- Beranda
- Stories from the Heart
DRACOMILLIR | manusia bukanlah penguasa dari tanah yang mereka injak
...
TS
fightforjustice
DRACOMILLIR | manusia bukanlah penguasa dari tanah yang mereka injak

Quote:
Hai agan yg ganteng & aganwati yang kece2 semuanyee, ane disini hanya semata-mata berniat berbagi sebuah fantasi yang ada di kepala ane. Jadi, Cerita di threat ini sudah barang tentu 100000% fiksi.

pengen baca Fiksi Fantasy buatan lokal?

Semoga threat ini menjawab kehausan agan

Komentar, Kritik dan Saran sangat berarti
Happy reading~!
Note: Update tiap chapter seminggu sekali.
INDEX:
Quote:
CHAPTER 0 PROLOG
CHAPTER 1 Matahari Terbit di Lukaru
CHAPTER 2 Legiun Pemburu Naga
CHAPTER 3 Janji & Harapan
CHAPTER 4 Bukit Nabia
CHAPTER 5 Manusia yang Mengerikan
CHAPTER 6 Sebuah Ingatan
CHAPTER 7 Sejarah yang Tertulis
CHAPTER 8 Cahaya di Lorong Gelap
CHAPTER 9 Pergerakan Besar
CHAPTER 10 Arghaleim Dalam Kabut Hitam
CHAPTER 11 Kaum Har
CHAPTER 12 Sang Bencana
CHAPTER 13 Perpecahan
CHAPTER 14 Yenya dan Adaril
-bersambung-
Spoiler for PROLOG:
Quote:
Semburan itu menciptakan sebuah kobaran api besar yang menyala membumbung tinggi memecah langit. Pohon-pohon tinggi disekitar kami satu per satu tumbang terhempas oleh amukan seekor naga yang sangat besar. Beberapa tubuh manusia yang hangus terbakar tergeletak di tanah terguyur oleh hujan abu yang diiringi dengan percikan api dari pohon-pohon yang perlahan habis terbakar.
Dorlan sang pemimpin kelompok kami, memimpin seluruh pasukan yang tersisa termasuk diriku untuk maju mendekat kearah naga itu. "Tembak..!" Dorlan menginstruksikan kami untuk menembakan harpoon (tombak panjang yang ditembakkan dengan senapan) disertai rantai pengikat kearah naga yang semakin mengamuk itu. Ibukota menugaskan kelompok kami untuk memburu seekor naga raksasa yang telah menghancurkan banyak desa di wilayah utara. Tak kusangka kami bisa menemukannya secepat ini.
Saat itu merupakan malam yang panjang bagi para pemburu naga. Kami berhasil membunuh naga itu setelah setengah mati berusaha memburunya, tetapi kami harus membayar mahal dengan kehilangan hampir setengah dari anggota kelompok. Malam hari setelah perburuan itu, kami beristirahat dengan membuat perkemahan di lereng gunung Aldeir setelah sebelumnya mengubur mayat-mayat anggota kelompok kami yang tewas.
Aku berbaring di samping perapian, dan melihat kearah langit sambil menikmati embus angin malam yang tersisa sebelum fajar muncul. Saat itu, aku teringat beberapa waktu lalu sebelum aku menjadi seorang pemburu naga. Dan alasan mengapa aku berada di tempat ini.
Dorlan sang pemimpin kelompok kami, memimpin seluruh pasukan yang tersisa termasuk diriku untuk maju mendekat kearah naga itu. "Tembak..!" Dorlan menginstruksikan kami untuk menembakan harpoon (tombak panjang yang ditembakkan dengan senapan) disertai rantai pengikat kearah naga yang semakin mengamuk itu. Ibukota menugaskan kelompok kami untuk memburu seekor naga raksasa yang telah menghancurkan banyak desa di wilayah utara. Tak kusangka kami bisa menemukannya secepat ini.
Saat itu merupakan malam yang panjang bagi para pemburu naga. Kami berhasil membunuh naga itu setelah setengah mati berusaha memburunya, tetapi kami harus membayar mahal dengan kehilangan hampir setengah dari anggota kelompok. Malam hari setelah perburuan itu, kami beristirahat dengan membuat perkemahan di lereng gunung Aldeir setelah sebelumnya mengubur mayat-mayat anggota kelompok kami yang tewas.
Aku berbaring di samping perapian, dan melihat kearah langit sambil menikmati embus angin malam yang tersisa sebelum fajar muncul. Saat itu, aku teringat beberapa waktu lalu sebelum aku menjadi seorang pemburu naga. Dan alasan mengapa aku berada di tempat ini.
Diubah oleh fightforjustice 10-06-2016 06:48
anasabila memberi reputasi
1
10.2K
Kutip
86
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
fightforjustice
#54
met baca 
CHAPTER 11 : KAUM HAR
Pagi ini adalah hari ketiga dalam perjalanan memburu Garakhi, fajar kedua setelah kami berhasil keluar dari hutan gelap dan hari pertama dimana kami bisa bermalam dengan tenang di lembah Anduis yang dikelilingi oleh sungai dan pegunungan-pegunungan hijau. Setelah kejadian di hutan gelap itu, banyak dari kami telah menyadari bahwa perburuan ini tidak akan berjalan seperti yang kami harapkan.
Namun Dorlan yang saat itu sedang berdiri di bebatuan tepi Sungai Huiri, berseru kepada seluruh anggota kelompok. Seruannya saat itu seperti mengobarkan kembali api-api semangat yang telah sedikit redup. Lantang terdengar hingga bergema layaknya memantul-mantul di tebing bukit.
