- Beranda
- Stories from the Heart
( TAMAT ) AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
...
TS
beavermoon
( TAMAT ) AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Selamat datang di BeaverMoon Land
Sudah lama tak berjumpa dengan halaman ini dan biasanya cuma liat info-info HT doang.
Dan pada akhirnya ane kembali dengan membawa kisah yang ngga terlalu bagus

Spoiler for Tanya Jawab:
Q : Bang bakalan panen kentang lagi ngga?"
A : Kayaknya ngga, soalnya thread ini cuma 15 episode pendek
Q : Kok cuma 15 Bang?
A : Ya emang segitu adanya dan ngga ada yang ditambah-tambahin
Q : Update tiap hari kan?"
A : Sayangnya ngga tiap hari. Berhubung cuma 15 episode dan ane lagi lumayan sibuk jadi updatenya seminggu sekali (biasanya weekend)
Q : Ini cerita tentang apa Bang?
A : Ini adalah prekuel dari AKU, KAMU, DAN LEMON
Q : Bang, prekuel apa sih?
A : Ini cerita sebelum adanya AKU, KAMU, DAN LEMON
Q : Jadi saya harus baca AKU, KAMU, DAN LEMON dulu dong bang?
A : Sebaiknya seperti itu, tapi kalo mau ini duluan juga nggapapa
Q : Bang, Nanda apa kabar?
A : -_- pertanyaan yang pasti ane jarang jawab
A : Kayaknya ngga, soalnya thread ini cuma 15 episode pendek
Q : Kok cuma 15 Bang?
A : Ya emang segitu adanya dan ngga ada yang ditambah-tambahin
Q : Update tiap hari kan?"
A : Sayangnya ngga tiap hari. Berhubung cuma 15 episode dan ane lagi lumayan sibuk jadi updatenya seminggu sekali (biasanya weekend)

Q : Ini cerita tentang apa Bang?
A : Ini adalah prekuel dari AKU, KAMU, DAN LEMON
Q : Bang, prekuel apa sih?
A : Ini cerita sebelum adanya AKU, KAMU, DAN LEMON
Q : Jadi saya harus baca AKU, KAMU, DAN LEMON dulu dong bang?
A : Sebaiknya seperti itu, tapi kalo mau ini duluan juga nggapapa
Q : Bang, Nanda apa kabar?
A : -_- pertanyaan yang pasti ane jarang jawab
Jadi buat agan dan aganwati sekalian yang mau mengikuti thread ini seharusnya baca AKU, KAMU, DAN LEMONterlebih dahulu. Cuma kalo mau baca ini dulu ya nggapapa ngga ada larangannya

Selamat membaca

Spoiler for INDEX:
Episode 1
Episode 2
Episode 3
Episode 4
Episode 5
Episode 6
Episode 7a
Episode 7b
Episode 8a
Episode 8b
Episode 9a
Episode 9b
Episode 10
Episode 11a
Episode 11b
Episode 12
Episode 13a
Episode 13b
Episode 14a
Episode 14b
Episode 15
Episode 15 + 1 (Finale)
Bad News Lemon
Behind The Story (part 1)
Behind The Story (part 2)
Behind The Story (part 3 / finale)
Pemberitahuan
Episode 2
Episode 3
Episode 4
Episode 5
Episode 6
Episode 7a
Episode 7b
Episode 8a
Episode 8b
Episode 9a
Episode 9b
Episode 10
Episode 11a
Episode 11b
Episode 12
Episode 13a
Episode 13b
Episode 14a
Episode 14b
Episode 15
Episode 15 + 1 (Finale)
Bad News Lemon
Behind The Story (part 1)
Behind The Story (part 2)
Behind The Story (part 3 / finale)
Pemberitahuan
Diubah oleh beavermoon 28-01-2020 19:37
i4munited dan 13 lainnya memberi reputasi
14
77.6K
Kutip
417
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#1
Spoiler for Episode 1:
Aku terbangun dari tidurku pada pagi ini dan kulihat langit sudah cukup cerah berkat sinar matahari yang sudah melambung tinggi. Kubuka pintu yang menuju ke arah balkon, dari sini aku dapat melihat Ayahku dan juga Adikku yang sedang mencuci mobil bersama-sama dan juga aku dapat melihat Ibuku yang sedang duduk di ayunan dekat kolam berenang sambil membaca sebuah majalah. Aku dapat tersenyum menyaksikan semua ini, aku merasa cukup beruntung dengan keluarga yang aku punya. Meskipun Ayah dan Ibu sangat sering untuk pergi dengan pekerjaan mereka, setidaknya mereka masih menyempatkan waktu untuk kami berdua.
