Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

aconkoeAvatar border
TS
aconkoe
Efisiensi APBN via PHK PNS? Sementara Korupsi APBN & Pengemplang Pajak SDA Bebas?
Klaim Rasionalisasi Bisa Tingkatkan Profesionalisme PNS
Senin, 07 Maret 2016 , 04:04:00

JAKARTA--‎Deputi SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, bukan zamannya lagi PNS kerja santai dan dilayani. Saat ini, PNS lah yang harus melayani dan memberikan layanan terbaik bagi publik.

Untuk itu pemerintah telah melakukan langkah-langkah penataan kualitas SDM baik yang bersifat personal maupun struktural. "Pemerintah tengah gencar-gencarnya melakukan penataan SDM baik di pusat dan daerah. Tujuannya untuk menjadikan SDM aparatur yang profesional, berintegritas, melayani publik dan kompetitif sesuai dengan tuntutan zaman saat ini (globalisasi) dan ke depan," papar Setiawan kepada JPNN, Minggu (6/3).

Dia menambahkan, ada tiga program yang akan diluncurkan untuk SDM aparatur. Pertama, perencanaan ASN yang tepat sesuai arah pembangunan nasional. Kedua, rekruitmen ASN yang bebas KKN untuk mendapatkan putra-putri terbaik bangsa.

Ketiga, peningkatan profesionalisme ASN, termasuk di dalamnya pemetaan kualifikasi-kompetensi dan kinerja untuk kebijakan pengembangan kapasitas ASN ataupun rasionalisasi.‎

"Jadi jangan salah tanggap dulu bila pemerintah melakukan rasionalisasi. Rasionalisasi dilakukan sangat hati-hati, setelah pemetaan dilakukan," tandasnya
http://www.jpnn.com/read/2016/03/07/...ionalisme-PNS-


30% APBN bocor setiap tahun
Kamis, 12 Desember 2013 - 20:08 WIB

JAKARTA (WIN): Anggota DPR RI Mardani Ali Sera mengungkapkan, kebocoran uang negara mencapai sekitar 30% yang dipicu lemahnya keterbukaan informasi yang me3nimbulkan korupsi. Fakta itu diungkapkannya pada diskusi ‘Keterbukaan Informasi Untuk Pencegahan Korupsi’ yang diadakan Komisi Informasi Pusat (KIP).

“Negara sangat dirugikan akibat kebocoran anggaran yang cukup besar sekitar 30% dari APBN tiap tahunnya. Kebocoran uang negara itu dikorupsi melalui pengadaan barang dan jasa di pelbagai kementrian, instansi pemerintah, pemerintah daerah dan BUMN serta BUMD akibat lemahnya keterbukaan informasi,” katanya di Jakarta, Kamis (12/12/13).

Selain anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu, pembicara lain dalam diskusi tersebut adalah Mas Achmad Santosa dari Indonesian Center for Environment Law, Ade Irawan dari Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono.

Menurut Mardani, tren korupsi di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif di Indonesia justru makin naik setelah reformasi 1998. Karena itu, keterbukaan informasi publik, terutama informasi mengenai pengadaan barang dan jasa, merupakan harga mati yang harus diperjuangkan.
http://kanalsatu.com/id/post/14225/3...r-setiap-tahun


Potensi Kerugian Negara di Sektor Minerba Sekira Rp 54,4 Triliun
Sabtu, 24 Mei 2014

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menaksir adanya potensi kerugian negara mencapai Rp35,6 triliun dan AS$1,79 juta. Bila diakumulasikan, mencapai sekira Rp54,4 triliun.

Busyro menyatakan, sesuai ketentuan Pasal 6 huruf e dan Pasal 14 UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK mempunyai tugas untuk melakukanmonitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

“Dalam pelaksanaan monitoring, KPK melakukan koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan minerba di 12 provinsi. Dari hasil kajian sistem pengelolaan PNBP, KPK menemukan sepuluh permasalahan mendasar pengelolaan minerba,” katanya dalam diskusi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebagaimana siaran pers yang diterima hukumonline, Jum’at (23/5).

Dalam diskusi ini, Busyro memaparkan permasalahan-permasalahan sistem pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batubara (minerba). Pertama, belum dilaksanakannya 34 Kontrak Karya (KK) dan 78 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) sebagaimana amanat UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, dimana seharusnya sudah selesai pada 12 Januari 2010. Kedua, belum tertatanya Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Ketiga, belum dilaksanakannya peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang minerba. Keempat, tidak adanya upaya sistematis untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Kelima, belum diterbitkannya aturan pelaksana UU Minerba.

Keenam, belum dilasanakannya kewajiban pelaporan secara regular. Ketujuh, belum dilaksanakannya kewajiban reklamasi dan pascatambang. Kedelapan, belum dikembangkannya sistem data dan informasi Minerba. Kesembilan, belum dilaksanakannya pengawasan secara efektif. Kesepuluh, belum optimalnya penerimaan negara.

