- Beranda
- Stories from the Heart
[Completed] Hey Fanny
...
TS
monica.ocha
[Completed] Hey Fanny
Quote:
![[Completed] Hey Fanny](https://s.kaskus.id/images/2016/03/05/8417038_20160305062914.jpg)
Quote:
![[Completed] Hey Fanny](https://s.kaskus.id/images/2016/01/25/8417038_20160125102311.png)
Mohon kebijakannya karena cerita ini mengandung bahasa dan adegan yang tidak patut ditiru.
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh monica.ocha 05-03-2016 06:30
efti108 dan 25 lainnya memberi reputasi
22
172.3K
520
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•1Anggota
Tampilkan semua post
TS
monica.ocha
#477
- THE END -
PAGE 34
Hampir setengah hari aku berada di dalam pesawat, membuat kepalaku sangat pusing. Aku bahkan tidak sadar jika aku sudah tertidur di kamar hotel ini selama lima jam. Aku berencana untuk menadatangi kediaman Fanny malam nanti. Beruntung aku bisa mendapatkan hotel dengan view yang sangat baik. Dari jendela saja aku sudah bisa menikmati keindahan kota Paris dan menara indahnya. Dika sempat mengirimku pesan, dia terkejut ketika mengetahui aku sedang berada di Paris dan dia berharap apa yang aku cari akan terwujud.
Malam ini aku telah mempersiapkan diri dengan apapun yang akan terjadi. Tak lupa aku membawa selember kertas yang aku masukkan ke dalam amplop dan sebatang bunga yang dilapisi dengan platis. Amplop itu hanya berisi perkataan yang selama ini telah aku pendam kepada Fanny dan bunga mawar sebagai pemanisnya. Setelah berhasil mendapatkan taksi, aku langsung memberikan kartu nama yang berisikan alamat rumah Fanny. Pria tua itu tampaknya sudah hapal betul alamat yang aku berikan.
Setelah hampir 25 menit berkendara, akhirnya aku sampai ke alamat itu. Aku menyuru agar pak tua itu tetap menunggu, aku takut jika alamat ini salah dan akhirnya aku harus bersusah payah mencari taksi lainnya. Setelah berkali-kali menekan tombol bel, akhirnya seorang wanita keluar dengan bahasa Prancisnya. Aku terdiam dan tak tahu harus berkata apa.
"I'm sorry i dont speak Frence" Ucapku dengan grogi
"Owh.." Kepala wanita itu mundur sedikit, dia terlihat kebingungan
"Is it right that Fanny lives here?"
"Oh you are looking for Tifanny, right?" kedua ujung bibir wanita itu terangkat
Aku terdiam bingung, nama itu sungguh baru bagiku "Yes, Fanny... Is she here?"
"Oh no..no.no.. She moved away to another apartment. Wait..." Wanita itu lekas masuk ke dalam dengan pintu yang masih terbuka
Kemudian dia datang dan memberikanku selembar kertas setengah sobek dengan sebuah alamat "Here.."
Aku membaca alamat itu seolah aku tahu pasti dimana "Thanks"
Aku lekas kembali masuk ke dalam Taksi dan kembali memberikan pak tua itu alamat. Di dalam taksi aku terus berpikir dengan rumah siapa yang baru aku datangi, aku bahkan tidak menanyakan siapa wanita itu.
Kurang-lebih 40 menit perjalanan waktu yang aku habiskan untuk berkendara ke alamat yang wanita itu tadi berikan kepadaku. Sebuah apartemen berlantai-empat dengan pernak-pernik ala Prancis. Kali ini aku langsung membayar upah taksi dan berterima kasih kepada bapak tua yang ramah itu. Aku masuk ke dalam dan bertanya singkat kepada resepsionis yang berada di depan. Dengan singkat dia mencoba untuk menjelaskan nomor kamar apartemen itu. Awalnya agak susah bagiku untuk menerima informasi karena dia menggunakan bahasa inggris yang sangat buruk. Lalu seseorang datang dan menawari untuk mengantarkanku ke atas.
Pria itu menjulurkan tangannya dengan ramah di depan Lift "Walk forward and you'll get the room"
"Thanks"Ucapku
Pintu lift perlahan mulai tertutup, meninggalkan aku sendirian di koridor kosong tanpa suara sedikitpun. Karpet berawarna merah darah dan berbagai lukisan yang menurutku cukup menyeramkan membuat aku sedikit ketakutan. Hingga saatnya aku tiba di depan pintu kamar yang sudah di tunjukkan tadi. Pintu kamar itu bernomor 42. Berkali-kali aku menelan ludah dan jantungku berdegup sangat kencang, aku seperti berada di depan pintu kematian. Amplop yang berisi surat dan sebuah bugan mawar aku selipkan di saku jaketku. Aku mulai memberanikan diri dan menekan tombol bel yang ada di samping pintu.
