan besar musuh berkumpul. Namun, ia bergerak dengan hati-hati setelah mengambil pelajaran dari sergapan di Hunayn. Jalan menuju Tha’if berbukit-bukit dengan banyak dindingnya yang curam sampai tiba di lokasi dataran tinggi Tha’if. Dalam situasi muka bumi sedemikian, seorang jenderal cerdas seperti Malik bisa mempersiapkan sergapan hampir di mana saja yang ia mau.
Dari Awtas, nabi dan pasukannya berjalan melewati Lembah Nakhla dan kemudian berbelok ke selatan memasuki Wadi’ul Mulayh. Dari sana, ia memasuki Wadi’ul Qarn, dan dari wadi tersebut, ia tiba di dataran sejauh 7 mil (11,3 km-pent) barat laut Tha’if. Sesampainya di lokasi tersebut, tidak ada pasukan yang menghadang dan menyergap. Mata-mata nabi melaporkan bahwa tidak ada konsentrasi Pasukan Tsaqif di luar Tha’if. Meskipun demikian, nabi tetap berusaha memberikan kejutan kepada Malik. Nabi dan pasukannya berputar ke utara Tha’if, sebuah daerah yang sulit untuk dilalui, sampai akhirnya tiba di daerah yang tidak terlalu berbukit di timur Tha’if, di antara Nikhb dan Sadayra.[2] Dari sana, ia bergerak ke Tha’if dari arah belakang. Selama pergerakan ini, Khalid memimpin Pasukan Bani Sulaym di garis depan. (Lihat Peta 6 di bawah ini).
![kaskus-image]()
Tetapi meskipun Malik bin ‘Awf masih minim jam terbang, dia bukanlah orang yang mudah untuk dikecoh. Setelah mengalami kekalahan terhadap Pasukan Muslim di Hunayn dan Awtas, ia memutuskan untuk tidak bertempur dengan Pasukan Muslim di lapangan terbuka; ia akan bertempur dengan caranya sendiri. Ia menempatkan pasukannya di dalam benteng Kota Tha’if dan dengan segera mengumpulkan sebanyak mungkin logistik untuk bersiap menghadapi pengepungan. Di dalam benteng, Pasukan Tsaqif di bawah komando jenderal muda mereka yang pemberani, menunggu kedatangan Pasukan Muslim.
Pasukan Muslim tiba di Tha’if pada tanggal 5 Febuari 630 M (15 Syawwal 8 H) dan mempersiapkan pengepungan yang akan berakhir 18 hari. Kemah yang mereka persiapkan terlalu dekat dengan dinding benteng. Akibatnya, pemanah Tsaqif menghujani mereka dengan anak panah. Sejumlah kecil Pasukan Muslim gugur sampai akhirnya kemah dipindahkan agak jauh, yaitu lokasi Masjid Ibnu ‘Abbas berdiri di masa kini. Sekelompok Pasukan Muslim ditempatkan di sekeliling benteng untuk mencegah aktivitas keluar dan masuk benteng. Abu Bakr diberi tanggung jawab untuk memberi komando selama pengepungan.
Kebanyakan operasi yang terjadi adalah saling memanah. Pasukan Muslim mendekat ke dinding benteng, tetapi Pasukan Tsaqif mempunyai keunggulan dengan lokasi mereka yang lebih tinggi dan lebih terlindung. Kebanyakan Pasukan Muslim luka-luka dalam operasi ini, termasuk Abdullah bin Abu Bakr yang kemudian meninggal akibat lukanya.
Hari-hari pengepungan terus berjalan. Setelah ditaklukkannya Makkah, nabi mengirim dua Muslim ke Jurasy, Yaman, untuk belajar tentang taktik pengepungan. Namun keduanya belum kembali sampai setelah Pengepungan Tha’if sehingga mereka tidak berperan dalam pengepungan tersebut. Tetapi Salman Al-Farisi kembali memberikan ide untuk Pasukan Muslim sebagaimana halnya yang ia lakukan dalam Pertempuran Parit. Sebagai seorang dari Bangsa Persia (Al-Farisi-pent), ia mengetahui lebih banyak taktik perang khusus. Di bawah instruksinya, Pasukan Muslim membuat ketapel pelontar batu dan menggunakannya terhadap benteng kota musuh, tetapi Pasukan Muslim masih amatir dalam urusan ini dan ketapel mereka tidak memberi efek signifikan.
