Kaskus

Story

bijikudeAvatar border
TS
bijikude
[TAMAT] “I HAVE LOVED YOU, OH SO MANY YEARS”
[TAMAT] “I HAVE LOVED YOU, OH SO MANY YEARS”
spesial thanks untuk agan QUATZLCOATLatas cover kerennya.



INTROLOGI


Salam kenal dari ane yang newbie di dunia per-kaskus-an. Sekian lama ane jadi Silent Reader di forum SFTH. Banyak cerita – cerita unik dari curahan hati para juragan disini, yang akhirnya“memaksa” ane membuat ID kaskus dan memberanikan diri untuk ikut meramaikan jagat karya tulisan di forum SFTH ini sekadar mengasah kemampuan menulis dan mengarang ane yang memang pas-pasan.

“I HAVE LOVED YOU, OH SO MANY YEARS” (I.H.L.Y - O.S.M.Y), adalah penggalan lirik sebuah lagu klasik bernada folk / country milik The Everly Brothers yang di daur ulang oleh vokalis Green day, om Billie Joe Armstrong dan tante Norah jones sebagai partner duet nya. (bukan maksud mau promosi, soalnya memang ane gak punya urusan bisnis sama mereka juga sih, hehehehe) salah satu lagu favorit di playlist musik punya ane, yang makna nya sejalan dengan tema cerita ini. Maka ane comot sedikit liriknya sebagai judul cerita.

- Pertama, cerita ini mengenai setting lokasi peristiwa terjadi di dua pulau besar di Indonesia tercinta, yang beberapa nama tempatnya ane ubah karena lupa detailnya. Hehehe.. (maklum, faktor umur)

- Kedua, dimohon para juragan sekalian jangan memaksa ane untuk rutin update cerita ini, karena kita sebagai manusia pasti mempunyai kesibukan yang berat di dunia nyata. Tanpa agan-agan minta sekalipun, ane tetap akan update kok sampe selesai.

- Ketiga, mengenai peraturan berkomentar di forum SFTH ini. Ane rasa gak perlu dijabarkan dengan detail karena agan-agan sekalian pasti lebih paham ketimbang ane yang baru sebulanan melancong di kaskus. Dipersilakan untuk kepo se-kepo-kepo-nya mengenai isi cerita...

Udah segitu aja intronya udah kepanjangan nih. kalo ada suatu kesalahan, silakan kasih tau ane ya gan. Namanya juga manusia “tempat produksinya beragam masalah”. Akhir kata, selamat menikmati.


*****



PENDAPAT PARA READERS

Quote:

Quote:

Quote:

Quote:

Quote:




*****


Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 141 suara
siapakah wanita yang menjadi tema judul dalam cerita ini?
Arini
15%
Mutia
7%
Fanya
40%
Diana
38%
Diubah oleh bijikude 13-06-2016 15:33
User telah dihapus
logger.infoAvatar border
ugalugalihAvatar border
ugalugalih dan 21 lainnya memberi reputasi
22
633.1K
2.4K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
bijikudeAvatar border
TS
bijikude
#1928
DIANA PoV : DIANA SIDE STORY (II)





Waterloo,Ontario – Kanada, 30 November 2006




Dingin di Kanada, melebihi dinginnya tempat dimanapun yang pernah ku rasakan di Indonesia. Semua sudut pandang di Kanada saat Desember hampir tiba ini selalu berwarna putih. Setiap jengkal di tempat terbuka selalu di penuhi salju. Putih, dan dingin.


Tempat ini benar – benar seperti bentuk nyata dari dongeng masa kecil yang selalu ku dengar. Imajinasi yang tergambar saat musim dingin seperti ini, sungai dan danau yang airnya berhenti beriak karena beku, hela napas yang menebal uapnya ketika berembus, dahan pohon maple yang berdiri telanjang tanpa daun di sisi jalan, rusa cokelat dan kelinci putih yang melompat – lompat di pelataran sisi hutan.


Dalam balutan mantel tebal sambil bersedekap, aku melangkahkan kaki keluar dari Waterloo University. Berjalan mengarahkan langkah ke jalan di sisi sungai yang hampir membeku, jalan pulang menuju apartemen.


