- Beranda
- Stories from the Heart
Berondongku sayang, i love you, muach
...
TS
citanisa
Berondongku sayang, i love you, muach
Malam..
Kali ini Cita datang dengan cerita fiksi kisah cinta antara Cita dengan Rei. Maaf ya kalau berantakan dan ada failnya, Cita nubi nih, mohon bimbingannya hihihi.
Cita memutuskan tidak akan ada adegan BB+ karena Cita menghargai Rei
Mentari pagi sudah bersinar menyinari kamarku melalui jendela yang sengaja aku buka tirainya. Alarm menunjukkan pukul 5.30 pagi. Dengan langkah gontai aku pergi menuju kamar mandi dan mandi. Cukup 5 menit saja aku mandi membersihkan diri dari iler dan bau badan, hihihihi. Kembali ke kamar dan bersegara berdandan, ku kenakan dress baloon pinkku, lalu blazer hitam kesayanganku, celana jeans hitam dan tentu saja dalaman-dalaman lainnya yang gak perlu aku tulis
"Ibuuuuu, sarapan apa?" tanyaku pada ibu yang sedang menonton berita di depan tv
"Beli aja sana, beli bubur gudeg di Mbah Pur" ibuku memberikan selembar uang Rp 10.000
"Yahhh, giliranku beli bubur nih" batinku sebal
Jadi biasanya siapa yang sudah mandi maka dia yang membeli sarapan, biasanya sih bergantian antara aku dan adik laki-lakiku. Ibuku jarang sekali memasak. Beliau sangay sibuk dengan pekerjaannya, maklum beliau single mom. Yup aku sudah tidak punya ayah, ayahku pergi entah kemana.
Aku keluar rumah dan menuju rumah Mbah Pur, yang hanya berjarak 10 meter saja dari rumahku. Mbah Pur sangat ramah, dan beliau sangat mengutamakan antrian anak sekolah. Yah meski aku sudah lulus SMA tapi Mbah Pur tau kalau aku masih sekolah (kuliah) jadi ya gak ada yang bisa nyalip aku kalau mengantri. Hihihihi.
Begitu sampai halaman depan rumahnya, ku lihat Mbah Pur sedang melayani 1 pembeli saja dan sudah selesai. Lekas-lekas ku hampiri Mbah Pur.
"Mbah nyuwun bubur gudeg, tigo, pedes nggih" sembari ku keluarkan uang Rp 10.000 dari kantung blazerku.
Oh iya artinya "Mbah minta bubur gudeg, tiga, pedes ya"
Mbah Pur pun segera menyidukkan centong untuk mengambil bubur, gudeg, setengah telur uang sudah diiris dan tak ketinggalan krecek pedesnya. Manteb tho
Sepulangku dari Mbah Pur nampak mulai banyak orang berdatangan hendak membeli sarapan juga. Untung aja aku berangkatnya mruput.
Sampai rumah segera ku berikan bubur gudeg pada ibu dan adikku Zoi. Kami sarapan bertiga, setelah itu aku dan Zoi segera berpamitan pada ibu.
Zoi adikku sekolah di SMP Gajah sementara aku berkuliah di Universitas Merah. Karena letak sekolah Zoi dan kampusku lumayan dekat, maka aku harus mengantar jemput dia. Ya jadi kakak yang cantik sekaligus baik buat adik laki-lakinya.
Zoi adikku saat ini duduk di kelas 2, adikku anak yang pintar sebenarnya tapi dia malas belajar. Meski begitu nilainya selalu bagus, heran deh. Sementara aku ya nilai-nilai mata kuliahku standar aja, tapi cukup baik dan gak ada yang mengulang. Saat ini aku semester 4 di jurusan Psikologi.
