- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah, gue mati aja
...
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Cover By: kakeksegalatahu
Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.
Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue


----------
----------
PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.
----------
Spoiler for QandA:
WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+
NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY
Spoiler for Ilustrasi:
Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#487
Side story - Oral - Des 2013
Jantung gue berdegup kencang, hati gue nggak karuan. Gimana enggak? Grace tertidur di samping gue dengan keadaan yang amat gawat. Gue takut kalo salah satu penghuni kos sampe membuka pintu kamar gue, bisa-bisa urusan jadi runyam.
Ini semua gara-gara Bentigo, harusnya gue enggak menuruti ajakan dia buat minum-minum. Dan harusnya gue memilih untuk mencari cara lain buat minta maaf sama Gracce. Kalo itu gue lakukan mungkin sekarang gue bisa tidur nyenyak, tanpa memikirkan Grace yang ada disebelah gue. Tapi semua sudah terlambat, nasi sudah menjadi bubur, Alfredo dalam keadaan basah.
"Engghh...."
"Ssttt...," desis gue. "Jangan berisik Grace."
"Dawi? Ini ada dimana?"
Gue memelankan suara, "Ini di kamar gue."
"Kamarmu? ... "KAMAAARMUU?!"
Gue bungkam mulut Grace, "Ssstttt...! Gue bisa diusir, nanti gue jelasin."
Grace mengangguk.
Gue segera bangkit dari tempat tidur dan mengenakan celana gue. Begitu juga Grace, dia memakai pakaiannya setelah sadar dalam keadaan terbuka.
"Kamu abis ngapain aku?!" bisik Grace.
Gue menggeleng, "Bukan gue! tapi lo yang ngapa-ngapain gue!"
Terlihat bayangan seseorang di depan pintu kamar gue. Mampus! Kalo sampe orang itu buka pintu, gue bakal diusir beneran ini. Semoga orang itu nggak kurang kerjaan sampe masuk kamar gue.
JEGREEK!
Gagang pintu kamar gue turun! Gue gelagapan!
JEGREEK! JEGREEEEK!
"Yah, Dawi kenapa pake dikunci segala sih!" seru suara Emil dari luar.
Fiuhh! Untungnya gue masih sempat mengunci pintu dalam kondisi teler. Setelah mengelap keringat, gue melihat ke arah Grace, dia sudah berpakaian rapi. Dia harus cepet-cepet gue anterin balik.
"Tunggu sepuluh menit, biar Emil masuk kamar ... gue anterin lo pulang," bisik gue.
Grace mengangguk, "Kok mulutku berasa asin gini ya ... lengket lagi."
"Gue nggak tau! Iya, gue enggak tau!"
Sekitar sepuluh menit kemudian, dari ventilasi gue lihat lampu kamar Emil dimatiin. Dua menit lagi gue bakalan keluar nganterin Grace balik biar keadaan kembali tenang.
Setelah gue rasa aman, gue keluar dari pintu kamar diikuti oleh Grace. Baru gue melangkah sepersekian meter, pintu kamar Emil terbuka.
"Dawi?" sapa Emil.
Mampus! Emil melihat gue dan Grace keluar kamar! Kepala gue berasa berat, jantung gue nggak karuan rasanya.
Klaaaap!
Tiba-tiba mati lampu!
"Dawii...! aku takut gelaappp!"
Gue merasa ada benda yang menyentuh siku tangan kanan gue.
"Wi...! Barusan aku denger ada suara cewek! aku takut."
Benda yang hampir sama menyentuh siku tangan gue yang lain.
"Wi, kok rambutmu kayaknya panjangan sekarang?" tanya seseorang di sebelah kiri gue.
"Ahhh..! jangan tarik rambutku!"
"Wi, barusan siapa yang ngomong?!" kata orang disebelah kiri gue.