Aku kembali masuk ke dalam kamar untuk mencari hp yang kutaruh di atas meja, aku menemukan hpku dan juga sebuah benda yang aku tidak tau itu apa. Sebuah benda yang dibungkus oleh kertas kado berwarna biru muda lengkap dengan pita merah muda yang membentuk simpul ikatan tali sepatu. Kuangkat benda itu dengan cukup heran, aku merasakan bentuknya seperti sebuah buku. Dengan rasa yang makin penasaran akhirnya kubuka benda itu dan benar saja aku menemukan sebuah buku. Bungkus yang sangat rapih adalah hal yang biasa, hal yang luar biasa adalah aku mendapatkan sebuah buku yang tidaklah baru melainkan buku tua yang sampulnya sudah rusak dan hampir tertutup oleh debu. Ada beberapa sidik jari yang menempel dan membuatku sedikit ketakutan. Kutinggalkan benda misterius itu di atas meja dan aku menuju lantai bawah.
Aku segera menuju ke tempat Ibuku berada, dengan berlari-lari kecil menuju Ibuku hingga aku sengaja mendorong Ibu dengan pelan yang membuatnya sedikit kaget.
“Kamu ngagetin aja Bram, kalo Ibu jantungan gimana.” Protes Ibu
Aku hanya bisa tersenyum kepada Ibu dan kemudian aku melihat ke arah Ayah dan Nanda yang sedang mencuci mobil milik Ayah, Nanda sempat melihat ke arahku dan dengan cepat aku menjulurkan lidahku kepadanya dan iapun membalasnya dengan gerakan yang sama. Aku kembali teringat dengan benda misterius yang ada di atas mejaku.
“Bu, itu bingkisan yang di atas meja dari siapa? Kayaknya aku ngga ulang tahun deh hari ini.” Tanyaku
“Ibu juga ngga tau, cuma tadi pas kamu tidur ada orang yang nganterin ke sini terus bilang ini bingkisan buat Bramantyo Satya Adjie. Nama kamu masih sama kan belum berubah?” Kata Ibu
“Ya masih lah Bu. Cuma yang aku bingung itu isinya buku lama gitu, ngga sebagus bungkusan kadonya.” Kataku lagi
“Itu dari penggemar rahasia kamu Bram, kamu segala pake bingung lagi.” Kata Ayah
“Cie kan Abang udah banyak penggemarnya.” Sahut Nanda
“Abang kamu kan ganteng, wajar lah dia langsung punya penggemar. Tapi masih kerenan Ayah dulu pas kuliah.” Kata Ayah
Aku hanya memandang malas ke arah mereka berdua sedangkan Ibu hanya bisa tertawa mendengar mereka mengejekku. Sedikit berbincang dengan Ibu dan kemudian aku masuk ke dalam rumah untuk sekedar mandi. Selesai dengan mandi dan memakai pakaian, mataku kembali tertuju pada benda misterius itu. Entah kenapa benda tua itu seperti memiliki daya tarik untuk kubuka dan kubaca. Ada rasa takut untuk membukanya dan akhirnya aku membuka buku itu dengan sangat hati-hati. Buku Harian Airin adalah judul buku itu dan di bawah judul itu ada sebuah catatan yang membuatku mematung sesaat dan kubaca hingga berulang kali. Kubuka halaman pertama buku itu dan kubaca di atas kasurku.
Hpku berdering dan membuatku kehilangan fokus untuk membaca, kutaruh buku ini di atas meja dan kuambil hp yang ada di sampingku. Ada sebuah panggilan masuk dari salah seorang teman kelasku.
“Halo...”
“Halo Bram, aku punya tiket nonton buat nanti malem. Mau nemenin ngga?”
“Boleh aja Zah, nanti kabarin aja lagi...”
“Oke, nanti malem ya Bram...”
Panggilan itu terputus, aku berniat untuk membaca buku tua itu lagi namun aku rasa nanti saja. Aku turun ke bawah untuk menemui Ayah dan Ibu. Mereka sedang berbincang sambil menonton berita di tv, sedangkan Nanda sedang seru dengan laptopnya. Aku menggoda adikku dengan menyentuh pipinya dan iapun protes
“Abang, apa sih nyolek-nyolek pipi aku.” Protesnya
“Berasa makan kue cubit tiap megang pipi kamu.” Godaku
“Kamu usil banget sih Bram sama adek kamu sendiri, jangan gitu dong.” Kata Mama
“Tau nih kamu, mending kamu cari pacar sana biar ada yang bisa kamu isengin selain Nanda.” Kata Ayah
“Ntar aja lah urusan gituan, belom kepikiran buat nyari lagi.” Sanggahku
Hari yang sudah menjelang siang ini aku habiskan bersama dengan Ayah, Ibu dan juga Nanda di ruang tamu. Dan malam menjelang, Ayah dan Ibu sudah bersiap-siap untuk pergi ke suatu tempat yang Aku dan Nanda tidak mengetahuinya. Mereka merahasiakan kemana mereka akan pergi, begitu juga denganku yang sudah bersiap-siap untuk pergi. Tidak ketinggalan dengan Nanda yang juga akan pergi dengan pacarnya. Ayah dan Ibu sudah pergi terlebih dahulu, aku dan Nanda sedang duduk di ruang tamu sambil menonton acara di tv. Hpku berdering, ada panggilan masuk lagi dari Zahra.
