Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rdmlcc67Avatar border
TS
rdmlcc67
First for the Last
Part 1

Bukan cita-cita yang menuntunku melangkah. Aku hanya seorang yang mengikuti takdir. Dengan harap dan usaha untuk terus selalu melakukan yang terbaik. Maka takdir akan memberikan yang terbaik pula bagiku.


Perkenalkan,namaku Ari. Aku bukan orang tampan,pintar,ataupun terlahir dari keluarga kaya. Aku benar-benar hanya orang biasa.
Orangtuaku seorang petani. Tinggal di salah satu daerah yg selalu dihina dengan istilah daerah yang kekurangan air. Di salah satu daerah di pulau jawa sisi selatan.

Aku anak ketiga dari tiga bersaudara. Kakakku pertama adalah seorang perempuan,sebut saja Kak Imah,6 tahun lebih tua daripada aku. Dan kedua adalah laki laki,kembali kita sebut saja kak Andri,3 tahun lebih tua dariku. Aku orang yang berwatak keras,yang mungkin sudah bawaan dari sifat orang tuaku. Ibarat pepatah "daun tak pernah jatuh jauh dari pohonya
Dan kerasnya hati inilah yang mampu menuntunku hingga sekarang,bertahan dalam kerasnya hidup yang semakin lama seolah makin terasa menghancurkanku. Tapi ketika kedewasaanku mulai muncul. Mungkin itu terasa karena aku kurang bersyukur kepadaNya.

Kisah ini dimulai saat sekitar tahun 2004. Saat aku masuk ke SMA.
Ada sedikit harapan dari orangtua saat itu. Ketika aku,diharapkan mampu meneruskan pendidikan hingga jenjang perkuliahan,karena kak Imah dan kak Andri semua masuk SMK.


Suatu pagi di bulan juli 2004. Aku diantar kak Andri,mendaftar di salah satu SMA favorit di daerahku,SMA N 1 xxxxxxx
Berbekal nilai yang pas-pasan dari SMP. Aku hanya mencoba peruntunganku.
Dan aku bersyukur bisa diterima disana.
Tempat dimana liku-liku kehidupanku dimulai. Tempat dimana aku mengenal akan cinta dan persahabatan yang sangat indah dan berkesan.
Tawa dan tangis yang bercampur menjadi satu,yang membuatku mengerti akan arti hidup ini.



"Setelah sebulan lebih ane berbagi kisah dimari,inilah rangkuman jawaban atas pertanyaan di komentar yang tak perlu lagi ane jawab untuk kedepannya."

Spoiler for Rangkuman......:



Spoiler for INDEKS I:



Spoiler for INDEKS II:
Diubah oleh rdmlcc67 17-05-2016 07:55
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
29.4K
252
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.7KAnggota
Tampilkan semua post
rdmlcc67Avatar border
TS
rdmlcc67
#181
Part 57
"Jahat gimana Wi?"tanya ibunya menahan tawa.

"Ini kan hari yang penting buat Dewi bu,disuruh datang malah gak datang." jawabnya kesal.

Hanya senyum yang keluar dari bibir ibunya. Beliau segera pergi ke dapur untuk mempersiapkan sarapan. Sebelumnya tak lupa beliau mengantarkan segelas kopi untukku. Ada satu kebiasaan baru yang aku ketahui dari Dewi,dia akan mengacak-acak seluruh isi kamarnya bila dia sedang kesal dan marah pada seseorang. Dan untuk kali ini,orang tersebut adalah aku. Hingga kopi yang tersaji di depanku hampir habis,Dewi belum juga keluar dari kamarnya.

"Wi....Cepetan mandi,udah agak siang." ucap bapaknya.

Tak ada jawaban dari Dewi.

"Ayo Wi,ntar kita jemput Ari setelah mandi dan sarapan." ucap beliau lagi.

"Beneran pak?" jawabnya cepat masih dari dalam kamar.

"Iya." ucap beliau lagi sambil menahan tawa.

Dewi segera membuka pintu dan sedikit berlari menuju ke ruang tamu.

"Ariiiiiii....." ucapnya.

Matanya tak berkedip melihatku. Kami hanya tertawa melihat Dewi yang salah tingkah melihat diriku yang sudah berada di rumahnya. Rambutnya masih sangat acak-acakan,matanya sedikit lebam menandakan bahwa airmata sempat mengalir dan membanjiri pipinya. Tangannya reflek mencoba ingin memukulku meski dengan segera dialihkannya untuk menata rambutnya agar sedikit terlihat rapi. Seandainya tidak ada ayahnya,mungkin aku akan babak belur di buatnya.