Gue udah nggak bisa mikir jernih. Gue harus segera mengakhiri ini semua. Gue menarik tangan seseorang di sebelah kiri gue, gue turuni tangga dan keluar dari rumah kos. Pokoknya gue harus segera mengantar Grace!
"Ayo buruan, gue anterin lo balik!"
"Balik? balik kemana?"
Sewaktu gue tengok, yang gue gandeng ternyata Emil. Mampus! gue salah tarik! Gue tarik Emil kembali ke dalam kos, naik ke atas lalu mendorongnya ke dalam kamarnya.
"Grace, lo dimana?" kata gue pelan.
"Dawiii, huhuhu ... aku takuutt..."
"Sini, pegang tangan gue!"
Gue tarik tangan Grace menuruni tangga dan keluar kos. Gue menyalakan motor dan langsung cabut mengantar Grace balik ke rumahnya.
"Kamu kenapa ninggalin aku! Aku kan takut!"
"Sori, gue salah tarik."
"Salah tarik gimana?"
"Ribet deh Grace kalo dijelasin."
"Wi ... kok lidahku asin banget ya?"
"...."
Sesampainya di rumah Grace, gue jelaskan sesingkat dan secepat mungkin. Setelah dia mengangguk paham, gue menghela nafas lega.
"Jadi ... tadi aku ngapain kamu?" ucap Grace tiba-tiba.
Gue tertegun mendengar pertanyaan Grace.
"Anu mu masuk ya?"
Grace! Kenapa lo jadi sefrontal ini?!
"Makanya kok asin," tambahnya.
"Anu, udah malem ... gu ... gue balik ya."
"Bentar deh, kok kayaknya ada yang kurang, tapi apa ya?"
Tanpa bisa menjawab, gue menyalakan motor lalu berpamitan kepada Grace. Akhirnya gue bisa benar-benar bernafas lega. Gue menikmati jalanan dingin Jogja di tengah malam sambil berjalan santai.
Sampai di kos, gue dikejutkan Emil yang sudah berdiri di depan kamar kos gue. Satu pertanyaan Emil yang bikin gue mati kutu.
"Ini bra punya siapa?"
Jantung gue berdegup kencang, hati gue nggak karuan. Gimana enggak? Grace tertidur di samping gue dengan keadaan yang amat gawat. Gue takut kalo salah satu penghuni kos sampe membuka pintu kamar gue, bisa-bisa urusan jadi runyam.
Ini semua gara-gara Bentigo, harusnya gue enggak menuruti ajakan dia buat minum-minum. Dan harusnya gue memilih untuk mencari cara lain buat minta maaf sama Gracce. Kalo itu gue lakukan mungkin sekarang gue bisa tidur nyenyak, tanpa memikirkan Grace yang ada disebelah gue. Tapi semua sudah terlambat, nasi sudah menjadi bubur, Alfredo dalam keadaan basah.
"Engghh...."
"Ssttt...," desis gue. "Jangan berisik Grace."
"Dawi? Ini ada dimana?"
Gue memelankan suara, "Ini di kamar gue."
"Kamarmu? ... "KAMAAARMUU?!"
Gue bungkam mulut Grace, "Ssstttt...! Gue bisa diusir, nanti gue jelasin."
Grace mengangguk.
Gue segera bangkit dari tempat tidur dan mengenakan celana gue. Begitu juga Grace, dia memakai pakaiannya setelah sadar dalam keadaan terbuka.
"Kamu abis ngapain aku?!" bisik Grace.
Gue menggeleng, "Bukan gue! tapi lo yang ngapa-ngapain gue!"
Terlihat bayangan seseorang di depan pintu kamar gue. Mampus! Kalo sampe orang itu buka pintu, gue bakal diusir beneran ini. Semoga orang itu nggak kurang kerjaan sampe masuk kamar gue.
JEGREEK!
Gagang pintu kamar gue turun! Gue gelagapan!
JEGREEK! JEGREEEEK!
"Yah, Dawi kenapa pake dikunci segala sih!" seru suara Emil dari luar.