“Halo...”
“Halo Bram, aku minta maaf ya kita ngga jadi pergi malem ini. Mama rese minta dianterin kemana tau ketemu temen-temennya.”
“Yaudah nggapapa Zah, next time aja...”
Ku tutup panggilan tersebut dan segera membuka kemeja yang sudah aku kenakan, Nanda yang melihat gerakanku sedikit kebingungan.
“Kenapa dilepas Bang?” Tanya Nanda
“Ngga jadi pergi.” Jawabku singkat
Tidak lama berselang datanglah pacarnya Nanda ke rumah dengan mobil mewah dan dandanan yang terbilang eksis pada masa kini. Ia bersalaman denganku dan kemudian ia duduk di samping Nanda. Nanda yang sudah selesai dengan persiapannya berpamitan denganku untuk pergi dengan pacarnya.
“Bang, cari pacar gih biar ngga sendirian mulu di rumah...” Kata Nanda
“Iya Bang, emang ngga bosen sendirian mulu di rumah?” Tanya Rio, pacarnya Nanda
“Udah kalian pergi sana cepet! Tapi jangan pulang kemaleman, kalo ngga gue goreng pake adonan bakwan.” Kataku dengan tegas
“Iya Abangku yang masih betah sendiri... Kita jalan dulu ya.” Pamit Nanda
Dan kemudian mereka pergi meninggalkan rumah malam ini, entah kemana aku juga tidak tau. Dan di sinilah aku, seorang Bramantyo sendirian di rumah yang tidak pernah menikmati malam minggu di luar sana bersama kekasihnya.
Kubuka hpku dan melihat deretan kontak yang ada di dalamnya, dan berhenti di sebuah nama yang sudah aku bintangkan dan segera menghubunginya.
“Halo...” Jawabnya
“X...”
“...O”
Kututup panggilan tersebut dan kemudian aku melihat ke arah arloji yang sedang kugunakan. Aku memperhatikan jalanan depan rumahku dengan seksama dan aku kembali melihat ke arah arlojiku.
“Lima... Empat... Tiga... Dua... Satu... Sekarang!” Kataku seorang diri
Dan tebakanku benar, dari jauh aku sudah melihat ada mobil yang datang menuju rumahku. Sebuah mobil mewah dengan harga yang jika disebutkan dapat membeli seratus empat puluh ribu bungkus nasi uduk lengkap dengan gorengannya. Mobil itu masuk ke dalam halaman rumahku dan parkir dengan rapih. Keluarlah seseorang yang nasib percintaannya hampir sama denganku namun aku lebih beruntung sedikit darinya. Dan itu lah Reza, sahabatku sejak kami masih kecil.
“Eh bawain dong, banyak nih.” Pintanya
Aku membawakan beberapa plastik berisi cemilan dan juga minuman yang Reza beli tadi, dan kemudian kami langsung naik menuju kamarku. Kubuka plastik yang aku bawa dan mengeluarkan semua isinya.
“Wih beli dimana lu?” Tanyaku kaget
“Itu di Sevel deket stasiun, mantep ngga?” Katanya
“Wah udah lama juga gue ngga minum ginian.” Kataku sambil membuka tutup botol bir ini
“Ngomong-ngomong emang pada kemana ini sampe sepi banget?” Tanya Reza
“Biasa lah malem mingguan, Bokap sama nyokap dan Nanda sama Iyo.” Jawabku setelah meminum bir botolan itu
“Makanya cari pacar, jomblo sih ngga pernah malem mingguan.” Kata Reza
“Lah lu sendiri ngapain nemenin gue di sini kalo gitu?” Tanyaku
Dia hanya bisa tersenyum seperti Onta dan aku hanya bisa menggelengkan kepalaku. Kami berbincang di balkon mengenai apa saja yang sudah kami alami beberapa hari belakangan. Corona ku sudah habis dan masuk ke botol berikutnya.
