Quote:
Tubuh ane terasa terpaku di kursi di depan layar laptop, gan. Ane terdiam, dalam hitungan kurang dari sepuluh detik seluruh memori ane terseret ke momen-momen tiga tahun lalu. Rasanya seperti, you know, seakan sesuatu yang terkubur sekian lama di kepala kita lalu hidup dan merangkak keluar dengan tiba-tiba. Ada rasa hambar yang aneh dan sama sekali engga enak, yang merembes di balik dada.
Ada keraguan untuk beberapa saat, dan itu engga sebentar sebelum perlahan ane arahin kursor ke email dari Timi. KLIK! Dan attachment berisi folder foto-foto magang itu masih ada di sana. Seakan menunggu ane selama tiga tahun ini. KLIK! Lalu terunduhlah attachment itu.
Bahkan ane sampai lupa dengan tugas translate yang harus ane kerjain demi cewek ane sendiri. Sekitar dua jam berlalu gitu aja, ane duduk terpaku di depan laptop sambil mandangin foto-foto masa magang ane di Kudus dulu...foto-foto kumpulan anak SMA yang sedang asyik mengikuti kegiatan perusahaan tempat magang ane...foto-foto dimana DIA ada di sana. Si Gadis Penyendiri itu -tentu saja- dia masih sama seperti dulu.
Tak hanya memori tentang DIA, foto-foto ini juga membawa kembali semuanya. Tentang kota Kudus, tentang pengalaman ane magang, dan tentang obsesi yang pernah menghantui hidup ane. Semuanya hadir kembali hari itu...dalam waktu dua jam saja.
Mungkin memang ane yang enggak siap dengan segala sensasi de javu yang enggak nyaman ini, tapi ane tahu entah hari ini atau kapan...ane harus memilih satu diantara dua; benar-benar membunuh obsesi ane kepada Si Gadis Penyendiri yang sampai saat inipun ane belum tahu siapa namanya dan melanjutkan hidup ane seperti biasanya...atau memilih untuk kembali ke obsesi ane itu. Pergi dan mencari tahu siapa dia..siapa namanya...dan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang gentayangan di kepala dan hati ane.
Ya...ane emang harus milih. Dan di setiap pilihan selalu ada konsekuensi yang harus ane hadapi.
Quote:
Mei 2014.
Ternyata butuh dua bulan lamanya bagi ane buat memberanikan diri berdiri di sana. Di depan pintu rumah kost di salah satu sudut kota besar, yang juga merupakan kost pacar ane. Ana. Bahkan ane sempet ragu beberapa saat buat ngetuk pintunya, walaupun pada akhirnya ane lakuin juga.
Tiga kali ketuk, lalu pintu terbuka. Di balik sana keluar sosok cewek yang cukup ane kenal. Helga namanya, salah satu temen kost cewek ane.
"Ana lagi mandi. Tunggu bentar, ya? Udah ngabarin belum tadi kalau mau main kemari?" Tanya Helga yang cuma ane jawab pake senyum kecil dan gelengan kepala. Ane emang belum ngabarin Ana kalau mau datang kesini. Anepun lalu ngambil duduk di teras depan sambil ditemenin Helga. Dia nyoba ngajak ngobrol ane ngalor ngidul, tapi ane cuma pasif doang. Ane lagi enggak fokus dan pikiran ane lagi tersesat entah di dimensi mana.
Setengah jam berlalu, Ana tiba-tiba keluar dan raut mukanya jelas kaget dan surprised banget liat orang yang dia sayang udah duduk di depan kost dia tiba-tiba. Normalnya, ane ngeliat dia senyum selebar itu dengan bahagia juga. Tapi di waktu itu..enggak. Ane malah ngerasa jutaan jarum nusuk-nusuk hati ane. Ada rasa tegang, rasa sedih dan rasa bersalah yang seliweran nyiksa batin ane. Tapi bagaimanapun, ane udah ngambil keputusan. Ane udah siap menghadapi segala konsekuensinya. And that day was the day...
Ane segera bangkit berdiri, berjalan ngedekat, nyium pipinya yang chubby dan berkata pelan ke dia...
"Keluar yuk. Ke cafe favorit kamu itu. Deket sini kan?" Dia cuman senyum sambil mengiyakan ajakan ane. Seakan belum tahu apa yang selanjutnya akan datang. "Aku pengen ngomong sesuatu ke kamu. Penting."