Salman kemudian memutuskan untuk menggunakan testudo. Testudo adalah pelindung besar yang biasanya terbuat dari kayu atau kulit, dilengkapi roda, untuk melindungi sejumlah pasukan di bawahnya dari proyektil-proyektil musuh, dan digerakkan ke arah gerbang untuk mendobrak atau membakar gerbang tersebut. Di bawah instruksi Salman, Pasukan Muslim membuat sebuah testudo dari kulit sapi. Sekelompok pasukan maju dengan testudo dengan tujuan membakar gerbang Tha’if. Ketika mereka tiba di gerbang, Malik dan pasukannya menumpahkan besi panas ke atas mereka. Atap testudo terbakar dan pasukan di bawahnya mundur dengan segera. Ketika mereka mundur, sejumlah Pasukan Tsaqif menembakkan anak panah dan membunuh salah satu Muslim.
Catatan Kaki Halaman 1
[1] Mukhtasar Sirat Al-Rasul sall-Allahu 'alayhi wa sallam, susunan Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab.
[2] Wadi’ul Mulayh bermula dari daerah Bandara Tha’if modern sampai Saylul Kabir. Wadi’ul Qarn, di bagian atasnya, melewati Jalan Raya Tha’if-Makkah modern, 7 mil (11,3 km-pent) dari Tha’if. Sadayra terletak 25 mil (40,2 km-pent) di timur Tha’if di Jalan Turaba’ Nikhb berada 3 mil (4,8 km-pent) tenggara Tha’if. Wadi’un Nikhb berdasarkan tradisi lokal dikenal sebagai Wadi’un Naml di masa kuno, yaitu lembah yang dilalui Sulayman dalam perjalan pasukannya ke arah Yaman di saat ia mengetahui keberadaan Ratu Saba’. Kisah Sulayman diberitakan dalam Al-Qur’an (27: 16-44).
____________________________________________________________________________
(Halaman 2)
Dua pekan berlalu dan akhir dari pengepungan belum terlihat. Tsaqif terus bertahan dalam benteng; Pasukan Muslim tidak bisa memaksa pertempuran di luar benteng. Setiap kali mereka mendekat, mereka disapu mundur dengan serangan panah. Abu Sufyan juga ikut serta dalam serangan ke dekat dinding benteng ini, tetapi salah satu matanya terluka dan buta karena panah. Sejak saat itu, ia tinggal memiliki satu mata.[1]
Bulan Februari biasanya menjadi sangat dingin di daerah Tha’if, dan cuaca saat pengepungan ini terjadi sangat tidak bersahabat. Pasukan Muslim berupaya memancing Pasukan Tsaqif keluar dengan menghancurkan sejumlah kebun anggur di sekitar Tha’if; tetapi Pasukan Tsaqif tidak menghiraukan. Malik cukup cerdas untuk mengambil risiko untuk bertempur di luar benteng. Akhirnya, nabi mengadakan rapat militer dan meminta saran dari para komandan bawahannya. Salah satu dari mereka berkata, “Ketika anda memojokkan seekor rubah di dalam lubangnya, jika anda menunggu cukup lama, anda akan menangkapnya. Tetapi jika anda membiarkan rubah itu di dalam lubangnya, rubah itu tidak akan menyakitimu.”[2] Abu Bakr menyarankan agar mereka kembali ke Makkah, dan ‘Umar sependapat dengannya.
Nabi tidak bisa menunggu terlalu lama sampai Tha’if menyerah karena ia harus menyelesaikan sejumlah masalah penting lainnya. Ia juga mengajukan untuk melepaskan kepungan dan bersama pasukan pulang ke Makkah. Namun sejumlah Muslim bersikeras menolak dan menekankan agar pengepungan terus dilakukan sampai kemenangan diraih. “Kalau begitu, kalian boleh menyerang besok,” kata nabi [3].
Keesokan harinya, sekelompok Muslim ini mendekati benteng, tetapi mereka kembali dihujani panah-panah Pasukan Tsaqif. Mereka pun mundur dan akhirnya sepakat dengan proposal nabi bahwa sebaiknya mereka meninggalkan rubah di lubangnya.