“Oh iya ngomong-ngomong masa tadi pagi gue dapet bingkisan misterius gitu.” Kataku
“Bingkisan misterius? Isinya apaan?” Tanya Reza
“Iya soalnya ngga ada nama pengirimnya, gue pikir salah alamat cuma yang ngirim bilang ini buat Bramantyo Satya Adjie dan itu kan nama gue. Isinya buku gitu kayak cerpen atau diari gue ngga tau, dan itu buku lama bukan buku baru. Sampulnya aja udah rusak-rusak.” Jelasku
“Kok gue jadi takut ya, jangan-jangan itu buku kutukan lagi Bram. Atau jangan-jangan yang ngirim itu setan. Ah jadi takut kan gue.” Kata Reza
“Apa sih, malem minggu juga. Mana ada setan di malem minggu, lagian nih ya kuburan aja sekarang udah dijadiin tempat pacaran.” Kataku
“Iya juga sih, pernah gue lewat kuburan pagi-pagi terus ngeliat banyak banget bekas kond*m di pinggirannya. Gue ngga abis mikir, mereka ngga takut gancet apa ya.” Kata Reza
“Kalo gancet bakalan heboh lah. Tapi ngomong-ngomong ngapain lu ke kuburan pagi-pagi?” Tanyaku heran
“Beli bubur yang deket gereja, kan sampingnya kuburan tuh nah gue liat di situ.” Jelasnya
Setelah membahas hal yang tidak terlalu penting, akhirnya kami memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. Reza berniat untuk menonton film yang ada di dalam laptopku, setelah memilih akhirnya kami mulai menonton film tersebut.
“Idola gue banget nih dari dulu, soalnya dia...”
Reza sudah tertidur dengan nyenyaknya, aku hanya bisa memandang malas ke arahnya. Kumatikan laptop dan menaruhnya di atas meja dan aku kembali melihat buku misterius itu. Ada hasrat untuk kembali membaca namun aku masih penasaran siapa yang mengirim buku ini. Dan pada akhirnya aku kembali membaca buku usang ini.
Aku kembali masuk ke dalam kamar untuk mencari hp yang kutaruh di atas meja, aku menemukan hpku dan juga sebuah benda yang aku tidak tau itu apa. Sebuah benda yang dibungkus oleh kertas kado berwarna biru muda lengkap dengan pita merah muda yang membentuk simpul ikatan tali sepatu. Kuangkat benda itu dengan cukup heran, aku merasakan bentuknya seperti sebuah buku. Dengan rasa yang makin penasaran akhirnya kubuka benda itu dan benar saja aku menemukan sebuah buku. Bungkus yang sangat rapih adalah hal yang biasa, hal yang luar biasa adalah aku mendapatkan sebuah buku yang tidaklah baru melainkan buku tua yang sampulnya sudah rusak dan hampir tertutup oleh debu. Ada beberapa sidik jari yang menempel dan membuatku sedikit ketakutan. Kutinggalkan benda misterius itu di atas meja dan aku menuju lantai bawah.
Aku segera menuju ke tempat Ibuku berada, dengan berlari-lari kecil menuju Ibuku hingga aku sengaja mendorong Ibu dengan pelan yang membuatnya sedikit kaget.
“Kamu ngagetin aja Bram, kalo Ibu jantungan gimana.” Protes Ibu
Aku hanya bisa tersenyum kepada Ibu dan kemudian aku melihat ke arah Ayah dan Nanda yang sedang mencuci mobil milik Ayah, Nanda sempat melihat ke arahku dan dengan cepat aku menjulurkan lidahku kepadanya dan iapun membalasnya dengan gerakan yang sama. Aku kembali teringat dengan benda misterius yang ada di atas mejaku.
“Bu, itu bingkisan yang di atas meja dari siapa? Kayaknya aku ngga ulang tahun deh hari ini.” Tanyaku
“Ibu juga ngga tau, cuma tadi pas kamu tidur ada orang yang nganterin ke sini terus bilang ini bingkisan buat Bramantyo Satya Adjie. Nama kamu masih sama kan belum berubah?” Kata Ibu
“Ya masih lah Bu. Cuma yang aku bingung itu isinya buku lama gitu, ngga sebagus bungkusan kadonya.” Kataku lagi
“Itu dari penggemar rahasia kamu Bram, kamu segala pake bingung lagi.” Kata Ayah
“Cie kan Abang udah banyak penggemarnya.” Sahut Nanda
“Abang kamu kan ganteng, wajar lah dia langsung punya penggemar. Tapi masih kerenan Ayah dulu pas kuliah.” Kata Ayah
Aku hanya memandang malas ke arah mereka berdua sedangkan Ibu hanya bisa tertawa mendengar mereka mengejekku. Sedikit berbincang dengan Ibu dan kemudian aku masuk ke dalam rumah untuk sekedar mandi. Selesai dengan mandi dan memakai pakaian, mataku kembali tertuju pada benda misterius itu. Entah kenapa benda tua itu seperti memiliki daya tarik untuk kubuka dan kubaca. Ada rasa takut untuk membukanya dan akhirnya aku membuka buku itu dengan sangat hati-hati. Buku Harian Airin adalah judul buku itu dan di bawah judul itu ada sebuah catatan yang membuatku mematung sesaat dan kubaca hingga berulang kali. Kubuka halaman pertama buku itu dan kubaca di atas kasurku.
Spoiler for Buku Harian:
Aku sedang duduk di bangku taman sekolah untuk menunggu seseorang datang, dan kebetulan keadaan sekolah masih sangat sepi. Tidak lama yang kutunggu pun datang, ia berlari melewati lapangan sekolah menuju ke tempat aku berada. Aku hanya bisa tersenyum mengetahui kedatangannya.