Tak sampai 10 menit kami sudah tiba di depan pintu gerbang sekolah Zoi. Zoi turun dari motor matic kesayanganku dan berucap
"Nanti gak usah jemput, aku nanti nebeng Herlan sekalian ngerjain tugas"
"Halah, bilang aja mau ke gamenet" selorohku
"Ya itu juga tapi kan beneran ngerjain tugas, bikin mading nih nanti"
"Oke deh, nanti aku bisa nonton deh. Hahahaha" balasku dengan gembira
"Dah kak, aku duluan ya" Zio pamit dan langsung memasuki halaman sekolahnya.
Segera ku pacu motor matic warna pink kesayanganku menuju arah Timur, ke arah kampus Merah.

Kali ini Cita datang dengan cerita fiksi kisah cinta antara Cita dengan Rei. Maaf ya kalau berantakan dan ada failnya, Cita nubi nih, mohon bimbingannya hihihi.
Cita memutuskan tidak akan ada adegan BB+ karena Cita menghargai Rei

Berondongku sayang, i love you, muach
Mentari pagi sudah bersinar menyinari kamarku melalui jendela yang sengaja aku buka tirainya. Alarm menunjukkan pukul 5.30 pagi. Dengan langkah gontai aku pergi menuju kamar mandi dan mandi. Cukup 5 menit saja aku mandi membersihkan diri dari iler dan bau badan, hihihihi. Kembali ke kamar dan bersegara berdandan, ku kenakan dress baloon pinkku, lalu blazer hitam kesayanganku, celana jeans hitam dan tentu saja dalaman-dalaman lainnya yang gak perlu aku tulis

"Ibuuuuu, sarapan apa?" tanyaku pada ibu yang sedang menonton berita di depan tv
"Beli aja sana, beli bubur gudeg di Mbah Pur" ibuku memberikan selembar uang Rp 10.000
"Yahhh, giliranku beli bubur nih" batinku sebal
Jadi biasanya siapa yang sudah mandi maka dia yang membeli sarapan, biasanya sih bergantian antara aku dan adik laki-lakiku. Ibuku jarang sekali memasak. Beliau sangay sibuk dengan pekerjaannya, maklum beliau single mom. Yup aku sudah tidak punya ayah, ayahku pergi entah kemana.
Aku keluar rumah dan menuju rumah Mbah Pur, yang hanya berjarak 10 meter saja dari rumahku. Mbah Pur sangat ramah, dan beliau sangat mengutamakan antrian anak sekolah. Yah meski aku sudah lulus SMA tapi Mbah Pur tau kalau aku masih sekolah (kuliah) jadi ya gak ada yang bisa nyalip aku kalau mengantri. Hihihihi.
Begitu sampai halaman depan rumahnya, ku lihat Mbah Pur sedang melayani 1 pembeli saja dan sudah selesai. Lekas-lekas ku hampiri Mbah Pur.
"Mbah nyuwun bubur gudeg, tigo, pedes nggih" sembari ku keluarkan uang Rp 10.000 dari kantung blazerku.
Oh iya artinya "Mbah minta bubur gudeg, tiga, pedes ya"
Mbah Pur pun segera menyidukkan centong untuk mengambil bubur, gudeg, setengah telur uang sudah diiris dan tak ketinggalan krecek pedesnya. Manteb tho

Sepulangku dari Mbah Pur nampak mulai banyak orang berdatangan hendak membeli sarapan juga. Untung aja aku berangkatnya mruput.
Sampai rumah segera ku berikan bubur gudeg pada ibu dan adikku Zoi. Kami sarapan bertiga, setelah itu aku dan Zoi segera berpamitan pada ibu.
Zoi adikku sekolah di SMP Gajah sementara aku berkuliah di Universitas Merah. Karena letak sekolah Zoi dan kampusku lumayan dekat, maka aku harus mengantar jemput dia. Ya jadi kakak yang cantik sekaligus baik buat adik laki-lakinya.
Zoi adikku saat ini duduk di kelas 2, adikku anak yang pintar sebenarnya tapi dia malas belajar. Meski begitu nilainya selalu bagus, heran deh. Sementara aku ya nilai-nilai mata kuliahku standar aja, tapi cukup baik dan gak ada yang mengulang. Saat ini aku semester 4 di jurusan Psikologi.
