LONG WEEKEND – 5 MEI 2016

Semenjak hari itu, perasaanku kepada Ivory makin menguat, bahkan Bu Maya tampak mendukung hubunganku dengan Ivory, hal yang cukup aneh mengingat ia adalah orang yang selalu memuji kemesraanku dengan Cahaya. Hingga pada suatu hari, Bu Maya menanyakan perihal kepergian kami ke Bandung.

Aku hanya menjawab sekenanya, karena sejujurnya aku tidak nyaman dengan pertanyaan tersebut.

Hubunganku dengan Ivory pun makin terlihat mesra seiring dengan apa yang telah ia lakukan kepadaku. Ivory seringkali membawakanku makan siang, bahkan tidak jarang makan malam.

Tetapi aku senang, karena hubungan kami hanya sebatas itu. Tidak ada kegiatan yang menjurus kepada hal yang negatif, meskipun ini semua sudah berkonotasi negatif.





Aku hanya menghela napas dan menggelengkan kepala seraya tersenyum kepada Bu Maya. Ia hanya tersenyum seraya memandangku dan Ivory, saat itu mereka berdua melambaikan tangan dan melangkahkan kaki ke ruko mereka.



Jam 10.00 malam, aku bersama Herman sedang membereskan ruko tempatku berdagang. Tidak ada yang menarik kecuali kehadiran Ivory yang saat ini menemaniku untuk membereskan ruko. Sesekali ia tersenyum dari ujung sana, dan saat ini pakaiannya pun lebih sopan, ia sudah tidak pernah lagi mengenakan hotpants yang kelewat pendek.



Aku terdiam sejenak, aku memandang ke dalam mata Herman, tentu saja, ia bukanlah orang yang biasa berbohong, dan ia bukanlah orang yang biasa menyembunyikan sesuatu.

Ia adalah orang terjujur yang pernah kukenal, dan apapun yang dikatakan olehnya tentu saja bisa kupercaya.

Wajahnya agak berubah ketika aku hanya memandangnya, tetapi aku tersenyum, mencoba memberikan tanda kepadanya.



Aku menghela napas, ternyata benar selama ini, sejujurnya aku tidak percaya dan terlalu takut dengan apa yang kulihat sendiri belakangan ini. Aku pikir Dean hanya berkunjung dan menemui Reva, ternyata tidak sesederhana itu.

Masih ada cinta yang menggelora di balik dada mereka masing-masing, dan itu benar-benar menghancurkan segala apa yang kumiliki tentang Cahaya.



Sudah beberapa hari aku tidak melakukan kegiatan Suami Istri bersama Cahaya, dan semenjak itulah apa-apa yang kurasakan kepada wanita ini sekarang memudar, seolah ada gerhana yang membayangi di antara cahaya cintanya kini.

Bahkan pagi ini, aku bangun dengan perasaan yang begitu gundah, entah apa yang kupikirkan, tetapi aku merasa Cahaya juga sudah sedikit demi sedikit kembali berubah. Entahlah.

Dan pagi ini, aku sudah berjanji kepada Ivory untuk segera menuju ke Bandung. Setelah aku menyelesaikan kewajibanku di pagi ini, aku pun bertolak menuju ke rumah Ivory yang hanya berjarak lima menit dari rumahku. Tentu saja sebelum aku bertolak menuju ke tempat Ivory, aku berpamitan kepada Cahaya.

Pelukan dan ciuman hangat Cahaya benar-benar menenangkanku, tidak lupa celotehan manja Reva yang memberikan energi berbeda kepada diriku.

Meskipun sesungguhnya aku tahu, izin Cahaya kepadaku hanya kamuflase untuk memuluskan jalannya bermesraan dengan Dean. Sehingga aku memberanikan diri untuk memasang beberapa kamera tersembunyi di rumah.





Apa-apaan ini? Mana ada orang tua yang mengatakan hal sebegitu bodohnya di depanku. Meskipun akhirnya ia tertawa, tetapi aku benar-benar tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh Bu Maya.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Ivory keluar dari rumahnya, ia mengenakan kaus casual dengan celana hotpants yang sangat pendek. Ia bahkan membawa tas berisi beberapa potong pakaian, setidaknya itu yang ia akui kepadaku.

Jam 06.25 pagi, itu yang tertera di dial jam analog yang ada di Instrument Cluster mobil ini, terletak di sebelah kiri Speedometer. Bentuk model Instrument Cluster pada kebanyakan kendaraan buatan Stuttgart ini berbeda jauh dengan pesaing terdekatnya Bavaria. Apabila mereka menggunakan dua dial analog sama besar yang menunjukkan speedometer dan tachometer, maka pada Instrument Cluster besutan Stuttgart ini menggunakan tiga dial, dimana dial Speedometer yang paling besar di tengah.

Tetapi pabrikan Silver Arrow ini ternyata merespon tampilan Instrument Cluster lama mereka dengan tampilan dua dial yang lebih sporty. Terbukti pada seri W205, W213, dan W222 sudah sama persis seperti yang digunakan Bavaria sejak jaman dahulu.







Keempat Continental ContiSportContact™ 5 245/45 R17 ini sudah menjejaki beton Jalan Tol Purbaleunyi yang ternyata tidak terlalu ramai. Sesekali speedometer di mobil ini bahkan bisa menembus angka 160 Km per Jam.

Bahkan sesekali aku mencoba bermanuver dengan kendaraan ini, meskipun pada akhirnya hanya bisa diasapi oleh E66 760Li berwarna hitam yang melaju lebih cepat dan lincah ketimbang W212 ini.

Biarlah, aku tidak akan meladeni monster 440 dk yang ada di balik kap mesin BMW itu.



Ivory memintaku untuk keluar Tol Kopo, dan saat itu aku yang buta dengan daerah Bandung Selatan hanya mengikuti instruksi yang diberikan oleh Ivory.

Hingga kami tiba di sebuah rumah kecil yang agak jauh dari jalan raya, dimana di terasnya sudah menunggu seorang wanita paruh baya yang menyambut kami dengan senyuman yang begitu teduh.

Ivory keluar terlebih dahulu, ia berlari menghampiri wanita itu dan mencium tangannya, mungkin ini adalah Tantenya atau Budenya, entahlah.



Kami bertiga masuk ke dalam rumah atau mungkin bisa disebut vila. Luasnya sekitar empat-puluh-meter-persegi dengan satu kamar tidur dan ruang tamu, serta makan siang yang sudah tersaji di meja makan. Aku hanya memandang Ivory dengan heran.



Aku hanya memandang Ivory dengan keheranan.

Sebenarnya apa tujuannya mengajakku kemari?

Jelas saja, ini bukanlah sebuah perjalanan bisnis, tetapi seperti sebuah liburan.