Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Yaudah, gue mati aja

Cover By: kakeksegalatahu


Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.





Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue



emoticon-Bettyemoticon-Betty emoticon-Betty



----------




SECOND STORY VOTE:
A. #teambefore
B. #teamafter
C. #teamfuture

PREDIKSI KASKUSER = EMIL



----------



PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.



----------


Spoiler for QandA:


WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+



NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY


Spoiler for Ilustrasi:


Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.


Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
JabLai cOYAvatar border
mazyudyudAvatar border
xue.shanAvatar border
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#1687
Part 65


Cewek kalo marah suka enggak bisa diprediksi. Ada cewek yang marahnya cuma semenit, lima puluh sembilan detik yang lalu marah dan detik selanjutnya baik lagi. Ada juga cewek yang marahnya sampe berhari-hari, terkadang cewek itu malah sampe nungguin cowoknya dateng buat minta maaf sambil membawa bunga mawar sama es krim. Bahkan ada juga cewek yang marahnya per berapa menit sekali, semenit yang lalu bahagia main bowling sama cowoknya, semenit kemudian bola bowling udah kebentur ke kepala cowoknya. Semenit yang lalu lagi romantis-romantisnya mainan darts bareng cowoknya, semenit kemudian dartnya nancep di jidat cowoknya, belakangan diketahui si cewek pernah terpapar sinar gamma yang sama dengan Hulk.

Kalo ditanya gue lebih suka yang mana, maka dengan lantang akan gue jawab yang marahnya semenit doang. Dan kalo ditanya lebih jauh soal alasan, maka gue jawab, “Kebersamaan kita memang terbatas, tapi jangan batasi dengan amarah.” Gilak, gue jago banget mikir. Enggak, gue bohong, sebenernya itu kata-kata bokap.

Gimana dengan Masayu? Dia masih marah dan gue enggak tau musti gimana. Mau baik-baikin dia dengan rayuan romantis? Mana bisa, gue anak hukum, bacaan gue soal ancaman dan larangan, bukannya dia tersipu malu yang ada malah jejeritan takut gue penjarain. Parah-parah bisa ditolak konyol gue nanti.

Gue masih liatin Masayu di tangga? Enggak, dia udah pergi tidur. Dia meninggalkan gue duduk menunggu tertidur di sofa. Iya, gue tidur di sofa, bukan karena doyan atau gimana tapi gara-gara kamarnya udah penuh semua. Mas Roni sekamar sama Pepy, Mbak Irma sekamar sama Masayu, dan Inah sekamar sama Emil. Kenapa gue enggak tidur bareng mas Roni dan Pepy? Gue diusir, katanya suara dengkuran gue lebih parah dari dugong kena flu.

Enggak, gue kalah undian untuk tidur di kamar. Sesuai dengan aturan, malam ini gue harus tidur di sofa sendirian, barulah malam berikutnya gue bisa tidur di kamar sementara mas Roni sama Pepy menempati sofa.

Sebenarnya yang gue takutkan dari tidur di sofa tanpa selimut bukan masalah mati kedinginan, tapi mengenai berita tentang villa-villa di daerah Kaliurang. Sebagian besar mahasiswa Jogja pasti pernah mendengar tentang kabar adanya suara derap langkah prajurit keraton, kereta kencana nyai Roro Kidul dan bahkan tembang Jawa Lingsir Wengi. Bahkan mungkin sebagian mahasiswa itu juga pernah mendengar salah satu dari beberapa suara tersebut. Dan jika ditanya dimana frekuensi paling besar suara-suara itu muncul, jawabannya adalah Kaliurang.

Baru sebentar gue mikir kalo ini villa kayaknya serem, tiba-tiba gue denger suara lonceng lirih. Pertama gue denger suara itu gue kira cuma halusinasi gue, tapi makin kesini ternyata suaranya makin jelas walaupun masih lirih. Daripada gue makin mikir yang enggak-enggak mendingan gue fokus nonton TV dan membesarkan volume agar suara lonceng itu tertelan suaran TV. Suara lonceng yang akhirnya tertelan suara TV itu berhenti tepat di belakang gue. Gue berusaha menengok ke arah belakang mencari tahu asal suara itu. Belum jadi kepala gue berputar ke belakang, sepasang tangan dengan kain putih merangkul leher gue.

“Kamu mau lihat apa ke belakang?” bisik suara itu lirih.
“Eh, Mil?”
“Apa?”
“Enggak, aku kirain.

Gue lupa kalo Emil sekarang memakai gelang kaki bentuk lonceng yang sama denggan Inah. Harusnya gue tahu kalo itu suara gelang kaki, bukannya suara kereta kencana.

“Kenapa kamu kesini? Di dalem gerah?”
“Gerahan juga disini Wi. Geseran, aku mau duduk.”

Emil duduk di sebelah gue setelah gue bergeser memberi tempat di sofa. Tadinya gue yang sempat merasa kedinginan tiba-tiba merasa sedikit gerah, mungkin karena selimut tipis yang dibawa Emil.

Gue lihat mata Emil terpejam di bahu gue.

“Kamu mau tidur disini?”
Emil mengangguk, “Kamu sadar enggak?”
“Sadar apa?”
Emil tersenyum, “Daritadi kamu manggil aku pake sebutan ‘kamu’.”
“Yaudah deh, ralat.”

Emil mencubit pinggang gue dari dalam selimut.

Jujur, gue sebenarnya tahu kalo yang gue lakuin ini salah. Enggak seharusnya gue duduk berdua satu selimut bersandar pada Emil. Tapi apa yang bisa gue lakuin? Gue merasa sangat berat untuk berganti posisi. Gue pengin berlama-lama duduk sama Emil. Iya, cuma sama Emil.

“Masih belum nyerah soal Masayu?”
“Belum, sebelum ada penolakan aku belum mau nyerah.”
“Kenapa enggak lari ke Grace aja? Yang jelas-jelas suka sama kamu?”
“Gimana kalo kamu?”
“Aku? Kok jadi aku?”
“Maksudku gimana sama kakak angkatanmu itu?”
“Udah aku tolak.” Emil melingkarkan tangannya di pinggang gue, “Siapa suruh dia jutekin kamu.”
Gue tiup telinga Emil, “Bohong banget.”

Emil menggigit dada gue.

“Duh! Ini kalo dibales gimana?”
“Bales aja kalo berani.”

Gue bales? Enggak, gue enggak seberani itu. Malam yang seharusnya terasa sangat dingin berubah sangat panas. Iya, beneran panas, bukan panas dalam tanda kutip. Tidak lama setelah saling melempar candaan, Emil tertidur, begitu juga dengan gue.

Entah jam berapa Emil terbangun lalu kembali ke kamar, yang jelas ketika matahari mulai tinggi, gue terbangun di sofa sendirian.
Diubah oleh dasadharma10 01-05-2016 17:51
JabLai cOY
JabLai cOY memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.