Jeruk masih tersisa separuh, ketika sayup – sayup terdengar suara khas panggilan ibadah umat Muslim. Fanya menaruh jeruk dalam genggamannya yang tinggal separuh itu ke atas buffet. Lalu dia menggeser kursi dan melangkah ke kamar mandi sambil berkata.







Gue hanya menggeleng. Fanya meneruskan langkahnya menuju kamar mandi. Setelah berwudhu, dia memakai mukena dan menggelar sajadah yang dibawa nya dari rumah kost.



Posisi shalatnya yang gak jauh dari kaki ranjang, membuat gue terus memperhatikan dia selama beribadah.



Selesai shalat, Fanya membuka Al – Qur’an dan membaca isinya dengan lantunan suara yang merdu. Astaga. Pesona nya yang ketiga.



Setelah mengakhiri bacaan dan menutup Al – Qur’an, Fanya mengecupnya.



Lalu setelahnya, dia menghampiri dan mengampit tangan gue yang terbebas dari jarum infus, lalu disentuhkan ke keningnya.


Ya, Tuhan. Wanita macam apa dia? Pesonanya menghujam gue bertubi – tubi dalam satu waktu.







Perkataan Fanya barusan menyadarkan gue dari kabut pesonanya yang mengembun di mata gue. Fanya sudah merapihkan perlengkapan ibadahnya, dan saat itu dia tengah mengenakan jaket dan merapihkan ikat rambutnya.







Fanya hanya membalas dengan bibir bawahnya yang dimajukan.







Gue hanya membalas dengan senyum. belum saatnya untuk bicarakan hal sensitif dengan keadaan gue yang sekarang.



Setelah selesai bersiap, Fanya berpamitan dan melangkah menuju pintu di seberang ruangan. Saat tangannya tengah menarik tungkai pintu, gue memanggilnya lirih.







Fanya menghentikan langkahnya sambil menoleh. Gue melanjutkan perkataan yang masih tertahan di tenggorokan.







Fanya menaikkan alisnya sejenak. Keheranan? Mungkin. Sebab selama ini gue bersikap acuh padanya. Tapi kemudian dua bagian dari wajah fanya tersenyum membalas ucapan terima kasih gue barusan.



Dua bagian wajah tersenyum? Iya. Sepasang bibir yang mengulum, dan sepasang mata yang menyipit.



Cara senyum yang lagi – lagi membuat gue terpesona. Sumpah, ada apa dengan Fanya hari ini? Ahh, bukan, bukan. Lebih tepatnya, ada apa dengan gue saat ini?



Setelah wajahnya tenggelam dari balik daun pintu yang mulai menutup, gue yang masih berbaring ini menatap langit – langit ruangan sambil mulai memutar ulang adegan demi adegan yang barusan terjadi.



Dan pada momen – momen dimana tadi gue terpesona oleh sikapnya Fanya, saat pikiran gue memutar ulang momen tersebut, lagi – lagi sensasi yang sama kembali gue rasakan. Itu benar – benar rimbunan pesona seorang Fanya yang baru gue temukan.



Haahhhh. Gue mendesah sambil memenjamkan mata, mencoba untuk tidur kembali. Setelah mengucap doa sebelum tidur dan meminta kesembuhan pada Sang Maha Cinta, gue memohon satu permintaan yang sedikit mengada – ada.