rafa.alfurqanAvatar border
TS
rafa.alfurqan
Cerita Tentang El (Edelweiss)
Quote:


Assalamualaikum (pengucapan dengan gaya sama ma Fico SUCI) emoticon-Big Grin
Salam sehat, salam riang, salam gembira agans, sists...

Kembali ane mw posting satu cerita baru, cukup pendek memang jika dibandingkan dengan cerita ane yang sudah tamat sebelumnya.

The Left Eyekemarin sayangnya ane post ketika thread sebelah sudah booming dengan cerita horornya. Karena itu lah thread-thread lain yang muncul setelahnya lebih dianggap sebagai thread ikut-ikutan, atau yang lebih mendingan dibilang sebagai thread yang dibuat karena terinspirasi dari thread booming itu. Dan menurut ane karena saking boomingnya secara tidak langsung berevolusi menjadi parenting thread buat cerita horor dewasa ini di SFTH, IMO emoticon-Big Grin

Sedih ane gan kalau dianggap jamaah emoticon-Turut Berduka
Padahal niat ane cuma mw posting biasa, karena cerita itu memang udah lama ane bikin.
But, it's okay. Ane sekarang mau posting ulang dengan genre berbeda.

Tiap chapter di cerita memang gak bakal sepadet cerita The Left Eye ane, tapi cerita ini nyata dan dibuat berdasarkan kisah nyata seseorang. Dan ane diberi kepercayaan untuk menulisnya (tentu dengan nama-nama tokoh yang telah disamarkan) emoticon-Smilie

Kenapa ane tulis disini, karena ane pikir yang ngalamin hal ini pasti gak cuma dia (si narasumber), mungkin termasuk agan yang lagi baca cerita ini juga emoticon-Peace

Biarkan ini jadi bahan pembelajaran buat yang lain, biar nanti ketika mereka mendapat situasi yang sama, mereka sudah ada bahan pertimbangan, terang narasumber.

Ane sediakan lapak gueedeee buat yang mau gelar tiker, tenda atau bangun apartemen sekalian.
Ane jamin meskipun cerbung tapi apdetnya sedikit kok dan ceritanya juga udah kelar ane tulis emoticon-Peace

Quote:

Dan terakhir,,,
Gak lupa-lupa ane ngingetin,,,, Like once a wiseman said, pengunjung yang baik (mau yang silent reader juga) jangan lupa tinggalkan jejaknya ya

ane juga terima kok kalau dikasih emoticon-Toast atau emoticon-Rate 5 Star


yang penting semakin ramai ini thread maka semakin kepikiran ane buat terus ngelanjutin ini cerita, nyampe kelar biar gak ngentangin agans sekalian

Quote:
Diubah oleh rafa.alfurqan 27-06-2016 07:16
anasabila
anasabila memberi reputasi
2
9.6K
48
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
rafa.alfurqanAvatar border
TS
rafa.alfurqan
#12
Chapter 3 - Edelweiss
5
Edelweiss


Aku akhirnya tiba di kota kecil ini, Purwokerto namanya. Kota yang akan aku tinggali selama 3 tahun lamanya. Kota yang akan menjadi tempat mulainya cerita cintaku dan kota yang mempertemukanku dengannya. Iya, dengan dia, Edelweissku.

Waktu pertama kali aku ke sana, aku bersama dengan ibuku. Ibuku kekeuh ingin ikut denganku, mengantarkanku dan minimal sampai aku mendapatkan tempat tinggal disana. Maklum lah ini pertama kalinya untuk ibuku menemani anaknya yang sering jauh dengannya.

Komentar tentang kota Purwokerto? Jujur saja, dibandingkan dengan Banjarmasin. Aku merasa jauh lebih bagus Banjarmasin jika dibandingkan dengan Purwokerto terlepas kalau memang aku besar disana. Sampai sekarang pun, aku pernah mendengar orang bilang kalau Purwokerto itu tempat orang-orang yang sudah pensiunan. Aku tidak mengerti apa maksud mereka berkata seperti itu, tapi jika sendainya mereka sudah pernah kesana dan mencoba menetap barang beberapa bulan saja disana. Aku yakin mereka tidak akan berkata seperti itu.