“Udah lama nungguin?” Tanyanya
“Ngga kok baru sebentar, santai aja.” Kataku
Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, dan itu adalah sebuah kotak makan berwarna hijau yang sudah tidak asing lagi bagiku. Ia membuka penutupnya dan mengeluarkan beberapa potong roti isi untuk dibagikan bersamaku.
“Kali ini isinya selai kacang...” Katanya
Kami makan bersamaan di bangku taman sekolah menunggu waktu masuk datang. Sambil berbincang mengenai ulangan semester yang sedang kami jalani hingga akhirnya sudah cukup banyak siswa yang berdatangan. Bel masuk pun berbunyi, kami berdua bergegas menuju ruangan kami untuk melaksanakan ulangan semester. Dari belakang kami mendengar suara langkah kaki yang cukup cepat.
“Lu dateng mepet mulu ya, kali-kali cepetan dikit lah.” Kata Herman
“Kayak baru kenal Mita aja sih, dia kan manusia mepet waktu.” Kataku
“Bawel ah pagi-pagi lo berdua.” Katanya
Dan kemudian kami memasuki kelas kami untuk melaksanakan ulangan semester dan ini adalah hari terakhir. Satu jam sudah berlalu dan akhirnya aku sudah menyelesaikan semua soal-soal tersebut. Aku keluar dari ruanganku dan menemukan Herman yang masih berdiri melihat ke arah bawah, aku mencari tau apa yang sedang ia lihat di bawah sana. Matanya tertuju pada seorang wanita yang sedang duduk di kantin sambil memakan batagor.
“Mau sampe kapan lo ngeliatin doang Man?” Tanyaku
“Jangan bikin kaget bisa lah, kalo gue jantungan gimana.” Protesnya
“Udah ah jangan ngomel mulu, mending kita makan. Tapi bayarin gue dulu ya Man, lupa bawa dompet” Kataku
“Iya santai aja, kayak sama siapa aja.” Katanya
Dan kemudian kami bersamaan berjalan melewati koridor kelas-kelas dan menuruni anak tangga menuju kantin. Herman langsung menuju tempat batagor berada sedangkan aku langsung menghampiri wanita yang Herman pantau daritadi
“Hai Inggar, pinter banget sih udah keluar duluan aja.” Kataku
“Hai Rin, ngga ah kamu juga udah keluar kan sama Herman.” Katanya
“Eh gembel, udah gue yang bayarin masa gue juga yang bawain semuanya. Gila lu ya.” Protes Herman yang membawa dua piring batagor dan dua botol minuman yang ia jaga di antara lengannya
“Sekalian atuh Man jangan setengah-setengah baiknya.” Godaku
Inggar hanya bisa tersenyum melihat kelakuan kami berdua. Aku memberi isyarat kepada Herman agar duduk di samping Inggar namun ia menolaknya dengan menggelengkan kepalanya secara pelan. Kami membicarakan mengenai ulangan semester yang telah selesai dan tidak lama kemudian sudah banyak siswa yang menyelesaikan ulangan mereka termasuk dengan Mita yang menuju ke meja dimana kami berada.
“Hai Nggar...” Sapa Mita
“Hai Mit, baru selesai?” Tanya Inggar
“Iya baru selesai. Herman, minggir. Gue mau duduk di samping Airin.” Katanya
“Lah kan gue duluan yang duduk di sini.” Kata Herman
“Minggir ngga!!!” Kata Mita lagi dengan nada sedikit mengancam
Dan akhirnya Herman mengalah, ia bangun dari duduknya dan berpindah ke samping Inggar. Meskipun dengan gelagat yang masih malu namun Herman tetap duduk juga di samping Inggar. Aku dan Mita hanya bisa menahan tawa melihat kelakuan mereka berdua yang sama-sama malu, dan aku rasa mereka berdua sama-sama suka.
“Udah lama nungguin?” Tanyanya
“Ngga kok baru sebentar, santai aja.” Kataku
Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, dan itu adalah sebuah kotak makan berwarna hijau yang sudah tidak asing lagi bagiku. Ia membuka penutupnya dan mengeluarkan beberapa potong roti isi untuk dibagikan bersamaku.
“Kali ini isinya selai kacang...” Katanya
Kami makan bersamaan di bangku taman sekolah menunggu waktu masuk datang. Sambil berbincang mengenai ulangan semester yang sedang kami jalani hingga akhirnya sudah cukup banyak siswa yang berdatangan. Bel masuk pun berbunyi, kami berdua bergegas menuju ruangan kami untuk melaksanakan ulangan semester. Dari belakang kami mendengar suara langkah kaki yang cukup cepat.