"Qui es-tu?" tanya seorang gadis berambut pirang itu
Aku tidak mengerti apa yang dikatakannya "Sorry i only speak english" ucapku
"Who are you?" Dia kembali bertanya dengan logat british
"Hi, im Robby.. " Sambil menjulurkan tanganku "I'm looking for Fanny, is she here?"
"Oh.." Teriak pelan gadis itu sambil menutup mulutnya "Jadi kakak yang namanya Robby?"
Dia bisa berbahasa indonesia dan bagaimana dia bisa tahu denganku "Eh, bisa bahasa indonesia? dari mana tau nama aku?"
"Aku pernah gak sengaja liat nama kakak di hp kak Fanny. Kenalin kak, nama aku Violet"
Violet kemudian mempersilahkan aku untuk masuk. Dia terlihat sangat gembira dan terus-menerus memberikan aku pertanyaan. Dia juga mengatakan jika Fanny sedang keluar makan malam bersama temannya. Violet tidak tahu kapan Fanny akan pulang. Karena ketidakjelasan itu, aku sempat untuk meminta izin pulang. Violet menolak, dia menyuru aku untuk tetap menunggu. Dia bahkan tidak henti-hentinya memberikan aku makanan dari kulkas.
Sampai akhirnya jam menunjukkan pukul sebelas malam. Aku masih duduk di sofa depan TV bersama Violet yang dengan bosannya memainkan HPnya. Dari tadi dia mencoba untuk menghubungi Fanny tapi selalu gagal. Tak lama pintu terbuka dan di iringi tawaan. Yang aku lihat adalah Fanny dengan mesranya sedang ciuman dengan pria bule itu. Pintu yang tertutup tidak menjadi halangan untuk mereka, mereka lebih seperti pasangan yang sedang dalam mabuk asmara. Tawaan kedua manusia itu terdengar jelas di telingaku.
"Kak Fanny!" Teriak Violet dengan tetap menjadi suaranya
Fanny lekas berbalik melihat Violet yang belum tidur "Eh, kok belum tid..." Ucapnya terputus setelah melihatku
Dengan terburu-buru Fanny melepaskan ikatan tangan pria bule itu dari pinggangnya dan menghapus pelan cairan yang masih tersisa di bibirnya.
Aku hanya tersenyum dan berdiri pelan menuju ke arah Fanny yang masih berdiri tepat di samping pria itu "Ternyata gw salah" Ucapku sambil menjatuhkan amplop dan sebatang bunga di atas meja yang tepat berada di samping pintu. Aku berjalan keluar dengan penuh keperihan.
Aku tidak bisa marah atau mencoba untuk mengelak dari semua ini. Sebelum aku berangkat aku sudah berjanji kepada diriku, apapun hasilnya akan aku coba terima dengan lapang dada. Dan sekarang yang aku dapatkan sudah jelas, Fanny sudah senang dengan orang lain dan aku harus ikut senang dengan hal itu. Sudah beberapa langkah aku lalui sejak keluar dari kamar itu dan Fanny berteriak dengan sambil menahan tangisnya. Suaranya bergema di koridor yang sepi.
"Robby.... ini semua gak seperti apa yang lo lihat"
Aku berbalik pelan, mendekatkan diri kepadanya sambil memegang salah satu bahunya "Enggak, kalau lo senang gw senang. Bodohnya gw... gw terlalu berharap"
***
Fanny's POV
Ethan meminta aku menjelaskan apa yang barusan terjadi. Aku masih tidak bisa berkata, aku meminta dia untuk pulang karena aku butuh waktu sendiri. Violet masih hangat duduk di tempat yang sama, wajahnya sedih, dia tidak berani untuk berbicara kepadaku. Sementara aku hanya bisa bersandar di balik pintu dengan selembar surat dan sebuah bunga mawar yang Robby jatuhkan di atas meja.
Quote:
Membaca surai itu membuat aku meneteskan air mata. Aku tak tahu berapa besar perjuangan Robby untuk datang ke Paris dan mengatur semua ini hanya untukku. Tapi aku malah membuat perjuangannya sia-sia, dia melihat hal yang seharusnya tidak dilihat. Aku sangat yakin jika hal itu pasti membuat hatinya sangat teramat hancur.
