- Beranda
- Stories from the Heart
ILLUSI
...
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
open.minded
#2045
Something More
Anastasya, nama anak cewek ringkih itu, nama yang baru gw berikan ke dirinya. Fia, nama aslinya, singkat, Fia, nama aslinya, nama pemberian orang tuanya, kata tetuah para tetuah disekitar gw, orang tua selalu memberi doa dalam selipan nama anaknya, namun sekiranya tidak dengan anak ini, ibunya tega memaksanya untuk menjual dirinya ke orang hidung belang, entah kebetulan, atau takdir, orang pertama yang dia tuju adalah Gw. Gw bisa merasakan beban hidup yang sangat berat dipikulnya, namun tidak ada setespun sinar harapan hilang dari kedua matanya yang berbeda warna itu. Anastasya, terlahir kembali, tinggalkan namamu yang penuh beban itu, dan terimalah nama yang ku berikan ini.
'I.. Iya Pak Leo' Ucap Sya gagap menjawab nasihat dr.Leo ke monitor PC itu. Gw tersenyum melihat Sya yang menjawab pertanyaan pertanyaan dr.Leo dengan gugup, untuk pertama kali dalam hidupnya dia berbicara dengan orang orang yang tidak memanfaatkan dirinya. Perbincangan ini pun bukan kebetulan, sejak gw laporkan masalah Sya ke dr.Leo, sang dokter dengan cepat sekali menghubungi gw untuk berbicara dengan Sya.
'Jangan panggil saya dengan sebutan Pak, panggil saya Om Leo saja' Ucap dr.Leo disana
'Om?'
'hahaha itu adalah sebutan paman dalam bahasa Indonesia'
'Hahaha. Baik lah Om Leo!'
'Anastasya, ingat kata Om, jika kamu mau menempuh ilmu dari kami, prosesnya berat, sangat berat, apakah kamu sanggup?' ucap dr.Leo dengan serius membaut gw kebingungan akan apa maksud dr.Leo itu, sepertinya gw ketinggalan informasi saat gw ke wc tadi. Dengan tatapan yang mantap Sya menganggup, menyanggupi seruan dr.Leo itu.
'Dan kamu, Adi, tanggung jawab apa yang sudah kamu lakukan, dia adalah tanggunganmu, kebaikan dan keburukan yang akan dia lakukan kedepannya akan menjadi tanggunganmu nanti, di akhirat' ucap dr.Leo dengan bahasa Indonesia sehingga Sya tidak mengerti apa yang dia bicarakan
'Dimengerti' Jawab gw sambil merunduk ke arah monitor menanggapi pernyataan dr.Leo tadi.
'Tradisi kita biasanya hanya orang tuanya atau para senior yang sudah berusia 40 tahun ke atas yang boleh mementori anak, saya tanya sekarang, apakah kamu sanggup?'
'Sanggup'
'Saya gak tau ini adalah kebodohan impuls kamu dalam bertindak atau takdir dia untuk bertemu denganmu'
'Hm Haha' Tawa gw
'Kau bisa tertawa sekarang Di, tapi ingat Takdir itu bukan hanya nama, banyak hal yang tersembunyi dalam sebuah Takdir, akankah itu kebahagiaan? atau kesengsaraan? atau keduanya? cuman satu pesan ku sebagai pengganti Ayahmu, kamu tidak bisa kalah terhadap dunia'
Seketika sambungan video terputus, meninggalkan gw dalam kelumit pikiran gw sendiri.
Takdir. Apakah Anastasya adalah takdir gw? ataukah dia hanya buah dari ketidakjelasan perbuatan gw yang bergerak berdasarkan impuls dan opini. Bagaimana jika malam itu gw tidak mengiyakan ajakan Recht untuk mengikuti dia ke Red District kota Moscow? Apakah gw akan tetap bertemu Sya? Gw menutup mata gw dan terkekeh, Gw gak bisa berpikir seperti itu, Takdir adalah sesuatu yang tidak bisa dipikirkan, apa yang terjadi, terjadilah. Dan apa posisi gw untuk berpikir seperti itu disaat apa yang terlihat dimata gw tidak jelas yang mana yang nyata dan gaib? Karena dunia ini hanyalah Illusi belaka, hanya kematianlah satu satunya yang nyata.