"Bolehlah kalian khawatir dengan perburuan ini. Tapi ingatlah, harapan orang-orang di seluruh Tanah Kesslein tertancap di bahu kalian. Dan apabila kalian berniat untuk mundur, apakah kalian rela jika harapan-harapan itu tanggal bersama jasad-jasad saudara kita yang terkubur dalam kegelapan hutan itu?" demikian seruan Dorlan yang sangat berapi-api itu.
"TIDAK!!!" Ujar para pemburu naga menanggapi seruan Dorlan.
Sontak gemuruh suara orang-orang dari kelompok kami bergema di antara dataran-dataran lembah Aldeir yang hijau. Terbakarlah kembali semangat mereka, bangkitlah tubuh mereka seraya mengacungkan senjata-senjata mereka ke langit. Maka pagi itu diputuskanlah kelompok yang tersisa dari pasukan gabungan ini akan melanjutkan perjalanan mereka hari ini.
Menjelang siang hari, kami telah selesai mempersiapkan perjalanan dan kembali menunggangi kuda kami masing-masing. Tubuhku saat itu telah cukup pulih dari kelelahan. Begitu pula dengan Qarqar, Earl dan Ythri, mereka tampak duduk tegap diatas kuda-kuda mereka. Namun Calin masih belum pulih akibat keracunan yang dideritanya. Sehingga saat itu dia dan beberapa orang-orang lainnya yang juga menderita keracunan akibat asap hitam Arghaleim, dibaringkan di atas Drakonshar-Drakonshar milik divisi kavaleri.
"Sastra, kau sudah melihat keadaan Calin?" Ujar Earl seraya mendekat kearahku.
"Ya, tampaknya tidak akan pulih dalam waktu dekat. Racunnya benar-benar kuat, padahal sudah diberikan penawar tetapi masih saja belum hilang sepenuhnya," jawabku.
"Sedari tadi, Ythri tampak gelisah... Sepertinya dia mengkhawatirkannya," sambung Earl.
"Yah, tampaknya memang demikian."
Diantara pemburu naga lain, tampaklah Ythri yang paling muram saat itu melihat Calin terbaring lemah. Saat itu Qarqar tampak menghiburnya. "Setidaknya dia tidak termasuk orang-orang yang ditinggalkan di dalam hutan gelap itu," demikian ujar Qarqar kepada Ythri. Maklum saja, Ythri sangat bersedih hati tatkala Calin menderita keracunan dan terbaring lemah, karena memang yang kuketahui mereka adalah saudara sedarah.
...
Demikian saat itu juga kelompok kami mulai menyeberangi sungai Huiri dengan kuda-kuda kami. Kali ini kami tidak bergerak dengan kecepatan penuh, namun lebih pelan dengan kuda-kuda kami yang bergerak lebih santai. Setelah menyeberangi sungai, kami bergerak ke arah barat menuju gunung Aldeir, tempat dimana Garakhi berada. Kami berjalan melewati sebuah dataran hijau, kemudian melewati tepian danau Dolori yang terbentang amat luas, permukaan airnya berwarna kebiruan tampak memantulkan warna-warna langit dengan sangat jelas.

Perlahan namun pasti, kami mulai mendekati kaki gunung Aldeir. Ditandai dengan embusan angin yang mulai kencang, kemudian sudah tampaklah dari kejauhan gunung Aldeir yang menjulang sangat tinggi.
Gunung itu memiliki lereng-lereng yang landai, namun jika memandang semakin keatas maka akan semakin nampak tebing-tebing bebatuan yang curam. Jika kemudian melihat keatas lagi, maka terlihat juga puncaknya tertutup oleh gumpalan awan-awan putih bagaikan menusuk langit.
Embusan angin yang datang dari gunung itu semakin terasa tatkala kami sampai di kaki gunung Aldeir, sebelah timur dari puncak gunung. Maka saat itu kami mulai berkumpul dan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menanjaki gunung itu.
"Kuda-kuda tidak mungkin menjangkau tebing-tebing ini," ujar Dorlan yang kemudian tampak turun dari kudanya dan memadangi puncak gunung Aldeir yang tertutup kumpulan awan itu.
Sungguh curam memang tebing-tebing itu. Mungkin hanya menyisakan sedikit jalan setapak yang hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Dan benar saja, saat itu Dorlan memerintahkan kami semua untuk meninggalkan kuda-kuda kami, meninggalkan alat-alat berat yang kami bawa termasuk juga Drakonshar-Drakonshar milik divisi kavaleri.
5 orang dari divisi kavaleri dan 10 orang divisi perlatan & teknis akhirnya diperintahkan untuk tetap berada di lereng bukit, membuat perkemahan serta menjaga orang-orang yang masih belum pulih dari luka-luka mereka.
Termasuk Calin yang saat itu masih belum pulih dari racun-racun ditubuhnya, akhirnya menetap juga di perkemahan. Ythri pun tampak menemaninya dan enggan untuk memburu Garakhi. Sehingga saat itu hanya tersisa Qarqar, Earl dan diriku sebagai pasukan pengintai yang akan ikut dalam kelompok pimpinan Dorlan menuju puncak gunung Aldeir.
