- Beranda
- Buat Latihan Posting
Warung Kopi BLP Raya ! - Part 1
...
TS
pfapb
Warung Kopi BLP Raya ! - Part 1
Welcome To
Warung Kopi BLP Raya!
Warung Kopi BLP Raya!
Quote:
Disini tempat buat kongkow dan buat chit-chat antar kaskuser 
Perlu diperhatikan,disini dilarang post yang mengandung sara dan jangan debat disini!

Perlu diperhatikan,disini dilarang post yang mengandung sara dan jangan debat disini!

- PERATURAN UMUM :
1. No SARA
2. No Personal Insult
3. No Nude Picture
4. Menggunakan bahasa yang baik saat berbincang dengan member lain.
5. PRIME ONLY![Clone hanya boleh post disini tiap hari minggu,dan ID clone juga harus terdaftar di warkop ini.]
6. Jika Melanggar Peraturan No.5 = Delete Post
SANKSI :
1. Pelanggaran Pertama Kali : Teguran & Delete Post
2. Pelanggaran Kedua Kali : Banned
3. SARA , PERSONAL INSULT : BANNED (TANPA TOLERANSI)
4. TIDAK DIPERKENANKAN UNTUK JUALAN , PROMOSI BLOG , PROMOSI WEB : Hapus Post (TANPA TOLERANSI)
Quote:
Aturan main
1. Wajib ngejunk
2. Tidak melakukan Insult terhadap kaskuser lainnya
3. Wajib Rate 5 Thread ini.
4. Jika ada masalah pribadi dengan kaskuser disini,silahkan selesaikan via PM dgn ybs
5. Upload foto DP = BANNED
6. Upload foto nude = Delete post (Tergantung pertimbangan dari TS
)
7. Biasakan Single Quote! Multi quote digunakan hanya untuk kepepet
1. Wajib ngejunk
2. Tidak melakukan Insult terhadap kaskuser lainnya
3. Wajib Rate 5 Thread ini.
4. Jika ada masalah pribadi dengan kaskuser disini,silahkan selesaikan via PM dgn ybs

5. Upload foto DP = BANNED
6. Upload foto nude = Delete post (Tergantung pertimbangan dari TS
)7. Biasakan Single Quote! Multi quote digunakan hanya untuk kepepet

Siapa pun yang melanggar aturan,akan terkena banned 3 Hari atau Permanent 

Quote:
Buat yang mau gabung disini Wajib Isini Biodata dibawah ini
1. ID Prime :
2. ID Clone :
3. Nama Asli :
4. Nama panggilan :
5. Umur :
6. Jenis Kelamin :
7. Twitter/Line/Instagram (optional) :

1. ID Prime :
2. ID Clone :
3. Nama Asli :
4. Nama panggilan :
5. Umur :
6. Jenis Kelamin :
7. Twitter/Line/Instagram (optional) :

Semoga betah nongkrong terus dimari 
#SalamBLP

#SalamBLP

Diubah oleh pfapb 22-05-2016 15:20
0
290K
Kutip
10K
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buat Latihan Posting
35.7KThread•1.9KAnggota
Tampilkan semua post
ndemun75
#4685
JUWANDANA
part 5:
bersambung...
part 5:
Quote:
Jayasegara memandangi tempat tidurnya yang terbuat dari bilahan bambu yang dianyam, ia melipat kedua tangannya didepan dada. Jayasegara berpikir bagaimana caranya untuk bisa cepat sampai di tujuannya, hutan sironggono. Ia sangat penasaran dengan hutan yang katanya sangat angker dan tidak sembarang orang bisa masuk.
"Aku sangat penasaran sekali, seperti apa wujud hutan itu, selama ini aku melihat hutan dimana-mana dan bentuknya pun juga sama", jayasegara menerka-nerka seperti apa wujud dan isi hutan yang terkenal angker itu.
Sebenarnya, jayasegara sudah menerawang hutan sironggono. Tetapi ia tetap tidak bisa melihatnya, pandangan jarak jauhnya terhalang oleh sesuatu yang terlihat seperti dinding hitam dan tebal. Itulah yang membuat jayasegara semakin penasaran.
"Aku tidak habis pikir, apa yang membuat aku tak bisa melihatnya, sepertinya...ada yang sengaja menutupinya, sebaiknya aku tidur saja dulu. Lelah sekali rasanya badanku, harus segera direbahkan", gumam jayasegara, pikirannya masih diselimuti rasa penasaran.