“Lu dateng mepet mulu ya, kali-kali cepetan dikit lah.” Kata Herman
“Kayak baru kenal Mita aja sih, dia kan manusia mepet waktu.” Kataku
“Bawel ah pagi-pagi lo berdua.” Katanya
Dan kemudian kami memasuki kelas kami untuk melaksanakan ulangan semester dan ini adalah hari terakhir. Satu jam sudah berlalu dan akhirnya aku sudah menyelesaikan semua soal-soal tersebut. Aku keluar dari ruanganku dan menemukan Herman yang masih berdiri melihat ke arah bawah, aku mencari tau apa yang sedang ia lihat di bawah sana. Matanya tertuju pada seorang wanita yang sedang duduk di kantin sambil memakan batagor.
“Mau sampe kapan lo ngeliatin doang Man?” Tanyaku
“Jangan bikin kaget bisa lah, kalo gue jantungan gimana.” Protesnya
“Udah ah jangan ngomel mulu, mending kita makan. Tapi bayarin gue dulu ya Man, lupa bawa dompet” Kataku
“Iya santai aja, kayak sama siapa aja.” Katanya
Dan kemudian kami bersamaan berjalan melewati koridor kelas-kelas dan menuruni anak tangga menuju kantin. Herman langsung menuju tempat batagor berada sedangkan aku langsung menghampiri wanita yang Herman pantau daritadi
“Hai Inggar, pinter banget sih udah keluar duluan aja.” Kataku
“Hai Rin, ngga ah kamu juga udah keluar kan sama Herman.” Katanya
“Eh gembel, udah gue yang bayarin masa gue juga yang bawain semuanya. Gila lu ya.” Protes Herman yang membawa dua piring batagor dan dua botol minuman yang ia jaga di antara lengannya
“Sekalian atuh Man jangan setengah-setengah baiknya.” Godaku
Inggar hanya bisa tersenyum melihat kelakuan kami berdua. Aku memberi isyarat kepada Herman agar duduk di samping Inggar namun ia menolaknya dengan menggelengkan kepalanya secara pelan. Kami membicarakan mengenai ulangan semester yang telah selesai dan tidak lama kemudian sudah banyak siswa yang menyelesaikan ulangan mereka termasuk dengan Mita yang menuju ke meja dimana kami berada.
“Hai Nggar...” Sapa Mita
“Hai Mit, baru selesai?” Tanya Inggar
“Iya baru selesai. Herman, minggir. Gue mau duduk di samping Airin.” Katanya
“Lah kan gue duluan yang duduk di sini.” Kata Herman
“Minggir ngga!!!” Kata Mita lagi dengan nada sedikit mengancam
Dan akhirnya Herman mengalah, ia bangun dari duduknya dan berpindah ke samping Inggar. Meskipun dengan gelagat yang masih malu namun Herman tetap duduk juga di samping Inggar. Aku dan Mita hanya bisa menahan tawa melihat kelakuan mereka berdua yang sama-sama malu, dan aku rasa mereka berdua sama-sama suka.
Hpku berdering dan membuatku kehilangan fokus untuk membaca, kutaruh buku ini di atas meja dan kuambil hp yang ada di sampingku. Ada sebuah panggilan masuk dari salah seorang teman kelasku.
“Halo...”
“Halo Bram, aku punya tiket nonton buat nanti malem. Mau nemenin ngga?”
“Boleh aja Zah, nanti kabarin aja lagi...”
“Oke, nanti malem ya Bram...”
Panggilan itu terputus, aku berniat untuk membaca buku tua itu lagi namun aku rasa nanti saja. Aku turun ke bawah untuk menemui Ayah dan Ibu. Mereka sedang berbincang sambil menonton berita di tv, sedangkan Nanda sedang seru dengan laptopnya. Aku menggoda adikku dengan menyentuh pipinya dan iapun protes
“Abang, apa sih nyolek-nyolek pipi aku.” Protesnya
“Berasa makan kue cubit tiap megang pipi kamu.” Godaku
“Kamu usil banget sih Bram sama adek kamu sendiri, jangan gitu dong.” Kata Mama
“Tau nih kamu, mending kamu cari pacar sana biar ada yang bisa kamu isengin selain Nanda.” Kata Ayah
“Ntar aja lah urusan gituan, belom kepikiran buat nyari lagi.” Sanggahku
Hari yang sudah menjelang siang ini aku habiskan bersama dengan Ayah, Ibu dan juga Nanda di ruang tamu. Dan malam menjelang, Ayah dan Ibu sudah bersiap-siap untuk pergi ke suatu tempat yang Aku dan Nanda tidak mengetahuinya. Mereka merahasiakan kemana mereka akan pergi, begitu juga denganku yang sudah bersiap-siap untuk pergi. Tidak ketinggalan dengan Nanda yang juga akan pergi dengan pacarnya. Ayah dan Ibu sudah pergi terlebih dahulu, aku dan Nanda sedang duduk di ruang tamu sambil menonton acara di tv. Hpku berdering, ada panggilan masuk lagi dari Zahra.
“Halo...”
