- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah, gue mati aja
...
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Cover By: kakeksegalatahu
Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.
Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue


----------
----------
PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.
----------
Spoiler for QandA:
WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+
NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY
Spoiler for Ilustrasi:
Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#999
PART 49
Lima kotak menurun, perasaan mendalam yang timbul ketika melihat seseorang yang disuka, Grace. Entahlah, gue lagi asik mengisi teka-teki silang pada koran di kantin malah kepikiran sama Grace. Mungkin ini yang disebut kangen atau sejenisnya, atau mungkin bukan, gue sendiri masih belum yakin dengan perasaan gue terhadap Grace. Yah, dia termasuk tipe gue sih, tapi dia kadang seriusnya nyeremin. Sering banget kalo lagi ngobrol dia kelihatan nggak mau kalah, bisa-bisa waktu pacaran gue cuma jadi bawahannya.
Hari ini gue nggak ada jadwal yang bareng sama Pepy, Bentigo, atau Grace. Seperti hari Rabu lainnya, gue lebih senang menunggu jam kuliah sambil duduk disamping ibu penjaga kantin alias ngantin. Kampus gue menerapkan aturan mahasiswa dilarang merokok di lingkungan kampus dan tempat satu-satunya yang bisa buat merokok adalah kantin, jelas sudah alasan gue di kantin buat apa.
Di kampus dilarang merokok tapi di kantin boleh? Kok bisa? Kampus dan kantin terpisah? Enggak, sebenarnya secara lokasi kampus dan kantin berada di tempat yang sama, hanya saja secara definisi keduanya berbeda. Kampus adalah tempat kegiatan belajar-mengajar berlangsung, sedangkan katin adalah tempat buat makan. Itulah alasan kenapa gue bisa merokok di kantin, yah itulah jawaban turun menurun para mahasiswa kalo ditanya oleh dosen.
Hape gue bergetar, ada telepon masuk dari Emil, ‘Halo?’
‘Afhaan?’ tanya gue sambil menyedot es teh.
‘Kamu dimana?’ suara Emil terdengar panik. ‘Inah kok nggak ada?’
‘Dikampuslah, si Inah lagi sama Sintya, nemenin yoga gitu,’ gue menjelaskan.
‘Kok dia nggak ngabarin aku?’ tanya Emil lagi.
‘Lhah, kan dia adek gue, ngapain ngabarin lo?’
Tuut.. tuuut.. tuut.. telepon diputus.
“Dari tadi ibu tunggin kok nggak pesen-pesen to?” tanya bu kantin.
“Lhah, ini udah pesen.” Gue mengangkat gelas es teh, “Nih es teh.”
“Makan, maksud ibu pesan makan, mana?” bu kantin menekankan nada bicara.”
Gue menggeleng, “Nggak mesen sih.”
Bu kantin menarik koran yang gue isi teka-teki silangnya, “Sini korannya.”
Gue tarik balik korannya, “Lhah bu, kan baru aku baca.”
“Siniin!" bu kantin menarik koran itu lagi.
Kali ini gue pertahankan koran itu, hingga terjadi adegan tarik menarik di kantin. Bu kantin tenaganya kuat banget, mungkin setara dengan lima cowok kosan yang seharian cuma makan obat magh. Tarik-menarik koran itu nggak berlangsung lama, kertas koran itu rapuh, dan akhirnya sobek jadi dua.
“Lihat perbuatan kamu! Sobek kan?! Sini lima ribu!” ucap bu kantin setengah teriak.
“Lima ribu apaan? orang es teh harganya cuma dua ribu.”
Bu kantin menunjuk koran sobek, “Ini yang ibu maksud! Ini lima ribu!”
“Lima ribu apaan? Orang itu aja koran kemarin.” Gue bersikeras tidak mau membayar, “Dibuang juga nggak bakal ada yang mau ambil kali Bu.”
“Ini berharga! Bisa dipake lagi, dipake bungkus kacang apa gorengan!”
Akhirnya gue tersudut, terpaksa gue membayar koran sobek itu seharga lima ribu. Gila emang itu ibu kantin, masa iya orang lagi asik-asik jajan dipalakin. Walaupun gue cuma pesen es teh, tapi kan bayar juga di kantin. Mungkin itu bu kantin lagi ada masalah sama lakinya apa gimana. Mungkin juga abis kena talak atau bisa jadi barusan selesai sidang perceraian. Iya, ibu kantin cerai kayak artis, buat cari populeritas, hitung-hitung menambah omset kantin.
