Kaskus

Story

monica.ochaAvatar border
TS
monica.ocha
[Completed] Hey Fanny
Quote:


[Completed] Hey Fanny


Quote:



[Completed] Hey Fanny

Mohon kebijakannya karena cerita ini mengandung bahasa dan adegan yang tidak patut ditiru.




Quote:


Quote:


Quote:

Diubah oleh monica.ocha 05-03-2016 06:30
kekesedAvatar border
g.gowang.Avatar border
efti108Avatar border
efti108 dan 25 lainnya memberi reputasi
22
172.3K
520
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
monica.ochaAvatar border
TS
monica.ocha
#402

PAGE 28




“Rob, lo udah makan?” Kucoba memandangi wajah Robby yang tertunduk

“Gw bahkan belum bisa bahagiain ibu gw” Terdengar isak tangis, tapi air mata Robby sama sekali tidak keluar “Dia pernah bilang kalau dia mau liat gw nikah, punya anak, dapet kerja......” Isak tangisnya semakin kuat

Aku menelan air ludah, tidak tahu apa yang harus aku katakan. Aku tahu kalau ini pasti berat, sangat berat. Robby dengan tiba-tiba menjatuhkan kepalanya di pangkuanku “Rob, mau aku ambilin makan?” Dengan pelan ku helus rambut Robby yang dengan panjang menutupi sebagian matanya

“Engga, aku mau tidur” Matanya terpejam, suaranya begitu pelan


Aku merasa kasihan dengan Robby. Melihatnya seperti ini seperti siksaan bagiku. Dulu Robby selalu bisa membuat aku tersenyum disaat aku kesakitan. Dia selalu terlihat ceria pada semua orang, bahkan teman-temannya. Jika teman-temannya berkunjung, Robby selalu memasang muka yang ceria, berusaha membuat mereka percaya jika dia akan baik-baik saja setelah kematian ibunya. Tapi tidak, dia tidak seperti kelihatannya. Di luar mungkin dia tampak biasa dengan semua candaannya, tapi di dalam.... dia tersiksa.


Kupandangi jam yang terus berdetik di dinding. Aku tidak sadar sama sekali kalau aku sudah tertidur selama satu jam dengan Robby yang masih ada di pangkuanku. Kaki ini terasa mati rasa dan kaku. Dengan pelan aku mencoba untuk mengubah posisi tanpa membangunkan Robby. Tapi aku gagal, Robby justru terbangun. Matanya terbuka pelan menatapku. Tatapan itu tenang dan dingin, aku tidak tahu harus berkata apa.

“Hai...” Suara Robby masih agak sedikit serak. Dia tersenyum, senyuman ini jelas senyuman jujur

“Hai” Kudalami pandanganku sambil mengelus pelan rambutnya yang berantakan

“Sorry ya, pasti pegel ya?” Robby lekas bangkit dan menyapu pelan wajahnya “Ahhh.... gw pusing bgt” Lanjutnya sambil menyapu wajahnya

“Lo belum makan lho, Rob! Ayo kebawah, makan..”

“Lang, pergi yok, kemana gitu. Otak gw keram” Ucap Robby dengan canda


Aku terdiam. Sudah lama aku tidak pernah di panggil dengan sebutan Lang oleh Robby dan ini pertama kalinya sejak kami pertama bertemu di Jakarta. Dulu Robby selalu memanggilku dengan sebutan Kutilangdarakarena tubuhku yang..... you know “Gw gak kurus lagi ya” Balasku sambil tersenyum “emang mau kemana?” Sambungku

“Kemana aja gitu, terserah lo”

***

Setelah sampai di Parkiran Mall, Robby lekas memakai kaca mata hitam yang sengaja di bawanya. Bukan untuk bergaya atau menarik hati wanita. Kaca mata itu sengaja dibawanya untuk menutupi matanya yang berwarna kemerahan karena pengaruh alkohol yang diminumnya.

Robby yang sudah kelaparan mengajakku untuk makan di KFC. Aku yang sedang menjaga berat badan hanya dapat meminum soda ringan. Robby selalu menggodaku dengan ayam yang sedang di lahapnya. Berkali-kali aku meneguk air ludah sendiri karena jujur hal itu sungguh membuat aku tergoda.

“Nyam..nyam... enak” Dia mengejekku sambil menyantap ayam

“Gw lagi jaga berat badan, lo mau gw gemuk?”

“Terus kenapa kalau lo gemuk? Gw harus bilang waw?”

“Lo mau kalau gw ga bisa dapet cowo? Mana ada cowo yang mau sama cewe gemuk kayak gw”

“Gw mau”


Aku terdiam tersipu malu. Aku tahu jelas apa yang barusan di katakan Robby hanyalah gombalan semata dan tidak ada unsur serius di dalamnya. Tapi entah kenapa perkataan itu sungguh membuat hatiku berbunga.

“Diem!”Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, aku sungguh tersipu malu. aku mulai memainkan Hpku yang dari tadi tersimpan di dalam saku celana

***


Hari sudah semakin gelap, jam yang terbelit di tanganku sudah menunjukkan angka delapan. Robby masih enggan untuk pulang kerumah. Seharian ini kami sibuk menghabiskan waktu dengan berkeliling kota Jakarta, tidak ada tujuan dan maksud, hanya berkeliling menghabiskan bensin mobil.

