- Beranda
- Stories from the Heart
Sometimes Love Just Ain't Enough
...
TS
jayanagari
Sometimes Love Just Ain't Enough
Halo, gue kembali lagi di Forum Stories From The Heart di Kaskus ini 
Semoga masih ada yang inget sama gue ya
Kali ini gue kembali lagi dengan sebuah cerita yang bukan gue sendiri yang mengalami, melainkan sahabat gue.
Semoga cerita gue ini bisa berkenan di hati para pembaca sekalian

Semoga masih ada yang inget sama gue ya

Kali ini gue kembali lagi dengan sebuah cerita yang bukan gue sendiri yang mengalami, melainkan sahabat gue.
Semoga cerita gue ini bisa berkenan di hati para pembaca sekalian


*note : cerita ini sudah seizin yang bersangkutan.
Quote:
Quote:
Diubah oleh jayanagari 24-04-2016 00:40
Dhekazama dan 8 lainnya memberi reputasi
9
421.1K
1.5K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jayanagari
#1074
PART 43
Tangisannya yang diluar dugaan gue itu tentu saja mengagetkan gue. Untuk beberapa saat gue bingung harus berbuat apa. Dengan ragu-ragu gue memeluknya, meskipun gak begitu erat. Gue menepuk-nepuk punggungnya, berharap dia bisa sedikit lebih tenang setelahnya. Tapi Fira tetap menangis. Akhirnya gue memutuskan membiarkannya melepaskan segala kesedihan yang dipikulnya selama ini, meskipun gue gak tau apa bebannya itu. Perasaan gue campur aduk.
Setelah beberapa saat, tangisannya mereda, dan dia menarik diri dari pelukan gue. Dia kemudian menutupi wajahnya dengan kedua tangan, sambil berpangku diatas lututnya. Secara refleks gue mengelus-elus punggungnya, berusaha menenangkan, meskipun gue sama sekali gak tau apa yang menjadi penyebab kesedihannya itu. Gue menunggunya beberapa waktu, dan akhirnya dia membuka kembali tangan yang menutupi wajahnya dan menyibakkan rambutnya keatas. Wajahnya memerah, dan matanya sembab.
“sorry….” ucapnya perlahan pada akhirnya.
Gue memandanginya dengan iba, dan menggelengkan kepala perlahan. “gakpapa kok, ada yang bisa gue bantu?”
Fira mendongak, pandangannya menerawang dan menghela napas panjang. Sepertinya dia sedang berusaha untuk kembali lagi seperti semula.
“lo gakpapa?” gue memandanginya lekat-lekat.
Fira menoleh ke gue dengan senyum sedih, dan dipaksakan.
“iya gue gakpapa kok….” dia mengusap pipinya yang basah, “….gue cuma sedih aja…”
“sedih kenapa, kalo gue boleh tau?” tanya gue hati-hati.
Fira terlihat menunda jawabannya.
“kalo lo keberatan untuk cerita, gakpapa kok…” gue cepat-cepat meralat.
Fira tersenyum, kemudian dia mulai bercerita.
Penyebab kesedihan Fira itu adalah karena ketidakharmonisan antara dia dan orang tuanya. Sifatnya yang keras kepala itu selalu jadi penyebab friksi diantara dia dan orang tuanya. Berkali-kali dia berusaha untuk menahan diri, semakin besar pula efeknya ketika dia gagal menahan diri. Dari ceritanya, gue menangkap Fira adalah sesosok cewek yang sangat impulsif dan reaktif. Ada kalanya dia sangat tenang dalam menghadapi sesuatu, tapi sekalinya dia tersulut, susah untuk mengontrol emosinya.
“gue cewek gila yah?” tanyanya sambil tersenyum dan menyilangkan tangannya di lutut.
gue cuma bisa tersenyum mendengar pertanyaan itu.
“apa lo gak kangen rumah?” sahut gue.
Fira menyandarkan tubuhnya ke belakang, dan menoleh ke gue sambil tersenyum lembut. “sebagai seorang anak yang punya orang tua dan punya rumah sih pasti gue ngerasa kangen rumah dan orang tua gue. tapi gue takut ketika gue berkumpul lagi, gue bakal menyakiti mereka, seperti yang gue lakukan dulu….”
