- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah, gue mati aja
...
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Cover By: kakeksegalatahu
Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.
Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue


----------
----------
PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.
----------
Spoiler for QandA:
WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+
NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY
Spoiler for Ilustrasi:
Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#1072
PART 53
Empat hal termahal di dunia, emas, berlian, perak, snack di bioskop. Malam ini gue membeli snack di bioskop, dompet gue yang tadinya terasa mengganjal pantat, sekarang terasa kayak enggak bawa dompet.
“Mau nonton film apa sih Yu?”
Masayu bersender pada gue, “Nanti juga tahu.”
Gue sedkit merasa canggung dengan kepala Masayu yang berada di bahu gue. Biasanya di film yang pernah gue tonton tentang adegan bersandar, si cowok akan memeluk atau ikutan bersandar ke kepalas si cewek. Tapi itu semua kan film dari luar, jarang ada film lokal yang kayak gitu. Haruskah gue peluk dia? Atau kepala gue ikut-ikutan bersandar ke kepala dia? Gue musti ngapain?! Gue enggak mau melewatkan kesempatan berharga ini begitu saja. Baru gue mau memutuskan langkah selanjutnya, pengumuman terbukanya pintu teather menggagalkan rencana gue.
“Yuk masuk,” ajak Masayu.
“Iya … yuk masuk,” jawab gue dengan wajah kentang.
Film yang gue tonton adalah film luar yang banyak adegan romantisnya, dan gue enggak suka. Gue kira Masayu mengajak gue menonton film action, thriller, atau horror. Paling enggak yang ada adegan dimana ada darah deh, malah nontonin film kayak ginian. Jujur, gue sedikit merasa aneh ketika tokoh utama flirting ke tokoh cewek yang jadi pasangannya.
Masayu menyenggol tangan gue, “Tuh, harusnya kayak gitu.”
“Harusnya kayak gitu?” ucap gue ragu.
“Iya, di kasih rayuan dulu baru aksi.”
Gue jadi merasa makin aneh di dalam ruang bioskop. Gue merasa ini bukan acara nonton film berdua, tapi lebih ke pelajaran edukasi tentang bagaimana berpacaran yang baik dan benar. Masayu terus menerus menerangkan adegan-adegan romantis di dalam film yang tanpa dia jelaskan gue juga tahu. Bahkan tidak jarang dia menyenggol gue ketika adegan romantis akan, sedang dan sudah berlangsung, seakan-akan gue perlu melihat itu semua.
Gue menghentikan tangan Masayu yang daritadi menyenggol gue, “Yu, kenapa sih kamu?”
Masayu terlihat terkejut, “Eh? Aku cuma pengin kamu tau aja sih Wi.”
“Tau? Tau apaan? Adegan romantis? Buat apa Yu?”
Masayu tertunduk, “Aku pikir suatu saat bakalan berguna.”
Gue menarik dagunya hingga mata kami bertatapan, “Kamu mau nggak jadi pacarku?”
“Eh?” Masayu nampak heran, “Dawi?”
“Ya?”
“Kamu serius? ini beneran?”
Gue hanya membalasnya dengan senyuman, iya senyuman, yang penuh dengan rasa tidak mantap. Oh Tuhan! Apa yang barusan gue ucapkan?! Bisa-bisanya gue meminta Masayu menjadi pacar gue dalam keadaan seperti ini?! Gue harus segera meralat perkataan gue barusan, enggak, gue enggak harus. Ini udah bener, bisa jadi kalo gue rencanakan malah nantinya gue enggak bisa ngomong di depan dia. Kan siapa tahu juga nanti dia bakal jawab ‘mau’, kan malah jadi untung guenya. Tapi gimana kalo jawaban dia malah sebaliknya? Gue musti gimana? Pindah kos?!
Tenang Wi, tenang dulu! Kalo semisal nanti dia menolak, gue tinggal bilang “April mop!” Iya, April mop, enggak bakalan terjadi hal canggung setelah gue bilang April mop. Masalahnya ini bukan hari April mop, bahkan bulan April udah selesai tiga puluh empat hari yang lalu.
Masayu memandang gue, dia mulai menatap mata gue. Apapun jawabannya gue siap, apapun itu gue siap, iya gue siap asal dia enggak menolak gue.
“Bisa aku minta waktu buat jawab?” tanya Masayu.
Gue mengangguk pelan, “Iya, aku bakal tunggu jawaban kamu.”
Kampret! Ini mah cuma tinggal nungguin bom waktu meledak! Sudah dapat dipastikan sembilan puluh tiga persen cewek yang berkata seperti itu pasca penembakan ujung-ujungnya akan terjadi penolakan.