Dengan divisi penjelajah dan divisi kami di barisan depan diikuti oleh divisi-divisi lainnya kami mulai berjalan beriringan, menaiki jalan setapak yang terasa semakin menanjak. Cukup banyak kami menapaki jalan berbatu diatas tebing-tebing curam, melewati celah-celah batu raksasa, hingga memasuki hutan dengan pohon-pohon raksasa di atas ketinggian gunung Aldeir.
"Sst! Berhenti," tiba-tiba saja Dorlan menghentikan langkah kakinya kemudian memerintahkan kami semua untuk merunduk setinggi rumput maupun semak disekitar kami.
"Itu... kaum Har," ujar Dorlan lirih seraya menunjuk kearah pepohonan tinggi yang tak terlalu jauh didepannya.
Terlihat kemudian sekumpulan kaum Har yang sedang berjalan ke arah kami. Tubuh mereka layaknya manusia, kulit mereka berwarna hitam, memakai pakaian-pakaian dari kulit hewan berwarna kecoklatan dan mengenakan topeng dari kulit kayu yang berbentuk menyerupai kepala-kepala naga.
Kaum Har, dimana Har dalam bahasa Darka berarti "Asing", merupakan makhluk yang sudah berada di Tanah Kesslein bahkan jauh sebelum manusia menginjakan kakinya dan merebutnya dari Kesslein Grimar.
Dalam sejarahnya setelah manusia menginjakan kaki di Tanah Kesslein, pertemuan manusia dengan kaum Har selalu berakhir dengan pertempuran. Tidak ada manusia yang pernah berbicara dengan para kaum Har, selain mengetahui bahwa mereka selalu memakai topeng-topeng yang terjahit di kepala mereka dan selalu menyerang saat bertemu manusia.
"Matilah kita, bertemu mereka di tempat seperti ini," ujar Earl.
Kami tetap merunduk bersembunyi tatkala para kaum Har semakin berjalan mendekat kearah kami. Dan tampaknya mereka pun belum menyadari keberadaan kami yang bersembunyi dibalik rerumputan.
"Komandan, perintah selanjutnya," ujar Qarqar yang telah bersiaga disebelah Dorlan.
"Mungkin kita bisa berbicara dengan mereka," jawab Dorlan.
"Tidak mungkin komandan, sejak dulu mereka tidak akan mau berbicara dengan kita. Lagipula jumlah kita dua kali lipat dari mereka, kita bisa mengalahkan mereka," ujar Qarqar kepada Dorlan.
"Komandan..."
"Perintah selanjutnya, komandan."
...
Saat itu Dorlan hanya diam menatap para kaum Har yang semakin mendekat tanpa mengindahkan Qarqar disampingnya. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang sedang dipikirkannya.
Tatkala posisi kami dengan kaum Har yang berjalan mendekat hanya tinggal beberapa langkah saja, tiba-tiba saja Dorlan sang komandan menunjukan dirinya, namun yang benar-benar membuat kami heran adalah dia sama sekali tidak menghunus Navak dipunggungnya. Saat itu Dorlan membentangkan kedua tangannya bermaksud menahan kami semua untuk tidak maju menyerang. Maka saat itu terkejutlah pula para kaum Har yang baru menyadari keberadaan kami.
Berbeda dengan Dorlan, kami semua menghunus senjata kami masing-masing demikian juga Qarqar yang tampak membidikkan Drakelock yang telah siap untuk ditembakkan. Kaum Har yang tampak terkejut juga kemudian mengarahkan tombak-tombak mereka ke arah kami.
"Tunggu! Jangan ada yang menyerang!" seru Dorlan yang masih membentangkan kedua tangannya. Sepertinya saat itu Dorlan memang ingin mencoba menghindari pertempuran dengan kaum Har.
Kedua belah pihak hanya saling mengarahkan senjata satu sama lain tanpa ada kata-kata apapun keluar dari mulut kami maupun kaum Har. Namun tak berapa lama terlontarlah kata-kata dari kaum Har. Dan kemudian sadarlah kami bahwa mereka berbicara dalam bahasa yang kami pahami. Suatu kejadian yang saat itu membuat kami semua tercengang tak percaya dengan hal yang baru saja terjadi.
"Kalian orang-orang yang terusir!" Itulah kata-kata pertama yang kami dengar dari mulut kaum Har.
Apakah Dorlan mengetahui bahwa mereka bisa berbicara dengan bahasa kita? sehingga kemudian ia berusaha untuk berbicara dengan kaum Har? Entahlah, saat itu sebagian besar dari kami hanya tampak heran dan kebingungan.
"Kami disini tidak ingin berperang, kami orang-orang baik. Kita tidak akan saling menyakiti," ujar Dorlan yang kemudian mengangkat kedua tangannya seolah mencoba agar kaum Har mempercayai perkataanya.
"Kami tidak berdamai dengan orang-orang terusir," jawab salah satu sosok dari kaum Har.
Yang saat itu berbicara, lebih berbeda daripada yang lainnya. Dia berada di barisan terdepan, mengenakan jubah kulit dan memakai topeng berbentuk kepala naga yang ukurannya lebih besar dari lainnya.
"Apa kau komandannya? atau ketua suku? Kami ini orang baik, tidak akan melukai kalian," bujuk Dorlan kembali.
Mereka hanya diam saat itu, dengan tetap mengarahkan tombak-tombak mereka kearah kami.
"Kalian tidak seharusnya berada di tanah ini, Yahku telah menjaganya dari kalian, begitu juga dengan kami!" jawab sosok yang tampak seperti pemimpin sekelompok kaum Har itu.
