Kaskus

Story

dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Yaudah, gue mati aja

Cover By: kakeksegalatahu


Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.





Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue



emoticon-Bettyemoticon-Betty emoticon-Betty



----------




SECOND STORY VOTE:
A. #teambefore
B. #teamafter
C. #teamfuture

PREDIKSI KASKUSER = EMIL



----------



PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.



----------


Spoiler for QandA:


WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+



NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY


Spoiler for Ilustrasi:


Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.


Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
JabLai cOYAvatar border
mazyudyudAvatar border
xue.shanAvatar border
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
dasadharma10Avatar border
TS
dasadharma10
#1096
PART 55

Malam minggu, apa yang lebih buruk dari diem aja di kosan? Enggak ada. Sudah sewajarnya setiap jiwa muda memanfaatkan waktu malam minggunya dengan berbagai kegiatan yang membuat dirinya berkembang. Gue? Diem dikosan? Jangan salah! Gue, udah buat janji buat malam minggu, iya janji, janji sama cowok, brewok, tua mencurigakan.

“Lagi apa mbak?” sapa gue.
“Ini lagi baca novel Wi,” jawab mbak Irma. “Kamu enggak keluar?”
“Enggak mbak, enggak enak sama mas Roni.” Gue duduk di sofa sebelah mbak Irma, “Udah janji mau jemput soalnya.”
“Janji buat jemput? Malem minggu gini? Baik banget Wi,” puji mbak Irma.
“Sebenernya juga males mbak, ini semua sebuah paksaan,” kata gue.
“Keterpaksaan? Dia ngancem?”
“Enggak, dia bohongin aku,” ucap gue sinis. “Lebih tepatnya bego-in sih.”
“Maksud lo?” tanya mbak Irma.
“Dia minta dijemput, waktu aku lagi nggak fokus, waktu gue lagi mainan dota”
“…,” mbak Irma manggut-manggut.
“Dia bilang ‘Besok tanggal dua belas jemput aku di bandara ya Wi.’ ” Gue menghela nafas, “Begonya aku enggak sadar kalo tanggal dua belas itu malem minggu, aku udah terlanjur janji sama dia.”
“Hahaha,” mbak Irma ketawa ngakak. “Ikhlasin aja udah, lagian malem minggumu juga kurang bermanfaat juga.”
"...."

Yah, mungkin gue terkena sindrom ‘Orgetadatelamblo.’ Sindrom dimana gue mulai tidak bisa mengenali tanggal dan nama hari karena kelamaan jomblo. Sindrom ini semakin menguat dan semakin parah ketika malam minggu. Iya, mirip kayak serigala jadi-jadian. Kalo serigala jadi-jadian semakin kuat saat malam bulan purnama, gue semakin melemah ketika malam minggu.

“Kak, anterin ke mini market yuk,” ajak Inah menuruni tangga.
Gue memberikan tanda oke, “Bentar lagi ya, sekalian ke bandara jemput mas Roni.”
“Kak, kak Rosa mana?” tanya Inah.
“Tadi sore sih mbak lihat lagi dandan gitu.” Membalik halaman novel, “Kayaknya lagi jalan sama temen kampus.”

Temen kampus? Senior itu lagi? Wah, gila, intens banget itu senior. Apa gue juga harus seintense itu ke Masayu? Tapi gimana caranya? Gue nembak aja masih belum dikasih jawaban sampe sekarang.

Gue lirik jam dinding, jam tujuh malam, sudah dua puluh satu jam dia belum memberi kabar, bahkan sekedar chat aja enggak. Mungkin gue harus bertanya pada mbak Irma, “Mbak?”
“Apa? Mau nanya soal Masayu? Kamu digantung?”

Lhoh, kok dia tahu? Kok bisa?

“Enggak perlu kaget gitu, Masayu itu udah kayak saudara mbak sendiri, jadi kalo ada apa-apa pasti cerita,” jelas mbak Irma. “Tunggu aja, biasanya sih dia shalat istiqarah dulu.”
“Oh….”

Harusnya gue sadar kalo Inah daritadi di belakang gue ikutan dengerin ini semua. Dan harusnya mbak Irma enggak ngomong keras-keras juga.