Setelah kejadian penembakan itu Masayu lebih sering diam dan tidak menyenggol tangan gue lagi. Gue menyesali perbuatan gue, harusnya gue dan Masayu bisa lebih dekat di dalam ruang bioskop ini. Hingga film berakhir Masayu hanya diam, bahkan snack yang daritadi dipegannya masih utuh hingga kami berdua keluar.
Sepanjang perjalanan menuju tempat parkir dia masih diam, gue enggak tahu harus ngomongin apa juga kalo mau ngobrol sama dia. Gue takut kalo sampe kelepasan kayak di dalam bioskop tadi. Entahlah, semua begitu sunyi hingga kami berdua masuk ke dalam mobil Masayu.
Untuk mengusir kesunyian di dalam mobil gue berinisiatif menyalan radio, siapa tahu nanti bakal cari lagi suasananya.
Gue menyalakan radio, “Coba cari lagu yang asik ya.”
Masayu masih diam.
Sialnya lagu di radio lagi enggak mendukung. Lagu ketika radio gue nyalakan adalah gantung dari Melly Goeslaw, jelas saja langsung gue ganti. Bayangin, pas bait, "Kasih, sampai kapan kau gantung~ cerita cintaku~" Jelas aja nyindir Masayu yang minta waktu, kan enggak pas banget buat mencairkan suasan.
Di stasiun kedua ternyata sama saja, lagu mau dibawa kemana dari Armada memperkeruh suasana. "Mau dibawa kemana~ hubungan kita~" Balita juga tau bagian mana yang nyindir Masayu dari lagu ini. Pelan-pelan gue tekan tombol next.
Dan ketika gue ganti lagi malah masuk lagu teman tapi mesra dari Ratu. "Cukuplah saja berteman denganku~ janganlah kau meminta lebih~ kita berteman saja~ teman tapi mesra~" Gue kehabisan kata-kata buat mendiskripsikan perasaan gue, enggak seharusnya tadi gue menyalakan radio.
Masayu mematikan radio dengan tiba-tiba, “Maksud kamu apa sih Wi?!”
“Gu … gue kenapa?” tanya gue.
“Milih lagunya nyindir semua! Kalo enggak mau kasih waktu tuh ngomong aja!”
“Ya … ya bukan salah aku. Aku kan juga enggak tau kalo lagunya bakalan kayak gitu semua.”
Oke, kecanggungan dan hawa enggak enak mulai menyesaki udara dalam mobil. Entah sampai kapan gue bisa bertahan dalam kondisi seperti ini.
Empat hal termahal di dunia, emas, berlian, perak, snack di bioskop. Malam ini gue membeli snack di bioskop, dompet gue yang tadinya terasa mengganjal pantat, sekarang terasa kayak enggak bawa dompet.
“Mau nonton film apa sih Yu?”
Masayu bersender pada gue, “Nanti juga tahu.”
Gue sedkit merasa canggung dengan kepala Masayu yang berada di bahu gue. Biasanya di film yang pernah gue tonton tentang adegan bersandar, si cowok akan memeluk atau ikutan bersandar ke kepalas si cewek. Tapi itu semua kan film dari luar, jarang ada film lokal yang kayak gitu. Haruskah gue peluk dia? Atau kepala gue ikut-ikutan bersandar ke kepala dia? Gue musti ngapain?! Gue enggak mau melewatkan kesempatan berharga ini begitu saja. Baru gue mau memutuskan langkah selanjutnya, pengumuman terbukanya pintu teather menggagalkan rencana gue.
“Yuk masuk,” ajak Masayu.
“Iya … yuk masuk,” jawab gue dengan wajah kentang.
Film yang gue tonton adalah film luar yang banyak adegan romantisnya, dan gue enggak suka. Gue kira Masayu mengajak gue menonton film action, thriller, atau horror. Paling enggak yang ada adegan dimana ada darah deh, malah nontonin film kayak ginian. Jujur, gue sedikit merasa aneh ketika tokoh utama flirting ke tokoh cewek yang jadi pasangannya.
Masayu menyenggol tangan gue, “Tuh, harusnya kayak gitu.”
“Harusnya kayak gitu?” ucap gue ragu.
“Iya, di kasih rayuan dulu baru aksi.”
Gue jadi merasa makin aneh di dalam ruang bioskop. Gue merasa ini bukan acara nonton film berdua, tapi lebih ke pelajaran edukasi tentang bagaimana berpacaran yang baik dan benar. Masayu terus menerus menerangkan adegan-adegan romantis di dalam film yang tanpa dia jelaskan gue juga tahu. Bahkan tidak jarang dia menyenggol gue ketika adegan romantis akan, sedang dan sudah berlangsung, seakan-akan gue perlu melihat itu semua.
Gue menghentikan tangan Masayu yang daritadi menyenggol gue, “Yu, kenapa sih kamu?”