Ponselku berdering, ketika aku melewati sebaris café dan toko – toko di pinggir jalan. Suara sahabatku Arallyn bergema dari speaker kecilnya. Arallyn berkata jika dia melihatku melintas di salah satu jendela depan café yang sedang dikunjunginya. Aku segera mencarinya diantara barisan café sepanjang jalan yang tadi ku lalui.


Dia tersenyum dan melambaikan jemari ketika aku menemukannya. Segera saja kuhampiri dan duduk di hadapannya sambil memesan satu cangkir kopi hangat. Ah, aku rindu wedang jahe. Tak ada yang menjual sekuteng hangat disini. aku jadi rindu Jakarta. disini benar – benar menyebalkan.


Arallyn yang tertawa terbahak mendengar semua keluhanku selama musim dingin di sini, pun turut mengangguk setuju ketika kubilang bahwa kami seharusnya segera menghindari kebekuan ini lebih lama lagi begitu musim libur kuliah sudah tiba. Aku mengajak Arallyn pergi berkunjung kerumah keluargaku di Indonesia. Dia setuju, bahkan dengan senang hati.


Bayangan di anganku pun meluncur. Tentang kemacetan jalan, panasnya udara dikala siang, lengkingan klakson dan deru suara knalpot yang bising di pelataran kota Jakarta.


Tanpa sadar pun aku merindukan bagian itu juga. Tapi tentu saja aku merindukan berbagai hal manis yang ada disana juga. Papa dan mamaku, teman – teman sekolahku, dan ya, kekasihku.


Mengingat mereka saja sudah membuat dadaku sedikit sesak. Keberadaanku di bagian lain di ujung bumi ini mempersulit komunikasi antara aku dan mereka semua. Masalah perbedaan waktu cukup menjadi kendala.



Aku merindukan mereka.




*****





Waterloo / Ontario – Kanada, 4 Desember 2006




Antusiasme Arallyn membuncah tentang hari besok.


Sebab sehari lagi, aku dan dia akan segera berangkat ke Indonesia. Aku sudah memesan tiket pesawat untuk dua orang. Dan nampaknya sahabatku ini sudah tak sabar untuk segera menjejakkan kaki di jalanan berdebu Indonesia. Hahaha!


Celotehnya tentang candi – candi yang sering di lihatnya di saluran televisi, berbagai warna terumbu karang di bawah laut bunaken, berbagai pantai dengan pasir putihnya yang ditumbuhi pelepah nyiur di tepi laut, membuatku tersenyum miris.


Kau belum melihat kesemerawutan kota Jakarta, Alley. Dan itu saja akan sangat cukup untuk menghancurkan impian indah dan fantasi gila mu tentang Indonesia, hahaha!


Itu fantasinya sahabatku. Berbeda samasekali dengan fantasi yang berpendar di dalam kepalaku. Bahkan, bisa dibilang, fantasi ku terlalu standar, terlalu biasa.


Apa sih yang di inginkan seorang perantau ketika dia pergi ke dunia yang asing dan lama kemudian pulang kembali ke tanah kelahirannya? Paling hanya melepas rindu dengan orang – orang terkasihnya saja, kan?


Ah, tapi aku seakan mengerti euphoria Arallyn. Mungkin hampir sama seperti ketika aku pertama kali berpikir tentang hidup sendirian di Waterloo ini. Bisa jadi seperti itu.


Ah, aku lupa. Aku harus bersiap merapihkan bagasi bawaan untuk besok. Cukuplah ceritanya untuk hari ini. Dear diary, Sampai jumpa di Indonesia!




*****





Jakarta – Indonesia, 6 Desember 2006




I’m back, yee haaw~!Sensasi dingin dan beku selama tinggal di Waterloo sirna dalam sekejap dalam tingkat derajat tinggi hawa panas Jakarta yang hampir over heat ini. Paru – paru ku yang nyaris dipenuhi bulir Kristal salju akhirnya kembali menghirup udara berpolusi ini. Hahahaha!


Arallyn terus saja tersenyum bahagia. Hehehe. Teman pirang ku ini benar – benar, deh. Mulutnya tak berhenti menggumamkan kata ‘Oohh – Woaah’ semenjak kakinya melangkah di tanah Indonesia. Semua hal yang nampak sepele pun tak henti dikaguminya.