“Halo Bram, aku minta maaf ya kita ngga jadi pergi malem ini. Mama rese minta dianterin kemana tau ketemu temen-temennya.”
“Yaudah nggapapa Zah, next time aja...”
Ku tutup panggilan tersebut dan segera membuka kemeja yang sudah aku kenakan, Nanda yang melihat gerakanku sedikit kebingungan.
“Kenapa dilepas Bang?” Tanya Nanda
“Ngga jadi pergi.” Jawabku singkat
Tidak lama berselang datanglah pacarnya Nanda ke rumah dengan mobil mewah dan dandanan yang terbilang eksis pada masa kini. Ia bersalaman denganku dan kemudian ia duduk di samping Nanda. Nanda yang sudah selesai dengan persiapannya berpamitan denganku untuk pergi dengan pacarnya.
“Bang, cari pacar gih biar ngga sendirian mulu di rumah...” Kata Nanda
“Iya Bang, emang ngga bosen sendirian mulu di rumah?” Tanya Rio, pacarnya Nanda
“Udah kalian pergi sana cepet! Tapi jangan pulang kemaleman, kalo ngga gue goreng pake adonan bakwan.” Kataku dengan tegas
“Iya Abangku yang masih betah sendiri... Kita jalan dulu ya.” Pamit Nanda
Dan kemudian mereka pergi meninggalkan rumah malam ini, entah kemana aku juga tidak tau. Dan di sinilah aku, seorang Bramantyo sendirian di rumah yang tidak pernah menikmati malam minggu di luar sana bersama kekasihnya.
Kubuka hpku dan melihat deretan kontak yang ada di dalamnya, dan berhenti di sebuah nama yang sudah aku bintangkan dan segera menghubunginya.
“Halo...” Jawabnya
“X...”
“...O”
Kututup panggilan tersebut dan kemudian aku melihat ke arah arloji yang sedang kugunakan. Aku memperhatikan jalanan depan rumahku dengan seksama dan aku kembali melihat ke arah arlojiku.
“Lima... Empat... Tiga... Dua... Satu... Sekarang!” Kataku seorang diri
Dan tebakanku benar, dari jauh aku sudah melihat ada mobil yang datang menuju rumahku. Sebuah mobil mewah dengan harga yang jika disebutkan dapat membeli seratus empat puluh ribu bungkus nasi uduk lengkap dengan gorengannya. Mobil itu masuk ke dalam halaman rumahku dan parkir dengan rapih. Keluarlah seseorang yang nasib percintaannya hampir sama denganku namun aku lebih beruntung sedikit darinya. Dan itu lah Reza, sahabatku sejak kami masih kecil.
“Eh bawain dong, banyak nih.” Pintanya
Aku membawakan beberapa plastik berisi cemilan dan juga minuman yang Reza beli tadi, dan kemudian kami langsung naik menuju kamarku. Kubuka plastik yang aku bawa dan mengeluarkan semua isinya.
“Wih beli dimana lu?” Tanyaku kaget
“Itu di Sevel deket stasiun, mantep ngga?” Katanya
“Wah udah lama juga gue ngga minum ginian.” Kataku sambil membuka tutup botol bir ini
“Ngomong-ngomong emang pada kemana ini sampe sepi banget?” Tanya Reza
“Biasa lah malem mingguan, Bokap sama nyokap dan Nanda sama Iyo.” Jawabku setelah meminum bir botolan itu
“Makanya cari pacar, jomblo sih ngga pernah malem mingguan.” Kata Reza
“Lah lu sendiri ngapain nemenin gue di sini kalo gitu?” Tanyaku
Dia hanya bisa tersenyum seperti Onta dan aku hanya bisa menggelengkan kepalaku. Kami berbincang di balkon mengenai apa saja yang sudah kami alami beberapa hari belakangan. Corona ku sudah habis dan masuk ke botol berikutnya.
“Oh iya ngomong-ngomong masa tadi pagi gue dapet bingkisan misterius gitu.” Kataku
“Bingkisan misterius? Isinya apaan?” Tanya Reza
“Iya soalnya ngga ada nama pengirimnya, gue pikir salah alamat cuma yang ngirim bilang ini buat Bramantyo Satya Adjie dan itu kan nama gue. Isinya buku gitu kayak cerpen atau diari gue ngga tau, dan itu buku lama bukan buku baru. Sampulnya aja udah rusak-rusak.” Jelasku
“Kok gue jadi takut ya, jangan-jangan itu buku kutukan lagi Bram. Atau jangan-jangan yang ngirim itu setan. Ah jadi takut kan gue.” Kata Reza
“Apa sih, malem minggu juga. Mana ada setan di malem minggu, lagian nih ya kuburan aja sekarang udah dijadiin tempat pacaran.” Kataku
“Iya juga sih, pernah gue lewat kuburan pagi-pagi terus ngeliat banyak banget bekas kond*m di pinggirannya. Gue ngga abis mikir, mereka ngga takut gancet apa ya.” Kata Reza
“Kalo gancet bakalan heboh lah. Tapi ngomong-ngomong ngapain lu ke kuburan pagi-pagi?” Tanyaku heran
“Beli bubur yang deket gereja, kan sampingnya kuburan tuh nah gue liat di situ.” Jelasnya
Setelah membahas hal yang tidak terlalu penting, akhirnya kami memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. Reza berniat untuk menonton film yang ada di dalam laptopku, setelah memilih akhirnya kami mulai menonton film tersebut.