Keponakan patih kebo mbranang itu melewati malam di rumah ki buyut selangetan dengan tidur pulas, didalam tidurnya ia bermimpi bertemu dengan gurunya, ia bertemu di sebuah tempat dimana semuanya terlihat seperti dinding putih yang mengelilinginya. Dang hyang kencono memperingatkan kalau ia harus berhati-hati, karena ada yang sudah tau tujuannya dan saat ini sedang memantau dari jarak jauh.
"Ngger...berhati-hatilah, sekarang sudah ada yang tau kemana tujuanmu... aku sendiri tidak bisa melihat siapa orang itu, maka dari itu ngger anakku...berhati-hatilah...", kata dang hyang kencono.
"Baik bapa guru, aku akan selalu waspada, secepat mungkin aku akan sampai di hutan itu", jawab jayasegara sambil menundukkan kepalanya.
Setelah mengobrol sebentar dengan muridnya, dang hyang kencono memberikan segenggam pasir kepada jayasegara. Pasir itu diletakkan di telapak tangan muridnya dan kemudian digenggam oleh jayasegara, seketika itu juga jayasegara merasa terjatuh dari ketinggian dan bersamaan dengan itu ia terbangun dari tidurnya.
"Haahh...haahh...mimpi yang seperti nyata", kata jayasegara sembari bangun dari tidurnya dan terengah-engah.
"Aku akan keluar sebentar, akan aku coba lagi melihat hutan itu, firasatku mengatakan kalau orang yang memantauku itu tempatnya ada di sekitar hutan sironggono", jayasegara keluar dari tempat tidurnya dan berjalan menuju pintu belakang, dibelakang rumah ki buyut terdapat ladang kebun yang cukup luas dan ditanami tanaman seperti jagung, ketela dan pisang. Jayasegara mencari tempat yang pas untuk duduk dan melakukan penerawangan, ia kemudian melihat sebuah gubuk kecil di tengah kebun itu. Jayasegara segera duduk di gubuk dengan bersila, ia kemudian menegakkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya tepat di depan hidung, sedangkan tangan kirinya memegangi lutut kirinya.
Pandangan batinnya menelusur hutan sironggono, tapi tetap saja ia tidak bisa melihat hutan itu. Ada sebuah dinding yang menutupi wilayah yang cukup luas, jayasegara kemudian mengalihkan pandangan ke sekitaran dinding hitam itu, ia mencari seseorang yang kata gurunya sudah memantau dari jarak jauh, tapi ia juga tidak berhasil menemukan orang itu.
Jayasegara tidak menyerah, ia kembali memusatkan pikirannya dan kembali menelusuri hutan angker itu, tapi lagi-lagi ia gagal melihatnya, bahkan jayasegara sudah melambari penerawangannya dengan merapal mantra yang memang digunakan untuk membuka semacam dinding supaya nampak apa yang ditutupinya.
Ia terus menerus mencobanya hingga matahari menampakkan sinarnya pun jayasegara tetap tidak bisa menembus dinding hitam hutan sironggono, begitu juga orang yang sudah mengetahui niatnya juga tidak ketemu. Itulah yang membuatnya menjadi jengkel.
"Haaahh...kurang ajar..!! susah sekali aku melihatnya!!", raut wajah jayasegara tampak menunjukkan kemarahan. Ia kemudian memukul pohon pisang yang ada di depannya.
"Kalau sudah sampai disana, aku akan mencari orang itu, apa tujuannya melihatku dari jauh", jayasegara merasa terganggu dengan adanya orang yang selalu mengamatinya dari jauh, pemuda itu mendongakkan kepalanya ke atas melihat langit yang kala itu sangat cerah.
Ia kemudian mengedarkan pandangannya ke penjuru kebun, kebun yang ditanami banyak tumbuhan itu tentulah menghasilkan sebuah keuntungan. Sang pemilik bisa menjual hasil kebunnya ke pasar dan mendapatkan untung yang besar. Pernah suatu ketika pohon pisang yang ada di kebun itu dicuri buahnya oleh orang dari desa lain, ki buyut dan nyi buyut benar-benar geram. Mereka pun bersumpah, siapapun yang berani mencuri di kebunnya, maka ia akan mati dimakan hewan buas. Sampai suatu hari, ki buyut menemukan sesosok mayat yang ada di kebunnya, mayat itu penuh dengan luka cakar binatang sehingga wajahnya rusak, dan isi perutnya juga terburai keluar. Dengan mudah, ki buyut memastikan kalau orang itulah yang telah mencuri pisang-pisangnya.