Tak sampai 10 menit kami sudah tiba di depan pintu gerbang sekolah Zoi. Zoi turun dari motor matic kesayanganku dan berucap
"Nanti gak usah jemput, aku nanti nebeng Herlan sekalian ngerjain tugas"
"Halah, bilang aja mau ke gamenet" selorohku
"Ya itu juga tapi kan beneran ngerjain tugas, bikin mading nih nanti"
"Oke deh, nanti aku bisa nonton deh. Hahahaha" balasku dengan gembira
"Dah kak, aku duluan ya" Zio pamit dan langsung memasuki halaman sekolahnya.
Segera ku pacu motor matic warna pink kesayanganku menuju arah Timur, ke arah kampus Merah.
Terimakasih banyak buat para pembaca setia sampai bisa masuk TT 3x

Diubah oleh citanisa 13-03-2017 20:54
someshitness dan 5 lainnya memberi reputasi
6
183.7K
964
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
citanisa
#239
Part15: Pinter
Pagi harinya saat ku bangun tidur, ku dapati 1pesan WA dari Rei.
"Met pagi mbak, nanti ke kost lagi ya."
Ku ketik balasan WAnya
"Pagi ini aku masih harus ke panti, kalau mau aku bisa ke situ jam 3an"
Satu menit, dua menit, tak ada balasan dari Rei, dan dia cuma ngeread aja.
"Arghhhhhhh" batinku kesal
Aku bergegas mandi dan menyusul Zio serta ibu yang sudah duduk di kursi meja makan.
"Kakak bangunnya siang mulu sekarang" sindir Zio
"Emangnya kenapa?" tanyaku
"Kan aku jadi harus beli bubur di mbah Pur terus, masa' gak gantian" protes Zio
"Iya iya maaf, kakak banyak kerjaan nih" belaku
"Ibu nanti pulang lebih cepat. Jadi pulang ke rumah on time semua ya" ucap ibu
"Okeee" ucapku dan Zio bebarengan
Zio berangkat sekolah bersama ibu. Ku lihat mobil ibu segera menghilang di tikungan ujung jalan.
Segera ku keluarkan motor dan ku kunci pintu pagar. Nampak Rere sedang membuka kios laundryannya.
"Duluan ya bebbbbb" sapaku
"Hahahaha, titi dije" balas Rere
Aku segera melaju menuju panti asuhan yang sudah aku dan teman-teman pilih untuk tugas observasi. Di sana kami bermain sekaligus mengamati pola tingkah laku anak-anak yang masih sangat belia namun sudah tidak mempunyai orang tua. Aku bisa merasakan sedikit kesedihan mereka karena aku juga tidak punya ayah. Ayah pergi meninggalkan kami saat aku masih duduk dibangku TK.
Aku ingat malam itu Ayah pergi membawa koper, beliau berkata padaku hanya pergi sebentar, namun hingga usiaku 20 tahun beliau belum pulang juga. Pernah suatu hari Zio bertanya mengenai Ayah pada Ibu. Namun Ibu malah menjadi marah dan gusar, sejak saat itu kami tidak pernah membicarakan Ayah lagi.
"Harusnya aku juga diobservasi nih" candaku dalam hati
Setelah selesai observasi dan berdiskusi tentang tahap selanjutnya bersama tim, kami pun pulang dari panti.
Sampai di parkiran motor, aku mengeluarkan handphone dan mengirim chat WA ke Rei
"Aku otw"
Dan lagi-lagi cuma di read
Sepanjang perjalanan aku bicara sendiri dalam hati
"Kenapa di read aja, aku tuh salah apa coba, bilang terimakasih aja enggak. Nyesek rasanya!"
Tak lama aku pun sudah berada di depan kamarnya setelah berjuang parkir motor karena tempat parkiran yang penuh, dan berjuang naik tangga hingga ke lantai 3.
Begitu sampai di lantai 3, tampak karpet Hello Kittyku sudah tergelar, meja dan buku-buku sudah tertata rapi di mulut pintu kamar kost Rei.