Aku menepuk kening melihat tingkahnya hari ini. Sebelum autisme nya semakin menjadi – jadi, aku menyeretnya memasuki taksi dan segera bergegas menuju kerumah ku. Sebelum dirinya terus menggila dan akhirnya membuatku kerepotan, hahaha!



*****




Jakarta – Indonesia, 10 desember 2006



Sudah tiga hari semenjak aku tiba di Jakarta. Arallyn terus – terusan merengek mengajakku plesiran ke bali. Hey, itu membosankan sekali buatku, tahu! Aku berusaha menghiburnya dengan mengajak berkeliling Jakarta setiap malam, tapi itu seakan belum cukup baginya.


Anak pirang itu nampak seperti pengagum ’Cult of Dyonisus’, jiwanya seakan baru bisa tenang jika sudah menjejakkan kaki di dalam kuil atau candi para dewa.


Aku sendiri berpendapat jika keindahan sebuah candi adalah dengan melihatnya dari jauh, bukan berdiri di atasnya. Bagaimana mungkin, tahu sendiri kan bagaimana rupa candi jika kau berdiri di atasnya? Hanya seperti menatap tumpukan batu, bukan?


Ah, iya. Aku punya sedikit hiburan. Bagaimana jika aku dan Alley pergi ke tempat Beni di sumatera barat sana, ya? Aku segera mencari info tour guide yang terdapat di kota padang, yang mungkin bisa ku gunakan sebagai referensi liburan nanti.


Aku menemukannya, dan segera saja ku tunjukkan ke sahabat pirangku itu. Jangan Tanya bagaimana reaksinya, ya? Dia itu orang yang selalu heboh sekali, kau tahu?


Aku segera menghubungi pihak travel yang menyediakan paket tour ke sumatera barat itu. Setelah melakukan reservasi untuk dua orang, aku segera mencari alamat tinggal kekasihku di sana. Ketemu.


Semoga saja aku bisa memberikan kejutan untuknya dengan kehadiranku dan Arallyn di hadapannya. Nampaknya sedikit menyenangkan melihatnya melongo terkejut seperti dulu. Hihihihi~


Mengenai Beni, komunikasi antara aku dengannya cukup jarang. Aku mengerti kesibukannya kuliah sambil bekerja di kota orang. Itu benar – benar sangat menyita waktu dan tenaga, aku sangat mengerti.


Beberapa kali ketika kami melakukan webcam, aku tahu jika waktu tengah malam di tempat Beni menunjukkan betapa dia rela meluangkan sedikit waktu untuk berbagi cerita denganku. Itu sudah sangat cukup.


By the way, aku sudah tak terlalu dibawa perasaanku tentang cinta. Beberapa nasehat dari Arallyn menjadikanku lebih dewasa dalam menyikapi sesuatu tentang hati.


Sekarang, semua mengalir sewajarnya. Aku hanya merindukannya ketika menjelang tidur, aku membayangkan senyumannya.




*****





Jakarta – Indonesia, 30 Desember 2006




”Betapa indahnya hidup, jika kita mencintai sewajarnya, dan menyayangi dengan sederhana.”


Aku mengingat kalimat itu dalam desahku. Seakan hidupku sudah terlalu indah, hingga suatu kali bencana menyertaiku. Dan aku belum siap menghadapinya meskipun aku seorang petarung sekalipun.


Badai itu, kamu. Ben.


Sebentuk cuaca yang biasanya menghangatkan hati sengan senyum dan berbagai hal yang sangat menghibur, seketika berkhianat. Menjadikan hujan turun dalam hati, dalam mata. Ya, aku menangis mengingat nya.


Aku ini tetap saja wanita, dan sudah pasti aku rapuh, kau tahu! Seperti inikah harapan yang ku tanam tentang sebentuk masadepan yang ku harapkan denganmu?


Tanpa bertanya pun, aku tahu bahwa harapanku sia – sia belaka ketika melihatmu terlelap dalam pelukan seorang wanita, dan wanita itu bukan aku.


