- Beranda
- Stories from the Heart
[Completed] Hey Fanny
...
TS
monica.ocha
[Completed] Hey Fanny
Quote:
![[Completed] Hey Fanny](https://s.kaskus.id/images/2016/03/05/8417038_20160305062914.jpg)
Quote:
![[Completed] Hey Fanny](https://s.kaskus.id/images/2016/01/25/8417038_20160125102311.png)
Mohon kebijakannya karena cerita ini mengandung bahasa dan adegan yang tidak patut ditiru.
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh monica.ocha 05-03-2016 06:30
efti108 dan 25 lainnya memberi reputasi
22
172.3K
520
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
monica.ocha
#372
PAGE 26
Nada dering HPku yang begitu menyebalkan terus berdering, membangunkanku dari tidur. Sempat mengerutu dalam hati, siapa yang nelfon di tengah malam seperti ini. Dengan berat aku mencoba menggapai HP yang terselip diantara bantal-bantal. Mataku masih tertutup rapat dan tanganku sibuk meraba.
"Eh ini siapa woi? Tau malem gak?" Teriakku pelan dengan kesal
DIa tidak menjawab tapi suara nafasnya terdengar jelas
"Rob, ini gw Fanny.."
Aku terdiam, mencoba duduk dan menyandar. Kamarku masih dalam keadaan gelap total, hanya cahaya yang masuk dari jendela menjadi peneranganku "Fa..Fanny?"Jantungku berdetak sangat cepat, aku tidak menyangka akan mendengar suaranya lagi.
Dia masih terdiam, tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya. Hanya suara nafas yang memberi tahu jika dia masih di sana.
"Fan, please jangan tutup" Aku berkata dengan cepat. Tidak mau jika Fanny langsung menutup panggilan itu
"Iya" Singkat balas perempuan itu. Suaranya terdengar begitu tentram.
"Fan, gw rindu sama lo" Tidak perlu berbasa-basi, aku sangat rindu padanya. Lidah ini bahkan tidak kaku untuk berkata "Gimana kabar lo? baik-baik aja 'kan?" Sambungku
Butuh beberapa detik bagi Fanny untuk menjawab pertanyaanku "Iya, gw baik-baik aja disini. Lo baik-baik aja 'kan disana?" Dia menghindari peryataaanku yang pertama
"Iya gw baik-baik aja. Gw rindu sama lo" Aku sedikit mendesak. Menantikan dia mengatakan hal yang sama
Kembali, nafas itu masih terdengar, tapi butuh beberapa detik baginya untuk menjawab "Bagus deh, sorry ya kalau ngebangunin lo malam-malam, gw ga tau soalnya" Nada itu datar
"Iya ga apa-apa" Aku kecewa karena fanny masih tidak merespon apa inti dari semua yang aku maksud
"Oh yaudah, lanjutin aja tidurnya. Good Night...." Sentak dia menutup telfon tanpa persetujuanku
Sambil bersandar, aku menarik nafas sedalam mungkin. Mencoba mengerti apa yang sebenarnya Fanny inginkan. Kenapa dia terkesan seperti cuek dan menghindari pernyataan kalau aku rindu padanya. Apa yang sebenarnya ada di dalam benaknya. Setelah semua itu, mata ini enggan untuk di tutup. Rasa penasaran akan Fanny membuat aku berpikir terus menerus.
Apa yang sedang lo lakuin di sudut sana, Fan....
Pagi itu aku terbangun dengan tersadar. Tidak sadar jika aku sudah tertidur dengan posisi duduk semalaman. Bahkan HP masih aku genggam erat di genggamanku. Ku coba untuk memeriksa pemberitahuan, tapi nihil, tidak ada pesan ataupun panggilan dari Fanny. Aku bergegas untuk mandi pagi. Pagi ini adalah pagi dimana aku seharusnya mengantarkan ibu ke toko pakaiannya. Ingin rasanya aku bermalas-malasan dan mencoba untuk memikirkan apa yang sebanarnya Fanny inginkan dengan semua ini. Tapi ibu adalah orang yang sangat disiplin, semuanya harus tepat pada waktunya. Walaupun moodku sudah hilang total, tapi aku masih berusaha untuk tegar.
Seperti biasa, aku langsung pulang setelah mengantarkan ibu. Aku tidak tahan untuk berlama-lama menyaksikan ibu sibuk dengan pakaian-pakaian itu. Aku tidak berpikir untuk kemana-mana, aku hanya ingin pulang dan memikirkan semua ini.
Aku terkejut ketika melihat mobil Tiwi terparkir di depan rumahku. Dia bahkan tidak memberitahuku dahulu. Kuparkirkan mobilku disebelah mobilnya dan masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang.
"Bik, ada Tiwi ya?" Bibik tampak heran melihatku masuk dari belakang
"I..iya, dia di depan sama Dika" Balas bibik sambil menunjuk dengan jari telunjuknya
Hari ini jelas bukan moodku dan jujur aku hanya ingin sendiri sekarang. Tapi aku tidak boleh egois. Dengan malasnya aku menghampiri mereka yang sedang asik mengobrol didepan. Tiwi melihat ke arahku dan tersenyum. Aku membalas senyumannya dengan senyuman palsu.