Gw langsung berdiri dari posisi duduk gw di sofa dan beranjak menuju korsi meja makan yang gw arahkan terbalik menghadap Sya yang bingung melihati gw. 'Jadi apakah kamu yakin?' tanya gw ke Sya sekali lagi mengulangi pertanyaan yang dikatakan dr.Leo tadi. 'Kau sudah merasakan bagaimana sistem belajarku 3 bulan ini kan? dan jangan bohong, kau pasti lelah, sangat lelah belajar dengan sistemku ini'
'Ya benar sistem belajarmu melelahkan sekali, bukan otak saja, tapi fisikku juga sangat terkuras'
'Nah kal-' ucap gw terpotong
'Tapi semua itu Asyik! Apa yang kamu ajarkan, Adi, aku mengerti, dan, dan, bukan aku saja yang lelah, pasti kamu juga, kerja dan mengajari ku'
'Hm, itu semua udah kewajiban ku ke kamu'
'Begitu juga Aku! Ini semua kewajibanku ke kamu!' ucap Sya dengan pasti
'Kalau begitu sebelum kita lanjutkan semua ini biar ku tanya satu pertanyaan'
'Kau sudah tiga bulan ini tinggal denganku, kita tinggal bersama, dan kau pasti sudah sedikit mengenalku'
'jika kau ingin kelu-'
'Adi' potong Sya lagi, namun kali ini gw dikagetkan dengan memerahnya kedua mata Sya, air mata mulai berlinang dan menetes ke pipinya yang putih itu.
'Aku selalu berdoa kepada tuhan, kalau tuhan itu ada, agar aku bisa bertemu dengan orang yang baik untukku'
'Dan katakanlah Adi, apakah kau itu baik untukku? Karena kau adalah orang terbaik yang pernah kumiliki'
'Dan sekarang kau ingin bertanya apakah aku ingin keluar jika aku tidak suka disini?'
'Dan katakanlah Adi, apakah kau itu baik untukku? tidak.. tidak.. mungkin aku menanyakan kata yang salah'
'Katakanlah Adi, apakah aku baik untukmu? Karena aku rasa aku adalah anak paling tidak tau diri di dunia ini, dan bukti itu ada di dada kananmu, luka yang ku tusukkan' ucap Sya dengan air mata yang mengalir, gw hanya bisa mematung dihadapan cercaan dia.
'Dan bukan salah tuhan tidak mendengarkan doaku, karena doaku sungguh sudah terkabulkan tapi ku sia siakan'
'Adi.. apakah aku akan sendiri lagi?' tatap mata Sya yang mememerah itu ke mata gw, gw langsung beranjak dari kursi meja makan ini dan menunduk di depan Sya dan memeluknya ke bahu kanan gw.
'Izinkan Aku untuk mengganti pertanyaanku' ucap Gw ke Sya yang terisak di bahu kanan Gw
'Sya, tiga bulan sudah kau tinggal denganku, apakah kau mau menjadi anggota keluargaku?' Sya hanya mengangguk dan terus memendamkan kepalanya ke bahu gw.
'Kita tidak akan terpisahkan kan Adi?'
'Karena aku adalah anak asuhmu, dan kau adalah doaku' ucap Sya berbicara disamping gw
'Tidak Sya, Kau lebih dari itu........ lebih dari itu'
'I.. Iya Pak Leo' Ucap Sya gagap menjawab nasihat dr.Leo ke monitor PC itu. Gw tersenyum melihat Sya yang menjawab pertanyaan pertanyaan dr.Leo dengan gugup, untuk pertama kali dalam hidupnya dia berbicara dengan orang orang yang tidak memanfaatkan dirinya. Perbincangan ini pun bukan kebetulan, sejak gw laporkan masalah Sya ke dr.Leo, sang dokter dengan cepat sekali menghubungi gw untuk berbicara dengan Sya.
'Jangan panggil saya dengan sebutan Pak, panggil saya Om Leo saja' Ucap dr.Leo disana
'Om?'
'hahaha itu adalah sebutan paman dalam bahasa Indonesia'
'Hahaha. Baik lah Om Leo!'
'Anastasya, ingat kata Om, jika kamu mau menempuh ilmu dari kami, prosesnya berat, sangat berat, apakah kamu sanggup?' ucap dr.Leo dengan serius membaut gw kebingungan akan apa maksud dr.Leo itu, sepertinya gw ketinggalan informasi saat gw ke wc tadi. Dengan tatapan yang mantap Sya menganggup, menyanggupi seruan dr.Leo itu.
'Dan kamu, Adi, tanggung jawab apa yang sudah kamu lakukan, dia adalah tanggunganmu, kebaikan dan keburukan yang akan dia lakukan kedepannya akan menjadi tanggunganmu nanti, di akhirat' ucap dr.Leo dengan bahasa Indonesia sehingga Sya tidak mengerti apa yang dia bicarakan
'Dimengerti' Jawab gw sambil merunduk ke arah monitor menanggapi pernyataan dr.Leo tadi.
'Tradisi kita biasanya hanya orang tuanya atau para senior yang sudah berusia 40 tahun ke atas yang boleh mementori anak, saya tanya sekarang, apakah kamu sanggup?'