“apa yang orang tua lo pernah katakan tentang ini?”
“katanya,” dia tersenyum pahit, “gue anak yang gak tau diuntung…”
“…..”
“Dulu waktu masih SMA, gue beberapa kali kabur dari rumah, pernah sampe hampir seminggu gue gak pulang….” Fira memainkan jemarinya seiring dengan terungkapnya memori.
“…..”
“pernah juga gue kabur ke Bandung, meskipun cuma bentar…” dia menoleh ke gue sambil tersenyum.
“kenapa lo ngelakuin itu?” gue penasaran.
Fira menghela napas panjang. “gue sendiri lupa kenapa gue ngelakuin itu, tapi kalo sekarang lo bertanya kenapa, gue bakal ngejawab, mungkin itu yang sebaiknya gue lakuin daripada gue harus menyakiti orang tua gue lebih jauh.”
“….gue boleh nanya satu hal?” gue menoleh.
“boleh…”
“ketika dulu lo kabur dari rumah, trus lo balik lagi, apa yang lo liat dari orang tua lo?”
Fira memandangi gue beberapa saat, dan kemudian berpikir sambil menarik-narik bibirnya sendiri. Buat gue, pertanyaan ini penting. Karena jawaban gue selanjutnya bergantung dari jawaban Fira atas pertanyaan ini.
Fira menggeleng, “entahlah. gue cuma melihat fisik orang tua gue, tapi sepertinya dulu gue gagal untuk ngeliat apa yang mereka berdua pikirkan tentang gue, kalo itu maksud dari pertanyaan lo.” dia kemudian mengusap-usap dan merapikan rambutnya.
“lo pernah ngeliat nyokap lo waktu sholat atau berdoa?”
“pernah….”
“apa yang lo liat?”
“nyokap….”, Fira tampak tercekat, “….nangis…”
Gue tersenyum tipis dan menghela napas. Gue teringat akan bokap gue sendiri, dan gue teringat Sherly. Betapa dua orang cewek yang dekat di hati gue, memiliki cerita yang beragam tentang satu hal : orang tua. Gue, yang bertahun-tahun ditinggal bokap, Fira, yang memiliki orang tua lengkap tapi gak akur dengan mereka, dan Sherly, yang bahkan nyaris gak mengenal kedua orang tuanya.
“itulah yang gue maksud. Dibalik semua konflik diantara lo dan orang tua lo, mereka berdua tetep orang tua lo yang selalu menyebutnya nama lo di dalam doanya. Mereka berdua tetep orang tua lo, tempat darimana lo berasal. Sekeras apapun lo ke mereka, sekeras apapun mereka ke lo, lo adalah dan tetap anak orang tua lo.”
“……”
“bersyukurlah karena lo masih memiliki orang tua yang lengkap. Gue gak tau sesulit apa lo harus beradaptasi dengan kondisi, tapi lo harus tetap bersyukur. Ketika lo tanya kenapa, lo bisa liat gue.”
“liat lo?”
“bokap gue udah meninggal bertahun-tahun yang lalu. Sekarang tinggal nyokap gue berjuang, single parent, berdagang sana-sini demi sekolah gue dan adek gue. Lo tau apa yang gue pikirin waktu lo cerita tadi?”
“lo pasti mikir gue orang yang gak bersyukur kan?”
Gue tersenyum dan menggeleng. “bukan.”
“terus apa dong?”
“gue inget bokap gue…”
“…..”
“gue cowok, pasti sedikit banyak ada konflik antara anak cowok sama bokapnya. Gue gak terkecuali. Dulu sering gue ngebantah omongan bokap, dan bokap jadi jengkel….”
gue menarik napas panjang.
“tapi sekarang, setelah bokap pergi, gue menyadari bahwa udah terlambat buat gue meminta maaf ke beliau. Satu-satunya yang gue inginkan kalo gue bisa ketemu bokap lagi meskipun cuma sesaat adalah, gue pingin bersujud di kaki bokap dan memohon maaf buat segalanya yang pernah gue lakukan. Karena gue tau, segala jasa dan kasih sayang bokap ke gue sejak gue lahir sampe beliau menutup mata, gak akan tergantikan oleh apapun.”