Purwokerto itu indah, kecil memang tapi bersih dan nyaman. Semua masyarakat disana sangat ramah-ramah. Dan jika ditanya tentang biaya hidup (tempat tinggal atau makan) maka tidak usah ditanya kalau Purwokerto masih cukup murah untuk semuanya. Yang terpenting lainnya adalah, udara disana masih cukup bagus. Dengan udara yang masih cukup segar jika dibandingkan dengan kota-kota besar. Dan kalian juga tidak perlu khawatir berangkat kesiangan, karena lalu lintas di jalan tidak sepadat di Jakarta.

Bagaimana tidak merasa Purwokerto itu keren kalau baru datang saja aku sudah dijemput oleh ibu kos? Hehe. Kenal saja belum, apalagi berbicara. Bahkan melihat kos-kosannya saja juga belum, tapi aku dan ibuku sudah dijemput di stasiun kereta api Purwokerto. Dan itu semua karena si boim yang meminta ibu kosan untuk menjemputku. Sampai sekarang aku masih belum mengerti, kok mau saja ibu kosan disuruh sama boim ya?

-0o0-

Hari pertama yang tidak bakal bisa dilupakan mahasiswa baru itu adalah mulai masuknya ke masa-masa ospek.

Aku yakin kita semua pasti setuju dengan kalimat diatas. Semua yang kita rasakan saat masa-masa ospek itu lengkap. Dari senang, sedih, capek, rame bahkan sampai dendam. Semua menjadi satu tapi karena itulah masa-masa ospek itu tak akan terlupakan sampai kapanpun.

Seperti biasa, semua peserta ospek dikumpulkan menjadi satu barisan di lapangan. Di tengah teriknya matahari yang sudah mulai terasa, semua peserta tetap harus mengikuti semua perintah dari panitia tanpa terkecuali.

Setiap panitia ospek selalu menekankan ke peserta untuk selalu mengingat pasal-pasal yang berlaku semasa ospek berlangsung. Itu pun aku pikir pasti sama di setiap institusi baik swasta maupun negeri, yang bunyinya kurang lebih seperti ini:
1. Panitia selalu benar
2. Jika panitia salah maka kembali ke pasal 1


Setelah dikumpulkan di satu barisan semua peserta akan dipanggil satu-persatu untuk dipisah berdasarkan kelompok yang akan dibuat sekalian absensi awal semua peserta. Semua kelompok di buat acak, tidak perduli mau dari suku mana dan anak siapa. Karena memang tujuannya agar semua bisa saling mengenal tanpa harus melihat embel-embel. Satu-persatu nama-nama dipanggil, sampai tiba giliranku.

Awal perkenalan kelompok aku tidak terlalu tertarik memperhatikan siapa saja dan bagaimana saja para maba-maba (mahasiswa-mahasiswi baru) waktu itu. Karena aku lagi dibuat kesal oleh teman-teman kelompokku yang memilihku secara aklamasi tanpa meminta persetujuanku sebagai ketua kelompok. Sudah kukatakan ke kalian sebelumnya kan, bahwa aku itu dari dulu tidak suka dengan kegiatan yang seperti ini apalagi kalau dipilih menjadi ketua.

Namun karena aku sudah terpilih secara aklamasi, mau tidak mau akhirnya aku bersedia menjadi ketua. Waktu itu aku jadi ketua kelompok kuning. Kelompok dipisahkan berdasarkan warna, karena warna-warna yang paling gampang dicari sudah pada di ambil. Yang kepikiran dari otakku saat itu adalah mendapatkan warna yang paling tidak masih bisa dicari, jadilah warna kuning yang kupilih.

Kenapa coba harus warna kuning!? Dari seluruh warna yang tersisa, kenapa aku memilih warna kuning? Karena menurutku warna kuning itu familiar, benda yang berwarna kuning itu tidak terlalu susah untuk dicari. Bahkan tak usah dicaripun dia akan memperlihatkan dirinya dengan cara mengapungkan dirinya di sungai-sungai (tidak usah dibayangkan pun kalian pasti sudah tahu apa).