Pada tanggal 23 Februari 630 M (4 Dzulqa’dah 8 H), pengepungan dihentikan. Pasukan Muslim kehilangan 12 orang gugur dan sejumlah besar pasukan terluka. Pasukan Tsaqif tidak mau menyerah. Namun kelak sepuluh bulan kemudian, suku ini menerima Islam dan terbukti setia pada iman mereka yang baru itu.
Pasukan Muslim tiba di Jirana tanggal 26 Februari dan nabi mendistribusikan harta rampasan perang yang mereka peroleh di Awtas. Untuk menunjukkan pada mu’allaf Makkah bahwa tidak ada diskriminasi terhadap mereka yang terlambat masuk Islam, nabi juga memberikan bagian rampasan perang kepada mereka. Tidak lama setelah para perempuan, anak-anak, dan hewan ternak dibagi-bagikan kepada Pasukan Muslim, datanglah perwakilan dari Suku Hawazin kepada nabi dan mendeklarasikan ke-Islam-an mereka. “Bisakah anda mengembalikan kepada kami apa yang kalian peroleh dari kami saat pertempuran kemarin?” perwakilan Hawazin memohon. Pada dasarnya, mereka tidak berhak untuk meminta apa yang mereka tinggalkan sebagai rampasan perang karena saat itu mereka masih sebagai kafir, tetapi nabi sangat dermawan. “Tidakkah perempuan-perempuan dan anak-anak kalian lebih berharga daripada harta kalian?” tanya nabi kepada mereka. “Kembalikanlah perempuan-perempuan dan anak-anak kami, anda bisa mengambil selainnya,” mereka menjawab.[4]
Nabi memerintahkan pasukannya untuk mengembalikan para perempuan dan anak-anak Hawazin. Setiap prajurit mematuhi perintah nabi dan mengembalikan tawanan-tawanan mereka, kecuali Shafwan bin ‘Umayyah yang menolak untuk berpisah dengan perempuan tawanannya. Pastilah perempuan ini sangat cantik!
Beberapa hari kemudian, Malik keluar diam-diam dari Tha’if dan pergi menuju kemah Pasukan Muslim. Ia masuk Islam dan diberi hadiah yang banyak oleh nabi. Sayangnya, bakat dan kecerdasannya sebagai jenderal muda tidak diberdayakan dalam operasi-operasi militer Pasukan Muslim selanjutnya.
Nabi dan Pasukan Islam pulang ke Madinah. Mereka tiba di sana di akhir bulan Maret 630, tepat di akhir tahun kedelapan hijrah (8 H-pent). Tahun berikutnya akan dikenal sebagai Tahun Delegasi karena di tahun tersebut, hampir seluruh suku di Arab mengirim delegasi ke Madinah dan menyerahkan diri mereka pada nabi. Tidak semua delegasi, ataupun kepala suku yang mereka wakili, memiliki motivasi yang ikhlas untuk beragama, sebagaimana nanti akan kita lihat. Di antara mereka ada yang murni mencari kebenaran, sisanya hanya menyerahkan diri dengan alasan politis. Sebagian mereka datang dengan rasa ingin tahu yang besar dan sebagian lagi memang benar-benar orang jahat.
Catatan Kaki Halaman 2
[1] Berdasarkan beberapa sumber lainnya, Abu Sufyan diberitakan kehilangan satu matanya di Yarmuk, bukan di Tha’if.
[2] Ibnu Sa’ad: hlm. 675.
[3] Ibid.
[4] Ibnu Hisyam: Vol.2, hlm. 489.
