- Beranda
- Stories from the Heart
[Completed] Hey Fanny
...
TS
monica.ocha
[Completed] Hey Fanny
Quote:
![[Completed] Hey Fanny](https://s.kaskus.id/images/2016/03/05/8417038_20160305062914.jpg)
Quote:
![[Completed] Hey Fanny](https://s.kaskus.id/images/2016/01/25/8417038_20160125102311.png)
Mohon kebijakannya karena cerita ini mengandung bahasa dan adegan yang tidak patut ditiru.
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh monica.ocha 05-03-2016 06:30
efti108 dan 25 lainnya memberi reputasi
22
172.3K
520
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
monica.ocha
#418
PAGE 30
Sore itu badanku terasa sedikit aneh dari biasanya. Aku ingin saja menolak ajakan Tiwi untuk jogging sore di sekitaran kompleks, tapi dia sudah terlalu bersemangat dan aku juga sudah berjanji untuk menemaninya berlari bersama. Sudah ku katakan berulang-ulang jika badannya sudah sempurna dan sesuai, tapi dia tetap tidak mempercayai setiap perkataan yang keluar dari mulutku.
Tiwi yang masih mengikat tali sepatunya tidak mau tertinggal di belakangl. Bergegas dia mengikat tapi sepatu dan berlari mengejar aku yang sudah lari duluan. Beberapa tegukan masuk ke dalam kerongkonganku saat melihat tubuh mungil Tiwi yang bergoyang seirama dengan kecepatan larinya. Pasti berat rasanya menjadi seorang wanita yang selalu ingin menjaga penampilan. Mereka harus melakukan hal-hal berbau olahraga agar dapat membuat tubuhnya terlihat sempurnya di mata lelaku. Itu tidak salah, lelaku memang umumnya lebih suka dengan wanita yang mempunya tubuh yang proposional, begitupun aku. Memang terkadang luaran tidak bisa memberi bukti. Masih banyak orang disana dengan tubuh yang sehat dan sempurna tapi sering membuat hati pria terluka. Dan entah bagaimana Tiwi masih belum mempunyai seorang kekasih saat ini. Aku yang sahabatnya saja terkadang berpikir untuk memilikinya.
Tiwi hanya tersenyum ketika lelaki-lelaki yang melintas memberinya pandangan lebih. Jika tidak ada aku di sebelah Tiwi, mungkin saja dia sudah di rayu habis-habisan oleh mereka, dan mungkin ini adalah alasan kenapa Tiwi mengajakku untuk menemaninya. Aku kadang masih tidak percaya dengan perubahan Tiwi selama ini. Sekarang dia sungguh luar biasa berubah.
Setelah selesai berkeliling kompleks, aku merasakan hal yang sangat teramat aneh pada tubuhku, rasanya aku seperti ingin demam. Tak lama Twi datang, ternyata dia tertinggal sangat jauh. Tiwi lekas duduk di bawah lantai sambil merenggangkan badannya.
"Lang, badan gw kok kerasa aneh ya?" Tanganku sibuk mengelus pelan leher bagian belakang
"ya-iyalah, lo gak pernah olahraga 'kan?" Balas tiwi dengan suara yang masih terbata-bata
"Bukan... rasanya beda, badan gw serasa dingin gini?"
Tiwi panik, dia berdiri dan menempelkan tangannya di keningku "Dingin apaan! badan lo panas, Rob"
"Gw mau demam kali ya?" Aku bertanya seolah tidak yakin
"Lo kok gak bilang sih kalau lo sakit? aduhh... Robby" Kedua tangannya menutupi wajahnya dan tertunduk. Merasa semua ini adalah kesalahannya
"Gw mandi dulu deh, mau istirahat" Ujarku sambil berdiri
"Tapi 'kan lo sakit!"
"Pake air anget"
***
Aku tidak yakin jika ini adalah demam. Demam yang pernah aku rasakan adalah demam dimana aku selalu menyelimuti seluruh tubuhku dengan selimut tebal dan akhirnya akan mengeluarkan keringat yang banyak, tapi tidak kali ini. Aku sudah menyelimuti seluruh badanku dan tidak ada sedikitpun rasa hangat yang aku rasakan, semuanya terasa dingin.
Kudengar suara pintu terbuka pelan. Tubuhku masih terbelit di dalam selimut.