"Kamu jahat Ri." ucapnya menunjukan kekesalannya,meski sangat terlihat jelas,ada senyum yang terpancar disana.

"Saking jahatnya sampe ngacak-acak kamar kamu Wi." jawabku meledeknya.

Dewi hanya tersipu mendengarnya. Dan barulah dia menyadari bahwa aku telah sampai kerumahnya sejak pagi,bahkan lebih pagi dari permintaannya. Setelah selesai mandi,kami memutuskan untuk sarapan. Menu spesial banyak tersaji saat itu,semua itu untuk menyenangkan Dewi dan sebagai hadiah atas usaha dan kerja kerasnya menghadapi ujian kemarin. Senyum tak pernah berhenti terpancar dari wajah cantiknya saat itu.

Agak siang,aku menemaninya menunggu di depan gerbang sekolah. Hanya ayahnya yang masuk untuk menerima hasil ujiannya. Para siswa memang tidak diizinkan untuk masuk ke lingkungan sekolah,karena khawatir akan melakukan tindakan anarkis apabila tidak bisa menerima kenyataan yang tidak sesuai harapan mereka. Kegelisahan terlihat jelas dari wajahnya,meski dia selalu mencoba menyembunyikannya di balik senyumnya untukku.

"Tenang aja Wi,aku yakin kamu lulus." ucapku.

Tak ada jawaban darinya. Hanya tatapan tajam yang di arahkannya bergantian,padaku dan ke arah lorong keluar dari sekolah,menunggu ayahnya keluar dan membawa kabar bahagia yang sangat di nantikannya.

Tak berapa lama,ayahnya keluar dengan senyum kebanggan yang tak bisa ditutupinya. Dia mengangkat kedua ibu jarinya ke arah kami. Membuang segala beban yang Dewi rasakan selama ini. Membawa kelegaan dan kebahagiaan yang langsung di sambutnya dengan senyum dan tangisnya yang beradu. Dia memelukku dengan sangat erat,bahkan membuatku hampir sulit bernafas karenanya. Hingga ayahnya sampai dan berdiri disampingnya pun,dia masih terus memelukku dan membenamkan wajahnya di bahuku.

"Ehmmm....Ehmmm...." suara ayahnya dengan batuk yang di buat-buat untuk menyadarkannya yang masih terus memelukku.

Dewi segera melepaskan pelukannya dan berganti memeluk ayahnya. Setelahnya,beliau menyerahkan amplop dan menyuruh Dewi untuk membawanya pulang serta menunjukkan kepada ibunya.

"Ayo jalan aja Ri." ucap beliau setelah Dewi berlalu.

Motor yang kami bawa memang hanya sebuah,beliau lebih memilih berjalan dari rumah menuju ke sekolah. Meski Dewi sempat memaksanya untuk membawa motor sendiri,tapi beliau terus menolak dan meilih berjalan kaki.

"Kamu pacaran sama Dewi?" tanya beliau padaku

Aku hanya terdiam,menghentikan langkahku. Tak ada jawaban yang keluar dari mulutku,aku hanya memandang lekat kearahnya. Meski aku segera kembali menunduk ketika beliau juga berhenti dan balas memandang ke arahku.

"Udah Ri,gak apa-apa. Bapak juga cuma nanya kok." ucapnya lagi lalu menepuk pundakku dan melanjutkan langkahnya.

"Kalau memang iya,bapak juga gak akan nglarang Ri. Kalian juga sudah sama-sama dewasa kan." lanjutnya.

Aku hanya mengangguk mendengar ucapan beliau.

"Bapak sempat mengajak Dewi untuk ikut dan tinggal bersama kami Ri. Sekalian kuliah disana juga,agar kami lebih mudah menjaga dan mengawasinya. Tapi Dewi ngotot untuk tetap kuliah di jogja Ri. Ya kalo memang itu sudah keputusannya,kami gak akan melarang Ri." lanjutnya.

"Saat bapak bertanya alasannya pada Dewi,salah satunya karena kamu Ri. Jadi bapak cuma ingin berpesan sama kamu,tolong jagain Dewi ya Ri." tutupnya lalu memandang lekat ke arahku.

Dan kembali,hanya anggukan yang aku berikan untuk menjawabnya.