***
Jika Robby berani mengambil resiko untuk datang ke Paris hanya untuk bertemu denganku, maka aku harus berani melakuakn hal yang baru saja Robby lakukan. Sepanjang perjalanan di pesawat aku selalu khawatir dengan keadaan Robby. Aku bisa membayangkan bagaimana sakitnya hati Robby ketika dia melihatku dengan senang dan tawa sambil berciuman dengan Ethan sementara dia duduk disana dan menyaksikan semuanya. Keberangkatanku ke indonesia juga tidak membuat ayah dan ibu curiga karena memang statusku masih warga indonesia dan masih ada batasan bagiku untuk tinggal di Prancis. Tapi keberangkatanku yang mendadak membuat ayah penasaran sehingga aku harus berbohong kepadanya. Aku juga meminta Violet merahasiakan semua ini dari ayah dan ibu.
Aku sampai di indonesia pukul sepuluh-malam. Yang aku bawa hanya backpack dengan kapastitas pakaian yang tidak telalu banyak. Dengan segera aku mencari taksi untuk mengantarkan aku ke rumah Robby. Aku berharap Robby sudah berada di rumah, aku ingin sekali menjelaskan apa yang telah di lihatnya.
Keadaan rumah Robby terlihat sangat sepi, mungkin ini wajar karena hari sudah malam. Setelah membayar taksi aku segera berlari menuju pintu depan rumah Robby. Berulang kali aku membunyikan bel hingga akhirnya Dika membukakan pintu. Dia tampak terkejut melihatku
"Loh Fanny?"
"Robby mana?" Mataku sibuk melihat ke dalam rumah
"Lah, bukannya dia ke Paris?"
"Iya... dia belum pulang?" Aku bertanya dengan panik
"Enggak, loh gimana ceritanya kok lo gak tau dia belum pulang?"
"Duhh.. ceritanya panjang, lo bisa ngehubungin dia 'kan? coba deh cari tau"
"Yaudah masuk dulu deh"
Dika membawaku untuk duduk di ruang tamu sementara dia sibuk terus mencoba untuk menghubungi Robby, tapi panggilan itu tidak pernah masuk.
"Gw coba imessage dulu"
Aku sempat bertanya kepada Dika kenapa rumah ini sangat sepi, kemudian Dika memberi tahukan aku bahkan ibu Robby telah meninggal dan ayahnya mendapatkan pekerjaan di Jerman. Aku sangat terkejut mendengar jika ibu Robby meninggal. Tidak hanya itu, Dika terus menceritakan beberapa hal yang sudah Robby alami selama ini, mulai ibunya hingga sakitnya. Satu-satunya informanku di indonesia hanyalah Raya dan aku tidak tahu kenapa dia tidak memberi tahukan hal itu kepadaku. Sekarang aku merasa seperti seorang bajingan.
Sampai akhirnya Dika mendapatkan balasan pesan dari Robby yang menyatakan jika dia sekarang sedang berada di Singapore bersama kak Monic. Aku menyuru Dika agar tetap merahasiakan jika aku sudah mengejarnya ke Indonesia. Aku meminta agar Dika bersedia mengantarkan aku ke bandara karena aku ingin cepat-cepat bertemu Robby, tapi Dika menolak. Dika ingin aku untuk beristirahan dan menghilangkan rasa cemasku. Dia berjanji akan mengantarkanku besok pagi.
***
Semalaman aku nyaris tidak bisa tidur. Bayangan-bayangan kesedihan Robby selalu mengitari isi kepalaku. Pagi ini aku dengan cepat bersiap untuk mengejar penerbangan pagi ke singapore. Dika menawarkan dirinya untuk menemaniku sambil menunggu jadwal penerbangan, aku menolak tapi dia tetap memaksa. Dia terus bercerita semua tentang Robby, semua yang Dika tahu tentang Robby. Aku sempat bertanya kepada Dika tentang Tiwi, tentang hubungan mereka.
"Ha? pacaran? engga lah. Dia ngasi tahu gw kalau mereka itu ga pernah pacaran, mereka 'kan udah sahabatan dari kecil. Sekarang aja Tiwi udah ada pacar, ga mungkin Robby pacaran sama Tiwi, ada-ada aja lo" Ujar Dika
Kami terus bercerita hingga akhirnya keberangkatanku tiba.