--Akhir dari Bab 9--
The Sword of Allah: Khalid bin Al-Waleed
Bab 9: Pengepungan Tha’if
(Halaman 1)
Dikatakan kepadanya, “Wahai Rasulullah! Berdo’alah kepada Allah agar Suku Tsaqif (dari Tha’if) diadzab.” Nabi menjawab, “Ya Allah! Berilah petunjuk kepada Suku Tsaqif dan bawalah mereka (kepada kami).”[1]
Nabi telah memukul mundur musuh di Hunayn dan mengusir mereka dari Awtas. Sekarang, ia memutuskan untuk tidak memberikan kesempatan bagi Malik untuk bernapas dan mengorganisasi perlawanan lebih jauh. Oleh karena itu, ia mengirim tawanan dan hewan ternak dari Awtas ke Jirana untuk dijaga sampai pasukan mereka kembali. Keesokan harinya, ia berangkat ke Tha’if, kota di mana kekuatan besar musuh berkumpul. Namun, ia bergerak dengan hati-hati setelah mengambil pelajaran dari sergapan di Hunayn. Jalan menuju Tha’if berbukit-bukit dengan banyak dindingnya yang curam sampai tiba di lokasi dataran tinggi Tha’if. Dalam situasi muka bumi sedemikian, seorang jenderal cerdas seperti Malik bisa mempersiapkan sergapan hampir di mana saja yang ia mau.
Dari Awtas, nabi dan pasukannya berjalan melewati Lembah Nakhla dan kemudian berbelok ke selatan memasuki Wadi’ul Mulayh. Dari sana, ia memasuki Wadi’ul Qarn, dan dari wadi tersebut, ia tiba di dataran sejauh 7 mil (11,3 km-pent) barat laut Tha’if. Sesampainya di lokasi tersebut, tidak ada pasukan yang menghadang dan menyergap. Mata-mata nabi melaporkan bahwa tidak ada konsentrasi Pasukan Tsaqif di luar Tha’if. Meskipun demikian, nabi tetap berusaha memberikan kejutan kepada Malik. Nabi dan pasukannya berputar ke utara Tha’if, sebuah daerah yang sulit untuk dilalui, sampai akhirnya tiba di daerah yang tidak terlalu berbukit di timur Tha’if, di antara Nikhb dan Sadayra.[2] Dari sana, ia bergerak ke Tha’if dari arah belakang. Selama pergerakan ini, Khalid memimpin Pasukan Bani Sulaym di garis depan. (Lihat Peta 6 di bawah ini).

Tetapi meskipun Malik bin ‘Awf masih minim jam terbang, dia bukanlah orang yang mudah untuk dikecoh. Setelah mengalami kekalahan terhadap Pasukan Muslim di Hunayn dan Awtas, ia memutuskan untuk tidak bertempur dengan Pasukan Muslim di lapangan terbuka; ia akan bertempur dengan caranya sendiri. Ia menempatkan pasukannya di dalam benteng Kota Tha’if dan dengan segera mengumpulkan sebanyak mungkin logistik untuk bersiap menghadapi pengepungan. Di dalam benteng, Pasukan Tsaqif di bawah komando jenderal muda mereka yang pemberani, menunggu kedatangan Pasukan Muslim.
Pasukan Muslim tiba di Tha’if pada tanggal 5 Febuari 630 M (15 Syawwal 8 H) dan mempersiapkan pengepungan yang akan berakhir 18 hari. Kemah yang mereka persiapkan terlalu dekat dengan dinding benteng. Akibatnya, pemanah Tsaqif menghujani mereka dengan anak panah. Sejumlah kecil Pasukan Muslim gugur sampai akhirnya kemah dipindahkan agak jauh, yaitu lokasi Masjid Ibnu ‘Abbas berdiri di masa kini. Sekelompok Pasukan Muslim ditempatkan di sekeliling benteng untuk mencegah aktivitas keluar dan masuk benteng. Abu Bakr diberi tanggung jawab untuk memberi komando selama pengepungan.
Kebanyakan operasi yang terjadi adalah saling memanah. Pasukan Muslim mendekat ke dinding benteng, tetapi Pasukan Tsaqif mempunyai keunggulan dengan lokasi mereka yang lebih tinggi dan lebih terlindung. Kebanyakan Pasukan Muslim luka-luka dalam operasi ini, termasuk Abdullah bin Abu Bakr yang kemudian meninggal akibat lukanya.