Tiba-tiba jayasegara dikejutkan dengan hadirnya ki buyut yang berada didekatnya, padahal dari tadi ia melihat ke segala arah di kebun itu tidak ada seorangpun yang bersamanya. Ki buyut selangetan tiba-tiba datang begitu saja.
"Sedang apa disini anakmas? aku mencari mu di kamar tidak ada, ternyata ada di sini", kata ki buyut selangetan. Ki buyut memandangi wajah jayasegara yang masih menampakkan amarahnya.
"Aku hanya ingin duduk-duduk disini sambil melihat kebun ki buyut", jayasegara menata raut mukanya agar tak terlihat amarahnya di depan ki buyut, tetapi terlambat. Ki buyut sudah mengetahuinya. Akhirnya, jayasegara berusaha tersenyum lembut di hadapan ki buyut.
"Sudahlah ngger...jangan terlalu gampang marah, masalah itu tidak usah terlalu dipikirkan. Bersihkan badanmu, nyi buyut sudah menyiapkan makanan", ki buyut mencoba membujuk dan menenangkan jayasegara yang sedang jengkel. Seolah tau apa yang ada dipikiran tamunya itu. Ia kemudian berjalan kembali menuju rumahnya meninggalkan jayasegara yang masih mematung di tengah-tengah kebun.
"Aku harus cepat sampai di hutan itu, yaa...aku harus cepat sampai", sambil mengepalkan tangannya, jayasegara mengisi penuh dadanya dengan rasa jengkel yang semakin menjadi-jadi.
Nyi buyut yang sudah menyiapkan makanan untuk makan pagi bersama tamunya, ada beberapa piring dari tanah liat yang sudah terisi dengan sayur, nasi dan juga makanan lainnya. Setelah selesai mandi, jayasegara dipanggil nyi buyut dan ki buyut untuk makan bersama.
Begitu selesai makan, jayasegara mengobrol sebentar dengan dua orang tua yang sangat dihormati itu. Ia juga mengutarakan keinginannya untuk segera pamit.
"Nyi buyut dan ki buyut, aku sangat berterimakasih karena sudah diberikan tempat istirahat yang nyaman, aku harus segera pamit. Perjalananku masih cukup jauh, suatu saat nanti aku akan mengunjungi ki buyut dan nyi buyut lagi", jayasegara duduk bersimpuh sambil memberikan hormat, tidak seperti menyembah seperti biasanya, ia memberikan sembahnya dengan membungkuk amat dalam. Nyi buyut mengangguk dan menyentuh rambut jayasegara dan mengelusnya.
"Ngger anakmas, aku senang kau mau berkunjung ke sini walaupun hanya semalam. Aku berdoa kepada sang hyang widi supaya kau diberi keselamatan, kelancaran dan keberhasilan dalam melakukan perintah dari gurumu", nyi buyut berkata sambil tetap mengelus rambut pemuda itu.
Jayasegara pun langsung mencium tangan nyi buyut dan ki buyut, ia kemudian beringsut menuju kamar untuk mengambil barang bawaannya termasuk sebilah keris yang dibuatnya sendiri. Keris itu berbentuk lurus tanpa lekukan, berwarna hitam keabu-abuan dan mempunyai pamor pedaringan kebak, sedangkan warangka (sarung keris) yang terbuat dari kayu jati dibiarkan polos tanpa ukiran. Keris yang dimilikinya itu sejatinya hanyalah keris yang biasa saja dan tidak bertuah. Saat jayasegara keluar kamar, ki buyut dan nyi buyut sudah menunggunya di depan rumah.
"Ki buyut dan nyi buyut, sekali lagi aku mohon pamit", kata jayasegara sambil mencium tangan kedua orang tua itu.
"Iya ngger...hati-hati, aku selalu mendoakanmu", ki buyut menyentuh pundak jayasegara. Orang yang dituakan di pedukuhan selangetan itu bersiap melepas tamunya.