Fira terdiam mendengarkan omongan gue, sementara gue melanjutkan sambil menyilangkan jemari gue satu sama lain.
“gue bisa sampe disini, duduk di sebelah lo, di kota ini, adalah karena bokap dan nyokap gue. Mungkin gue udah kehilangan kesempatan membahagiakan dan membanggakan bokap gue, tapi gue gak mau kehilangan kesempatan itu untuk nyokap dan adek gue.” ujar gue tersenyum.
Gue melihat Fira menunduk sambil memainkan jemarinya. Gue tahu dia merasa malu dan bersalah, tapi gue gak mau menyalahkannya. Dia punya alasan tersendiri di masa lalunya. Yang bisa gue lakukan sekarang hanyalah berbagi apa yang bisa gue bagi, dan berharap Fira bisa mengambil hikmah dari kisah hidup gue.
“sekarang, kalo gue boleh menyarankan ke lo, pulanglah ke orang tua lo. Bukan ke rumah lo, karena orang tua lo itulah rumah lo sebenernya. Kalo hati lo udah siap, minta maaflah ke orang tua lo. Gue yakin, sebesar apapun kesalahan lo ke mereka, orang tua lo pasti memaafkan kok. Minta maaflah ke orang tua lo dan ke Allah, karena seperti yang kita tahu sejak dulu dan sampe kapanpun, ridho orang tua adalah ridho Allah.”
“iya, gue bakal coba, Dhik….”
“bukan “bakal”, tapi harus lo coba. Jangan sampe lo menyesal seperti gue, karena sekalinya mereka pergi, mereka gak akan kembali.”
“iya, gue pasti minta maaf ke orang tua gue, Dhik…”
Gue tersenyum dan menepuk-nepuk lututnya pelan. “nah gitu dong. Gue jamin, hidup lo akan jauh lebih menyenangkan ketika lo selalu berusaha bersyukur atas apa yang lo punya.”
“gue kayak ngomong sama aki-aki.” Fira tersenyum dan memandangi gue lekat-lekat.
“maksudnya?”
“ya omongan lo berat banget kayak aki-aki yang banyak pengalaman…” dia tertawa.
“wah sialan gue dikatain aki-aki….” sahut gue keki.
Fira terkikih, sementara gue merubah posisi duduk gue karena pegal. Tanpa gue duga, Fira mendekatkan kepalanya ke gue, dan gue merasakan ada sesuatu yang hangat dan basah menyentuh pipi gue.
“terima kasih…” ujarnya sambil menarik diri.
Spoiler for cuplikan part 42:
Tangisannya yang diluar dugaan gue itu tentu saja mengagetkan gue. Untuk beberapa saat gue bingung harus berbuat apa. Dengan ragu-ragu gue memeluknya, meskipun gak begitu erat. Gue menepuk-nepuk punggungnya, berharap dia bisa sedikit lebih tenang setelahnya. Tapi Fira tetap menangis. Akhirnya gue memutuskan membiarkannya melepaskan segala kesedihan yang dipikulnya selama ini, meskipun gue gak tau apa bebannya itu. Perasaan gue campur aduk.
Setelah beberapa saat, tangisannya mereda, dan dia menarik diri dari pelukan gue. Dia kemudian menutupi wajahnya dengan kedua tangan, sambil berpangku diatas lututnya. Secara refleks gue mengelus-elus punggungnya, berusaha menenangkan, meskipun gue sama sekali gak tau apa yang menjadi penyebab kesedihannya itu. Gue menunggunya beberapa waktu, dan akhirnya dia membuka kembali tangan yang menutupi wajahnya dan menyibakkan rambutnya keatas. Wajahnya memerah, dan matanya sembab.
“sorry….” ucapnya perlahan pada akhirnya.
Gue memandanginya dengan iba, dan menggelengkan kepala perlahan. “gakpapa kok, ada yang bisa gue bantu?”
Fira mendongak, pandangannya menerawang dan menghela napas panjang. Sepertinya dia sedang berusaha untuk kembali lagi seperti semula.
“lo gakpapa?” gue memandanginya lekat-lekat.
Fira menoleh ke gue dengan senyum sedih, dan dipaksakan.