Maka saat itu ditengah percakapan yang membingungkan itu, aku penuh dengan pertanyaan tentang kata-kata mereka. Namun saat itu tak satu pun orang-orang dari kelompok kami ada yang berani berbicara selain Dorlan yang tampaknya sama sekali tidak gentar dengan tombak-tombak kaum Har yang diarahkan kepadanya.
Namun secara mengejutkan, tiba-tiba Qarqar menembakkan Drakelock ke arah pohon besar yang tak jauh dari tempat sekumpulan kaum Har berdiri. Jatuhlah sesosok bayang-bayang dari atas pohon itu.
"Sial kau Qarqar! Apa kau tidak mendengar perintahku dengan jelas!?" ujar Dorlan yang saat itu tampak berang.
"Maafkan saya komandan, lihatlah kaum Har sangat licik, mereka menempatkan pemanah diatas pohon itu," Qarqar menunjuk kearah sosok bayangan jatuh itu, kemudian tampak jelaslah sesosok kaum Har yang telah tergeletak di tanah dengan sebuah busur di dekatnya.
"Kau sangat gegabah, Qarqar!" seru Dorlan yang tampak dipenuhi dengan amarah, akibat kacaunya perundingan dengan kaum Har yang disebabkan oleh tembakkan Qarqar.
Melihat serangan itu, tampak murka lah seluruh kaum Har, bahkan kemudian Dorlan tampak mundur dan melepaskan sabuk Navak miliknya. Lalu munculah teriakan-teriakan dari Kaum Har yang kemudian disertai terjangan tombak-tombak mereka. Dengan demikian maka berakhirlah percakapan itu dengan sebuah pertempuran yang tak terelakkan.
Ratusan orang kelompok pemburu melawan 85 orang kamu Har, tentulah kami bagai diatas angin saat itu. Namun dengan jumlah yang amat timpang, para kaum Har bertempur dengan gigih. Meski darah-darah mengucur dari tubuh mereka, meski terputus tangan mereka, selama kami tidak benar-benar membunuhnya, mereka akan kembali bangkit dan menyerang kembali hingga nafas terakhir keluar dari tenggorokan mereka.
Saat itu beberapa orang pemburu tampak gentar dengan keberanian kaum Har dalam bertempur, namun dengan jumlah yang amat timpang itu akhirnya kaum Har dapat dikalahkan. Kaum Har bertempur sampai titik darah penghabisan dalam arti yang sebenarnya. Dan kami memenangkan sebuah pertempuran yang lebih terlihat seperti pembantaian.
Saat itu kami berjalan diantara genangan darah dan mayat-mayat kaum Har, membantu orang-orang dari kelompok kami yang terluka, mengangkat tubuh-tubuh anggota kelompok yang telah gugur, kemudian melihat apakah ada yang masih hidup diantara kumpulan mayat-mayat kaum Har. Kemudian seseorang dari kelompok kami berteriak seolah memanggil kami semua.
"Hei kemari! Cepat!" teriak orang itu.
Maka aku kemudian berlari kearahnya, tampak pula Dorlan dan beberapa orang telah berkumpul. Begitu juga aku, Earl dan Qarqar bersamaan menuju tempat itu.
"Kalian dengar?"
Di hadapan kami adalah sesosok mayat kaum Har, dari bentuk tubuhnya tampak seperti seorang wanita. Terbaring di samping pohon besar, dipunggungnya memanggul sebuah peti kayu seukuran setengah dari tubuhnya. Yang mengundang rasa penasaran kami adalah kotak itu, dimana didalamnya terdengar tangisan bayi yang cukup keras.
"Qarqar, bukankah ini pemanah di atas pohon yang kau tembak itu," tanya Earl.
"Sepertinya begitu," jawab Qarqar singkat.
"Dia membawa bayi," sambung Earl yang tampak iba melihat mayat kaum Har itu.
Kemudian saat itu juga Dorlan melepaskan kotak kayu dari punggung mayat kaum Har itu. Dan meletakkannya di atas sebuah batu besar tak jauh dari tempat itu.
"Komandan, sebaiknya kita harus membuang kotak ini, untuk berjaga-jaga jika kaum Har mencarinya," ujar Qarqar.
"Apa sebesar itukah kebencianmu terhadap kaum Har? Didalam kotak ini ada bayi kaum Har," jawab Dorlan.
"Qarqar, komandan benar, tidak seharusnya kita membuangnya," ujarku yang saat itu yang juga tidak setuju dengan pendapatnya.
"Ini demi keselamatan kita semua, komandan," ujar Qarqar yang kembali membujuk Dorlan.
Entah apa yang dirasakan oleh Dorlan saat itu, mungkin ia masih dipenuhi amarah karena kacaunya perundingan saat itu akibat Qarqar, maka kemudian diarahkanlah Navak miliknya ke leher Qarqar.
"Kau sentuh sedikit saja, maka Navak ini akan melepaskan kepalamu dari tubuhmu, Qarqar!" ancam Dorlan.
Kata-kata Dorlan itu sangat mengerikan, baru kali ini kami melihat sosok Dorlan yang sangat dipenuhi amarah. Tidak ada satupun dari kami yang mencoba menghentikan Dorlan. Qarqar saat itu hanya terdiam, mungkin tidak mengira sama sekali dengan apa yang Dorlan lakukan.
"Goran, buka kotaknya," sambil tetap mengarahkan Navak ke leher Qarqar, Dorlan memerintahkan seorang anggota divisi penjelajah didekatnya untuk membuka kotak itu.