Saat melihat itu semua, aku marah, aku benci. Tapi aku memilih pergi. Dimakan kesedihan, aku berjalan menjauh dari rumah kost nya sambil memeluk diriku sendiri. Ku pikir, aku tak ingin diriku jatuh berhamburan di jalan, padahal hanya perasaanku yang hancur, bukan diriku.


Aku terlalu berpaku dengan fantasiku sendiri. Arallyn yang menunggu ku jauh di kamar hotel, terperanjat mendapatiku menangis ketika tiba disana.


Ketika aku menceritakan semuanya, aku bergidik melihat betapa murkanya sahabat pirangku ini. Tahu tahu, Ben? Arallyn murka, dan aku hanya menangis. Kau mengerti itu? Kau paham itu?


Dengan segala kekecewaan yang harus ku telan dalam – dalam, Arallyn membawaku pulang ke Jakarta dan membatalkan tour yang didambakannya.


Kau tau jika perasaan itu dinilai dengan nominal? Tak terhingga, Ben. Tak terhingga! Tak ada angka yang sanggup menjajarkan nilainya sebuah perasaan yang hancur berkeping – keping!


Dua hari kemudian Beni datang, dengan wajah penuh penyesalan. Perasaan sayang ku padanya kembali membuncah, itu tak bisa dipungkiri.


Aku berusaha tegar menatap wajahnya. Senyum ku kembangkan untuk menutupi sembab di pelupuk mataku. Ku tahankan air mata yang terus – menerus mendesak untuk mengalir. Dan akhirnya tumpah juga.


Ku putuskan masa depan kami hanya sampai di sini. Aku memaafkannya, memaafkan semua kesalahannya, memaafkan semua dosa yang diakuinya. Tapi bukan berarti aku mengijinkannya melanjutkan masadepan yang sudah dihancurkannya.


Aku membiarkannya pergi, dan aku pun akan menjauh sendiri. Melanjutkan hidupku tanpanya, seperti diriku yang pernah hidup sebelum kedatangannya.


Aku bersyukur menjadikannya salah satu bagian dari hidupku yang indah. Terima kasih, Ben. Aku tak pernah menyesal pernah menyayangimu.



”Berbahagialah kamu, ketika kecewa tentang pahitnya cinta tertawa lantang di hadapanmu. Sebab kedatangannya itu terselip sebuah kekuatan untuk menghadapinya lagi esok hari.”




*****





Waterloo / Ontario – Kanada, 24 April 2009



Sudah tiga tahun, ya, Diari? Semenjak terakhir kali aku menulis keluh kesahku di sini. Tanpa sadar, kamu sudah begitu usang dimakan waktu. Terima kasih sudah menemaniku bertahun – tahun hidupku yang luar biasa indah.


Sebentar lagi, pendidikanku di kota asing yang indah ini akan selesai. Sebentar lagi, aku akan kembali ke tanah kelahiranku dan menikah disana. Ah ya, aku belum menuliskan satupun tentang pangeran baruku sama sekali ya? Hahaha!


Lelaki ini, sepupu dari sahabatku sendiri. Arallyn. Pria tampan dengan darah eropa – timur tengah yang mengalir di guratan nadinya. Kebalikannya dari Arallyn yang berambut pirang dan bermata cokelat, pria ku ini bermata biru namun berambut cokelat. Matanya indah sekali.


Kami menjalin hubungan setahun setelah selesainya segala urusanku dengan Beni. Bulan lalu, dia berkata ingin memintaku menjadi istrinya.


Aku berdo’a semoga ini yang terbaik untuk hidupku. Benar – benar seperti fantasi, satu demi satu momen indah terus berdatangan silih berganti dalam hidupku. Terima kasih, Diariku tersayang. Ini lembar terakhir dimana ku tuangkan kisah mengenai keseharianku.


Terima kasih atas persahabatan kita yang dimulai sejak aku kelas 2 SMP, ya? Jangan marah, aku enggan menambah jumlah halamanmu karena kau sudah seperti wanita tua yang gemuk dan rapuh, kau sudah terlalu tebal, tahu. Hahaha!



Sayonara, diari. Salam cinta dan kasih dari ku.



*****
situmeang96
khuman
mirzazmee
mirzazmee dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.