PART 56
Gue semakin kepikiran Damar, gue kangen Damar, LDR sucks. Gue paling gabisa dan paling benci sama LDR (Long Distance Relationship yaa bukan lu doang relationship
) kangen pelukannya, kangen teh manis hangat buatannya, kangen suaranya. Gue segera menelfon Damar dan.. nggak diangkat.. nomernya sibuk. Yaa sudah lah, gue nggak mau ganggu kerjaan Damar.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- SKIP
Gue agak lupa ini beberapa waktu kemudian ya, beberapa minggu apa sampe sebulan lebih pokoknya tiba-tiba ada sms masuk..
Quote:
From : Damar
“Ra, maaf ya aku nggak ngabarin kamu, aku sekarang lagi di luar pulau, dapet proyekan tambahan, disini susah sinyal. Kamu baik-baik ya disana, maaf aku ninggalin kamu. Kalo misalkan disana ada yang ngambil hati kamu dan bisa nemenin kamu terus, aku nggak apa-apa kok”
Deg! Gue lemes selemes-lemesnya
Ini apa, ini kenapa, tiba-tiba gini
Gue langsung nelfon Damar, tapi nggak aktif, berkali-kali gue coba, pas gue bales smsnya untuk angkat telfon gue pun sms nya pending
Dan akhirnya kira-kira selama sebulan gue lost contact sama Damar
Sejujurnya gue mulai bosan ada disini, nggak ngerjain apa-apa, nggak ketemu siapa-siapa, gue kangen Irfan sama Fira, sahabat-sahabat setia gue. Dan tentunya baby blue skuter matik gue yang ditinggal di kosan
Rasanya gue pengen segera kembali ke kota perantauan. Proyek dosen yang gue tinggal diambil alih oleh Fira. Untungnya dosen fakultas gue ngerti sama kondisi gue dan meminta gue kembali kontribusi jika gue sudah pulih.
Di tengah kebosanan gue, Aji mengisi kekosongan itu dengan selalu ngobrol di chat bersama gue, ya sebenernya obrolan kami obrolan nggak jelas ngalor ngidul kesana kemari. Aji ini kerja di salah satu perusahaan di kota besar namun saat ini dia sedang bertugas di kota asal kami.
Hingga suatu hari kami berdua mengagendakan untuk bertemu. Kami makan di salah satu restoran jepang sambil membicarakan banyak hal. Aji ini pengetahuannya sangat luas, suka bercanda, rasa ingin tahu nya juga besar, kami banyak bertukar cerita dan pengalaman. Aji tau kalo gue sedang dalam masa penyembuhan. Aji mengantar gue pulang ke rumah dan saat itu sedang ada Papa di rumah. Aji berkenalan dengan Papa dan Mama, Aji banyak ngobrol dengan Papa dan mereka berdua terlihat sangat senang.
Gue bersyukur selalu dikelilingi oleh orang-orang yang baik, baik dalam artian bisa menemani gue dan menghilangkan kebosanan gue. Meski ada Aji teman baru gue disini, gue tetap merindukan sosok Damar.
Semakin hari Aji semakin dekat dengan gue, mulai dari chat nya yang sangat intens, dan sudah beberapa kali dia mengajak gue hangout. Sampai akhirnya gue mendengar obrolan Aji dengan Papa di telfon kalau Aji berniat serius dengan gue. Gue kaget, secepat ini.. Tapi ada yang aneh, Papa baru kenal sama Aji masa iya secepet itu ngeiyain omongan Aji. Gue rasa ada yang harus gue selidiki.
Gue masih ingat waktu itu gue nggak sengaja nguping omongan Papa dan Aji di telfon. Papa ini kalo telfonan volume speakernya poll bangeeet, nggak di loudspeaker aja gue bisa denger
Quote:
Papa : “Ji, Om paling nggak suka dan paling nggak bisa liat anak perempuan om satu-satunya itu nangis. Dia nggak cengeng sih, tapi hatinya lembut sekali”
Aji : “Harta paling berharga ya om ? Hehehe lagian nanti takut cantiknya Aira luntur ya om”
Papa : “Hahaha bisa aja kamu. Ya om ngerasa nggak banyak ngebahagiain dia, tapi om benci sampe ada laki-laki yang bikin Aira nangis, pengen om hajar rasanya”
Aji : “Emang ada om yang begitu ke Aira ?”
Papa : “Om memang nggak tau yang mana orangnya, tapi kakak-kakaknya Aira pernah cerita, dulu agak banyak”
Aji : “In shaa Allah Aji nggak akan pernah bikin Aira nangis om”
Papa : “Atas dasar apa ?”
Aji : “Karena Aji mau serius sama Aira, om.. boleh ya om ?”
Damar yang tidak ada kabar, dan Aji yang perlahan mulai mengisi kekosongan hati gue dan niatnya untuk serius dengan gue mulai membuat gue bimbang. Gue merasa kehadiran Aji menghapus adanya Damar yang tadinya mengisi ruang kosong di hati gue.