Hari-hari pengepungan terus berjalan. Setelah ditaklukkannya Makkah, nabi mengirim dua Muslim ke Jurasy, Yaman, untuk belajar tentang taktik pengepungan. Namun keduanya belum kembali sampai setelah Pengepungan Tha’if sehingga mereka tidak berperan dalam pengepungan tersebut. Tetapi Salman Al-Farisi kembali memberikan ide untuk Pasukan Muslim sebagaimana halnya yang ia lakukan dalam Pertempuran Parit. Sebagai seorang dari Bangsa Persia (Al-Farisi-pent), ia mengetahui lebih banyak taktik perang khusus. Di bawah instruksinya, Pasukan Muslim membuat ketapel pelontar batu dan menggunakannya terhadap benteng kota musuh, tetapi Pasukan Muslim masih amatir dalam urusan ini dan ketapel mereka tidak memberi efek signifikan.
Salman kemudian memutuskan untuk menggunakan testudo. Testudo adalah pelindung besar yang biasanya terbuat dari kayu atau kulit, dilengkapi roda, untuk melindungi sejumlah pasukan di bawahnya dari proyektil-proyektil musuh, dan digerakkan ke arah gerbang untuk mendobrak atau membakar gerbang tersebut. Di bawah instruksi Salman, Pasukan Muslim membuat sebuah testudo dari kulit sapi. Sekelompok pasukan maju dengan testudo dengan tujuan membakar gerbang Tha’if. Ketika mereka tiba di gerbang, Malik dan pasukannya menumpahkan besi panas ke atas mereka. Atap testudo terbakar dan pasukan di bawahnya mundur dengan segera. Ketika mereka mundur, sejumlah Pasukan Tsaqif menembakkan anak panah dan membunuh salah satu Muslim.
Catatan Kaki Halaman 1
[1] Mukhtasar Sirat Al-Rasul sall-Allahu 'alayhi wa sallam, susunan Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab.
[2] Wadi’ul Mulayh bermula dari daerah Bandara Tha’if modern sampai Saylul Kabir. Wadi’ul Qarn, di bagian atasnya, melewati Jalan Raya Tha’if-Makkah modern, 7 mil (11,3 km-pent) dari Tha’if. Sadayra terletak 25 mil (40,2 km-pent) di timur Tha’if di Jalan Turaba’ Nikhb berada 3 mil (4,8 km-pent) tenggara Tha’if. Wadi’un Nikhb berdasarkan tradisi lokal dikenal sebagai Wadi’un Naml di masa kuno, yaitu lembah yang dilalui Sulayman dalam perjalan pasukannya ke arah Yaman di saat ia mengetahui keberadaan Ratu Saba’. Kisah Sulayman diberitakan dalam Al-Qur’an (27: 16-44).
____________________________________________________________________________
(Halaman 2)
Dua pekan berlalu dan akhir dari pengepungan belum terlihat. Tsaqif terus bertahan dalam benteng; Pasukan Muslim tidak bisa memaksa pertempuran di luar benteng. Setiap kali mereka mendekat, mereka disapu mundur dengan serangan panah. Abu Sufyan juga ikut serta dalam serangan ke dekat dinding benteng ini, tetapi salah satu matanya terluka dan buta karena panah. Sejak saat itu, ia tinggal memiliki satu mata.[1]
Bulan Februari biasanya menjadi sangat dingin di daerah Tha’if, dan cuaca saat pengepungan ini terjadi sangat tidak bersahabat. Pasukan Muslim berupaya memancing Pasukan Tsaqif keluar dengan menghancurkan sejumlah kebun anggur di sekitar Tha’if; tetapi Pasukan Tsaqif tidak menghiraukan. Malik cukup cerdas untuk mengambil risiko untuk bertempur di luar benteng. Akhirnya, nabi mengadakan rapat militer dan meminta saran dari para komandan bawahannya. Salah satu dari mereka berkata, “Ketika anda memojokkan seekor rubah di dalam lubangnya, jika anda menunggu cukup lama, anda akan menangkapnya. Tetapi jika anda membiarkan rubah itu di dalam lubangnya, rubah itu tidak akan menyakitimu.”[2] Abu Bakr menyarankan agar mereka kembali ke Makkah, dan ‘Umar sependapat dengannya.