Fiuhh! Untungnya gue masih sempat mengunci pintu dalam kondisi teler. Setelah mengelap keringat, gue melihat ke arah Grace, dia sudah berpakaian rapi. Dia harus cepet-cepet gue anterin balik.
"Tunggu sepuluh menit, biar Emil masuk kamar ... gue anterin lo pulang," bisik gue.
Grace mengangguk, "Kok mulutku berasa asin gini ya ... lengket lagi."
"Gue nggak tau! Iya, gue enggak tau!"
Sekitar sepuluh menit kemudian, dari ventilasi gue lihat lampu kamar Emil dimatiin. Dua menit lagi gue bakalan keluar nganterin Grace balik biar keadaan kembali tenang.
Setelah gue rasa aman, gue keluar dari pintu kamar diikuti oleh Grace. Baru gue melangkah sepersekian meter, pintu kamar Emil terbuka.
"Dawi?" sapa Emil.
Mampus! Emil melihat gue dan Grace keluar kamar! Kepala gue berasa berat, jantung gue nggak karuan rasanya.
Klaaaap!
Tiba-tiba mati lampu!
"Dawii...! aku takut gelaappp!"
Gue merasa ada benda yang menyentuh siku tangan kanan gue.
"Wi...! Barusan aku denger ada suara cewek! aku takut."
Benda yang hampir sama menyentuh siku tangan gue yang lain.
"Wi, kok rambutmu kayaknya panjangan sekarang?" tanya seseorang di sebelah kiri gue.
"Ahhh..! jangan tarik rambutku!"
"Wi, barusan siapa yang ngomong?!" kata orang disebelah kiri gue.
Gue udah nggak bisa mikir jernih. Gue harus segera mengakhiri ini semua. Gue menarik tangan seseorang di sebelah kiri gue, gue turuni tangga dan keluar dari rumah kos. Pokoknya gue harus segera mengantar Grace!
"Ayo buruan, gue anterin lo balik!"
"Balik? balik kemana?"
Sewaktu gue tengok, yang gue gandeng ternyata Emil. Mampus! gue salah tarik! Gue tarik Emil kembali ke dalam kos, naik ke atas lalu mendorongnya ke dalam kamarnya.
"Grace, lo dimana?" kata gue pelan.
"Dawiii, huhuhu ... aku takuutt..."
"Sini, pegang tangan gue!"
Gue tarik tangan Grace menuruni tangga dan keluar kos. Gue menyalakan motor dan langsung cabut mengantar Grace balik ke rumahnya.
"Kamu kenapa ninggalin aku! Aku kan takut!"
"Sori, gue salah tarik."
"Salah tarik gimana?"
"Ribet deh Grace kalo dijelasin."
"Wi ... kok lidahku asin banget ya?"
"...."
Sesampainya di rumah Grace, gue jelaskan sesingkat dan secepat mungkin. Setelah dia mengangguk paham, gue menghela nafas lega.
"Jadi ... tadi aku ngapain kamu?" ucap Grace tiba-tiba.
Gue tertegun mendengar pertanyaan Grace.
"Anu mu masuk ya?"
Grace! Kenapa lo jadi sefrontal ini?!
"Makanya kok asin," tambahnya.
"Anu, udah malem ... gu ... gue balik ya."
"Bentar deh, kok kayaknya ada yang kurang, tapi apa ya?"
Tanpa bisa menjawab, gue menyalakan motor lalu berpamitan kepada Grace. Akhirnya gue bisa benar-benar bernafas lega. Gue menikmati jalanan dingin Jogja di tengah malam sambil berjalan santai.
Sampai di kos, gue dikejutkan Emil yang sudah berdiri di depan kamar kos gue. Satu pertanyaan Emil yang bikin gue mati kutu.
"Ini bra punya siapa?"
Diubah oleh dasadharma10 09-11-2016 01:24
xue.shan memberi reputasi
0