Busyro mengungkapkan, dampak dari belum direnegosiasinya 34 KK dan 78 PKP2B itu, pembayaran PNBP tidak berdasarkan aturan terkini. Misalnya dalam pembayaran royalti emas. Sesuai isi kontrak karya antara pemerintah dan suatu perusahaan pertambangan, royalti yang harus dibayar hanya satu persen.

Ia melanjutkan, seharusnya, sesuai PP No.45 Tahun 2003, tarif terbaru royalti emas sebesar 3,755 persen. Per 12 Januari 2012, hasil pertambangan minerba harus diolah dan dimurnikan di dalam negeri sebelum diekspor. Namun, pemerintah justru memberikan relaksasi tiga tahun sampai dengan 12 Januari 2017.

Berdasarkan fakta Kementerian ESDM, dari 10.922 IUP di Indonesia, sebanyak 4.880 berstatus Non-C&C. Kemudian,d ari data Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak, 10.922 IUP tersebut berasal dari 7.754 perusahaan. Sebanyak 3.202 tidak teridentifikasi NPWP-nya. Dan keseluruhan NPWP itu, banyak yang tidak melaporkan SPT-nya.

Dari data Kementerian Kehutanan (Kemenhut), 10.922 IUP plus 111 perusahaan KK dan PKP2B tersebut berada di hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Rata-rata perusahaan kurang bayar PNBP adalah 72,89%. Dari 8 provinsi, jumlah kurang bayar PNBP 2011–2013 sebesar Rp331 miliar dan AS$546 juta.

Akibatnya, kata Busyro, potensi kerugian keuangan negara dari sektor minerba mencapai Rp35,6 triliun dan AS$1,79 juta. Jumlah itu dihitung dari piutang PNBP tahun 2011-2013, potensi penerimaan pajak yang hilang, kerugian negara berdasarkan verifikasi data ekspor mineral, serta potensi royalti yang tidak dibayarkan.
http://www.hukumonline.com/berita/ba...rp54-4-triliun


Ribuan Perusahaan Pertambangan Kemplang Pajak
Selasa, 19 Agustus 2014 , 06:41:00

JAKARTA - Ditjen Pajak kini bersikap tegas pada perusahaan pengemplang pajak. Dengan menggandeng Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Ditjen Pajak kini membidik ribuan perusahaan di sektor tambang.

Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengatakan, ketaatan pajak perusahaan di sektor tambang memang tergolong rendah. Dari 11 ribu perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP), hanya 2 ribu yang tercatat memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Artinya, ada 9 ribu perusahaan yang tidak membayar kewajiban pajak. "Jadi, potential loss (potensi kerugian pajak) dari tambang besar sekali," ujarnya saat pernyataan kerja sama dengan Bareskrim Polri di Kantor Ditjen Pajak, Senin (18/8).

Menurut Fuad, kerja sama dengan Kepolisian sangat penting untuk mendukung aparat pajak dalam penyisiran maupun pemeriksaan pada perusahaan-perusahaan tambang, terutama di lokasi operasionalnya. "Misalnya nanti aparat kepolisian mendampingi aparat pajak ke daerah-daerah," katanya.

Fuad menyebut, selain sektor properti yang sudah menjadi incaran intensifikasi sejak 2013, aparat pajak memang meluaskan target ke sektor pertambangan dan perkebunan, khususnya kelapa sawit. "Untuk tahap awal, kita mulai (intensifikasi) di pertambangan dulu karena potensinya sangat besar, nanti baru ke sektor lain," jelasnya.

Direktur Intelijen dan Penyedikan Ditjen Pajak Yuli Kristiyono mengatakan, proses awal intensifikasi dilakukan melalui pendataan 9 ribu perusahaan tambang yang belum memenuhi kewajiban pembayaran pajak. "Kita ingin tahu barangkali ada perusahaan yang ganti nama, sehingga tercatat beberapa padahal hanya satu perusahaan," ujarnya.

Menurut Yuli, potensi pajak sektor tambang sangat besar mengingat perusahaan-perusahaan itu mestinya membayar pajak penghasilan (PPh) maupun pajak penjualan (PPn). "Selain itu, masih ada juga potensi pajak dari perusahaan jasa konstruksi pertambangan," sebutnya.

Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Suhardi Alius mengatakan, pihak Kepolisian siap mem-back up aparat pajak dalam optimalisasi penerimaan negara. Sebab, dia menilai ada potensi begitu besar jika 9 ribu perusahaan tambang bisa membayar pajak. "Kalau satu (perusahaan) saja Rp 20 miliar (pajaknya), ada Rp 1.800 triliun yang bisa diterima," ujarnya.

Fuad menambahkan, kerja sama dengan Kepolisian sebenarnya lebih luas, tidak hanya pada sektor tambang. Dia menyebut, secara umum, tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) di Indonesia tergolong rendah. Misalnya, dari sekitar 40 juta WP orang pribadi, baru 25 juta yang patuh membayar pajak.