Salah satu hal yang berkesan di masa-masa ospek ini adalah semua anak cowok diwajibkan kepalanya dibotakin dan harus botak halus. Dan lagi-lagi yang nge-ospekin kami salah satunya itu adalah Kak Zaki, yang semasa SMK juga jadi panitia MOS ku.

To be honest ya, menurutku sih kak zaki ini cukup perfect secara penampilan. Tegap dan tegas kalau didepan panggung. Seakan-akan bagi dia panggung itu adalah tempat bermain dirinya. Dan karena itulah aku cukup ngefans sama dia dulu, tapi aku tidak ingin kalah! Minimal aku bisa mengikuti jejaknya. Karena menurutku dan dari apa yang pernah aku rasakan sendiri, seorang laki-laki akan bisa lebih kuat ketika dia menemukan seseorang yang pantas untuk dikejarnya atau paling tidak sepadan dengannya untuk bisa saling bersaing. Dan waktu itu aku melihat sosok kak zaki itu bagaikan sebuah punggung yang harus aku capai.

-0o0-

Pulang dari kampus setelah acara itu bukannya langsung pulang ke kosan atau rumah masing-masing. Semua peserta yang sudah terbagi menjadi beberapa kelompok langsung berkumpul pada kelompok masing-masing. Aku dan kelompokku sudah mulai merencanakan pembagian tugas dan apa saja yang harus dilakukan setelah ini. Karena tentu saja seluruh peserta sudah diberikan tugas-tugas dan kewajiban yang harus dibawa saat kegiatan ospek berlangsung.

Kami mulai pergi ke pasar mencari bahan-bahan yang berwarna kuning, membuat name tag, membuat kalung dari petai yang harus sesuai dengan ketentuan yang diberikan, membeli topi terus membuatnya sesuai dengan ketentuan panitia, membeli peralatan untuk presentasi besok hari tentang tema yang sudah dibuat sampai saling mengingatkan kembali untuk mencukur habis rambut masing-masing.

Tapi yang namanya manusia ya, ada saja yang terlewatkan. Si rozak yang telat datang ngumpul malamnya di rumah mike karena suatu urusan masih belum cukur rambut. Akhirnya kami pun menjadi tukang cukur dadakan yang dengan senang hati mau mencukur rambutnya tanpa dibayar. Dan tentu saja hasilnya,,,BERANTAKAN! emoticon-Ngakak

Dan itu tidak terjadi hanya pada teman kelompokku saja, karena pada saat hari pertama ospek berlangsung semua peserta cowok yang rambutnya masih belum botak halus dikumpulin di depan. Dan tentu saja aku juga termasuk. Hasilnya? Hampir 90% peserta cowok masih belum botak halus. Yang hampir dipastikan selain disuruh cukur rambut lagi sampai benar-benar botak halus, kami semua mendapatkan hukuman.

Selain itu, ada satu hal lagi yang sampai saat ini membekas di ingatanku. Waktu itu ada 2 orang peserta yang menurut panitia melakukan kesalahan. Akibatnya mereka dihukum naik ke lantai 2 sambil berteriak "kami salah dan kami berjanji tidak mengulanginya lagi". Saat itu aku tidak tahu apa yang telah mereka lakukan, hanya saja kami para peserta lain yang melihat mereka dihukum harus menertawakan mereka. Iya, harus menertawakan mereka, saat itu para peserta lain seolah tidak ingin ikut campur memilih menertawakan mereka. Sedangkan aku? aku hanya diam melihat mereka. Tidak ada alasan untukku mentertawakan mereka.

Namun malang, ada salah satu panitia yang melihatku tidak tertawa dan aku pikir mereka yang sedang dihukum itu harusnye berterima kasih padaku. Karena akulah seluruh perhatian yang awalnya ke mereka berpindah kepadaku. Panitia yang melihatku itu langsung berteriak dan berkata.
Panitia : Hey kamu! Kenapa kamu tidak tertawa?
Alf : Tidak apa-apa, tidak ada yang lucu

Mendengar percakapan ini sontak panitia lain langsung menghampiriku kemudian menghukumku untuk ikut naik ke lantai 2 bergabung dengan orang-orang yang dihukum sebelumnya.