Disatu sisi,hatiku sepenuhnya masih untuk Ririn,namun disisi lain,ada rasa yang perlahan-lahan tumbuh dan bersemi seolah aku tak pernah ingin menjauh dari Dewi,dan berharap agar dia tak pernah pergi meninggalkannku. Meski mungkin,rasa itu lebih kepada bagaimana seseorang yang tidak ingin di tinggalkan oleh sahabat terbaiknya.

Sesampainya dirumah,aku memilih untuk segera undur diri dengan berbagai alasan yang aku buat. Aku tak ingin mengganggu moment kebahagiaan yang sedang Dewi rasakan bersama keluarganya. Ditambah pernyataan dari ayahnya yang masih terasa sangat mengganjal di kepalaku.

Dihari berikutnya,tak ada lagi kegiatan yang harus kami lakukan. Kami hanya berangkat ke sekolah untuk sekedar menghabiskan waktu bersama. Tak ada ujian semester yang harus ku ulang lagi. Dewi hanya sesekali harus menyelesaikan beberapa urusan dan administrasi kelulusannya. Selebihnya,dia seakan menjadi malaikat penjaga bagiku. Jangankan menghabiskan waktu dengan keempat sahabat baikku,melihat mereka mengajakku untuk pergi pun,Dewi akan segera melarangnya karena pasti akan berujung pada hal yang memabukan yang sangat ingin di cegahnya untuk kembali masuk ke dalam tubuhku.

Saat itu dia sedang duduk di kelas bersamaku.

"Awas aja Ri kalo kamu sampe kayak gitu lagi." ucapnya mencubit keras pinggangku.

Aku hanya mengangguk tanpa berani menjawab dan membantahnya.

"Besok sabtu setelah nganter ngambil raport,kamu dateng kerumah ya Ri." lanjutnya.

"Memangnya ada apa Wi?" tanyaku padanya.

"Cuma mau bikin syukuran kecil-kecilan Ri." jawabnya.

"Aku juga cuma ngundang beberapa teman dekatku aja kok. Kamu harus dateng ya." lanjutnya.

"Iya Wi." jawabku.

"Ririn gimana Ri?" tanyanya lagi.

"Maksud kamu Wi?" balasku bertanya padanya.

"Ya hubungan kalian?" jawabnya.

"Memangnya aku masih memiliki hubungan sama dia." jawabku mengelak darinya.

"Kalian memang sama-sama egois. Udah tahu masih saling menyayangi,tapi pura-pura gak butuh dan gak peduli satu sama lain." ucapnya.

"Emang Wi,aku egois kok. Tak pernah lagi aku menyapanya. Bahkan senyumku tak sekalipun pernah di balasnya. Aku juga tahu,gak ada satupun ujian semester yang harus diulangnya kali ini. Dan mungkin dia bakal jadi yang terbaik di kelasnya." jawabku.

Dewi sangat terkejut,bahkan memandangku seolah tak percaya karenanya.

"Udah Wi,gak usah di bahas lagi ya." lanjutku.

Dia hanya mengangguk padaku.

Sabtu pagi,aku segera mengantar ibuku mengambil raport. Tak ada yang berubah darinya,peringkatku masih sama. Hanya masalah kehadiran yang membuat ibuku sedikit marah ketika mengetahui bahwa aku termasuk rajin untuk membolos. Meski pada akhirnya semua itu tak mempengaruhi sedikitpun nilai dan hasil belajarku selama ini.Setelah mengantar ibuku kembali ke rumah,aku segera berangkat menuju rumah Dewi yang entah sudah berapa kali mencoba menghubungiku,agar aku segera datang kerumahnya.

Begitu sampai,aku segera memarkir motorku lalu segera masuk ke rumahnya. Langkahku langsung terhenti tepat saat aku tepat berada di depan pintu rumahnya. Dewi yang melihat kedatanganku segera bangkit dan menarik tanganku agar masuk kerumahnya. Meski aku masih bergeming dan tak sedikitpun menggerakkan kakiku. Sebuah tatapan tajam sangat mengusikku,bahkan seolah mengambarkan ketidaksukaannya pada kehadiranku saat itu.

"Maaf Wi,aku pulang sekarang aja ya." ucapnya lalu bangkit dan melangkah keluar melewatiku.

Meski dengan segera tanganku menarik dan menahan tangannya,agar dia tak melanjutkan langkahnya.

"Udah Rin,aku aja yang pergi." ucapku padanya.
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.