Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Yaudah, gue mati aja

Cover By: kakeksegalatahu


Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.





Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue



emoticon-Bettyemoticon-Betty emoticon-Betty



----------




SECOND STORY VOTE:
A. #teambefore
B. #teamafter
C. #teamfuture

PREDIKSI KASKUSER = EMIL



----------



PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.



----------


Spoiler for QandA:


WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+



NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY


Spoiler for Ilustrasi:


Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.


Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
JabLai cOYAvatar border
mazyudyudAvatar border
xue.shanAvatar border
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#1571
PART 64

BRUK!

“Kenapa Wi?” tanya Pepy.
“Lo buta? Gue jatoh!”
Pepy membantu gue berdiri, “Buruan bangun, udah mau gelap nih.”
“Aduduuh, kayaknya kaki gue kesleo.”

Gue beneran berhenti dari kejaran mas Roni sama Pepy? Enggak, gue terpaksa berhenti. Sewaktu lagi lari kenceng-kencengnya di hutan kaki gue kepleset lumut, akhirnya gue jatuh dan ketangkep.

“Sini, aku sering benerin kaki temenku yang terkilir waktu SMA.” Mas Roni mengambil alih, “Lurusin!”

Kaki gue dilurusin terus di tekan ke depan dan kebelakang.

Mas Roni menatap gue serius, “Kayaknya harus ditarik kenceng ini Wi.”
“Ta … tarik?! Yaudah, tarik aja,” kata gue memejamkan mata. “Asal sembuh lho mas.”
“Hitungan ketiga kita tarik mas,” usul Pepy.
“Ide bagus, gue bisa tahan nafas nanti.”
Mas Roni mulai menghitung, “Satu.”

KREEK!

“AAAARRHHHH!” gue mengerang. “Mana dua sama tiganya?!”
“Iya, mana dua sama tiganya?”
Dengan wajah tanpa dosa mas Roni melanjutkan hitungan, “Dua, tiga.”
“Ha?! terserah deh mas.” Gue mencoba berdiri, “Eh, beneran sembuh.”
“Beneran sembuh?” tanya mas Roni dengan wajah terkejut.
“Beneran sembuh? Maksud mas?” ucap Pepy bingung.
“Aku belum pernah benerin kaki orang terkilir sih.”
Gue tercengang, “Te … terus mas bilang waktu di SMA benerin kak—”
“Aku kan SMK, bukan SMA.”
“Hah?!”

Ini penipuan! Ini malpraktek! Gimana ceritanya mas Roni bisa melakukan tindakan penarikan yang sebenernya dia enggak tahu, dan bahkan demi menutupi ketidak tahuannya dia berbohong. Untung sembuh, coba kalo semisal salah tarik, bisa-bisa gue pengkor seumur hidup!

Gue berdiri membersihksn tanah di siku dan bersiap-siap melanjutkan pelarian gue. Sewaktu gue mengangkat kaki kanan, terasa ada sedikit berat dan menarik kaki gue ke arah bawah. Mas Roni mencengkram kaki gue yang barusan terkilir.

Mas Roni menatap gue tajam, “Kenapa kamu lari?”
“Nah mas ngapain ngejar?”
“Aku ngejar gara-gara kamu lari.”
Gue mencoba menarik kaki gue, “Aku lari gara-gara mas ngejar juga.”

Pepy meninggalkan kita berdua, katanya dia udah kebelet banget jadi dia mencari pohon yang agak besar buat kencing. Disitulah gue baru cerita sama Roni, mulai dari gue ada rasa sama Masayu sampe gue dikejar-kejar gara-gara gue hamilin Masayu. Awalnya gue kira dia bakalan ketawain gue karena Masayu gantungin gue sampe selama ini. Untungnya dia enggak kayak gitu.

“Kalo enggak ngerasa salah tuh jelasin sampe paham, bukan lari.”
“Preman aja dikejar mas kebirit-birit, gimana aku enggak lari.” Gue menyalakan rokok, “Bayangin aja kalo aku beneran hamilin Masayu, bolong nih kepala.”
Mas Roni menarik bahu gue, “Kamu beneran hamilin dia?”
“Enggak! Bayangan doang!”

Gila aja gue sampe hamilin Masayu, bisa-bisa gue dideportasi ke neraka sama nyokap. Pegang tangan dia aja mulut gue mulai berbusa, apalagi hamilin dia.

Untungnya mas Roni enggak bener-bener marah dan dia mau mendengarkan penjelasan gue. Jujur, gue bener-bener gemeteran kalo dapet masalah yang berhubungan sama mas Roni. Iya gemeteran, soalnya gue ngomong sambil dudukin vibrator. Enggak, gue bercanda, dia punya mata diseluruh sudut Jogja, bahkan sudut kamar mandi kosan dia juga punya, jadi dimana aja gue ngumpet pasti bakal ketahuan.

“Lega bener!” teriak Pepy. “Kencing barusan banyak banget!”
“Uwis Pep?” tanya mas Roni. “Wes yok balik!”
“Ati-ati lo Pep kencing di tempat ginian, bisa-bisa burung lo dipotong penunggu sini.”
“Ah, biarin. Jadi pendekan dikit enggak masalah.” Pepy menaik turun kan alisnya, “Biar cewek-cewek enggak kesiksa nanti, hahaha.”
“Bodo ah.”

Kita memutuskan buat balik, tinggal lurus ke depan terus kita sampe villa? Iya, kalo ditanya, harapan gue kayak gitu. Sayangnya, kenyataan enggak pernah sesimpel itu. Karena kita enggak tahu arah, kita mengandalkan daya ingat mas Roni yang menurut gue cukup bisa diandalkan. Enggak, sebenernya gue sama Pepy takut kalo salah kasih arah nanti kepala kita bisa bolong. Untuk menjaga lubang di kepala enggak bertambah, kita pasrah mengikuti mas Roni menentukan arah.

Seinget gue, kita mulai lari-larian jam setengah empat. Gara-gara navigator gadungan a.k.a mas Roni, kita balik sampe villa jam setengah sebelas, kebayang betapa buta arahnya kita di hutan Kaliurang. Sesampainya di villa, mas Roni masuk ke kamar mbak Irma dan selanjutnya gue enggak tahu apa yang terjadi. Pepy duduk di depan villa, katanya lagi pengin yang sejuk-sejuk di teras gara-gara kecapean jalan di tempat pengap.

Sedangkan gue, gue langsung mandi, makan, lalu tiduran di ruang tengah melihat ke arah tangga. Iya tangga, bukan ke arah Emil dan Masayu yang berada di tangga.
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.