Dan kemudian dibukalah kotak kayu itu.
"Bayi manusia," ujar Goran yang kemudian mengangkatnya dari kotak itu dan menunjukannya kepada kami semua. Sesosok bayi manusia mungil terbungkus dengan selimut kulit yang tebal.
"Lihatlah, apa kau ingin membiarkan bayi manusia mati?" ujar Dorlan seraya tetap mengarahkan Navaknya kearah Qarqar.
Qarqar hanya berdiam diri, tak mengatakan sepatah kata pun. Maka diturunkanlah Navak darinya kemudian Dorlan menghampiri bayi itu.
"Rumor itu sepertinya benar," ujar Dorlan.
Diriku hanya terdiam dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan maupun kebingungan yang tak terjawab. Tentang kata-kata kaum Har, tentang seorang bayi di dalam kotak maupun rumor yang disebutkan Dorlan.
"Dorlan adalah seorang dari suku Lahuri, dia sangat mempercayai legenda Ghur, leluhurnya." ujar Earl yang tepat berada disampingku.
"Legenda yang diceritakan Naku Raghar saat itu?" tanyaku.
"Ya... benar, suku Lahuri sangat mempercayai legenda leluhurnya, Ghur yang mengetahui rahasia dari Tanah Kesslein."
"Lalu tentang rumor yang dikatakannya?"
"Ah, Rumor tentang kaum Har, bahwa mereka adalah manusia."
"Benarkah itu, Earl?"
"Entahlah, hanya rumor... namun bayi itu, mungkin meyakinkan Dorlan atas kepercayaannya terhadap rumor itu."
"Tapi bayi manusia itu, mungkin saja kaum Har menemukannya atau mengambilnya,"
"Aku juga berpikir demikian, Sastra... Sepertinya Dorlan memiliki kepercayaan yang besar terhadap rumor itu. Dia seperti memiliki keinginan untuk mengetahui rahasia-rahasia dari Tanah Kesslein," jawab Earl.
Hari itu, ditengah-tengah perjalanan kami memburu Garakhi, kami telah bertemu kaum Har yang secara mengejutkan telah berbicara kepada kami. Kata-kata dari kaum Har, pertempuran yang terjadi, serta bayi yang ada dihadapan kami semua, hal-hal itu mungkin menjadi sebuah pertanyaan besar di dalam benak kami.

Spoiler for "chap11":
CHAPTER 11 : KAUM HAR
Quote:
Pagi ini adalah hari ketiga dalam perjalanan memburu Garakhi, fajar kedua setelah kami berhasil keluar dari hutan gelap dan hari pertama dimana kami bisa bermalam dengan tenang di lembah Anduis yang dikelilingi oleh sungai dan pegunungan-pegunungan hijau. Setelah kejadian di hutan gelap itu, banyak dari kami telah menyadari bahwa perburuan ini tidak akan berjalan seperti yang kami harapkan.
Namun Dorlan yang saat itu sedang berdiri di bebatuan tepi Sungai Huiri, berseru kepada seluruh anggota kelompok. Seruannya saat itu seperti mengobarkan kembali api-api semangat yang telah sedikit redup. Lantang terdengar hingga bergema layaknya memantul-mantul di tebing bukit.
"Bolehlah kalian khawatir dengan perburuan ini. Tapi ingatlah, harapan orang-orang di seluruh Tanah Kesslein tertancap di bahu kalian. Dan apabila kalian berniat untuk mundur, apakah kalian rela jika harapan-harapan itu tanggal bersama jasad-jasad saudara kita yang terkubur dalam kegelapan hutan itu?" demikian seruan Dorlan yang sangat berapi-api itu.
"TIDAK!!!" Ujar para pemburu naga menanggapi seruan Dorlan.
Sontak gemuruh suara orang-orang dari kelompok kami bergema di antara dataran-dataran lembah Aldeir yang hijau. Terbakarlah kembali semangat mereka, bangkitlah tubuh mereka seraya mengacungkan senjata-senjata mereka ke langit. Maka pagi itu diputuskanlah kelompok yang tersisa dari pasukan gabungan ini akan melanjutkan perjalanan mereka hari ini.
Menjelang siang hari, kami telah selesai mempersiapkan perjalanan dan kembali menunggangi kuda kami masing-masing. Tubuhku saat itu telah cukup pulih dari kelelahan. Begitu pula dengan Qarqar, Earl dan Ythri, mereka tampak duduk tegap diatas kuda-kuda mereka. Namun Calin masih belum pulih akibat keracunan yang dideritanya. Sehingga saat itu dia dan beberapa orang-orang lainnya yang juga menderita keracunan akibat asap hitam Arghaleim, dibaringkan di atas Drakonshar-Drakonshar milik divisi kavaleri.
"Sastra, kau sudah melihat keadaan Calin?" Ujar Earl seraya mendekat kearahku.
"Ya, tampaknya tidak akan pulih dalam waktu dekat. Racunnya benar-benar kuat, padahal sudah diberikan penawar tetapi masih saja belum hilang sepenuhnya," jawabku.
"Sedari tadi, Ythri tampak gelisah... Sepertinya dia mengkhawatirkannya," sambung Earl.
"Yah, tampaknya memang demikian."
Diantara pemburu naga lain, tampaklah Ythri yang paling muram saat itu melihat Calin terbaring lemah. Saat itu Qarqar tampak menghiburnya. "Setidaknya dia tidak termasuk orang-orang yang ditinggalkan di dalam hutan gelap itu," demikian ujar Qarqar kepada Ythri. Maklum saja, Ythri sangat bersedih hati tatkala Calin menderita keracunan dan terbaring lemah, karena memang yang kuketahui mereka adalah saudara sedarah.