"Akhirnya dateng juga mbak" sapa Rei dari dalam kamar membawa satu gelas berisi air putih.
Aku segera duduk dan meminum segelas air putih yang diberikan Rei.
"Mana hasil ulanganmu kemarin" tanyaku
"Ini mbak" Rei menyodorkan kertas ulangannya
"Ini bisa..."
"Hehehe berkat kamu mbak, makasih ya"
"Ya udah sekarang kamu kerjakan soal latihan yang ini" aku membuka buku paket Kimianya dan memberikan pada Rei
Sekitar setengah jam kemudian
"Udah mbak, coba di cek"
Aku pun meneliti satu per satu jawabannya, mencocokkan dengan jawabanku
"Bener semua, udah pinter kok ngapain les sama aku?" tanyaku
"Kebetulan aja pas aku bisa mbak" dalih Rei
Aku kembali memastikan jawaban Rei dan tiba-tiba dia berkata
"Mbak, kok mau bantu aku? Kita kan belum lama kenal" tanyanya curiga
"Hmmmmm ya gak papa kan" jawabku asal
"Ohhhh" balas Rei singkat
Kemudian aku pamit pulang karena hari sudah senja.
"Bye Rei" pamitku
"See you mbak" balas Rei
Aku pun bergegas pulang, tapi tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh, seperti firasat buruk. Ku abaikan sejenak sembari fokus menyetir motor dengan kecepatan 40km/jam.
Setibanya di rumah tampak mobil ibu sudah terparkir di garasi dengan rapi. Ku parkirkan motorku di sebelah mobil dan berlari kecil masuk ke dalam rumah.
Tampak Zio dan ibu sedang menonton berita di tv.
"Aku pulanggg" ucapku setengah berteriak
"Dari mana kak?" ejek Zio dengan tengilnya
"Kepoooooo" balasku
Ibu hanya menggelengkan kepala melihat tingkah kami.
Segera aku masuk ke kamarku yang bernuansa soft pink. Ku lepas cardigan hitamku dan memasukkannya ke wadah baju kotor di pojok kamar. Ku ganti celana pensilku dengan celana pendek sepaha. Bajunya? Aku malas ganti hehehe
Menjelang makan malam, aku dan Zio menyiapkan piring, sendok dan gelas di meja makan. Ibu tampak menghangatkan sesuatu di dapur lalu ibu membawa panci berukuran sedang itu ke atas meja makan.
"Wahhh opor ayam" seruku
"Ibu kenapa masak opor ayam? Lebaran kan masih lama" selidik Zio
"Gak mau? Ya udah ibu aja yang makan" jawab ibu dengan usil
Ya ibu memang suka bercanda seperti ini meski penampilannya cukup berwibawa, mengingat beliau adalah dosen senior di kampusnya.
Di sela makan, ibu bertanya pada Zio
"Gimana ulangan di sekolahnya? Bisa?"
"Bisa lah bu, Zio pengen ambil kelas akselerasi aja nanti di SMA, boleh kan?"
"Bebas, asal kamu bisa bertanggung jawab sama pilihanmu, ibu dukung"
"Ambil kelas aksel? Wiiii adek kakak ini jenius sekali ya" ejekku usil
"Emang kakak, katanya mau cumlaude manaaaaa" sindir Zio balik
"Semester depan aku mau ambil banyak matkul, makanya semester ini aku seriusin" jelasku
Selesai makan malam dan mencuci piring, aku kembali ke kamar. Aku duduk di kursi meja belajarku dan ku baca ulang catatan kuliahku hari ini. Menggaris bawahi catatan penting pada buku teks dengan stabilo berwarna biru muda.
Pukul setengah delapan Zio mengetuk pintu kamarku.
"Kakkk" ucapnya pelan
"Masuk aja" jawabku
"Ganti baju gih yang rapi, ada tamu di depan"
"Siapa?"
Zio berlalu keluar dari kamarku.
