Kaskus

Story

jayanagariAvatar border
TS
jayanagari
Sometimes Love Just Ain't Enough
Halo, gue kembali lagi di Forum Stories From The Heart di Kaskus ini emoticon-Smilie
Semoga masih ada yang inget sama gue ya emoticon-Malu
Kali ini gue kembali lagi dengan sebuah cerita yang bukan gue sendiri yang mengalami, melainkan sahabat gue.
Semoga cerita gue ini bisa berkenan di hati para pembaca sekalian emoticon-Smilie

Sometimes Love Just Ain't Enough



*note : cerita ini sudah seizin yang bersangkutan.


Quote:


Quote:
Diubah oleh jayanagari 24-04-2016 00:40
pulaukapokAvatar border
afrizal7209787Avatar border
DhekazamaAvatar border
Dhekazama dan 8 lainnya memberi reputasi
9
421.2K
1.5K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
jayanagariAvatar border
TS
jayanagari
#1172
PART 46 – Side B

“iya gue yakin, gue gak ada perasaan apa-apa ke Dhika…” ucapnya.


Gue memperhatikan raut wajahnya. Semakin gue tatap matanya, semakin dia berusaha untuk melepaskan diri dari tatapan mata gue. Gue memahami itu, dan gue juga memahami perasaannya.


“emang kenapa lo tanya gini? Dhika cerita apa ke elo?” gantian dia yang bertanya ke gue. Penasaran.

Gue tertawa. “ah gak banyak yang bisa gue ceritakan ke elo tentang itu. Lagian buat apa gue cerita sesuatu yang sebenernya lo sendiri yang mengalami?”

Fira terdiam, dan menarik napas dalam-dalam.

“kayaknya gue salah ya deket sama Dhika? Gue ngerasanya gitu sih…” ujarnya pelan.

“kenapa lo merasa salah?”

Fira tepekur sejenak. “ya mungkin gue nge-PHP in dia kali yaaa…”

“PHP itu apa sih?” gue menyeruput teh tanpa gula pesanan gue tadi.

“lo gak tau istilah PHP?”

Gue memutar bola mata ke atas. “ya tau lah. Maksud gue, definisi lo tentang PHP itu apa?”

“gue ngasih harapan palsu ke dia mungkin kan?”

“sebenernya antara yang ngasih harapan sama yang berharap sama salahnya sih…” gue tertawa.

“ya mungkin ya…”

“sebenernya,” gue berhenti tersenyum, “apa yang lo liat dari Dhika sih?”


Fira terdiam, memandangi meja kayu gelap di hadapan kami. Dia sedang berpikir, memilah-milah kata yang akan diucapkannya ke gue. Karena gue seorang asing yang sama sekali gak tau tentang kehidupan Fira, makanya dia seperti menahan segala kata-kata spontannya itu di ujung lidah, dan menggantinya dengan kata-kata yang telah disaring oleh logikanya.


“gue liat Dhika itu orangnya baik….” katanya pada akhirnya.

“terus?”

“ya dia orangnya baik, selalu ada buat gue kalo gue butuh dia…”

“kalo dia butuh lo?”

Fira terlihat berpikir. “sepertinya dia gak pernah butuh gue…”

“kalo dia gak butuh lo, mungkin dia gak bakal mau ngebantuin lo kalo lo lagi butuh dia.”

“berarti ngebantuinnya gak tulus dong?”

hang on a sec. Antara “butuh” sama “tulus” itu beda makna ya. Kita disini ngomong dua hal yang berbeda.” sahut gue.

“trus maksud omongan lo barusan apa dong?”

“dia butuh lo untuk baik-baik aja.”


Fira terdiam, sementara minuman pesanannya udah dateng. Dia kemudian mengaduk-aduk minuman itu dengan tatapan kosong. Gue menunggu jawaban yang akan terlontar dari bibirnya. Cukup lama dia mengaduk-aduk minumannya, dengan banyak hal di pikirannya. Dia kemudian mendongak, dan matanya bertemu dengan mata gue.


“Dhika suka sama gue kan?”

Gue menghela napas. “stop talking nonsense. Lo, gue, kita berdua, udah tau persis apa yang dia rasain. Dan lo berharap apa lagi dari jawaban gue?”

“dan dia tau kalo gue gak mungkin mewujudkan apa yang dia mau?”

Gue memiringkan kepala, dan terdiam beberapa saat.

“antara ya dan enggak.” jawab gue akhirnya.


Fira menghela napas dalam-dalam, dan menyandarkan punggungnya ke belakang sementara tangannya membujur lurus di atas meja. Jemarinya bergerak ritmis, mengetuk-ngetuk permukaan meja kayu itu.


“gue bingung harus bersikap gimana ke Dhika…” ucapnya pelan.

“kalo menurut kata hati lo, gimana?”

Fira memandangi gue. “menjauh, mungkin yang terbaik.”


Gue menyandarkan tubuh ke belakang, dan menjentik-jentikkan jari gue. “lo tau kenapa gue yang ada disini, bukan Dhika?”

“gara-gara Dhika gak berani ngomong langsung ke gue?”

Gue menggeleng. “bukan. Dia gak disini karena dia pikir dia masih punya harapan buat tetep sayang sama lo.”


Gue menyadari efek dari kalimat gue yang barusan, dan reaksi Fira sesuai dengan perkiraan gue. Gak mungkin dia gak berpikir apapun setelah mendengarkan jawaban gue yang terakhir. Gue rasa dia juga paham, bahwa harapan adalah salah satu hal paling berharga yang ada di dalam diri manusia. Membunuh harapan seseorang sama aja seperti membunuh setengah jiwa seseorang.


Tapi di sisi lain, gue juga sepenuhnya menyadari bahwa harapan itu seperti dua sisi mata uang. Too much expectation will kill you, really. Karena itu gue gak bisa menyalahkan siapapun dalam hal ini, karena memang gak ada hal yang salah.


sorry, Bas…” Fira memandangi gue dengan tatapan bersalah. Gue kemudian tersenyum kecil, dan menggigit bibir bawah gue. Gue merasa pedih, ketika gue mencoba ikut merasakan apa yang Dhika rasakan ketika dia mendengar ini semua nanti.


“bukan salah lo kok. Gak ada yang perlu disalahkan dari semua ini.”, gue bertopang dagu, “karena pada akhirnya, yang bisa kita lakuin cuma berdamai dengan perasaan.”

“gue mungkin harus ketemu langsung ya sama Dhika soal ini?”

Gue tersenyum.

“lebih baik gitu…” sahut gue.
Diubah oleh jayanagari 23-03-2016 16:33
itkgid
oktavp
pulaukapok
pulaukapok dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.