“iya gue gakpapa kok….” dia mengusap pipinya yang basah, “….gue cuma sedih aja…”
“sedih kenapa, kalo gue boleh tau?” tanya gue hati-hati.
Fira terlihat menunda jawabannya.
“kalo lo keberatan untuk cerita, gakpapa kok…” gue cepat-cepat meralat.
Fira tersenyum, kemudian dia mulai bercerita.
Penyebab kesedihan Fira itu adalah karena ketidakharmonisan antara dia dan orang tuanya. Sifatnya yang keras kepala itu selalu jadi penyebab friksi diantara dia dan orang tuanya. Berkali-kali dia berusaha untuk menahan diri, semakin besar pula efeknya ketika dia gagal menahan diri. Dari ceritanya, gue menangkap Fira adalah sesosok cewek yang sangat impulsif dan reaktif. Ada kalanya dia sangat tenang dalam menghadapi sesuatu, tapi sekalinya dia tersulut, susah untuk mengontrol emosinya.
“gue cewek gila yah?” tanyanya sambil tersenyum dan menyilangkan tangannya di lutut.
gue cuma bisa tersenyum mendengar pertanyaan itu.
“apa lo gak kangen rumah?” sahut gue.
Fira menyandarkan tubuhnya ke belakang, dan menoleh ke gue sambil tersenyum lembut. “sebagai seorang anak yang punya orang tua dan punya rumah sih pasti gue ngerasa kangen rumah dan orang tua gue. tapi gue takut ketika gue berkumpul lagi, gue bakal menyakiti mereka, seperti yang gue lakukan dulu….”
“apa yang orang tua lo pernah katakan tentang ini?”
“katanya,” dia tersenyum pahit, “gue anak yang gak tau diuntung…”
“…..”
“Dulu waktu masih SMA, gue beberapa kali kabur dari rumah, pernah sampe hampir seminggu gue gak pulang….” Fira memainkan jemarinya seiring dengan terungkapnya memori.
“…..”
“pernah juga gue kabur ke Bandung, meskipun cuma bentar…” dia menoleh ke gue sambil tersenyum.
“kenapa lo ngelakuin itu?” gue penasaran.
Fira menghela napas panjang. “gue sendiri lupa kenapa gue ngelakuin itu, tapi kalo sekarang lo bertanya kenapa, gue bakal ngejawab, mungkin itu yang sebaiknya gue lakuin daripada gue harus menyakiti orang tua gue lebih jauh.”
“….gue boleh nanya satu hal?” gue menoleh.
“boleh…”
“ketika dulu lo kabur dari rumah, trus lo balik lagi, apa yang lo liat dari orang tua lo?”
Fira memandangi gue beberapa saat, dan kemudian berpikir sambil menarik-narik bibirnya sendiri. Buat gue, pertanyaan ini penting. Karena jawaban gue selanjutnya bergantung dari jawaban Fira atas pertanyaan ini.
Fira menggeleng, “entahlah. gue cuma melihat fisik orang tua gue, tapi sepertinya dulu gue gagal untuk ngeliat apa yang mereka berdua pikirkan tentang gue, kalo itu maksud dari pertanyaan lo.” dia kemudian mengusap-usap dan merapikan rambutnya.
“lo pernah ngeliat nyokap lo waktu sholat atau berdoa?”
“pernah….”
“apa yang lo liat?”
“nyokap….”, Fira tampak tercekat, “….nangis…”
Gue tersenyum tipis dan menghela napas. Gue teringat akan bokap gue sendiri, dan gue teringat Sherly. Betapa dua orang cewek yang dekat di hati gue, memiliki cerita yang beragam tentang satu hal : orang tua. Gue, yang bertahun-tahun ditinggal bokap, Fira, yang memiliki orang tua lengkap tapi gak akur dengan mereka, dan Sherly, yang bahkan nyaris gak mengenal kedua orang tuanya.
“itulah yang gue maksud. Dibalik semua konflik diantara lo dan orang tua lo, mereka berdua tetep orang tua lo yang selalu menyebutnya nama lo di dalam doanya. Mereka berdua tetep orang tua lo, tempat darimana lo berasal. Sekeras apapun lo ke mereka, sekeras apapun mereka ke lo, lo adalah dan tetap anak orang tua lo.”
