- Beranda
- Stories from the Heart
Yaudah, gue mati aja
...
TS
dasadharma10
Yaudah, gue mati aja
Cover By: kakeksegalatahu
Thank for your read, and 1000 shares. I hope my writing skill will never fade.
Gue enggak tau tulisan di atas bener apa enggak, yang penting kalian tau maksud gue


----------
----------
PERLU DIKETAHUI INI BUKAN KISAH DESPERATE, JUDULNYA EMANG ADA KATA MATI, TAPI BUKAN BERARTI DI AKHIR CERITA GUE BAKALAN MATI.
----------
Spoiler for QandA:
WARNING! SIDE STORY KHUSUS 17+
NOTE! SIDE STORY HANYA MEMPERJELAS DAN BUKAN BAGIAN DARI MAIN STORY
Spoiler for Ilustrasi:
Cerita gue ini sepenuhnya REAL bagi orang-orang yang mengalaminya. Maka, demi melindungi privasi, gue bakalan pake nama asli orang-orang itu. Nggak, gue bercanda, gue bakal mengganti nama mereka dengan yang lebih bagus. Dengan begitu tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kecuali mata kalian.
Spoiler for INDEX:
Diubah oleh dasadharma10 06-01-2017 18:49
xue.shan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
1.1M
3.5K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
dasadharma10
#448
PART 38
DALAM waktu yang cukup singkat, gue dan Bentigo menjadi dekat, bahkan Bentigo memperkenalkan gue kepada orang-orang bahwa gue ini sahabatnya. Bagaimana dengan gue? Tentu saja gue juga, dia adalah sahabat gue di Jogja. Oke, kita dekat bukan karena persahabatan, tapi karena status kita. Status jomblo tahunan yang sudah mendarah daging.
Sama seperti kebanyakan jomblo lainnya, gue lebih sering menghabiskan waktu bermain dengan teman cowok. Bukannya gue enggak tertarik untuk bermain dengan teman cewek, masalahnya gue nggak punya. Nggak punya temen cewek bukan berarti gue nggak berusaha buat mencari, gue selalu berusaha mencari teman cewek, tentunya yang sesuai kriteria gue.
Menurut penelitian, cewek bakalan respect terhadap cowok yang memninta ijin terlebih dahulu saat berkenalan. Pernah sewaktu nongkrong sama Bentigo, gue kenalan sama cewek di salah satu kafe coklat di daerah Seturan. Waktu itu dia lagi duduk sendirian, kayaknya sih lagi nunggu temen apa cowoknya gitu. Karena gue udah nggak tahan curi-curi pandang selama dua belas menit, gue samperin dia berniat buat kenalan. Semakin gue berjalan mendekat ke meja dia, jantung gue semakin berdetak lebih kencang. Keringat mengalir deras, dan gue kencing di celana. Nggak gue bohong.
"Hai,” sapa gue.
“Ya? valet parking ya?” balas dia.
“Iya, ini kuncinya … eh, bukan!”
“Terus?”
“Boleh duduk?”
“Kursi yang lain kosong, kenapa milih disini?”
“Anu … boleh kenalan?”
“Kenalan?”
“Boleh minta nomor hape?”
“Mas mau duduk, kenalan apa mau nanya nomer hape?”
Gue putar balik, langsung keluar dari kafe, masuk ke mobil Bentigo. Tidak lupa gue mengirim bbm ke Bentigo, “Ben, tolong bayarin late gue dulu, buruan kita cabut, gue malu.”
Dan Bentigo membalas, “Buruan balik ke dalem! Baru juga nongkrong sepuluh menit udah ngajakin balik, latenya juga belum dateng, BEGO!”
Dari penelitian, gue pindah ke pendapat para ahli cinta. Salah satu dari mereka pernah menuturkan, ‘Confident is a must! You got your confident, you got your girl!' Itu dia! Gue harus lebih percaya diri saat berkenalan dengan seorang cewek.