“Idola gue banget nih dari dulu, soalnya dia...”
Reza sudah tertidur dengan nyenyaknya, aku hanya bisa memandang malas ke arahnya. Kumatikan laptop dan menaruhnya di atas meja dan aku kembali melihat buku misterius itu. Ada hasrat untuk kembali membaca namun aku masih penasaran siapa yang mengirim buku ini. Dan pada akhirnya aku kembali membaca buku usang ini.
Spoiler for Buku Harian:
Aku dan Herman berjalan menuju parkiran motor karena aku akan menumpang padanya. Aku menunggu di pos satpam sedangkan Herman berusaha untuk menyalakan motor tuanya, dan sepertinya Herman kesulitan untuk menyalakan motornya. Aku yang melihat kejadian itu langsung menghampirinya.
“Masih mandet Man?” Tanyaku
“Tau nih tumbenan dia ngambek, padahal tadi berangkat biasa aja.” Jawab Herman
“Motor manis, nyala!” Kataku
“Lu gila ya? Mana bisa pake gituan doang langsung nyala.” Protes Herman
“Coba dulu, jangan ngeremehin gue lo.” Kataku
Herman kembali menyalakan motor tuanya dan ternyata berhasil. Herman hanya bisa terdiam melihat kejadian ajaib seperti ini dan aku tersenyum kepadanya
“Dasar genit lu, sama cewe cantik aja mau nyala.” Protes Herman kepada motornya
Aku hanya bisa tertawa mendengar kata-katanya dan akhirnya kami meninggalkan sekolah menuju rumah. Di perjalanan kami cukup banyak berbincang mengenai soal-soal yang tadi kami kerjakan.
“Eh ngomong-ngomong gue mau nanya deh Man...” Kataku
“Nanya tinggal nanya, segala bilang dulu lu...” Katanya
“Emang gue cantik ya Man?” Tanyaku
“Kodratnya lah, semua cewe itu diciptakan dengan keadaan cantik cuma levelnya aja yang beda.” Jawabnya
“Level? Udah kayak keripik singkong pedes yang lo bawa waktu itu ke sekolahan...” Kataku
“Iya, yang gue makan sampe keringet, air mata, ingus sama kentut keluar barengan.” Katanya
Aku tertawa mendengar perkataanya, dan itulah yang membuatku nyaman bersama dengan Herman. Banyak yang bertanya apakah kami berpacaran atau tidak, dan aku selalu menjawab tidak. Bagaimana jika ternyata ia menyukaiku namun aku tidak pernah tau?
“Masih mandet Man?” Tanyaku
“Tau nih tumbenan dia ngambek, padahal tadi berangkat biasa aja.” Jawab Herman
“Motor manis, nyala!” Kataku
“Lu gila ya? Mana bisa pake gituan doang langsung nyala.” Protes Herman
“Coba dulu, jangan ngeremehin gue lo.” Kataku
Herman kembali menyalakan motor tuanya dan ternyata berhasil. Herman hanya bisa terdiam melihat kejadian ajaib seperti ini dan aku tersenyum kepadanya
“Dasar genit lu, sama cewe cantik aja mau nyala.” Protes Herman kepada motornya
Aku hanya bisa tertawa mendengar kata-katanya dan akhirnya kami meninggalkan sekolah menuju rumah. Di perjalanan kami cukup banyak berbincang mengenai soal-soal yang tadi kami kerjakan.
“Eh ngomong-ngomong gue mau nanya deh Man...” Kataku
“Nanya tinggal nanya, segala bilang dulu lu...” Katanya
“Emang gue cantik ya Man?” Tanyaku
“Kodratnya lah, semua cewe itu diciptakan dengan keadaan cantik cuma levelnya aja yang beda.” Jawabnya
“Level? Udah kayak keripik singkong pedes yang lo bawa waktu itu ke sekolahan...” Kataku
“Iya, yang gue makan sampe keringet, air mata, ingus sama kentut keluar barengan.” Katanya
Aku tertawa mendengar perkataanya, dan itulah yang membuatku nyaman bersama dengan Herman. Banyak yang bertanya apakah kami berpacaran atau tidak, dan aku selalu menjawab tidak. Bagaimana jika ternyata ia menyukaiku namun aku tidak pernah tau?
Diubah oleh beavermoon 25-03-2016 18:40
khuman dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Kutip
Balas