Para tetangga ki buyut yang melihat jayasegara pun bertanya-tanya, siapa pemuda yang sedang bersama ki buyut dan nyi buyut itu. Setahu mereka, anak ki buyut berada di kotaraja.
"Heh, lihat itu, siapa itu?", kata seseorang.
"Iya ya, siapa dia? mungkin tamunya ki buyut", kata yang seorang lagi dengan penuh rasa penasaran.
Jayasegara melepaskan tali ikat kudanya, kemudian ia naik ke punggung kuda dan menarik tali kekang kudanya. Jayasegara memulai perjalanannya lagi. Ki buyut mengantarnya sampai depan pagar.
Para tetangga yang masih penasaran itu lalu menghampiri ki buyut, mereka ingin menanyakan tentang siapa orang yang baru saja berpamitan itu.
"Ki buyut, orang tadi siapa?", kata seorang tetangga yang langsung datang dan bertanya.
"Keponakan mapatih kebo mbranang, semalam menginap disini. Ia sedang melakukan perjalanan jauh", jawab ki buyut yang masih memperhatikan jayasegara yang belum keluar dari pedukuhan.
"Waaahh...benarkah itu? tumben sekali ada kerabat dari pejabat istana datang ke pedukuhan ini", orang itu menampakkan rasa kagumnya. Sangat jarang orang penting atau kerabat pejabat istana mengunjungi pedukuhan yang letaknya jauh dari kotaraja.
Jayasegara sendiri mengarahkan kudanya untuk keluar dari pedukuhan selangetan, tepat di ujung pedukuhan ia berbelok ke kiri. Melewati sawah yang luas menghijau, karena masih pagi, banyak para petani yang ke sawah menggarap sawahnya. Kebetulan saat ini adalah masanya menanam benih setelah beberapa hari yang lalu masuk masa panen. Daerah itu dikelilingi gunung-gunung yang menjulang tinggi, seakan-akan berada dalam sebuah mangkok yang besar.
Beberapa ibu-ibu pergi ke sawah sambil mengajak anaknya, anak kecil memang paling suka diajak bermain di sawah. Selain karena suka bermain air, mereka juga suka sekali menangkap katak untuk dijadikan mainan. Melihat pemandangan seperti itu, ia jadi teringat bibinya. Istri dari patih juwandana itu sudah dianggap seperti ibunya sendiri. Jayasegara teringat saat ia masih kecil, sering diajak jalan-jalan keliling kotaraja naik kereta kuda atau delman.
"Aku harus segera sampai di hutan itu, tinggal melewati tiga pedukuhan lagi, mulai sekarang aku tidak akan istirahat sampai bermalam, cukup beberapa tabuh saja, setelah semuanya selesai aku akan segera pulang ke rumah. Sudah lama sekali aku tidak ketemu dengan bibi sekar", jayasegara berkata pada dirinya sendiri sambil membayangkan bibi dan rumahnya di kotaraja.
Sementara nyai sekar wangi sendiri saat ini lebih sering melamun memikirkan jayasegara yang sedang pergi jauh, ia sangat khawatir kalau-kalau terjadi apa-apa pada keponakan yang sudah dianggap anaknya sendiri itu.
Seorang abdi perempuan di rumah nyai sekar wangi membuatkan minuman yang kemudian diletakkannya di meja bersebelahan dengan tuannya.
"Ini minumannya nyai", kata abdi perempuan itu.
"Iya, terimakasih", nyai sekar wangi menjawab pelan dengan wajah datar dan tanpa menoleh ke arah abdinya. Abdi itu kemudian kembali ke dapur.
Pikiran nyai sekar wangi dejejali oleh pertanyaan-pertanyaan tentang bocah kesayangannya. Ada dimana, bagaimana keadaannya, apakah ia baik-baik saja. Itulah pertanyaan yang selalu muncul di benak dan pikiran nyai sekar wangi yang membuatnya selalu merasa gelisah.
"Anakku...semoga kamu selalu diberi keselamatan oleh sang hyang widi ngger...".
"Aku sangat penasaran sekali, seperti apa wujud hutan itu, selama ini aku melihat hutan dimana-mana dan bentuknya pun juga sama", jayasegara menerka-nerka seperti apa wujud dan isi hutan yang terkenal angker itu.