Di saat yang lain, waktu gue lagi nemenin Bentigo ngedate sama gebetannya di kafe pancake di salah satu mall, ada cewek duduk diseberang meja kita. Pengalaman gue, cewek cakep susah buat diajak kenalan, jadi gue targetin cewek yang biasa-biasa aja. Gue senggol tangan Bentigo dan memberi kode meminta pendapat tentang cewek itu.
“Wi, jangan sekarang. Wi, tolong ya gue lagi ngedate ini," Bentigo mengiba.
Gue nggak peduli, Bentigo punya gebetan, gue juga harus punya. Dengan langkah sigap, badan tegap, gue melangkah ke meja cewek itu. Percaya diri gue meluap-luap, gue siap buat kenalan sama cewek itu.
Gue langsung duduk di kursi depan cewek itu, “Hai.”
“Maaf mas, kita temenan aja!”
“I … iya, ini juga mau kenalan.”
“Mas! Aku udah punya pacar!”
“Pacar? Anu … jadi gini, gue pengin kenala—”
Dia menodongkan pisau pancake ke gue, “Mas nggak bisa maksa gini ya! Mas mau menaburkan obat tidur ke minuman aku kan! Terus mas mau bawa aku ke hotel kan! Terus, terus…”
“Obat tidur?! Apa sih?! Gu … gue cuma mau kenalan.”
“Jangan deket-deket! Aku panggil sekuriti!”
“Ke … kenapa jadi sekuriti?!”
“Sekuriti! Sekuuriitiiii, tolong!”
“Pak, saya bisa menjelaskan pak! Biarkan saya menjelaskan pak!”
Sekuriti menyeret gue, “Kamu ikut saya ke kantor!”
“Pak, saya bisa menjelaskan pak! Ben! Bentigo, jelasin ke mereka Ben!”
Setelah gue didata dan dimintai keterangan gue diperbolehkan pulang, diantar oleh Bentigo yang terpaksa diseret keluar oleh sekuriti juga. Besoknya gue Bentigo curhat kalo gebetannya ninggalin dia.
Setelah penelitian, lalu para ahli cinta, gue beralih ke orang terdekat gue, Bentigo. Gue meminta saran tentang percintaan gue. Dan dia bilang, “Jangan pernah ngajakin aku buat kenalan sama cewek, dan kalo pun kamu tetep maksain diri, aku bakal bunuh diri.”
Karena gue tidak mau kehilangan orang yang salah satu orang yang mau temenan sama gue, akhirnya gue berhenti buat berkenalan dengan cewek.
DALAM waktu yang cukup singkat, gue dan Bentigo menjadi dekat, bahkan Bentigo memperkenalkan gue kepada orang-orang bahwa gue ini sahabatnya. Bagaimana dengan gue? Tentu saja gue juga, dia adalah sahabat gue di Jogja. Oke, kita dekat bukan karena persahabatan, tapi karena status kita. Status jomblo tahunan yang sudah mendarah daging.
Sama seperti kebanyakan jomblo lainnya, gue lebih sering menghabiskan waktu bermain dengan teman cowok. Bukannya gue enggak tertarik untuk bermain dengan teman cewek, masalahnya gue nggak punya. Nggak punya temen cewek bukan berarti gue nggak berusaha buat mencari, gue selalu berusaha mencari teman cewek, tentunya yang sesuai kriteria gue.
Menurut penelitian, cewek bakalan respect terhadap cowok yang memninta ijin terlebih dahulu saat berkenalan. Pernah sewaktu nongkrong sama Bentigo, gue kenalan sama cewek di salah satu kafe coklat di daerah Seturan. Waktu itu dia lagi duduk sendirian, kayaknya sih lagi nunggu temen apa cowoknya gitu. Karena gue udah nggak tahan curi-curi pandang selama dua belas menit, gue samperin dia berniat buat kenalan. Semakin gue berjalan mendekat ke meja dia, jantung gue semakin berdetak lebih kencang. Keringat mengalir deras, dan gue kencing di celana. Nggak gue bohong.