“Makan bakso, lang?” tanya Robby tanpa menatapku, pandangannya fokus pada jalanan yang ramai

“Boleh deh, gw juga laper” Aku menjawab sambil melihat beberapa pemberitahuan dari Hpku

“Tapi katanya gak mau gemuk, tapi makan bakso yang bulet-bulet mau” ejek Robby sambil tersenyum kecil “Mau jadi bakso lo? Bulet-bulet” Robby tertawa pelan

Aku mencoba untuk menahan tawaan “Lo mau ngajak gw makan ato mau ngajak ribut sih, Rob? Yaudah deh gw gak mau makan”

“Eh.. ya-ya, gw bercanda kok. Lo ga apa-apa deh bulet-bulet ‘kan nanti lo unyu-unyu kayak bakpaw” Ceplos Robby dengan tawanya

“Makannya jangan minum-minum lagi, stress ‘kan lo!”


Aku senang mendengar Robby sudah bisa bercanda seperti biasanya. Melihat dia tersenyum adalah hal tersendiri bagiku. Akhirnya untuk sesaat dia bisa melupakan apa yang sudah terjadi dan fokus menjadi dirinya yang ceplas-ceplos.

Disaat kami sampai di warung bakso langganan Robby, bisa dipastikan sudah tidak ada lagi meja yang kosong untuk menampung kami berdua. Ekspresi Robby menjadi agak sedikit kecewa karena apa yang diharapkannya ternyata tidak bisa terpenuhi. Dengan segala kesal, Robby memesan lima-bungkus-bakso untuk orang-orang di rumah.

Sementara mereka menyiapkan pesanan, aku duduk di dalam mobil. Aku tadinya ingin menemani Robby menunggu pesanan, tapi Robby menyuruku untuk menunggu di dalam mobil karena dia takut aku lelah berdiri. Bisa aku lihat dari dalam mobil Robby berbicara dengan pemilik warung bakso, penuh canda tawa disana. Entahlah, melihat dia berbicara dan tertawa membuat aku senang. Memang kami dulu hanya sebatas teman yang belum mengenal apa itu cinta. Tapi semakin panjangnya usia, aku mulai merasa sedikit tertarik dengan Robby.

Kulihat dari jendela depan Robby sudah mendapatkan pesannanya yang sudah dimasukkan ke dalam plastik hitam besar. Dia tersenyum ke arah kaca mobil sambil mengangkat plastik hitam besar berisi lima-bakso.

"Untung gw belinya lima 'kan" Ucap Robby disaat melihat motor milik Han terparkir di dekat garasi

Mendengar suara mobil, Dika dan Han lekas keluar dari dalam rumah dan menyambut kami. Aku tahu jelas kalau mereka sedikit-banyak pasti khawatir dengan Robby yang baru pulang.

"Wih bawa apaan tuh?" Ucap Dika saat melihat Robby membawa sebungkus plastik hitam besar

"Bakso. Untung gw beli lima 'kan, udah firasat sih elo bakalan kesini" ujar Robby sambil melihat Han

"Wihhh, kebetulan bgt gw laper" Balas Han sambil mengintip isi plastik hitam tersebut, seolah tidak percaya yang di katakan Robby


Sekali lagi, melihat Robby, Dika dan Han berbaur seperti itu membuat aku senang. Aku merasa mereka secara tidak langsung adalah penyemangat Robby yang sedang jatuh. Bisa kurasakan aura mereka yang terus memberikan dukungan, meski tidak tampak, tapi bisa dengan jelas aku rasakan. Aku termenung dengan senyuman kecil yang masih menempel di bibirku, aku masih belum beranjak dan masih bersandar di pintu mobil.

"Woi Kutilang, lo ngapain bengong? ayo makan" Teriak Robby pelan

"Eh iya-iya.." Aku lekas berlari kecil mengejarnya yang sudah berada di depan pintu rumah

"Ngapain lo bengong? kayak orang gila"

"Bodo!"



Kali ini Robby tidak mengijinkan Bibik untuk mengambil piring dan alat-alat lainnya. Robby memaksa keras agar bibir duduk-manis di meja makan sementara para lelaki lah yang akan mengurus semuanya. Well, sebenarnya lebih ke Dika dan Han yang mengurus, Robby sibuk menyuru mereka agar tidak makan enaknya saja.

Sungguh malam itu adalah malam yang indah bagi kami. Memang hal itu terbilang kecil, tapi suasana dan canda tawanya masih terasa sampai sekarang. Aku yakin jika Han dan Dika pasti merasakan hal yang sama seperti apa yang aku rasakan. Memang Robby memiliki semuanya dan apa yang di inginkannya, tapi tanpa teman-teman bodohnya ini, aku yakin dia akan merasa kesepian. Satu persatu orang terdekatnya mulai hilang perlahan dari sampingnya. Mulai dari kak Monic, Ibu dan Ayahnya. Paling tidak untuk hari ini Robby bisa kembali menjadi Robby yang dulu meski masih banyak rasa sakit yang di simpannya dan aku yakin rasa sakit itu akan kembali disaat Robby sendirian nantinya.



< TO THE PREVIOUS PAGE

kaskus-image
Diubah oleh monica.ocha 23-02-2016 16:39
mmuji1575
tantinial26
g.gowang.
g.gowang. dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.