Sebenarnya, jayasegara sudah menerawang hutan sironggono. Tetapi ia tetap tidak bisa melihatnya, pandangan jarak jauhnya terhalang oleh sesuatu yang terlihat seperti dinding hitam dan tebal. Itulah yang membuat jayasegara semakin penasaran.
"Aku tidak habis pikir, apa yang membuat aku tak bisa melihatnya, sepertinya...ada yang sengaja menutupinya, sebaiknya aku tidur saja dulu. Lelah sekali rasanya badanku, harus segera direbahkan", gumam jayasegara, pikirannya masih diselimuti rasa penasaran.
Keponakan patih kebo mbranang itu melewati malam di rumah ki buyut selangetan dengan tidur pulas, didalam tidurnya ia bermimpi bertemu dengan gurunya, ia bertemu di sebuah tempat dimana semuanya terlihat seperti dinding putih yang mengelilinginya. Dang hyang kencono memperingatkan kalau ia harus berhati-hati, karena ada yang sudah tau tujuannya dan saat ini sedang memantau dari jarak jauh.
"Ngger...berhati-hatilah, sekarang sudah ada yang tau kemana tujuanmu... aku sendiri tidak bisa melihat siapa orang itu, maka dari itu ngger anakku...berhati-hatilah...", kata dang hyang kencono.
"Baik bapa guru, aku akan selalu waspada, secepat mungkin aku akan sampai di hutan itu", jawab jayasegara sambil menundukkan kepalanya.
Setelah mengobrol sebentar dengan muridnya, dang hyang kencono memberikan segenggam pasir kepada jayasegara. Pasir itu diletakkan di telapak tangan muridnya dan kemudian digenggam oleh jayasegara, seketika itu juga jayasegara merasa terjatuh dari ketinggian dan bersamaan dengan itu ia terbangun dari tidurnya.
"Haahh...haahh...mimpi yang seperti nyata", kata jayasegara sembari bangun dari tidurnya dan terengah-engah.
"Aku akan keluar sebentar, akan aku coba lagi melihat hutan itu, firasatku mengatakan kalau orang yang memantauku itu tempatnya ada di sekitar hutan sironggono", jayasegara keluar dari tempat tidurnya dan berjalan menuju pintu belakang, dibelakang rumah ki buyut terdapat ladang kebun yang cukup luas dan ditanami tanaman seperti jagung, ketela dan pisang. Jayasegara mencari tempat yang pas untuk duduk dan melakukan penerawangan, ia kemudian melihat sebuah gubuk kecil di tengah kebun itu. Jayasegara segera duduk di gubuk dengan bersila, ia kemudian menegakkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya tepat di depan hidung, sedangkan tangan kirinya memegangi lutut kirinya.
Pandangan batinnya menelusur hutan sironggono, tapi tetap saja ia tidak bisa melihat hutan itu. Ada sebuah dinding yang menutupi wilayah yang cukup luas, jayasegara kemudian mengalihkan pandangan ke sekitaran dinding hitam itu, ia mencari seseorang yang kata gurunya sudah memantau dari jarak jauh, tapi ia juga tidak berhasil menemukan orang itu.
Jayasegara tidak menyerah, ia kembali memusatkan pikirannya dan kembali menelusuri hutan angker itu, tapi lagi-lagi ia gagal melihatnya, bahkan jayasegara sudah melambari penerawangannya dengan merapal mantra yang memang digunakan untuk membuka semacam dinding supaya nampak apa yang ditutupinya.
Ia terus menerus mencobanya hingga matahari menampakkan sinarnya pun jayasegara tetap tidak bisa menembus dinding hitam hutan sironggono, begitu juga orang yang sudah mengetahui niatnya juga tidak ketemu. Itulah yang membuatnya menjadi jengkel.
"Haaahh...kurang ajar..!! susah sekali aku melihatnya!!", raut wajah jayasegara tampak menunjukkan kemarahan. Ia kemudian memukul pohon pisang yang ada di depannya.
"Kalau sudah sampai disana, aku akan mencari orang itu, apa tujuannya melihatku dari jauh", jayasegara merasa terganggu dengan adanya orang yang selalu mengamatinya dari jauh, pemuda itu mendongakkan kepalanya ke atas melihat langit yang kala itu sangat cerah.