...
Demikian saat itu juga kelompok kami mulai menyeberangi sungai Huiri dengan kuda-kuda kami. Kali ini kami tidak bergerak dengan kecepatan penuh, namun lebih pelan dengan kuda-kuda kami yang bergerak lebih santai. Setelah menyeberangi sungai, kami bergerak ke arah barat menuju gunung Aldeir, tempat dimana Garakhi berada. Kami berjalan melewati sebuah dataran hijau, kemudian melewati tepian danau Dolori yang terbentang amat luas, permukaan airnya berwarna kebiruan tampak memantulkan warna-warna langit dengan sangat jelas.

Perlahan namun pasti, kami mulai mendekati kaki gunung Aldeir. Ditandai dengan embusan angin yang mulai kencang, kemudian sudah tampaklah dari kejauhan gunung Aldeir yang menjulang sangat tinggi.
Gunung itu memiliki lereng-lereng yang landai, namun jika memandang semakin keatas maka akan semakin nampak tebing-tebing bebatuan yang curam. Jika kemudian melihat keatas lagi, maka terlihat juga puncaknya tertutup oleh gumpalan awan-awan putih bagaikan menusuk langit.
Embusan angin yang datang dari gunung itu semakin terasa tatkala kami sampai di kaki gunung Aldeir, sebelah timur dari puncak gunung. Maka saat itu kami mulai berkumpul dan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menanjaki gunung itu.
"Kuda-kuda tidak mungkin menjangkau tebing-tebing ini," ujar Dorlan yang kemudian tampak turun dari kudanya dan memadangi puncak gunung Aldeir yang tertutup kumpulan awan itu.
Sungguh curam memang tebing-tebing itu. Mungkin hanya menyisakan sedikit jalan setapak yang hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Dan benar saja, saat itu Dorlan memerintahkan kami semua untuk meninggalkan kuda-kuda kami, meninggalkan alat-alat berat yang kami bawa termasuk juga Drakonshar-Drakonshar milik divisi kavaleri.
5 orang dari divisi kavaleri dan 10 orang divisi perlatan & teknis akhirnya diperintahkan untuk tetap berada di lereng bukit, membuat perkemahan serta menjaga orang-orang yang masih belum pulih dari luka-luka mereka.
Termasuk Calin yang saat itu masih belum pulih dari racun-racun ditubuhnya, akhirnya menetap juga di perkemahan. Ythri pun tampak menemaninya dan enggan untuk memburu Garakhi. Sehingga saat itu hanya tersisa Qarqar, Earl dan diriku sebagai pasukan pengintai yang akan ikut dalam kelompok pimpinan Dorlan menuju puncak gunung Aldeir.
Dengan divisi penjelajah dan divisi kami di barisan depan diikuti oleh divisi-divisi lainnya kami mulai berjalan beriringan, menaiki jalan setapak yang terasa semakin menanjak. Cukup banyak kami menapaki jalan berbatu diatas tebing-tebing curam, melewati celah-celah batu raksasa, hingga memasuki hutan dengan pohon-pohon raksasa di atas ketinggian gunung Aldeir.
"Sst! Berhenti," tiba-tiba saja Dorlan menghentikan langkah kakinya kemudian memerintahkan kami semua untuk merunduk setinggi rumput maupun semak disekitar kami.
"Itu... kaum Har," ujar Dorlan lirih seraya menunjuk kearah pepohonan tinggi yang tak terlalu jauh didepannya.
Terlihat kemudian sekumpulan kaum Har yang sedang berjalan ke arah kami. Tubuh mereka layaknya manusia, kulit mereka berwarna hitam, memakai pakaian-pakaian dari kulit hewan berwarna kecoklatan dan mengenakan topeng dari kulit kayu yang berbentuk menyerupai kepala-kepala naga.
Kaum Har, dimana Har dalam bahasa Darka berarti "Asing", merupakan makhluk yang sudah berada di Tanah Kesslein bahkan jauh sebelum manusia menginjakan kakinya dan merebutnya dari Kesslein Grimar.
Dalam sejarahnya setelah manusia menginjakan kaki di Tanah Kesslein, pertemuan manusia dengan kaum Har selalu berakhir dengan pertempuran. Tidak ada manusia yang pernah berbicara dengan para kaum Har, selain mengetahui bahwa mereka selalu memakai topeng-topeng yang terjahit di kepala mereka dan selalu menyerang saat bertemu manusia.
"Matilah kita, bertemu mereka di tempat seperti ini," ujar Earl.
Kami tetap merunduk bersembunyi tatkala para kaum Har semakin berjalan mendekat kearah kami. Dan tampaknya mereka pun belum menyadari keberadaan kami yang bersembunyi dibalik rerumputan.
"Komandan, perintah selanjutnya," ujar Qarqar yang telah bersiaga disebelah Dorlan.
"Mungkin kita bisa berbicara dengan mereka," jawab Dorlan.
"Tidak mungkin komandan, sejak dulu mereka tidak akan mau berbicara dengan kita. Lagipula jumlah kita dua kali lipat dari mereka, kita bisa mengalahkan mereka," ujar Qarqar kepada Dorlan.
"Komandan..."
"Perintah selanjutnya, komandan."
...