Inah mendekati gue, “Kakak digantungin kak Masayu?”

Gue ngeles habis-habisan dari ribuan pertanyaan dari Inah, bener-bener gawat. Selama perjalanan dari kosan ke mini market terus lanjut ke bandara, dia masih belum diam. Inah masih penasaran sama persoalan gantung barusan. Kalo sampe dia tahu kebenaran cinta pertama gue adalah sebuah gantungan, dia pasti bakal cerita ke orang-orang. Bahkan orang yang enggak dia kenal juga bakal dia ceritain.

Setelah selesai dengan keperluan Inah, kita berdua menuju bandara buat jemput mas Roni. Kita sampe bandara lebih dulu, jadi kita putuskan buat menunggu di lobby. Gue sempat kaget ketika melihat ke arah pintu masuk lobby. Gue cubit tangan gue, gue tampar pipi gue, sakit, ini semua nyata. Sepasang mata menatap gue tajam dengan penuh kemarahan. Grace, dia berjalan ke arah gue.

Grace menunjuk Inah, “Dia siapa?! Dia siapa Wi?!”
“Adek gue, kenalin deh,” jawab gue santai.
Inah memeluk lengan gue, “Ini siapa kak?”
“Kenalin ini temen kakak di kampus, Grace, ini adek gue, Inah.”
Grace tertawa, “Inah? Kayak nama pembantu.”

Yah elah Grace! Lo ngapain mancing singa yang lagi anteng-antengnya seminggu ini?!

“Sembarangan ya kalo ngomong!” Inah memasang muka marah, “Mending nama kayak pembantu, daripada kelakuan kayak pembantu!”
“Eh, anak kecill kalo ngomong dijaga! Tau diri dikit!” bentak Grace.
“Eh, ini kan di bandara, pelan-pelan aja ya. Yuk salaman buat baikan aja,” saran gue.
“Enggak!” teriak Inah. “Cewek ini udah ngatain nama Mut! Dia harus dikasih pelajaran kak!”
“Terus kamu mau apa?! Mau apa anak kecil?!” Grace mendorong Inah.
Inah menatap gue tajam, “Kakak jangan pernah deket sama cewek ini lagi, turutin Mut!”
“EH?!”
“Emang kamu pikir kamu siapa pake ngelarang Dawi buat deket sama aku?! Udah mau ngatur hidup orang, hah?!”
“Ngeselin banget sih jadi cewek, pantesan kelakuan kayak pembantu!” bentak Inah.
Grace merogoh tasnya, dia mengambil sebuah alat, stun gun!
“EH?! Kok jadi gini?! Udah ya, udah damai aja,” gue mencoba menengahi.
“Ngomong sekali lagi aku setrum kamu!”

Ini sekuriti dimana sih?! Masa iya di bandara sekuritinya enggak tahu ada orang lagi ribut gini?!

Grace kelihatan serius dengan ancamannya, dia menyalakan stun gun miliknya. Jujur, kaki gue gemeteran. Mending juga dikeroyok sepuluh orang daripada ngelawan Grace dengan stun gun ditangan.

“Buruan sini kalo berani!” tantang Inah.
“Eh, dasar anak kecil! Masih berani ngelawan!” Grace menghujamkan stun gun miliknya ke arah Inah.

Gue mencoba menarik Inah buat menghindar. Terlambat, jangakauan stun gun Grace lebih panjang dari yang gue kira. Tiba-tiba muka mas Roni muncul di depan mata gue, dia mendorong tangan Grace agar tidak mengarah ke Inah. Tangan Grace terdorong ke arah gue, gue yang dalam keadaan null evade tak berkutik.

BZZZZZTT…!!!

Dada gue menjadi sasaran empuk stun gun, gue kena, gue tumbang. Sepintas gue melihat malaikat pencabut nyawa merayu gue dengan sabit besarnya. Jadi kayak gini rasanya kena stun gun, bener-bener sakit.
Diubah oleh dasadharma10 21-03-2016 17:35
phntm.7
JabLai cOY
JabLai cOY dan phntm.7 memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.