Part 21

Tiba-tiba terdengar suara music yang merdu dan lantunan lirik yang syahdu. Handphone gue berdering.

Sejenak gue melihat layar telpon gue untuk melihat nama kontak yang menelpon gue. Tetapi panggilan dari nomer yang tidak gue kenal. Dan gue memilih untuk nggak menjawab panggilan itu. Gue melamun. Mencari-cari sosok yang dulu pernah ada dihati gue.
Setelah obrolan singkat gue dengan Dian, bel tanda istirahat telah usai berbunyi. Dan gue melanjutkan pelajaran hingga usai.


***


Singkat cerita, beberapa minggu telah berlalu dan tangan kiri gue sudah boleh untuk di lepas Gips nya. Dan ujian kenaikan kelas gue lalui dengan kerja keras. Karena gue terlau banyak ketinggalan materi pelajaran. Hubungan gue dengan Vinza setiap hari semakin dekat. Hubungan gue dengan Syafira terputus ketika gue dirawat di rumah sakit dan sampai sekarang Andi gak mau cerita apapun tentang kebaradaan Syafira sekarang. Dengan sifatnya yang supel dan periang, Dian kini semakin dekat dengan gue juga.

Dan saat liburan sekolah ini, gue mau ngajak Vinza nonton sekalian gue mau ngajak dia untuk melanjutkan hubungan ini menjadi kejenjang yang lebih serius yaitu Pacaran. Hati gue sudah mantap untuk memacari Vinza. Dan hari sabtu besok adalah hari janjian gue dengan Vinza untuk bertemu disebuah mall di Surabaya. Gue gak sabar untuk ungkapin perasaan gue ke Vinza.
Malam ini gue keluar dengan Andi. Mencari hadiah yang cocok untuk Vinza. Gue mau kasih dia Surprise.


Done. Semua sudah terbeli dan sekarang waktunya untuk nongkrong bareng Andi mumpung lagi liburan. Ketika gue berjalan menuju caffe yang ada di mall tersebut, gue di kejutkan dengan kemunculan sosok yang gak asing bagi gue. Vinza. Dia bersama dengan cowok lain. Bersenda gurau. Saling berpegangan tangan. Mesra.

Gue hanya bisa terpaku di tempat gue berdiri saat ini. Hati gue seakan pecah karena melihat semua kejadian ini. Andi juga ikut terdiam disamping gue. Gue seakan menjadi orang yang sangat bodoh di dunia. Kepala gue pusing. Dan gue langsung beranjak dari tempat gue terpaku. Disusul oleh Andi di belakang gue. Gue cuman pingin pulang.

“Lang, lu yang sabar yah. mungkin dia bukan yang terbaik buat elo.” Ucap Andi mencoba menenangkan gue
“…” gue hanya terdiam dan mencoba mempercepat langkah gue

Disaat seperti ini gue memikirkan hal yang lain. Syafira. Gue merasa bahwa diri gue ini terlampau egois. Ketika gue gak bisa mendapatkan Vinza. Maka gue kembali ke pelukan Syafira. Tapi gue memang gak bisa memungkiri ini semua. Semua ini telah terjadi di bawah keinginan gue sendiri.