Sesampainya di atas, sekarang aku ikut serta menjadi orang yang harus dihukum. Dan ini menjadi kesempatan panitia untuk sekali lagi mengingatkan para peserta bahwa beginilah akibatnya kalau para peserta tidak mau menuruti keinginan panitia. Jika kalian pikir dengan ini hukumanku selesai, maka kalian salah. Masing-masing panitia berhak memberikan hukuman yang berbeda, meski ada panitia yang lain menganggap hukuman itu sudah cocok dan tidak perlu ditambah lagi.

Aku diminta untuk menghadap salah satu panitia saat acara hari itu sudah selesai secara personal. Aku ingat saat itu, aku diberi hukuman membeli cokelat dan meresume semua acara kartun yang disiarkan di tv besok hari dari pagi sampai siang (masa-masa itu masa dimana kartun ditayangkan dari pukul 7 pagi sampai dengan jam 11 siang di tv setiap minggunya).

Menurut kalian aku pantas menerima hukuman itu? Terlepas dari pantas atau tidak semua punya pandangannya masing-masing. Yang jelas sampai saat ini aku merasa kalau aku saat itu orang bodoh yang mau-mau saja dihukum seperti itu.

-0o0-

Beberapa hari kemudian, masih dalam masa ospek. Akhirnya datang sebuah momen yang mempertemukanku dengan Edelweiss.

Momen itu tejadi setelah sebelumnya semua kelompok peserta ospek harus melewati sungai yang airnya itu berwarna kuning. Hei, meskipun kami kelompok kuning, tapi bukan berarti kami menyukai semua yang berwarna kuning, termasuk sungai dan benda-benda mengapung yang berwarna kuning itu. Tidak lupa, kami para peserta ospek saat melewati sungai itu harus membawa dan menyimpan sendok makan kami di dalam kantong masing-masing. Sendok makan yang kami gunakan kemarin. Dan benar pada akhirnya sendok itu tetap harus kami gunakan tanpa harus dicuci ketika kami makan siang.

Jika ada hal yang sampai saat ini masih membuatku kesal adalah waktu makan. Ketika makan siang berlangsung, semua peserta dikumpulkan menjadi satu. Dikumpulkan dan dibentuk lingkaran yang saling berdempetan. Makanan dibagi ke setiap orang lengkap dengan sendoknya.

Yang membuatku kesal itu bukan karena proses makan siangnya. Betul memang untuk membentuk jiwa korsa, maka kebersamaan harus dipupuk dari awal kami masuk baik dari segala hal termasuk makan. Setiap beberapa kali suapan, para panitia yang bertugas "mengawasi" proses makan siang, berhak memerintahkan kami untuk menggeser makanan kami beberapa langkah. Atau bahkan saling menyuapi kanan-kiri masing-masing.

Melihat jatah makanan orang lain yang pindah ke tempatku, jujur saja kadang bisa membuatku mual. Bukan aku merasa paling bersih, tapi jika mengingat kondisi saat itu yang masih capek. Bisa saja keringat jatuh ke makanan dan bercampur jadi satu, terus aku kebagian mendapatkan makanan itu. Sampai pada akhirnya aku terbiasa dengan hal itu.

Tapi bukan itu yang membuatku kesal, yang membuatku kesal adalah masalah sendok makan. Sendok makan memang diberikan per orang, namun harus di ingat kalau sendok yang dibagikan itu hanya sekali dalam satu minggu, masa ospek berlangsung. Yang artinya untuk hari berikutnya kami tidak mendapat jatah sendok lagi. Dan kami harus senantiasa membawa sendok itu di dalam kantong celana kami di setiap kegiatan acara.

Selain itu setiap kali makan kami juga diajarkan untuk selalu menghormati para petani yang sudah bersusah payah untuk menanam padi. Jadi jika ada satu butir nasi yang jatuh ke tanah tidak perduli tanahnya berpasir atau tidak. Maka bersiap-siaplah kalian diminta oleh panitia yang bertugas saat itu untuk memakan satu butir nasi tersebut.