Lima kotak menurun, perasaan mendalam yang timbul ketika melihat seseorang yang disuka, Grace. Entahlah, gue lagi asik mengisi teka-teki silang pada koran di kantin malah kepikiran sama Grace. Mungkin ini yang disebut kangen atau sejenisnya, atau mungkin bukan, gue sendiri masih belum yakin dengan perasaan gue terhadap Grace. Yah, dia termasuk tipe gue sih, tapi dia kadang seriusnya nyeremin. Sering banget kalo lagi ngobrol dia kelihatan nggak mau kalah, bisa-bisa waktu pacaran gue cuma jadi bawahannya.
Hari ini gue nggak ada jadwal yang bareng sama Pepy, Bentigo, atau Grace. Seperti hari Rabu lainnya, gue lebih senang menunggu jam kuliah sambil duduk disamping ibu penjaga kantin alias ngantin. Kampus gue menerapkan aturan mahasiswa dilarang merokok di lingkungan kampus dan tempat satu-satunya yang bisa buat merokok adalah kantin, jelas sudah alasan gue di kantin buat apa.
Di kampus dilarang merokok tapi di kantin boleh? Kok bisa? Kampus dan kantin terpisah? Enggak, sebenarnya secara lokasi kampus dan kantin berada di tempat yang sama, hanya saja secara definisi keduanya berbeda. Kampus adalah tempat kegiatan belajar-mengajar berlangsung, sedangkan katin adalah tempat buat makan. Itulah alasan kenapa gue bisa merokok di kantin, yah itulah jawaban turun menurun para mahasiswa kalo ditanya oleh dosen.
Hape gue bergetar, ada telepon masuk dari Emil, ‘Halo?’
‘Afhaan?’ tanya gue sambil menyedot es teh.
‘Kamu dimana?’ suara Emil terdengar panik. ‘Inah kok nggak ada?’
‘Dikampuslah, si Inah lagi sama Sintya, nemenin yoga gitu,’ gue menjelaskan.
‘Kok dia nggak ngabarin aku?’ tanya Emil lagi.
‘Lhah, kan dia adek gue, ngapain ngabarin lo?’
Tuut.. tuuut.. tuut.. telepon diputus.
“Dari tadi ibu tunggin kok nggak pesen-pesen to?” tanya bu kantin.
“Lhah, ini udah pesen.” Gue mengangkat gelas es teh, “Nih es teh.”
“Makan, maksud ibu pesan makan, mana?” bu kantin menekankan nada bicara.”
Gue menggeleng, “Nggak mesen sih.”
Bu kantin menarik koran yang gue isi teka-teki silangnya, “Sini korannya.”
Gue tarik balik korannya, “Lhah bu, kan baru aku baca.”
“Siniin!" bu kantin menarik koran itu lagi.
Kali ini gue pertahankan koran itu, hingga terjadi adegan tarik menarik di kantin. Bu kantin tenaganya kuat banget, mungkin setara dengan lima cowok kosan yang seharian cuma makan obat magh. Tarik-menarik koran itu nggak berlangsung lama, kertas koran itu rapuh, dan akhirnya sobek jadi dua.
“Lihat perbuatan kamu! Sobek kan?! Sini lima ribu!” ucap bu kantin setengah teriak.
“Lima ribu apaan? orang es teh harganya cuma dua ribu.”
Bu kantin menunjuk koran sobek, “Ini yang ibu maksud! Ini lima ribu!”
“Lima ribu apaan? Orang itu aja koran kemarin.” Gue bersikeras tidak mau membayar, “Dibuang juga nggak bakal ada yang mau ambil kali Bu.”
“Ini berharga! Bisa dipake lagi, dipake bungkus kacang apa gorengan!”
Akhirnya gue tersudut, terpaksa gue membayar koran sobek itu seharga lima ribu. Gila emang itu ibu kantin, masa iya orang lagi asik-asik jajan dipalakin. Walaupun gue cuma pesen es teh, tapi kan bayar juga di kantin. Mungkin itu bu kantin lagi ada masalah sama lakinya apa gimana. Mungkin juga abis kena talak atau bisa jadi barusan selesai sidang perceraian. Iya, ibu kantin cerai kayak artis, buat cari populeritas, hitung-hitung menambah omset kantin.
Diubah oleh dasadharma10 12-03-2016 23:50
JabLai cOY memberi reputasi
1