"Ini kenapa lagi di tutupin selimut" Ucap Tiwi lalu menarik selimut dari bagian kepalaku "Nih buburnya sama teh angetnya, abisin ya.. gw udah capek-capek bikinin"
Aku segera bangkit dari tidurku lalu menyandarkan badanku. Tiwi dengan segala rasa cemasnya kembali menyentuh keningku bagaikan seorang Ibu
"Rob, ini badan lo panas banget" Ekspresi wajah Tiwi menjadi cemas
"Engga, cuma demam biasa kok" Perlahan kusedu teh hangat buatan Tiwi
"Enggak, ini bukan demam biasa. Pokoknya habis ini kita ke rumah sakit" Tegas Tiwi tanpa ragu
"Ini cuman de..."
Tiwi memotong pembicaraanku "Engga ada, pokoknya harus, titik."
Aku tidak bisa melawan apa yang Tiwi katakan. Perkataannya ada benarnya. Aku juga merasakan kalau ini bukan demam seperti biasanya. Tiwi dengan manisnya duduk di sebelah kasur dengan kursi yang tadinya diambil dari meja belajarku. Dia tak berhenti menatapku.
"Udah deh, kenyang" Keluhku seperti anah kecil sambil memberi Tiwi mangkok berisi bubur yang masih banyak
Tiwi hanya melototkan matanya, dia tidak berkata sepatah katapun. Dia bahkan terlihat seperti Ibu, sangat tegas atas keputusan.
Suara pagar depan rumah berbunyi, aku yakin itu pasti Dika. Tiwi bergegas melihat ke jendela "Dika" Singkat katanya
***
"Gw telfonin kak Monic sama bokap lo, ya?" Ujar pelan tiwi yang sedang duduk di sebelah kasur dengan kepalanya yang terbaring di atas kasur, tangannya sibuk mengelus tangan sebelah kiri dimana infus itu tertusuk.
"Gak.. gak usah. Jangan bikin dia tambah pusing" Hanya senyuman yang bisa aku beri ke Tiwi
Tiwi membalas senyumku dengan sangat indah. Perlahan setitik air mata mulai turun dari sudut matanya menuju sudut bibirnya
"Loh kenapa nangis?" Pelan ku usap air matanya
Tiwi menegakkan kepalanya, melepaskan genggaman tangannya dari tanganku. Lalu dia mulai membersihkan air mata itu dengan telapakn tangannya "Enggak... seharusnya gw gak ngajakin lo jogging tadi ya?" Ucapan itu terdengar seperti penyesalan, tapi Tiwi berkata dengan senyuman tipis
"Apaan sih. Udah deh lo ga usah pikir aneh-aneh, doa'in aja gw cepet sembuh dari DBD ini dan kita bisa jogging bareng lagi"
Tiwi tertawa pelan sambil mengigit bibir bawahnya.
Aku juga tidak tahu bagaimana DBD bisa menyerangku. Penyakit memang tidak memandang waktu dan situasi, mereka bisa datang kapan saja tanpa kita sadari. Mau tidak mau aku harus melakukan perawatan di rumah sakit sampai aku mulai membaik. Aku melarang Tiwi untuk menemaniku di rumah sakit, tapi dia tetap memaksa dan memarahi aku karena menyurunya pulang dengan DIka. Dika tadi juga ingin menjadi sukarelawan, hanya saja Tiwi menyurunya agar pulang dan menjaga rumah karena tidak ada seorangpun disana. Rencananya pagi besok Tiwi akan pulang setelah Dika datang.
Aku menggapai tangan tiwi yang sedang tergeletak di sebelahku "Makasih ya udah mau repot-repot"
"Lo kayak sama orang lain aja" ucapnya sambil tersenyum
***
Tak lama setelah beberapa perawat masuk untuk mengecek keadaanku pagi ini, Dika datang. Dika datang dengan pakaian yang masih acak-acakan yang bisa aku simpulkan kalau dia belum mandi.
"Rob, gw pulang dulu ya" Pamit tiwi yang telah berada bersamaku semalaman di rumah sakit
"Iya, hati-hati ya"
Tiwi mengangguk
"Nih" Dika memberikan kunci mobilku kepada Tiwi "Ntar kemari isi bensin ya, gw lupa isinya tadi" tegas Dika dengan tersenyum aneh
"Ntar uangnya ambil di dompet gw aja. Dompot gw ada di deket TV" Ujarku kepada Tiwi yang hendak keluar dari ruangan
"Engga usah, cuma bensin doang" Balasnya dengan ganggang pintu yang sudah melekat di telapak tangannya
"Yaudah deh serah lo, jangan lupa bawain dompet sama laptop gw ya" Teriakku tidak terlalu kuat, takut Tiwi tidak mendengar dengan posisi pintu yang sudah hampir tertutup
"Iyah" Suara itu menggema di koridor
< TO THE PREVIOUS PAGE

Diubah oleh monica.ocha 26-02-2016 03:57
g.gowang. dan 2 lainnya memberi reputasi
3