Ia kemudian mengedarkan pandangannya ke penjuru kebun, kebun yang ditanami banyak tumbuhan itu tentulah menghasilkan sebuah keuntungan. Sang pemilik bisa menjual hasil kebunnya ke pasar dan mendapatkan untung yang besar. Pernah suatu ketika pohon pisang yang ada di kebun itu dicuri buahnya oleh orang dari desa lain, ki buyut dan nyi buyut benar-benar geram. Mereka pun bersumpah, siapapun yang berani mencuri di kebunnya, maka ia akan mati dimakan hewan buas. Sampai suatu hari, ki buyut menemukan sesosok mayat yang ada di kebunnya, mayat itu penuh dengan luka cakar binatang sehingga wajahnya rusak, dan isi perutnya juga terburai keluar. Dengan mudah, ki buyut memastikan kalau orang itulah yang telah mencuri pisang-pisangnya.
Tiba-tiba jayasegara dikejutkan dengan hadirnya ki buyut yang berada didekatnya, padahal dari tadi ia melihat ke segala arah di kebun itu tidak ada seorangpun yang bersamanya. Ki buyut selangetan tiba-tiba datang begitu saja.
"Sedang apa disini anakmas? aku mencari mu di kamar tidak ada, ternyata ada di sini", kata ki buyut selangetan. Ki buyut memandangi wajah jayasegara yang masih menampakkan amarahnya.
"Aku hanya ingin duduk-duduk disini sambil melihat kebun ki buyut", jayasegara menata raut mukanya agar tak terlihat amarahnya di depan ki buyut, tetapi terlambat. Ki buyut sudah mengetahuinya. Akhirnya, jayasegara berusaha tersenyum lembut di hadapan ki buyut.
"Sudahlah ngger...jangan terlalu gampang marah, masalah itu tidak usah terlalu dipikirkan. Bersihkan badanmu, nyi buyut sudah menyiapkan makanan", ki buyut mencoba membujuk dan menenangkan jayasegara yang sedang jengkel. Seolah tau apa yang ada dipikiran tamunya itu. Ia kemudian berjalan kembali menuju rumahnya meninggalkan jayasegara yang masih mematung di tengah-tengah kebun.
"Aku harus cepat sampai di hutan itu, yaa...aku harus cepat sampai", sambil mengepalkan tangannya, jayasegara mengisi penuh dadanya dengan rasa jengkel yang semakin menjadi-jadi.
Nyi buyut yang sudah menyiapkan makanan untuk makan pagi bersama tamunya, ada beberapa piring dari tanah liat yang sudah terisi dengan sayur, nasi dan juga makanan lainnya. Setelah selesai mandi, jayasegara dipanggil nyi buyut dan ki buyut untuk makan bersama.
Begitu selesai makan, jayasegara mengobrol sebentar dengan dua orang tua yang sangat dihormati itu. Ia juga mengutarakan keinginannya untuk segera pamit.
"Nyi buyut dan ki buyut, aku sangat berterimakasih karena sudah diberikan tempat istirahat yang nyaman, aku harus segera pamit. Perjalananku masih cukup jauh, suatu saat nanti aku akan mengunjungi ki buyut dan nyi buyut lagi", jayasegara duduk bersimpuh sambil memberikan hormat, tidak seperti menyembah seperti biasanya, ia memberikan sembahnya dengan membungkuk amat dalam. Nyi buyut mengangguk dan menyentuh rambut jayasegara dan mengelusnya.
"Ngger anakmas, aku senang kau mau berkunjung ke sini walaupun hanya semalam. Aku berdoa kepada sang hyang widi supaya kau diberi keselamatan, kelancaran dan keberhasilan dalam melakukan perintah dari gurumu", nyi buyut berkata sambil tetap mengelus rambut pemuda itu.
Jayasegara pun langsung mencium tangan nyi buyut dan ki buyut, ia kemudian beringsut menuju kamar untuk mengambil barang bawaannya termasuk sebilah keris yang dibuatnya sendiri. Keris itu berbentuk lurus tanpa lekukan, berwarna hitam keabu-abuan dan mempunyai pamor pedaringan kebak, sedangkan warangka (sarung keris) yang terbuat dari kayu jati dibiarkan polos tanpa ukiran. Keris yang dimilikinya itu sejatinya hanyalah keris yang biasa saja dan tidak bertuah. Saat jayasegara keluar kamar, ki buyut dan nyi buyut sudah menunggunya di depan rumah.