Sepanjang perjalanan yang lumayan singkat, aku menghabiskan waktu dengan berpikir betapa idiotnya aku. Ternyata selama ini aku salah menilai Robby. Andai waktu itu aku tidak terlalu cemburuan, pasti semua ini tidak akan terjadi begitu cepat. Aku bahkan tidak bisa mengucapkan rasa turut berduka cita atas meninggalnya ibu Robby. Dan dengan singkatnya aku berhasil sampai di singapore. Dengan tergesa-gesa aku mencoba untuk mencari taksi dan memberikan alamat apartement milik kak Monic karena di situlah Robby berada.
Robby's POV
Aku sudah menceritakan semuanya kepada kak Monic. Dia mencoba menanggapi semuanya secara positif. Dia yakin apa yang sudah aku lakukan itu benar, hanya saja mungkin takdir berkata lain. Siang ini kak Monic menyempatkan mengambil sedikit dari waktu kerjanya untuk menemaniku makan di luar. Kak Monic meminta aku untuk melupakan semua masa lalu dan coba berpikir tentang masa depan. Aku berjanji kepada kak Monic akan mencoba mencari kerja dalam waktu dekat dan aku akan mencoba untuk mengkesampingkan semua masalah percintaan dan lebih fokus pada karir.
Setelah selesai makan, kak Monic langsung kembali ke kantornya sementara aku harus berjalan kaki sendirian ke apartement.
"Fanny?" Ucapku pelan, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Fanny tengah berdiri di depanku
"Rob..." Dia berlari memelukku, tangisnya tidak lagi terbendung
"Lo kok disini?"
Fanny tidak membalas, dia masih tidak mau melepaskan pelukannya.
Aku juga tidak tega dengan mengabaikan pelukannya. Perlahan aku mulai memeluknya dengan erat "Keluarin semuanya, jangan perduliin orang, keluarin semuanya, Fan" Suaraku pelan berbisik di telinganya sambil memeluknya dengan erat
Butuh waktu lama untuk Fanny melepaskan pelukannya. Tangan kecilnya pelahan masuk ke dalam saku celana jeansnya dan menggapai sebuah amplop yang sangat aku kenal "Gw gak bakal sobek ini amplop" tangannya memberikan amplop kecil itu kepadaku "Gw mau jadi pacar lo, gw mau... Robby" Dia kembali memelukku seolah tak ingin aku pergi "Please jangan lepasin gw, gw bisa jelasin semuanya. Please jangan marah sama gw"
"Eng..enggak, gw gak marah" Ucapku "Lalu bagaimana dengan cowo yang pernah ada di laptop lo? yang pernah foto bareng keluarga lo dan kemudian hilang di foto terakhir?"
"Itu masa lalu gw, semua perjalanan gw di masa lalu gak sebanding sama lo, lo lebih berharga"
Siang itu adalah siang dimana Fanny menceritakan semuanya, membuat aku bisa mengerti. Cinta itu memang aneh, aku tidak mengerti kenapa cinta bisa membuat aku begini. Detik itu aku mencoba untuk memaafkan Fanny dan menerima dia apa adanya. Aku juga memperkenalkan dia kepada kak Monic secara langsung.
THE END
-------------------------------------
Kepo Time-
Sekarang Robby sedang melanjutkan karirnya ke jenjang yang lebih tinggi dan bekerja di Finland. Dika mendapatkan kepercayaan dari Robby untuk mengurus rumah Robby. Dika juga sudah lulus dari masa perkuliahan dan sudah mendapatkan pekerjaan kantoran bersama Han berkat bantuan ayah Robby. Ayah robby sudah tutup usia pada tahun 2015 karena serangan jantung. Setelah menikah dengan Fanny, Robby membangun sebuah rumah baru di Tanggerang. Raya terkadang sering berkunjung atau menginap di rumah Fanny atas permintaan Fanny sendiri. Tiwi sudah menikah dengan Maman pada tahun yang sama dengan pernikahan Robby dan Fanny. Adik kandung Fanny seringkali berkunjung ke indonesia setelah lulus dari sekolah. Violet mengaku lebih menyukai lelaki indonesia dibanding bule. Dia juga mengaku lebih mudah mendapatkan pria indonesia dan dia sangat suka digoda oleh pria Indonesia.
-------------------------------------
< TO THE PREVIOUS PAGE
Diubah oleh monica.ocha 03-03-2016 19:22
g.gowang. dan 5 lainnya memberi reputasi
6