LONG WEEKEND – 5 MEI 2016 – KEDUA

Kali ini, aku menghentikan apa yang Ivory lakukan kepadaku. Ada senyum yang tersungging di bibir tipis nan merah muda milik gadis itu. Ia lalu menggenggam tanganku pelan.





Kadang, aku berpikir, betapa nyamannya apabila perasaan manusia bisa sehebat Power Unit Formula One pada regulasi tahun 2016. Tidak membuang sia-sia semua energi yang tercipta karena rasa benci yang sesekali menghinggapi di hati.

Menyimpan semua energi dalam bentuk Motor Generator Unit Heat dan Motor Generator Unit Kinetic, disimpan dalam Energy Store, dan diputar kembali dari Kinetic Energy Recovery System. Meningkatkan efisiensi, sehingga melupakan semua energi yang terbuang karena cinta.

Permasalahannya hati manusia, yang tentunya berasal dari otak, tidak dapat memproses peristiwa negatif dan mengubahnya menjadi positif. Yang kita bisa lakukan hanyalah mengikhlaskan segala yang telah terjadi, dan itu berarti tetap membuang energi untuk melewatinya.

Terkadang itu terasa begitu pedih di hati, percayalah.



Sepanjang hari, Ivory hanya duduk di sebelahku, padahal apa yang kulakukan saat ini adalah bermain video game, hal yang selalu dilarang oleh Cahaya sejak awal aku berpacaran dengannya dahulu. Ivory justru mencoba untuk memasuki duniaku dengan bertanya satu atau dua hal yang berhubungan dengan game ini.

Dan tentu saja itu menimbulkan sebuah getaran baru yang begitu luar biasa untukku.

Sejurus, ia beranjak dari tempat ia duduk saat ini, perlahan lalu melangkahkan kakinya menuju kamar yang berada beberapa meter dari jangkauan pandangku, dan tidak lama kemudian ia keluar setelah mengganti pakaiannya.

Ia hanya mengenakan kemeja, sedikit kebesaran di tubuhnya, dan jujur itu sangat menggodaku, sehingga beberapa kali aku harus mengulang permainan ini. Harum tubuhnya pun menyeruak begitu tajam, seolah langsung menelusup ke dalam jantung hatiku, menyadarkanku akan semua hal yang telah terjadi saat ini.

Seketika saraf sadarku pun terbius, pagutan manja Labia orisnya, kudekap tubuhnya hangat, dan aku pun tenggelam dalam hangatnya dekapan gadis itu.



Sore datang dengan cepat, dan hawa dingin pegunungan Bandung Selatan benar-benar membuat segalanya terasa begitu sejuk, setidaknya menenangkan pikiranku yang saat ini sedang kalut. Sementara, Bi Mira sedang mempersiapkan makan malam untuk kami.

Setelah ia selesai menyiapkan makan malam, ia pun pamit untuk pulang, meninggalkan kami berdua di dalam rumah dengan atmosfer yang begitu berbeda bersama gadis itu.



Gadis itu hanya tersenyum hangat seraya menggenggam tanganku, ia lalu mencium tanganku dengan begitu lembut. Rasa yang sungguh berbeda dari yang pernah kurasakan sejak aku bertemu Cahaya. Entahlah, kali ini semua rasa yang tercipta untuk Cahaya seolah hilang.

Dan semua itu benar-benar tertumpu kepada gadis delapan-belas-tahun yang berada di depanku kini.



Air mata perlahan mengalir dari pipinya, kuseka air mata itu perlahan. Ia terus menunduk, seolah tidak mampu untuk sekadar menatapku.



Ia berbicara layaknya dua lokomotif CC205 yang sedang dalam posisi double traction menarik Rangkaian Babaranjang.

Tanpa putus menjelaskan apa-apa saja yang telah ia lihat dan apa-apa saja yang telah ia rasakan. Tetapi semua kejujuran itu memiliki nilai sendiri di mataku.

Hal yang selalu kuharapkan dari Cahaya, dan aku tidak pernah mendapatkannya.



Sebaik apapun aku menyebutnya, seindah apapun aku melihatnya, dan sesejuk apapun aku merasakannya, tetapi aku membohongi hatiku, dan Ivory adalah selingkuhanku.

Aku berselingkuh, aku menyeleweng, aku sama saja seperti Cahaya, tidak amanah dengan hati yang telah dijanjikan untuk dijaga. Semuanya berawal dari kekecewaan yang tidak pernah terungkap, yang tidak pernah terujar kepadanya.

Dan aku sudah terlanjur nyaman bersama Ivory, dengan kehangatan cinta yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.



Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 malam, berulang kali aku melihat Ivory sudah menguap, ia bahkan sesekali menyandarkan kepalanya begitu manja di pundakku. Harum tubuhnya lagi-lagi berhasil membius saraf sadarku, dan tanpa komando, saraf parasimpatikku mulai bereaksi atas apa yang terjadi.



Kupagut tubuhnya begitu erat, segalanya terasa begitu fana saat tubuhnya benar-benar menempel kepadaku. Ia bahkan memimpin langkah untuk menuju ke kamar tidur, dan dengan sukses menenggelamkan kami dalam lautan hasrat yang begitu menggebu, saling bersentuhan satu sama lain tanpa batasan, menciptakan kehangatan yang begitu terasa di sela helaan napas yang begitu terasa memburu malam ini.