"Hai,” sapa gue.
“Ya? valet parking ya?” balas dia.
“Iya, ini kuncinya … eh, bukan!”
“Terus?”
“Boleh duduk?”
“Kursi yang lain kosong, kenapa milih disini?”
“Anu … boleh kenalan?”
“Kenalan?”
“Boleh minta nomor hape?”
“Mas mau duduk, kenalan apa mau nanya nomer hape?”
Gue putar balik, langsung keluar dari kafe, masuk ke mobil Bentigo. Tidak lupa gue mengirim bbm ke Bentigo, “Ben, tolong bayarin late gue dulu, buruan kita cabut, gue malu.”
Dan Bentigo membalas, “Buruan balik ke dalem! Baru juga nongkrong sepuluh menit udah ngajakin balik, latenya juga belum dateng, BEGO!”
Dari penelitian, gue pindah ke pendapat para ahli cinta. Salah satu dari mereka pernah menuturkan, ‘Confident is a must! You got your confident, you got your girl!' Itu dia! Gue harus lebih percaya diri saat berkenalan dengan seorang cewek.
Di saat yang lain, waktu gue lagi nemenin Bentigo ngedate sama gebetannya di kafe pancake di salah satu mall, ada cewek duduk diseberang meja kita. Pengalaman gue, cewek cakep susah buat diajak kenalan, jadi gue targetin cewek yang biasa-biasa aja. Gue senggol tangan Bentigo dan memberi kode meminta pendapat tentang cewek itu.
“Wi, jangan sekarang. Wi, tolong ya gue lagi ngedate ini," Bentigo mengiba.
Gue nggak peduli, Bentigo punya gebetan, gue juga harus punya. Dengan langkah sigap, badan tegap, gue melangkah ke meja cewek itu. Percaya diri gue meluap-luap, gue siap buat kenalan sama cewek itu.
Gue langsung duduk di kursi depan cewek itu, “Hai.”
“Maaf mas, kita temenan aja!”
“I … iya, ini juga mau kenalan.”
“Mas! Aku udah punya pacar!”
“Pacar? Anu … jadi gini, gue pengin kenala—”
Dia menodongkan pisau pancake ke gue, “Mas nggak bisa maksa gini ya! Mas mau menaburkan obat tidur ke minuman aku kan! Terus mas mau bawa aku ke hotel kan! Terus, terus…”
“Obat tidur?! Apa sih?! Gu … gue cuma mau kenalan.”
“Jangan deket-deket! Aku panggil sekuriti!”
“Ke … kenapa jadi sekuriti?!”
“Sekuriti! Sekuuriitiiii, tolong!”
“Pak, saya bisa menjelaskan pak! Biarkan saya menjelaskan pak!”
Sekuriti menyeret gue, “Kamu ikut saya ke kantor!”
“Pak, saya bisa menjelaskan pak! Ben! Bentigo, jelasin ke mereka Ben!”
Setelah gue didata dan dimintai keterangan gue diperbolehkan pulang, diantar oleh Bentigo yang terpaksa diseret keluar oleh sekuriti juga. Besoknya gue Bentigo curhat kalo gebetannya ninggalin dia.
Setelah penelitian, lalu para ahli cinta, gue beralih ke orang terdekat gue, Bentigo. Gue meminta saran tentang percintaan gue. Dan dia bilang, “Jangan pernah ngajakin aku buat kenalan sama cewek, dan kalo pun kamu tetep maksain diri, aku bakal bunuh diri.”
Karena gue tidak mau kehilangan orang yang salah satu orang yang mau temenan sama gue, akhirnya gue berhenti buat berkenalan dengan cewek.
Diubah oleh dasadharma10 17-02-2016 13:36
JabLai cOY memberi reputasi
1