“……”
“bersyukurlah karena lo masih memiliki orang tua yang lengkap. Gue gak tau sesulit apa lo harus beradaptasi dengan kondisi, tapi lo harus tetap bersyukur. Ketika lo tanya kenapa, lo bisa liat gue.”
“liat lo?”
“bokap gue udah meninggal bertahun-tahun yang lalu. Sekarang tinggal nyokap gue berjuang, single parent, berdagang sana-sini demi sekolah gue dan adek gue. Lo tau apa yang gue pikirin waktu lo cerita tadi?”
“lo pasti mikir gue orang yang gak bersyukur kan?”
Gue tersenyum dan menggeleng. “bukan.”
“terus apa dong?”
“gue inget bokap gue…”
“…..”
“gue cowok, pasti sedikit banyak ada konflik antara anak cowok sama bokapnya. Gue gak terkecuali. Dulu sering gue ngebantah omongan bokap, dan bokap jadi jengkel….”
gue menarik napas panjang.
“tapi sekarang, setelah bokap pergi, gue menyadari bahwa udah terlambat buat gue meminta maaf ke beliau. Satu-satunya yang gue inginkan kalo gue bisa ketemu bokap lagi meskipun cuma sesaat adalah, gue pingin bersujud di kaki bokap dan memohon maaf buat segalanya yang pernah gue lakukan. Karena gue tau, segala jasa dan kasih sayang bokap ke gue sejak gue lahir sampe beliau menutup mata, gak akan tergantikan oleh apapun.”
Fira terdiam mendengarkan omongan gue, sementara gue melanjutkan sambil menyilangkan jemari gue satu sama lain.
“gue bisa sampe disini, duduk di sebelah lo, di kota ini, adalah karena bokap dan nyokap gue. Mungkin gue udah kehilangan kesempatan membahagiakan dan membanggakan bokap gue, tapi gue gak mau kehilangan kesempatan itu untuk nyokap dan adek gue.” ujar gue tersenyum.
Gue melihat Fira menunduk sambil memainkan jemarinya. Gue tahu dia merasa malu dan bersalah, tapi gue gak mau menyalahkannya. Dia punya alasan tersendiri di masa lalunya. Yang bisa gue lakukan sekarang hanyalah berbagi apa yang bisa gue bagi, dan berharap Fira bisa mengambil hikmah dari kisah hidup gue.
“sekarang, kalo gue boleh menyarankan ke lo, pulanglah ke orang tua lo. Bukan ke rumah lo, karena orang tua lo itulah rumah lo sebenernya. Kalo hati lo udah siap, minta maaflah ke orang tua lo. Gue yakin, sebesar apapun kesalahan lo ke mereka, orang tua lo pasti memaafkan kok. Minta maaflah ke orang tua lo dan ke Allah, karena seperti yang kita tahu sejak dulu dan sampe kapanpun, ridho orang tua adalah ridho Allah.”
“iya, gue bakal coba, Dhik….”
“bukan “bakal”, tapi harus lo coba. Jangan sampe lo menyesal seperti gue, karena sekalinya mereka pergi, mereka gak akan kembali.”
“iya, gue pasti minta maaf ke orang tua gue, Dhik…”
Gue tersenyum dan menepuk-nepuk lututnya pelan. “nah gitu dong. Gue jamin, hidup lo akan jauh lebih menyenangkan ketika lo selalu berusaha bersyukur atas apa yang lo punya.”
“gue kayak ngomong sama aki-aki.” Fira tersenyum dan memandangi gue lekat-lekat.
“maksudnya?”
“ya omongan lo berat banget kayak aki-aki yang banyak pengalaman…” dia tertawa.
“wah sialan gue dikatain aki-aki….” sahut gue keki.
Fira terkikih, sementara gue merubah posisi duduk gue karena pegal. Tanpa gue duga, Fira mendekatkan kepalanya ke gue, dan gue merasakan ada sesuatu yang hangat dan basah menyentuh pipi gue.
“terima kasih…” ujarnya sambil menarik diri.
Diubah oleh jayanagari 22-02-2016 22:02
pulaukapok dan 3 lainnya memberi reputasi
4