"Ki buyut dan nyi buyut, sekali lagi aku mohon pamit", kata jayasegara sambil mencium tangan kedua orang tua itu.
"Iya ngger...hati-hati, aku selalu mendoakanmu", ki buyut menyentuh pundak jayasegara. Orang yang dituakan di pedukuhan selangetan itu bersiap melepas tamunya.
Para tetangga ki buyut yang melihat jayasegara pun bertanya-tanya, siapa pemuda yang sedang bersama ki buyut dan nyi buyut itu. Setahu mereka, anak ki buyut berada di kotaraja.
"Heh, lihat itu, siapa itu?", kata seseorang.
"Iya ya, siapa dia? mungkin tamunya ki buyut", kata yang seorang lagi dengan penuh rasa penasaran.
Jayasegara melepaskan tali ikat kudanya, kemudian ia naik ke punggung kuda dan menarik tali kekang kudanya. Jayasegara memulai perjalanannya lagi. Ki buyut mengantarnya sampai depan pagar.
Para tetangga yang masih penasaran itu lalu menghampiri ki buyut, mereka ingin menanyakan tentang siapa orang yang baru saja berpamitan itu.
"Ki buyut, orang tadi siapa?", kata seorang tetangga yang langsung datang dan bertanya.
"Keponakan mapatih kebo mbranang, semalam menginap disini. Ia sedang melakukan perjalanan jauh", jawab ki buyut yang masih memperhatikan jayasegara yang belum keluar dari pedukuhan.
"Waaahh...benarkah itu? tumben sekali ada kerabat dari pejabat istana datang ke pedukuhan ini", orang itu menampakkan rasa kagumnya. Sangat jarang orang penting atau kerabat pejabat istana mengunjungi pedukuhan yang letaknya jauh dari kotaraja.
Jayasegara sendiri mengarahkan kudanya untuk keluar dari pedukuhan selangetan, tepat di ujung pedukuhan ia berbelok ke kiri. Melewati sawah yang luas menghijau, karena masih pagi, banyak para petani yang ke sawah menggarap sawahnya. Kebetulan saat ini adalah masanya menanam benih setelah beberapa hari yang lalu masuk masa panen. Daerah itu dikelilingi gunung-gunung yang menjulang tinggi, seakan-akan berada dalam sebuah mangkok yang besar.
Beberapa ibu-ibu pergi ke sawah sambil mengajak anaknya, anak kecil memang paling suka diajak bermain di sawah. Selain karena suka bermain air, mereka juga suka sekali menangkap katak untuk dijadikan mainan. Melihat pemandangan seperti itu, ia jadi teringat bibinya. Istri dari patih juwandana itu sudah dianggap seperti ibunya sendiri. Jayasegara teringat saat ia masih kecil, sering diajak jalan-jalan keliling kotaraja naik kereta kuda atau delman.
"Aku harus segera sampai di hutan itu, tinggal melewati tiga pedukuhan lagi, mulai sekarang aku tidak akan istirahat sampai bermalam, cukup beberapa tabuh saja, setelah semuanya selesai aku akan segera pulang ke rumah. Sudah lama sekali aku tidak ketemu dengan bibi sekar", jayasegara berkata pada dirinya sendiri sambil membayangkan bibi dan rumahnya di kotaraja.
Sementara nyai sekar wangi sendiri saat ini lebih sering melamun memikirkan jayasegara yang sedang pergi jauh, ia sangat khawatir kalau-kalau terjadi apa-apa pada keponakan yang sudah dianggap anaknya sendiri itu.
Seorang abdi perempuan di rumah nyai sekar wangi membuatkan minuman yang kemudian diletakkannya di meja bersebelahan dengan tuannya.
"Ini minumannya nyai", kata abdi perempuan itu.
"Iya, terimakasih", nyai sekar wangi menjawab pelan dengan wajah datar dan tanpa menoleh ke arah abdinya. Abdi itu kemudian kembali ke dapur.
Pikiran nyai sekar wangi dejejali oleh pertanyaan-pertanyaan tentang bocah kesayangannya. Ada dimana, bagaimana keadaannya, apakah ia baik-baik saja. Itulah pertanyaan yang selalu muncul di benak dan pikiran nyai sekar wangi yang membuatnya selalu merasa gelisah.
"Anakku...semoga kamu selalu diberi keselamatan oleh sang hyang widi ngger...".
bersambung...

0
Kutip
Balas