"Sama siapa lo, Dik?" Aku sudah tahu pasti jika Dika malas kuliah dan kemudian dia minta Han yang akan pergi ke kampus untuk mengantarkannya ke rumahku
"Han" Singkat jawabnya, matanya sibuk dengan layar HP
Aku membantingkan diriku tepat disebelah dimana tiwi sedang duduk, tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh "Pagi-pagi udah kesini aja" Ucapku kepada tiwi
"Mau ke bengkel mobil sih tadi, cuman takut kepagian jadi gw singgah disini bentar" Jawabnya ringan
Detik demi detik terus berlalu. Yang aku harapkan hanyalah Tiwi cepat pergi dari sini supaya aku bisa naik ke atas dan membantingkan diriku ke kasur dan bermalas-malasan seharian. Hingga akhirnya Tiwi pamit untuk pulang, aku sangat senang, akhirnya aku bisa beristirahat. Dika masuk menyusulku ke kamar, matanya masih saja fokus ke layar HP. Aku sungguh tidak merasa ternganggu dan keberatan dengan keberadaan Dika di sekitarku, dia kurang lebih sudah aku anggap sebagai saudaraku.
Dika bisa melakukan apa yang di inginkannya di kamarku. Kamar ini sudah seperti kamar pribadinya. Sementara dia sibuk dengan playstation, Aku hanya berbaring dan terus menatapi layar HPku, berharap Fanny menelfon. Aku ingin saja menelfonnya, hanya saja aku takut jika dia merasa terganggu atau semacamnya. Responnya tadi malam bahkan tidak seperti apa yang aku bayangkan. Dia terkesan cuek dan dingin, membuat aku berpikir dua kali untuk menelfonnya.
Jam terus berjalan menuju angka 11. Sebuah telfon dari nomor yang tidak aku kenali masuk ke dalam HPku, jelas nomor itu masih nomor dalam negeri dan pasti itu bukan Fanny.
"Hallo?" Nadaku datar
"Mas? Mas Robby?" Orang ini berkata dengan tergesa-gesa dan panik
"Iya, ini Robby"
"Mas, Ibunya sekarang ada di Rumah Sakit" Suara itu turun ke nada paling rendah
"Ha? Ibu saya? kenapa ibu saya?" Tanyaku dengan panik
"Ibu mas kecelakaan"
Aku langsung loncat dari kasur dan mengambil jaketku. Aku tidak memberitahu Dika yang sedang berada di dalam kamar mandi, aku langsung turun ke bawah. Aku tidak membawa mobil, kali ini aku menggunakan motor matic. Yang aku pikirkan sekarang hanyalah sampai disana secepat mungkin. Ku tarik penuh gas motor ini hingga dia menjerit, aku tidak perduli dengan sekeliling. Jantungku bergup sangat cepat, aku takut sesuatu terjadi kepada Ibu. Sampai di persimpangan, kulihat seorang ibu tanpa helm yang membawa ketiga anaknya terus melintasi simpang tanpa melihat ke arah kiri dan kanan. Sudah terlambat bagiku untuk menarik tuas rem tangan, aku bahkan lupa untuk meng-klakson. Hanya ada dua pilihan, aku terus melaju dan menabrak ibu itu atau aku menjatuhkan diri dan tergelincir sambil mengurangi kecepatan. Ku banting keras kemudi ke arah kanan dan ku tarik tuas rem belakang. Aku terjatuh dan tergelincir di aspal yang panas. Memang tidak ada rasa sakit yang aku terima. Celana, jaket dan helm tentunya melindungiku. Orang-orang di sekitar sibuk berdatangan ke tempat aku terjatuh. Ibu itu bahkan tidak sadar kenapa aku terjatuh, dia hanya menoleh kebelakang tanpa tahu apa yang terjadi dan terus berjalan.
Body motor bagian sampingku hancur tak terbentuk. Kemudi motor ini sudah tidak lurus lagi. Aku hanya berusaha pergi dari kerumunan orang-orang yang mencoba membantuku. Dengan keadaan yang sudah seperti ini aku tidak membawa motor dengan laju yang sama. Perlahan ku rasakan sakit di sekitar kaki. Setelah melihat ke bawah, darah mulai bercucuran menuju sepatu. Celana jeans itu tidak lagi berwarna abu-abu, tapi lebih berwarna coklat darah. Pedih... sungguh pedih.
"Mas!" Teriak wanita itu dengan lambaian tangan
Aku spontan berlari ke arahnya "Mana ibu saya?" Mata wanita itu melihat ke arah celanaku
"di dalam mas, sesampai disini mereka langsung bawa ibu mas ke ruang gawat darurat" Kepala wanita itu tertunduk
Dengan panik aku mencoba mengintip dari sela-sela kaca ruang itu, kemudian wanita itu berkata "Ibu mas ditabrak sama cowo yang baru belajar naik mobil, sekarang dia ada di kantor polisi"
Aku hanya bisa menunggu sambil duduk di kursi. Aku menolak untuk ikut kepada suster yang mengajak untuk membersihkan lukaku. Suster itu terkesan sangat ramah dan baik, sampai-sampai membawa alat-alatnya dan duduk di sampingku untuk membersihkan dan membalut luka di kakiku. Pedih rasanya ketika suster itu membersihkan lukaku. Aku hanya bisa menahan semua rasa sakit ini.
< TO THE PREVIOUS PAGE
Diubah oleh monica.ocha 23-02-2016 05:42
g.gowang. dan 2 lainnya memberi reputasi
3