AWAL YANG INDAH?

Sungguh ironis, apa yang kulakukan bersama Ivory benar-benar sudah tidak bisa dikatakan hanya main-main saja. Ada hati yang berharap di sana, bukan hanya sekadar untuk saling melepaskan hasrat biologis yang saling mendesak satu sama lainnya. Tetapi lebih dari itu, yaitu untuk mendapatkan rasa cinta yang sepenuhnya dari diriku.

Aku masih di sini, merebahkan tubuhku di sebelah Cahaya yang masih terlelap pada dini hari ini. Sisa-sisa permainanku dengan Cahaya bahkan sudah tidak berbekas, hanya beberapa tanda merah di leher yang menyatakan betapa agresif dan juga liarnya seorang Cahaya.

Reva, ya Reva, anak gadis yang begitu lucu itu sudah kuanggap seperti anakku sendiri kini, aku bahkan selalu menganggap ia adalah anak kandungku sejak pertama Cahaya melahirkan.

Apakah itu cinta?

Ya, itu adalah cinta, mencoba untuk tetap bertahan dengan keegoisan Cahaya yang pada saat itu tengah hamil, dan itu bukanlah anakku.

Sejak awal sebenarnya keluarga yang kubina ini sudah hancur, tetapi aku tetap bertahan karena satu kata, cinta.

Aku bahkan sudah mengetahui siapa yang menghamili Cahaya waktu itu, tetapi aku memilih bungkam dan bertingkah seolah semuanya adalah hal yang biasa saja. Aku hanya bisa menangis setiap malam, mempertanyakan kemana perginya kesetiaan seorang wanita yang selama ini kujaga.

Tetapi, cintalah yang mengalahkan semua keegoisan itu, memandang sesuatu dari sisi lain, dan kembali kepada esensi cinta yang sebenarnya. Membahagiakan orang yang dicintai, itu adalah esensi cinta yang sebenarnya, sebuah ketulusan absolut yang didasari oleh rasa yang begitu hebat, ya itulah Cinta.

Cahaya bahkan tidak pernah tahu bahwa aku mengetahuinya pada akhir 2014 itu ia sudah melakukan hubungan bersama mantan kekasihnya, dan ironisnya lagi, mantan kekasihnya pun sudah menikah sejak tahun 2010 dan belum memiliki keturunan, begitu pula denganku.

Tetapi hubungan terlarang mereka ternyata membuahkan seorang anak gadis yang begitu lucu, dan kami beri nama Reva.

Aku tahu, aku salah dengan membiarkannya tetap bertahan seperti itu, tetapi semenjak kelahiran Reva, sikap egois dan pemarah Cahaya langsung berubah. Ia menjadi sosok wanita yang begitu baik, cantik, dan juga sabar, seolah menjadi orang lain yang tidak pernah kutemui sebelumnya.

Dialah Cahaya, wanita yang kucintai sejak awal pertemuanku dengannya pada tahun 2007, dan ia adalah wanita yang berarti segalanya untukku kini.

Mungkin, kalian bisa mengatakan aku bodoh, tetapi itulah cinta yang kupercaya.

Sampai saat ini, aku masih bangga dengan Cahaya, dan aku juga sangat bahagia memiliki Reva, meskipun ia bukanlah darah dagingku, dan menurutku itu bukanlah suatu alasan untuk meninggalkannya.

Saat ini ia sudah benar-benar berubah, selalu berada di rumah dan tidak pernah keluar lagi seperti dahulu. Bahkan ia menjadi Istri yang begitu baik dan hebat, tanpa menyisakan sedikitpun cacat di dalamnya, dan Cahaya benar-benar sebuah pelita hatiku, dan aku bahagia memilikinya.

Dan aku juga berjanji dalam diriku sendiri, bahwa aku tidak akan membongkar rahasianya kepada kedua orang tuaku, atau mertuaku hingga saat ini.



Jam 11.00 siang, Hatchback B-Segment putih itu tiba-tiba terparkir di depan rumahku, aku benar-benar terkejut melihatnya datang pada saat ini. Deg, detak jantungku berdetak dengan makin cepat saat ini, mengetahui Ivory datang dan mengetuk pintu rumahku.

Cahaya langsung datang dan membukakan pintu untuk gadis itu, mereka lalu berbincang di ruang tamu.



Aku bergegas keluar dari kamarku, dan saat bertemu dengan Ivory, ia benar-benar hanya memandangku sekilas dengan senyum simpul yang begitu hangat. Aku pun membalas senyumannya dengan wajah yang terasa begitu panas.



Aneh, sungguh aneh.

Bu Maya adalah orang yang paling pertama di lingkungan baruku yang memuji kemesraanku bersama Cahaya, tetapi mengapa sekarang seolah-olah ia mendukungku dan Ivory untuk bersama.

Skenario yang muncul dalam otakku adalah, aku bersama Ivory berjalan ke Bandung, dan akan menghabiskan Long Weekend di sana?

Tidak mungkin, sesuatu yang nikmat tetapi berbahaya.



Baiklah, gumamku dalam hari, Kamis-Jumat-Sabtu-Minggu, empat hari bersama Ivory merupakan sebuah liburan yang cukup menyenangkan, mungkin.

Masih ada waktu sekitar tiga minggu berarti yang akan berjalan sebelum aku punya waktu bersama Ivory, tetapi apa yang Cahaya lakukan adalah benar-benar sesuatu yang krusial.







Romansa ini terus berlanjut di ruko, aku bersama Cahaya terkadang menunjukkan kemesraan yang tercipta sejak dahulu ini di depan banyak orang pelanggan kami. Dan ini bukanlah sesuatu yang mengherankan bagi beberapa pelanggan setia kami.

Tidak lama kemudian, Ivory datang ke rukoku, dan seperti biasa ia memesan martabak seraya tersenyum memandangku, menyadari Ivory memandangku dengan senyuman yang begitu tulus, Cahaya langsung menarikku ke bagian belakang ruko.



Entahlah, sampai kapan aku harus bermain sandiwara ini terus, ingin rasanya aku benar-benar mengatakan bahwa aku mengetahui semua yang terjadi kepada Cahaya dahulu.

Tetapi, lagi-lagi cinta ini menahankau, dan memilih mempertahankan keutuhan keluargaku bersama Cahaya dan Reva.