Suatu sore, seperti biasa gue mengantar Diana pulang sekolah. Setelah itu gue menemani Diana mengerjakan PR nya. Ketika sedang mengerjakan PR, gue iseng membongkar isi tas Diana. Gak ada bedak atau lipstick maupun parfum, gue ketawa kecil. Eh, tapi ada diari. Rupanya ditengah deraan media sosial seperti YM, MSN dan Friendster, Diana masih melakukan ritual yang dilakukan oleh remaja tahun 90’an, yaitu menulis diari.


Tanpa sepengetahuan Diana, Lembar demi lembar gue buka. Berbagai keluhan dan curhatan iseng gue baca. Dari situ gue tau masalalunya yang gak pernah dia ceritakan. Seperti salah satu contohnya ketika dia mengeluh tentang orang yang disukainya pertama kali.







Beberapa lembar lainnya, Diana menulis sejumlah puisi. Disinilah akhirnya gue bisa menemukan sisi romantisnya Diana. Salah satu penulis idolanya adalah P. Lubis. Gue yang gak mengenal sosok ini kemudian bertanya.





Diana yang sedang sibuk menulis itu kemudian menoleh ke arah gue dan menjawab.










Malam itu setelah gue pulang ke rumah, gue rebahan di kasur sambil mendengarkan radio. Saat radio tengah streaming memutar lagu – lagu, gue memikirkan kata – kata yang di ucapkan Diana tentang sosok Chairil Anwar. Satu kalimat Diana terus menerus terngiang di kepala gue.







Jadi, Diana suka puisi? Hmm.. tampaknya celah ini bisa dimanfaatkan. Tapi gimana cara menyampaikannya? Saat sedang pusing memikirkan hal itu, tiba – tiba sebuah titik terang mampir di otak gue ketika mendengar suara si penyiar radio berkata ;







BINGGO..!



Akhirnya ide sudah terkumpul semua. Malam itu, Setelah menyusun detail ‘upacara’ pernyataan cinta, gue mulai melaksanakan langkah pertama dalam rencana ini. Yaitu menulis puisi. Lalu mulai menjalankan langkah – langkah selanjutnya di keesokan harinya.







Sore hari di Sabtu yang teduh, setelah semua rencana sudah tersusun rapih, akhirnya gue memulai tahap pelaksanaan. Dimulai dengan mengabari Diana.







Oke sip, langkah kedua sudah terlaksana. Sebenarnya acara perkenalan dengan ortunya Diana itu cuma pengalihan suasana aja. Sekaligus, memang sudah waktunya gue menunjukkan wajah ke ortunya Diana. Sebab, selama 3 bulan ini, kami jalin hubungan tanpa sepengetahuan mereka. Bukan karena gue takut, tapi karena memang ortunya Diana jarang ada dirumah.



Kemudian gue bersiap – siap dan segera meluncur membeli ‘amunisi’ untuk bertandang kerumah Diana. Gak etis rasanya bertemu dengan ‘calon mertua’ dengan tangan hampa. Setelah amunisi didapat semua, akhirnya gue mulai meluncur ke rumah Diana.