Kembali ke cerita tentang Edelweiss,
Setelah melewati sungai itu, otomatis semua baju dan celana kami kotor. Waktu itu, semua kelompok dibagi menjadi beberapa baris. Dan kebetulan di depanku saat itu kelompoknya Reno. Kebetulan reno itu juga salah satu temanku di SMK dulu yang saat ini juga kuliah disini.

Saat itu panitia menginstruksikan agar kami saling membersihkan bagian belakang baju masing-masing peserta. Teman yang berada di posisi paling belakang membersihkan baju teman di depannya. Kalau sudah nantinya dilakukan secara bergantian, teman yang awalnya ada di posisi depan berbalik kemudian membersihkan baju teman yang posisi sebelumnya di belakang mereka.

Awalnya aku tidak terlalu perduli siapa teman yang ada didepanku pada saat itu. Meskipun yang aku tahu dia itu cewek. Aku cuek sambil membersihkan bagian belakang bajunya. Sedangkan bagian belakang bajuku saat itu dibersihkan oleh teman satu kelompokku yang pada saat itu berada di belakangku, namanya Ariyani.

Kemudian tiba saatnya gantian...
Saat dia berbalik arah aku masih sempat melihat sekilas mukanya, bahkan aku juga sempat membaca name tag dia. Dan cewek itu tidak lain dan tidak bukan bernama Edelweiss.

Manis...

Aku deg-degan saat tangannya memegang punggungku, kemudian menepuk-menepuk punggungku untuk membersihkan bagian belakang bajuku yang kotor. Padahal cuma ditepuk-tepuk, tapi sudah membuat aku deg-degan. Siapakah dia sebenarnya?

"Kok sudah beberapa hari ospek, aku baru liat cewek ini ya? Ah kemana saja sih aku saat itu!?" pikirku dalam hati.

Setelah selesai bersih-bersih seadanya, masing-masing kelompok kembali diarahkan agar menghadap ke panitia. Saat itu aku bisa melihat dengan jelas di samping kiriku saat itu ada seorang cewek yang sangat manis. Dengan rambut diikat (biasa saat ospek, rambut cewek-cewek diikat dengan menggunakan beberapa pita sesuai dengan warna kelompok, karena tidak mungkin kan mereka disuruh botak seperti cowok-cowok).

Kadang aku sering curi-curi pandang ke sebelah kiriku saat itu. Benar-benar manis, apalagi ketika dia tersenyum. Menurutku, perbedaan dari wanita cantik dengan wanita manis itu adalah wanita cantik memang lebih superior jika dibandingkan dengan wanita manis. Namun lama-lama juga aku bisa merasa bosan. Tetapi jika aku melihat wanita manis, maka berapa lama pun wajah wanita manis itu kulihat, aku tidak akan bisa bosan.

-0o0-

Tiba saatnya makan siang.

Pada saat makan siang, kekejaman kembali terjadi. Semua peserta harus mengeluarkan sendok yang sebelumnya disimpan dalam kantong masing-masing untuk digunakan pada saat makan. Aku melihat hampir semua mimik wajah jijik dari para peserta ospek ketika makan dengan menggunakan sendok itu. Tapi semua tidak bisa berkata tidak, karena apa kata panitia adalah hal yang mutlak, dan mereka tidak pernah salah. Ingat pasal di atas, maka kalian akan teringat kembali bahwa semua keputusan dari panitia adalah benar.

Suapan pertama, hampir membuatku muntah karena terbayang sendok itu melewatin sungai tadi. Tapi mau tak mau aku harus mencoba mengalihkan perhatianku ke hal lain yang bisa membuat rasa jijikku menghilang. Saat makanan itu diputar, ya benar sekali, makanan itu diputar beberapa kali sesuai instruksi panita sedangkan posisi kami para peserta saat itu dibuat melingkar. Ketika makanan diputar atau digeser ke teman sebelahnya, mataku tak sengaja terarah ke arahnya, ke arah cewek yang duduk di samping reno itu. Ya benar sekali, dia yang namanya edelweiss itu.