Masayu terlihat terkejut, “Eh? Aku cuma pengin kamu tau aja sih Wi.”
“Tau? Tau apaan? Adegan romantis? Buat apa Yu?”
Masayu tertunduk, “Aku pikir suatu saat bakalan berguna.”
Gue menarik dagunya hingga mata kami bertatapan, “Kamu mau nggak jadi pacarku?”
“Eh?” Masayu nampak heran, “Dawi?”
“Ya?”
“Kamu serius? ini beneran?”
Gue hanya membalasnya dengan senyuman, iya senyuman, yang penuh dengan rasa tidak mantap. Oh Tuhan! Apa yang barusan gue ucapkan?! Bisa-bisanya gue meminta Masayu menjadi pacar gue dalam keadaan seperti ini?! Gue harus segera meralat perkataan gue barusan, enggak, gue enggak harus. Ini udah bener, bisa jadi kalo gue rencanakan malah nantinya gue enggak bisa ngomong di depan dia. Kan siapa tahu juga nanti dia bakal jawab ‘mau’, kan malah jadi untung guenya. Tapi gimana kalo jawaban dia malah sebaliknya? Gue musti gimana? Pindah kos?!
Tenang Wi, tenang dulu! Kalo semisal nanti dia menolak, gue tinggal bilang “April mop!” Iya, April mop, enggak bakalan terjadi hal canggung setelah gue bilang April mop. Masalahnya ini bukan hari April mop, bahkan bulan April udah selesai tiga puluh empat hari yang lalu.
Masayu memandang gue, dia mulai menatap mata gue. Apapun jawabannya gue siap, apapun itu gue siap, iya gue siap asal dia enggak menolak gue.
“Bisa aku minta waktu buat jawab?” tanya Masayu.
Gue mengangguk pelan, “Iya, aku bakal tunggu jawaban kamu.”
Kampret! Ini mah cuma tinggal nungguin bom waktu meledak! Sudah dapat dipastikan sembilan puluh tiga persen cewek yang berkata seperti itu pasca penembakan ujung-ujungnya akan terjadi penolakan.
Setelah kejadian penembakan itu Masayu lebih sering diam dan tidak menyenggol tangan gue lagi. Gue menyesali perbuatan gue, harusnya gue dan Masayu bisa lebih dekat di dalam ruang bioskop ini. Hingga film berakhir Masayu hanya diam, bahkan snack yang daritadi dipegannya masih utuh hingga kami berdua keluar.
Sepanjang perjalanan menuju tempat parkir dia masih diam, gue enggak tahu harus ngomongin apa juga kalo mau ngobrol sama dia. Gue takut kalo sampe kelepasan kayak di dalam bioskop tadi. Entahlah, semua begitu sunyi hingga kami berdua masuk ke dalam mobil Masayu.
Untuk mengusir kesunyian di dalam mobil gue berinisiatif menyalan radio, siapa tahu nanti bakal cari lagi suasananya.
Gue menyalakan radio, “Coba cari lagu yang asik ya.”
Masayu masih diam.
Sialnya lagu di radio lagi enggak mendukung. Lagu ketika radio gue nyalakan adalah gantung dari Melly Goeslaw, jelas saja langsung gue ganti. Bayangin, pas bait, "Kasih, sampai kapan kau gantung~ cerita cintaku~" Jelas aja nyindir Masayu yang minta waktu, kan enggak pas banget buat mencairkan suasan.
Di stasiun kedua ternyata sama saja, lagu mau dibawa kemana dari Armada memperkeruh suasana. "Mau dibawa kemana~ hubungan kita~" Balita juga tau bagian mana yang nyindir Masayu dari lagu ini. Pelan-pelan gue tekan tombol next.
Dan ketika gue ganti lagi malah masuk lagu teman tapi mesra dari Ratu. "Cukuplah saja berteman denganku~ janganlah kau meminta lebih~ kita berteman saja~ teman tapi mesra~" Gue kehabisan kata-kata buat mendiskripsikan perasaan gue, enggak seharusnya tadi gue menyalakan radio.
Masayu mematikan radio dengan tiba-tiba, “Maksud kamu apa sih Wi?!”
“Gu … gue kenapa?” tanya gue.
“Milih lagunya nyindir semua! Kalo enggak mau kasih waktu tuh ngomong aja!”
“Ya … ya bukan salah aku. Aku kan juga enggak tau kalo lagunya bakalan kayak gitu semua.”
Oke, kecanggungan dan hawa enggak enak mulai menyesaki udara dalam mobil. Entah sampai kapan gue bisa bertahan dalam kondisi seperti ini.
Diubah oleh dasadharma10 17-03-2016 08:04
JabLai cOY memberi reputasi
1