"Siapa ya?" batinku
Aku bergegas berganti pakaian dengan dress batik lengan pendekku yang panjangnga sebawah lutut persis. Aku berjalan menuju ruang tamu dan
"Nak Cita, apa kabar?" sapa wanita berusia separuh baya di hadapanku
"Baik tante" ucapku sambil berusaha senyum
Nampak di sebelah wanita itu Rudi duduk dengan santainya. Aku melewati ibu yang sudah duduk di sofa tunggal, dan aku duduk di sofa antara sofa ibu dan ibunya Rudi. Aku duduk bersebelahan dengan Rudi di sofa tengah.
"Bu Rita ada apa tiba-tiba main ke sini?" tanya ibuku pada ibunya Rudi
"Maksud kedatangan saya dan Rudi ke sini untuk membicarakan pertunangan anak kita" jawab ibunya Rudi
"Per..tunangan tante?" tanyaku kaget
"Lho jadi Rudi belum cerita?"
Rudi memotong pembicaraan dan menatapku
"Aku tau kamu belum siap menikah, makanya kita tunangan dulu saat ini"
Aku menatap ibu penuh kebingungan, dan ibupun ikut bingung. Aku menggandeng tangan Rudi dan mengajaknya keluar ruang tamu
"Permisi tante" aku melewati ibunya Rudi dengan sopan.
Ku bawa Rudi agak menjauh dari ruang tamu, hampir mendekati pintu pagar tepat di depan jendela kamar Zio.
"Maksudmu ini apaan!?" tanyaku marah
"Aku gak akan menyerah buat kamu" jawab Rudi sambil memegangi ke dua bahuku
"Kamu gila ya! Kita bahkan udah gak punya hubungan"
"Sampai kapan pun aku bakal nunggu jawabanmu Cit"
"Aku suka sama orang lain, stop main-main sama aku" ku lepaskan ke dua tangan Rudi dari bahuku dan aku berjalan kembali ke arah ruang tamu, Rudi mengikutiku.
"Tante, Cita belum bisa kasih jawaban sekarang" jelasku pada ibu Rudi
"Tidak apa nak, pikirkan saja dulu baik-baik. Kalau begitu saya pamit dulu"
Aku bersaliman dengan ibu Rudi, dan bergegas kembali masuk ke dalam kamar. Ku kunci pintu kamarku dan kumatikan lampu di kamar, kali ini aku ingin sendiri. Tenggelam dalam masalah di atas kasurku dengan menangis dan akhirnya aku ketiduran.
"Met pagi mbak, nanti ke kost lagi ya."
Ku ketik balasan WAnya
"Pagi ini aku masih harus ke panti, kalau mau aku bisa ke situ jam 3an"
Satu menit, dua menit, tak ada balasan dari Rei, dan dia cuma ngeread aja.
"Arghhhhhhh" batinku kesal
Aku bergegas mandi dan menyusul Zio serta ibu yang sudah duduk di kursi meja makan.
"Kakak bangunnya siang mulu sekarang" sindir Zio
"Emangnya kenapa?" tanyaku
"Kan aku jadi harus beli bubur di mbah Pur terus, masa' gak gantian" protes Zio
"Iya iya maaf, kakak banyak kerjaan nih" belaku
"Ibu nanti pulang lebih cepat. Jadi pulang ke rumah on time semua ya" ucap ibu
"Okeee" ucapku dan Zio bebarengan
Zio berangkat sekolah bersama ibu. Ku lihat mobil ibu segera menghilang di tikungan ujung jalan.
Segera ku keluarkan motor dan ku kunci pintu pagar. Nampak Rere sedang membuka kios laundryannya.
"Duluan ya bebbbbb" sapaku
"Hahahaha, titi dije" balas Rere
Aku segera melaju menuju panti asuhan yang sudah aku dan teman-teman pilih untuk tugas observasi. Di sana kami bermain sekaligus mengamati pola tingkah laku anak-anak yang masih sangat belia namun sudah tidak mempunyai orang tua. Aku bisa merasakan sedikit kesedihan mereka karena aku juga tidak punya ayah. Ayah pergi meninggalkan kami saat aku masih duduk dibangku TK.