'Sanggup'
'Saya gak tau ini adalah kebodohan impuls kamu dalam bertindak atau takdir dia untuk bertemu denganmu'
'Hm Haha' Tawa gw
'Kau bisa tertawa sekarang Di, tapi ingat Takdir itu bukan hanya nama, banyak hal yang tersembunyi dalam sebuah Takdir, akankah itu kebahagiaan? atau kesengsaraan? atau keduanya? cuman satu pesan ku sebagai pengganti Ayahmu, kamu tidak bisa kalah terhadap dunia'
Seketika sambungan video terputus, meninggalkan gw dalam kelumit pikiran gw sendiri.
Takdir. Apakah Anastasya adalah takdir gw? ataukah dia hanya buah dari ketidakjelasan perbuatan gw yang bergerak berdasarkan impuls dan opini. Bagaimana jika malam itu gw tidak mengiyakan ajakan Recht untuk mengikuti dia ke Red District kota Moscow? Apakah gw akan tetap bertemu Sya? Gw menutup mata gw dan terkekeh, Gw gak bisa berpikir seperti itu, Takdir adalah sesuatu yang tidak bisa dipikirkan, apa yang terjadi, terjadilah. Dan apa posisi gw untuk berpikir seperti itu disaat apa yang terlihat dimata gw tidak jelas yang mana yang nyata dan gaib? Karena dunia ini hanyalah Illusi belaka, hanya kematianlah satu satunya yang nyata.
Gw langsung berdiri dari posisi duduk gw di sofa dan beranjak menuju korsi meja makan yang gw arahkan terbalik menghadap Sya yang bingung melihati gw. 'Jadi apakah kamu yakin?' tanya gw ke Sya sekali lagi mengulangi pertanyaan yang dikatakan dr.Leo tadi. 'Kau sudah merasakan bagaimana sistem belajarku 3 bulan ini kan? dan jangan bohong, kau pasti lelah, sangat lelah belajar dengan sistemku ini'
'Ya benar sistem belajarmu melelahkan sekali, bukan otak saja, tapi fisikku juga sangat terkuras'
'Nah kal-' ucap gw terpotong
'Tapi semua itu Asyik! Apa yang kamu ajarkan, Adi, aku mengerti, dan, dan, bukan aku saja yang lelah, pasti kamu juga, kerja dan mengajari ku'
'Hm, itu semua udah kewajiban ku ke kamu'
'Begitu juga Aku! Ini semua kewajibanku ke kamu!' ucap Sya dengan pasti
'Kalau begitu sebelum kita lanjutkan semua ini biar ku tanya satu pertanyaan'
'Kau sudah tiga bulan ini tinggal denganku, kita tinggal bersama, dan kau pasti sudah sedikit mengenalku'
'jika kau ingin kelu-'
'Adi' potong Sya lagi, namun kali ini gw dikagetkan dengan memerahnya kedua mata Sya, air mata mulai berlinang dan menetes ke pipinya yang putih itu.
'Aku selalu berdoa kepada tuhan, kalau tuhan itu ada, agar aku bisa bertemu dengan orang yang baik untukku'
'Dan katakanlah Adi, apakah kau itu baik untukku? Karena kau adalah orang terbaik yang pernah kumiliki'
'Dan sekarang kau ingin bertanya apakah aku ingin keluar jika aku tidak suka disini?'
'Dan katakanlah Adi, apakah kau itu baik untukku? tidak.. tidak.. mungkin aku menanyakan kata yang salah'
'Katakanlah Adi, apakah aku baik untukmu? Karena aku rasa aku adalah anak paling tidak tau diri di dunia ini, dan bukti itu ada di dada kananmu, luka yang ku tusukkan' ucap Sya dengan air mata yang mengalir, gw hanya bisa mematung dihadapan cercaan dia.
'Dan bukan salah tuhan tidak mendengarkan doaku, karena doaku sungguh sudah terkabulkan tapi ku sia siakan'
'Adi.. apakah aku akan sendiri lagi?' tatap mata Sya yang mememerah itu ke mata gw, gw langsung beranjak dari kursi meja makan ini dan menunduk di depan Sya dan memeluknya ke bahu kanan gw.
'Izinkan Aku untuk mengganti pertanyaanku' ucap Gw ke Sya yang terisak di bahu kanan Gw
'Sya, tiga bulan sudah kau tinggal denganku, apakah kau mau menjadi anggota keluargaku?' Sya hanya mengangguk dan terus memendamkan kepalanya ke bahu gw.
'Kita tidak akan terpisahkan kan Adi?'
'Karena aku adalah anak asuhmu, dan kau adalah doaku' ucap Sya berbicara disamping gw
'Tidak Sya, Kau lebih dari itu........ lebih dari itu'
Diubah oleh open.minded 18-06-2016 10:31
junti27 dan 17 lainnya memberi reputasi
18