Saat itu Dorlan hanya diam menatap para kaum Har yang semakin mendekat tanpa mengindahkan Qarqar disampingnya. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang sedang dipikirkannya.
Tatkala posisi kami dengan kaum Har yang berjalan mendekat hanya tinggal beberapa langkah saja, tiba-tiba saja Dorlan sang komandan menunjukan dirinya, namun yang benar-benar membuat kami heran adalah dia sama sekali tidak menghunus Navak dipunggungnya. Saat itu Dorlan membentangkan kedua tangannya bermaksud menahan kami semua untuk tidak maju menyerang. Maka saat itu terkejutlah pula para kaum Har yang baru menyadari keberadaan kami.
Berbeda dengan Dorlan, kami semua menghunus senjata kami masing-masing demikian juga Qarqar yang tampak membidikkan Drakelock yang telah siap untuk ditembakkan. Kaum Har yang tampak terkejut juga kemudian mengarahkan tombak-tombak mereka ke arah kami.
"Tunggu! Jangan ada yang menyerang!" seru Dorlan yang masih membentangkan kedua tangannya. Sepertinya saat itu Dorlan memang ingin mencoba menghindari pertempuran dengan kaum Har.
Kedua belah pihak hanya saling mengarahkan senjata satu sama lain tanpa ada kata-kata apapun keluar dari mulut kami maupun kaum Har. Namun tak berapa lama terlontarlah kata-kata dari kaum Har. Dan kemudian sadarlah kami bahwa mereka berbicara dalam bahasa yang kami pahami. Suatu kejadian yang saat itu membuat kami semua tercengang tak percaya dengan hal yang baru saja terjadi.
"Kalian orang-orang yang terusir!" Itulah kata-kata pertama yang kami dengar dari mulut kaum Har.
Apakah Dorlan mengetahui bahwa mereka bisa berbicara dengan bahasa kita? sehingga kemudian ia berusaha untuk berbicara dengan kaum Har? Entahlah, saat itu sebagian besar dari kami hanya tampak heran dan kebingungan.
"Kami disini tidak ingin berperang, kami orang-orang baik. Kita tidak akan saling menyakiti," ujar Dorlan yang kemudian mengangkat kedua tangannya seolah mencoba agar kaum Har mempercayai perkataanya.
"Kami tidak berdamai dengan orang-orang terusir," jawab salah satu sosok dari kaum Har.
Yang saat itu berbicara, lebih berbeda daripada yang lainnya. Dia berada di barisan terdepan, mengenakan jubah kulit dan memakai topeng berbentuk kepala naga yang ukurannya lebih besar dari lainnya.
"Apa kau komandannya? atau ketua suku? Kami ini orang baik, tidak akan melukai kalian," bujuk Dorlan kembali.
Mereka hanya diam saat itu, dengan tetap mengarahkan tombak-tombak mereka kearah kami.
"Kalian tidak seharusnya berada di tanah ini, Yahku telah menjaganya dari kalian, begitu juga dengan kami!" jawab sosok yang tampak seperti pemimpin sekelompok kaum Har itu.
Maka saat itu ditengah percakapan yang membingungkan itu, aku penuh dengan pertanyaan tentang kata-kata mereka. Namun saat itu tak satu pun orang-orang dari kelompok kami ada yang berani berbicara selain Dorlan yang tampaknya sama sekali tidak gentar dengan tombak-tombak kaum Har yang diarahkan kepadanya.
Namun secara mengejutkan, tiba-tiba Qarqar menembakkan Drakelock ke arah pohon besar yang tak jauh dari tempat sekumpulan kaum Har berdiri. Jatuhlah sesosok bayang-bayang dari atas pohon itu.
"Sial kau Qarqar! Apa kau tidak mendengar perintahku dengan jelas!?" ujar Dorlan yang saat itu tampak berang.
"Maafkan saya komandan, lihatlah kaum Har sangat licik, mereka menempatkan pemanah diatas pohon itu," Qarqar menunjuk kearah sosok bayangan jatuh itu, kemudian tampak jelaslah sesosok kaum Har yang telah tergeletak di tanah dengan sebuah busur di dekatnya.
"Kau sangat gegabah, Qarqar!" seru Dorlan yang tampak dipenuhi dengan amarah, akibat kacaunya perundingan dengan kaum Har yang disebabkan oleh tembakkan Qarqar.
Melihat serangan itu, tampak murka lah seluruh kaum Har, bahkan kemudian Dorlan tampak mundur dan melepaskan sabuk Navak miliknya. Lalu munculah teriakan-teriakan dari Kaum Har yang kemudian disertai terjangan tombak-tombak mereka. Dengan demikian maka berakhirlah percakapan itu dengan sebuah pertempuran yang tak terelakkan.
Ratusan orang kelompok pemburu melawan 85 orang kamu Har, tentulah kami bagai diatas angin saat itu. Namun dengan jumlah yang amat timpang, para kaum Har bertempur dengan gigih. Meski darah-darah mengucur dari tubuh mereka, meski terputus tangan mereka, selama kami tidak benar-benar membunuhnya, mereka akan kembali bangkit dan menyerang kembali hingga nafas terakhir keluar dari tenggorokan mereka.
Saat itu beberapa orang pemburu tampak gentar dengan keberanian kaum Har dalam bertempur, namun dengan jumlah yang amat timpang itu akhirnya kaum Har dapat dikalahkan. Kaum Har bertempur sampai titik darah penghabisan dalam arti yang sebenarnya. Dan kami memenangkan sebuah pertempuran yang lebih terlihat seperti pembantaian.