Meskipun belum bisa dibandingkan dengan Ifsya, selain karena aku belum mengenalnya. Tapi entah mengapa, hatiku luluh saat melihatnya. Pikiran-pikiran jijik dan segala macamnya telah hilang seketika, saat melihat dirinya. Aku selalu mencuri-curi pandang ketika dia memindahkan 1/4 porsi nasinya ke reno, Senyumnya ketika itu bener-bener membuat hatiku berdesir.

-0o0-

6
Dia Sudah Punya Pacar


Apa dia sudah punya pacar?

Pertanyaan itu terjawab sehari kemudian. Saat itu ketika sebuah game berlangsung di sore hari, masih di masa-masa ospek karena tidak mungkin kami bermain game ketika kuliah sudah berlangsung.

Saat itu karena hal-hal yang sudah menyiksa dan lain sebagainya telah aku rasakan dari pagi hari sampai dengan siang harinya. Mood ku sudah ke level yang paling tidak mengenakkan. Dan karena itu aku tidak terlalu perduli dengan keadaan di sekitarku saat itu.

Awalnya aku tak terlalu mengerti dengan lelucon apa yang dibikin panitia sampai membuat salah satu peserta disana salah tingkah.

"Mereka ngapain sih!?" pikirku. "Ngapain juga itu cewek pakai salah tingkah segala. Dan lagi itu juga ngapain panitia sok keren banget gandeng-gandeng cewek (salah satu panitia cewek) terus dipamer-pamerin ke depan peserta lain!?" pikirku lagi.

Ternyata, panitia yang sedang menggandeng salah satu panitia cewek itu adalah kak zaki.. Yang dengan muka sok cool sambil menggandeng temannya itu di depan salah seorang peserta yang ternyata orang itu adalah dia, edelweiss.

Ada hubungan apakah antara kak zaki dengan dia? Pikirku saat itu.

Ya, mereka ternyata pacaran.
Mereka sudah kenal lama, karena di samping kampus kami ada salah satu SMK dan Edelweiss dulunya sekolah di SMK itu. Aku juga baru tahu bahwa tempat kos Edelweiss juga tak jauh dari kosan tempat kami termasuk kak zaki juga saat itu.

Karena hal itulah aku mulai mencoba menjauhkan perasaan-perasaan aneh yang sempat mendekatiku ketika aku melihat wajahnya dan tingkah lakunya yang lucu itu. Aku tidak ingin jadi bagian yang akan mengganggu hubungan mereka. Apalagi pacarnya saat itu adalah seniorku, senior yang sudah kujadikan panutan.

Dan lagi belum tentu juga dia mau denganku. Secara fisik, aku memang kalah sama kak zaki saat itu dan aku pun belum pernah berbicara dengannya. Apalagi aku tak pernah menangkap dia mencuri-curi pandang ke arahku seperti yang aku lakukan kepadanya.

Dia mungkin bakal bilang seperti ini ketika aku mencoba menyapanya.
“Kamu siapa? Kamu dari kelompok mana?”

Siapa sih aku waktu itu? Tidak ada yang tahu siapa aku selain kelompokku dan temen-temen SMA ku. Sedangkan yang lain tidak perlu dan tidak mau tahu siapa aku, meskipun saat itu aku menjadi ketua kelompok kuning. Namun siapa yang tidak mengenal dirinya saat itu? Hampir semua peserta ospek saat itu mengenalnya.

Tapi semua itu hanya permulaan. Akan datang takdir yang akan membuat kami menjadi dekat dan lebih dekat tanpa kami sadari.

Begitulah bagaimana aku kenal dengannya, dengan Edelweiss. Bagaimana takdir mempertemukan kami di kota kecil itu, di kampus kecil itu, dan di lingkungan yang kecil itu juga.

Dan dengan mengesampingkan semuanya, maka aku katakan ke kalian bahwa aku tidak menyesal pernah datang ke sini. Karena akhirnya aku bahagia dan aku jadi bisa bertemu dengannya.

Bersambung...
Diubah oleh rafa.alfurqan 08-05-2016 16:49
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.