Aku ingat malam itu Ayah pergi membawa koper, beliau berkata padaku hanya pergi sebentar, namun hingga usiaku 20 tahun beliau belum pulang juga. Pernah suatu hari Zio bertanya mengenai Ayah pada Ibu. Namun Ibu malah menjadi marah dan gusar, sejak saat itu kami tidak pernah membicarakan Ayah lagi.
"Harusnya aku juga diobservasi nih" candaku dalam hati
Setelah selesai observasi dan berdiskusi tentang tahap selanjutnya bersama tim, kami pun pulang dari panti.
Sampai di parkiran motor, aku mengeluarkan handphone dan mengirim chat WA ke Rei
"Aku otw"
Dan lagi-lagi cuma di read
Sepanjang perjalanan aku bicara sendiri dalam hati
"Kenapa di read aja, aku tuh salah apa coba, bilang terimakasih aja enggak. Nyesek rasanya!"
Tak lama aku pun sudah berada di depan kamarnya setelah berjuang parkir motor karena tempat parkiran yang penuh, dan berjuang naik tangga hingga ke lantai 3.
Begitu sampai di lantai 3, tampak karpet Hello Kittyku sudah tergelar, meja dan buku-buku sudah tertata rapi di mulut pintu kamar kost Rei.
"Akhirnya dateng juga mbak" sapa Rei dari dalam kamar membawa satu gelas berisi air putih.
Aku segera duduk dan meminum segelas air putih yang diberikan Rei.
"Mana hasil ulanganmu kemarin" tanyaku
"Ini mbak" Rei menyodorkan kertas ulangannya
"Ini bisa..."
"Hehehe berkat kamu mbak, makasih ya"
"Ya udah sekarang kamu kerjakan soal latihan yang ini" aku membuka buku paket Kimianya dan memberikan pada Rei
Sekitar setengah jam kemudian
"Udah mbak, coba di cek"
Aku pun meneliti satu per satu jawabannya, mencocokkan dengan jawabanku
"Bener semua, udah pinter kok ngapain les sama aku?" tanyaku
"Kebetulan aja pas aku bisa mbak" dalih Rei
Aku kembali memastikan jawaban Rei dan tiba-tiba dia berkata
"Mbak, kok mau bantu aku? Kita kan belum lama kenal" tanyanya curiga
"Hmmmmm ya gak papa kan" jawabku asal
"Ohhhh" balas Rei singkat
Kemudian aku pamit pulang karena hari sudah senja.
"Bye Rei" pamitku
"See you mbak" balas Rei
Aku pun bergegas pulang, tapi tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh, seperti firasat buruk. Ku abaikan sejenak sembari fokus menyetir motor dengan kecepatan 40km/jam.
Setibanya di rumah tampak mobil ibu sudah terparkir di garasi dengan rapi. Ku parkirkan motorku di sebelah mobil dan berlari kecil masuk ke dalam rumah.
Tampak Zio dan ibu sedang menonton berita di tv.
"Aku pulanggg" ucapku setengah berteriak
"Dari mana kak?" ejek Zio dengan tengilnya
"Kepoooooo" balasku
Ibu hanya menggelengkan kepala melihat tingkah kami.
Segera aku masuk ke kamarku yang bernuansa soft pink. Ku lepas cardigan hitamku dan memasukkannya ke wadah baju kotor di pojok kamar. Ku ganti celana pensilku dengan celana pendek sepaha. Bajunya? Aku malas ganti hehehe
Menjelang makan malam, aku dan Zio menyiapkan piring, sendok dan gelas di meja makan. Ibu tampak menghangatkan sesuatu di dapur lalu ibu membawa panci berukuran sedang itu ke atas meja makan.