Untuk WP badan atau badan usaha, dari sekitar 12 juta badan usaha dari skala kecil hingga besar, yang memiliki NPWP baru 5 juta. Dari jumlah itu, yang patuh membayar pajak hanya sekitar 540 ribu. "Jadi bertahap nanti kita sisir semua potensi yang ada," jelasnya
http://www.jpnn.com/index.php?mib=be...tail&id=252539


KPK Desak Utang Pajak 50 Triliun Ditagih
SENIN, 06 JUNI 2011 | 20:39 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Direktorat Jenderal Pajak segera menagih tunggakan pajak perusahaan yang mencapai Rp50 triliun lebih. Surat permintaan tersebut telah dilayangkan KPK kepada Ditjen Pajak. "Kita hanya mendorong jangan sampai ekspired," kata pimpinan KPK Haryono Umar, Senin, 6 Juni.

Haryono tidak menyebut nama-nama perusahaan yang menunggak pajak tersebut dan meminta menkonfirmasi langsung ke Ditjen Pajak. "Perusahaannya banyak," ujarnya.

Menurut Haryono, informasi yang diperoleh KPK, sebanyak Rp2,5 trilun tunggakan pajak sudah memasuki masa ekspired. Agar uang tersebut tak terbuang percuma, Komisi berencana memanggil Ditjen Pajak. "Kami akan segera undang Dirjen Pajak," kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan ini.

Badan Pemeriksa Keuangan BPK pada 31 Mei lalu mengumumkan bahwa sampai pada akhir 2010, pemerintah dalam hal ini Ditjen Pajak masih mempunyai piutang pajak mencapai Rp 70 triliun.
http://nasional.tempo.co/read/news/2...riliun-ditagih


Menkeu: Pemda Masih Boros, Anggaran Hanya untuk Belanja Pegawai
Senin, 25 Mei 2015 | 02:15 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengkritik alokasi belanja yang digunakan pemerintah daerah. Menurut Bambang, pemerintah desa justru lebih senang menghamburkan anggaran negara untuk belanja pegawai dibandingkan untuk biaya pembangunan.

"Sayangnya, banyak pemda itu boros. Lebih banyak untuk belanja pegawai," ujar Bambang dalam diskusi di Jakarta, Minggu (24/5/2015).

Padahal, sekitar Rp 1.200 triliun dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 ditujukan kepada daerah. Anggaran yang mengalir ke daerah itu dalam bentuk Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, hingga Dana Desa. Namun, yang terjadi, seluruh anggaran itu dimanfaatkan pemerintah daerah bukan untuk pembangunan.

Salah satu penyebabnya, diakui Bambang, juga lantaran longgarnya penggunaan DAU dan dana bagi hasil yang diserahkan pemerintah pusat dalam bentuk block grant. Ini memberi keleluasaan bagi daerah untuk menghabiskan anggaran itu. "Kalau dibilang DAU kekecilan, yang terjadi selama ini adalah dana itu habis untuk pegawai," ucap dia.

Bambang mencontohkan APBD sebuah kabupaten di Aceh, yang 80 persen anggarannya habis untuk belanja. Contoh ini banyak dijumpai di wilayah-wilayah lainnya di Indonesia.

"Kondisi ini yang menyebabkan daerah tidak bisa melakukan belanja modal yang bisa menggerakkan perekonomian," ucap Bambang.

Padahal, dengan adanya desentralisasi, Bambang menilai pemerintah daerah juga bertanggung jawab pada perkembangan ekonomi wilayahnya. "Maka ini kreativitas pemerintah daerah untuk melakukan efisiensi," ujarnya.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...elanja.Pegawai

-----------------------------------

Kerahkan TNI dan Polri untuk menagih pajak yang sengaja dikemplang oleh perusahaan-perusahaan tambang itu, terutama yang milik asing atau miliknya "orang kuat" di negara ini. Begitu pula di dalam meberantas korupsi, KPK itu kayaknya memang harus di "back up" TNI dan Polri secara langsung, kalau perlu ada yang sengaja di-"BKO"-kan di Lembaga anti-rasuah itu untuk proses penegakan hukum terhadap para koruptor itu.

Pengerahan kekuatan TNI/Polri untuk mengamankan keuangan Negara seperti itu, pasti sangat-sangat terhormat dan didukung rakyat ketimbang melakukan perintah si AHOK untuk masuk gorong-gorong membersihkan sampah sungai atau sekedar dipakai sebagai alat untuk mengusir pramuria.


emoticon-Angkat Beer

0
2.2K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.2KThread41.1KAnggota
Tampilkan semua post
.aak..Avatar border
.aak..
#8
Soal korupsi bukan urusan kemen PAN-RB emoticon-Cape deeehh
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.