Nabi tidak bisa menunggu terlalu lama sampai Tha’if menyerah karena ia harus menyelesaikan sejumlah masalah penting lainnya. Ia juga mengajukan untuk melepaskan kepungan dan bersama pasukan pulang ke Makkah. Namun sejumlah Muslim bersikeras menolak dan menekankan agar pengepungan terus dilakukan sampai kemenangan diraih. “Kalau begitu, kalian boleh menyerang besok,” kata nabi [3].
Keesokan harinya, sekelompok Muslim ini mendekati benteng, tetapi mereka kembali dihujani panah-panah Pasukan Tsaqif. Mereka pun mundur dan akhirnya sepakat dengan proposal nabi bahwa sebaiknya mereka meninggalkan rubah di lubangnya.
Pada tanggal 23 Februari 630 M (4 Dzulqa’dah 8 H), pengepungan dihentikan. Pasukan Muslim kehilangan 12 orang gugur dan sejumlah besar pasukan terluka. Pasukan Tsaqif tidak mau menyerah. Namun kelak sepuluh bulan kemudian, suku ini menerima Islam dan terbukti setia pada iman mereka yang baru itu.
Pasukan Muslim tiba di Jirana tanggal 26 Februari dan nabi mendistribusikan harta rampasan perang yang mereka peroleh di Awtas. Untuk menunjukkan pada mu’allaf Makkah bahwa tidak ada diskriminasi terhadap mereka yang terlambat masuk Islam, nabi juga memberikan bagian rampasan perang kepada mereka. Tidak lama setelah para perempuan, anak-anak, dan hewan ternak dibagi-bagikan kepada Pasukan Muslim, datanglah perwakilan dari Suku Hawazin kepada nabi dan mendeklarasikan ke-Islam-an mereka. “Bisakah anda mengembalikan kepada kami apa yang kalian peroleh dari kami saat pertempuran kemarin?” perwakilan Hawazin memohon. Pada dasarnya, mereka tidak berhak untuk meminta apa yang mereka tinggalkan sebagai rampasan perang karena saat itu mereka masih sebagai kafir, tetapi nabi sangat dermawan. “Tidakkah perempuan-perempuan dan anak-anak kalian lebih berharga daripada harta kalian?” tanya nabi kepada mereka. “Kembalikanlah perempuan-perempuan dan anak-anak kami, anda bisa mengambil selainnya,” mereka menjawab.[4]
Nabi memerintahkan pasukannya untuk mengembalikan para perempuan dan anak-anak Hawazin. Setiap prajurit mematuhi perintah nabi dan mengembalikan tawanan-tawanan mereka, kecuali Shafwan bin ‘Umayyah yang menolak untuk berpisah dengan perempuan tawanannya. Pastilah perempuan ini sangat cantik!
Beberapa hari kemudian, Malik keluar diam-diam dari Tha’if dan pergi menuju kemah Pasukan Muslim. Ia masuk Islam dan diberi hadiah yang banyak oleh nabi. Sayangnya, bakat dan kecerdasannya sebagai jenderal muda tidak diberdayakan dalam operasi-operasi militer Pasukan Muslim selanjutnya.
Nabi dan Pasukan Islam pulang ke Madinah. Mereka tiba di sana di akhir bulan Maret 630, tepat di akhir tahun kedelapan hijrah (8 H-pent). Tahun berikutnya akan dikenal sebagai Tahun Delegasi karena di tahun tersebut, hampir seluruh suku di Arab mengirim delegasi ke Madinah dan menyerahkan diri mereka pada nabi. Tidak semua delegasi, ataupun kepala suku yang mereka wakili, memiliki motivasi yang ikhlas untuk beragama, sebagaimana nanti akan kita lihat. Di antara mereka ada yang murni mencari kebenaran, sisanya hanya menyerahkan diri dengan alasan politis. Sebagian mereka datang dengan rasa ingin tahu yang besar dan sebagian lagi memang benar-benar orang jahat.
Catatan Kaki Halaman 2
[1] Berdasarkan beberapa sumber lainnya, Abu Sufyan diberitakan kehilangan satu matanya di Yarmuk, bukan di Tha’if.
[2] Ibnu Sa’ad: hlm. 675.
[3] Ibid.
[4] Ibnu Hisyam: Vol.2, hlm. 489.
--Akhir dari Bab 9--
Diubah oleh plonard 14-06-2016 09:14
0