"Wahhh opor ayam" seruku
"Ibu kenapa masak opor ayam? Lebaran kan masih lama" selidik Zio
"Gak mau? Ya udah ibu aja yang makan" jawab ibu dengan usil
Ya ibu memang suka bercanda seperti ini meski penampilannya cukup berwibawa, mengingat beliau adalah dosen senior di kampusnya.
Di sela makan, ibu bertanya pada Zio
"Gimana ulangan di sekolahnya? Bisa?"
"Bisa lah bu, Zio pengen ambil kelas akselerasi aja nanti di SMA, boleh kan?"
"Bebas, asal kamu bisa bertanggung jawab sama pilihanmu, ibu dukung"
"Ambil kelas aksel? Wiiii adek kakak ini jenius sekali ya" ejekku usil
"Emang kakak, katanya mau cumlaude manaaaaa" sindir Zio balik
"Semester depan aku mau ambil banyak matkul, makanya semester ini aku seriusin" jelasku
Selesai makan malam dan mencuci piring, aku kembali ke kamar. Aku duduk di kursi meja belajarku dan ku baca ulang catatan kuliahku hari ini. Menggaris bawahi catatan penting pada buku teks dengan stabilo berwarna biru muda.
Pukul setengah delapan Zio mengetuk pintu kamarku.
"Kakkk" ucapnya pelan
"Masuk aja" jawabku
"Ganti baju gih yang rapi, ada tamu di depan"
"Siapa?"
Zio berlalu keluar dari kamarku.
"Siapa ya?" batinku
Aku bergegas berganti pakaian dengan dress batik lengan pendekku yang panjangnga sebawah lutut persis. Aku berjalan menuju ruang tamu dan
"Nak Cita, apa kabar?" sapa wanita berusia separuh baya di hadapanku
"Baik tante" ucapku sambil berusaha senyum
Nampak di sebelah wanita itu Rudi duduk dengan santainya. Aku melewati ibu yang sudah duduk di sofa tunggal, dan aku duduk di sofa antara sofa ibu dan ibunya Rudi. Aku duduk bersebelahan dengan Rudi di sofa tengah.
"Bu Rita ada apa tiba-tiba main ke sini?" tanya ibuku pada ibunya Rudi
"Maksud kedatangan saya dan Rudi ke sini untuk membicarakan pertunangan anak kita" jawab ibunya Rudi
"Per..tunangan tante?" tanyaku kaget
"Lho jadi Rudi belum cerita?"
Rudi memotong pembicaraan dan menatapku
"Aku tau kamu belum siap menikah, makanya kita tunangan dulu saat ini"
Aku menatap ibu penuh kebingungan, dan ibupun ikut bingung. Aku menggandeng tangan Rudi dan mengajaknya keluar ruang tamu
"Permisi tante" aku melewati ibunya Rudi dengan sopan.
Ku bawa Rudi agak menjauh dari ruang tamu, hampir mendekati pintu pagar tepat di depan jendela kamar Zio.
"Maksudmu ini apaan!?" tanyaku marah
"Aku gak akan menyerah buat kamu" jawab Rudi sambil memegangi ke dua bahuku
"Kamu gila ya! Kita bahkan udah gak punya hubungan"
"Sampai kapan pun aku bakal nunggu jawabanmu Cit"
"Aku suka sama orang lain, stop main-main sama aku" ku lepaskan ke dua tangan Rudi dari bahuku dan aku berjalan kembali ke arah ruang tamu, Rudi mengikutiku.
"Tante, Cita belum bisa kasih jawaban sekarang" jelasku pada ibu Rudi
"Tidak apa nak, pikirkan saja dulu baik-baik. Kalau begitu saya pamit dulu"
Aku bersaliman dengan ibu Rudi, dan bergegas kembali masuk ke dalam kamar. Ku kunci pintu kamarku dan kumatikan lampu di kamar, kali ini aku ingin sendiri. Tenggelam dalam masalah di atas kasurku dengan menangis dan akhirnya aku ketiduran.
Diubah oleh citanisa 23-04-2016 19:07
sormin180 dan lumut66 memberi reputasi
2