Saat itu kami berjalan diantara genangan darah dan mayat-mayat kaum Har, membantu orang-orang dari kelompok kami yang terluka, mengangkat tubuh-tubuh anggota kelompok yang telah gugur, kemudian melihat apakah ada yang masih hidup diantara kumpulan mayat-mayat kaum Har. Kemudian seseorang dari kelompok kami berteriak seolah memanggil kami semua.
"Hei kemari! Cepat!" teriak orang itu.
Maka aku kemudian berlari kearahnya, tampak pula Dorlan dan beberapa orang telah berkumpul. Begitu juga aku, Earl dan Qarqar bersamaan menuju tempat itu.
"Kalian dengar?"
Di hadapan kami adalah sesosok mayat kaum Har, dari bentuk tubuhnya tampak seperti seorang wanita. Terbaring di samping pohon besar, dipunggungnya memanggul sebuah peti kayu seukuran setengah dari tubuhnya. Yang mengundang rasa penasaran kami adalah kotak itu, dimana didalamnya terdengar tangisan bayi yang cukup keras.
"Qarqar, bukankah ini pemanah di atas pohon yang kau tembak itu," tanya Earl.
"Sepertinya begitu," jawab Qarqar singkat.
"Dia membawa bayi," sambung Earl yang tampak iba melihat mayat kaum Har itu.
Kemudian saat itu juga Dorlan melepaskan kotak kayu dari punggung mayat kaum Har itu. Dan meletakkannya di atas sebuah batu besar tak jauh dari tempat itu.
"Komandan, sebaiknya kita harus membuang kotak ini, untuk berjaga-jaga jika kaum Har mencarinya," ujar Qarqar.
"Apa sebesar itukah kebencianmu terhadap kaum Har? Didalam kotak ini ada bayi kaum Har," jawab Dorlan.
"Qarqar, komandan benar, tidak seharusnya kita membuangnya," ujarku yang saat itu yang juga tidak setuju dengan pendapatnya.
"Ini demi keselamatan kita semua, komandan," ujar Qarqar yang kembali membujuk Dorlan.
Entah apa yang dirasakan oleh Dorlan saat itu, mungkin ia masih dipenuhi amarah karena kacaunya perundingan saat itu akibat Qarqar, maka kemudian diarahkanlah Navak miliknya ke leher Qarqar.
"Kau sentuh sedikit saja, maka Navak ini akan melepaskan kepalamu dari tubuhmu, Qarqar!" ancam Dorlan.
Kata-kata Dorlan itu sangat mengerikan, baru kali ini kami melihat sosok Dorlan yang sangat dipenuhi amarah. Tidak ada satupun dari kami yang mencoba menghentikan Dorlan. Qarqar saat itu hanya terdiam, mungkin tidak mengira sama sekali dengan apa yang Dorlan lakukan.
"Goran, buka kotaknya," sambil tetap mengarahkan Navak ke leher Qarqar, Dorlan memerintahkan seorang anggota divisi penjelajah didekatnya untuk membuka kotak itu.
Dan kemudian dibukalah kotak kayu itu.
"Bayi manusia," ujar Goran yang kemudian mengangkatnya dari kotak itu dan menunjukannya kepada kami semua. Sesosok bayi manusia mungil terbungkus dengan selimut kulit yang tebal.
"Lihatlah, apa kau ingin membiarkan bayi manusia mati?" ujar Dorlan seraya tetap mengarahkan Navaknya kearah Qarqar.
Qarqar hanya berdiam diri, tak mengatakan sepatah kata pun. Maka diturunkanlah Navak darinya kemudian Dorlan menghampiri bayi itu.
"Rumor itu sepertinya benar," ujar Dorlan.
Diriku hanya terdiam dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan maupun kebingungan yang tak terjawab. Tentang kata-kata kaum Har, tentang seorang bayi di dalam kotak maupun rumor yang disebutkan Dorlan.
"Dorlan adalah seorang dari suku Lahuri, dia sangat mempercayai legenda Ghur, leluhurnya." ujar Earl yang tepat berada disampingku.
"Legenda yang diceritakan Naku Raghar saat itu?" tanyaku.
"Ya... benar, suku Lahuri sangat mempercayai legenda leluhurnya, Ghur yang mengetahui rahasia dari Tanah Kesslein."
"Lalu tentang rumor yang dikatakannya?"
"Ah, Rumor tentang kaum Har, bahwa mereka adalah manusia."
"Benarkah itu, Earl?"
"Entahlah, hanya rumor... namun bayi itu, mungkin meyakinkan Dorlan atas kepercayaannya terhadap rumor itu."
"Tapi bayi manusia itu, mungkin saja kaum Har menemukannya atau mengambilnya,"
"Aku juga berpikir demikian, Sastra... Sepertinya Dorlan memiliki kepercayaan yang besar terhadap rumor itu. Dia seperti memiliki keinginan untuk mengetahui rahasia-rahasia dari Tanah Kesslein," jawab Earl.
Hari itu, ditengah-tengah perjalanan kami memburu Garakhi, kami telah bertemu kaum Har yang secara mengejutkan telah berbicara kepada kami. Kata-kata dari kaum Har, pertempuran yang terjadi, serta bayi yang ada dihadapan kami semua, hal-hal itu mungkin menjadi sebuah pertanyaan besar di dalam benak kami.
Diubah oleh fightforjustice 10-06-2016 15:51
0
Kutip
Balas