Kaskus

Story

jayanagariAvatar border
TS
jayanagari
Sometimes Love Just Ain't Enough
Halo, gue kembali lagi di Forum Stories From The Heart di Kaskus ini emoticon-Smilie
Semoga masih ada yang inget sama gue ya emoticon-Malu
Kali ini gue kembali lagi dengan sebuah cerita yang bukan gue sendiri yang mengalami, melainkan sahabat gue.
Semoga cerita gue ini bisa berkenan di hati para pembaca sekalian emoticon-Smilie

Sometimes Love Just Ain't Enough



*note : cerita ini sudah seizin yang bersangkutan.


Quote:


Quote:
Diubah oleh jayanagari 24-04-2016 00:40
pulaukapokAvatar border
afrizal7209787Avatar border
DhekazamaAvatar border
Dhekazama dan 8 lainnya memberi reputasi
9
421.1K
1.5K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
jayanagariAvatar border
TS
jayanagari
#1111
PART 44

“Lo harus tau kapan lo harus berhenti.”

Sebuah suara membuyarkan lamunan gue siang itu. Gue menoleh, dan melihat sahabat gue, Bas, sedang duduk sambil menulis sesuatu di catatannya. Kuliah belum dimulai, meskipun sebenarnya jadwal telah terlewati. Agaknya dosen kami berhalangan hadir. Gue melipat jaket dan mendekapnya diatas tas ransel butut gue.

Beberapa waktu sebelumnya, gue bercerita panjang lebar tentang apa yang gue alami di kosan Fira, berhari-hari yang lalu. Bas mendengarkan cerita gue dengan sambil lalu, dan memutar-mutarkan bolpoin di jarinya, seakan sedang meramal masa depan. Sesekali dia tersenyum mendengarkan celotehan gue, dan itu membuat gue kesel sendiri karena senyumnya ngeselin.


“maksud lo?” tanya gue bingung.

“menurut gue, lo sekarang memainkan game yang gak seharusnya lo mainkan.”

Gue menatapnya dengan wajah bertanya-tanya, “kenapa emang?”

“lo akui atau enggak, sampe sekarang lo selalu kebayang-bayang apa yang Fira lakuin ke elo kemaren itu kan?” Bas menatap gue dengan tatapan menyelidiki.

“ah enggak juga….” Gue berusaha menghindari tatapannya itu.

“buktinya sampe hari ini lo masih cerita soal itu.”

“ya karena gue belom cerita ke siapa-siapa tentang ini.” sahut gue keki.

Bas mengangkat bahu, “kalo hal ini gak berkesan buat lo, lo gak bakal cerita ke gue. Tapi gue hargai itu.” Dia tersenyum.

“gue sampe gak tau harus berbuat apa…”

“kenapa lo gak coba cari gebetan lain?” tanyanya sambil membetulkan posisi duduk.


Gue terdiam beberapa lama, memikirkan jawaban apa yang paling tepat untuk pertanyaan itu. Gue menghela napas.


“yah, mungkin terlalu banyak hal misterius tentang mereka berdua yang bikin gue penasaran, dan itu bikin gue stuck sama mereka….” jawab gue pada akhirnya.

Bas mengangguk-angguk sambil tersenyum penuh arti. “yeah. Way too many…

Gue merenung dengan lemas. Membayangkan segala kemungkinan dan kesempatan yang masih ada untuk gue. Gue menoleh ke Bas perlahan. “Menurut lo, gue harus ngapain sekarang?”

Bas menepuk-nepuk pundak gue, “Gue tau persis apa yang udah lo alami selama ini. Lo udah melalui satu kehilangan dan kehilangan lainnya. Karena itu gue gak mau memaksa lo melakukan apapun. Kadang-kadang hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah pasrah sama keadaan…”

Gue menoleh. “trus gimana cara gue melalui semua ini? Gue bingung harus maju apa enggak, dan disisi lain dianya juga kayak gitu…”

“Perasaan seseorang adalah bukan sesuatu yang bisa lo kontrol, Dhik. Yang bisa lo lakuin itu mengontrol diri lo sendiri. Gak perlu terlalu excited, gak perlu bingung, gak perlu takut. Just let it flow, seperti kata gue tadi. Kalo Fira lo pandang selalu ngasih harapan ke elo, sementara di sisi lain dia juga gak sepenuhnya menginginkan lo, hadapilah itu dengan tenang. Lo bantu dia kalo dia butuh bantuan, tapi ya udah, gak usah berharap lebih. Itung-itung nambah amal lo. Dan satu lagi, lo harus punya Plan B.”

“Plan B?”

“Iya, plan B, buat jaga-jaga kalo segala hal terjadi gak sesuai harapan lo. Misalnya, lo cari lah itu gebetan baru, buat mengalihkan perhatian lo dari Fira sekaligus pembatas buat diri lo sendiri, in case lo mulai kebawa perasaan.”

Gue tertawa kecil, “kok kayaknya gue jahat banget sama calon gebetan gue itu ya…”

Bas tersenyum. “ketika lo bisa membatasi perasaan lo ke Fira, dan serius ke gebetan lo itu, menurut gue gak ada yang tersakiti kok. Dan ini bukan soal pelarian.”


Gue tertawa dan menggulung jaket gue, kemudian melemparkannya ke wajah Bas, sementara Bas cengengesan.


“lo pasti selalu optimis ya. Rasa-rasanya gue sama lo kayak beda 180 derajat.” ujar gue.

“gue selalu percaya rencana Tuhan selalu baik, dan semua bakal indah pada artinya. Why are we friends again?” Bas tertawa.


---------



Gue menghirup kopi pesanan gue, dan menghisap rokok gue dalam-dalam, sementara seseorang duduk di hadapan gue sambil makan kentang goreng dengan lahap.

“lo kayak tiga hari gak makan…” celetuk gue.

Orang di hadapan gue itu tampak gak peduli, dan tetap makan dengan lahap. Setelah beberapa saat barulah dia mengambil jeda.

“berisik lo. Gue udah empat hari gak makan tau…” sahutnya sambil mengelap mulut dengan serbet.

“serius lo?”

Dia tertawa, “enggalah. Gila apa gue mau jadi sakti gitu.”

Gue mendengus. “jadi, kapan lo mau ketemu Fira? Cuma lo yang bisa nih soalnya.”

“secepatnya deh. Besok bisa, hari ini bisa.” jawabnya pelan.

“lo udah ngomong ke nyonya besar? Salah-salah lo diomelin ntar.”

“udah kok, tenang aja. Dia malah ngasih advice yang bagus tentang itu….” Dia menghirup minumannya kemudian membersihkan sela-sela giginya dengan lidah, “kadang-kadang gue bingung ini bini gue beneran gak pernah cemburu apa emang cuek…” sahutnya menyeringai.

“bini lo emang fenomenal…” gue tertawa.

“gak sefenomenal kisah cinta lo kali….” gantian dia yang tertawa.


Kami berdua terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Gue sadar memang gue yang harus berubah, demi diri gue sendiri. Disaat itulah gue menyadari betapa ironisnya meninggalkan seseorang demi kebaikan bersama.
Diubah oleh jayanagari 07-03-2016 14:05
itkgid
oktavp
pulaukapok
pulaukapok dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.