Kaskus

Story

monica.ochaAvatar border
TS
monica.ocha
[Completed] Hey Fanny
Quote:


[Completed] Hey Fanny


Quote:



[Completed] Hey Fanny

Mohon kebijakannya karena cerita ini mengandung bahasa dan adegan yang tidak patut ditiru.




Quote:


Quote:


Quote:

Diubah oleh monica.ocha 05-03-2016 06:30
kekesedAvatar border
g.gowang.Avatar border
efti108Avatar border
efti108 dan 25 lainnya memberi reputasi
22
172.3K
520
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
monica.ochaAvatar border
TS
monica.ocha
#319

PAGE 24




Sudah tiga-hari aku menetap bersama keluargaku di paris, hingga akhirnya ayah menyuru aku dan Violet untuk pindah ke apartemennya yang terletak di dekat sekolah Violet. Ayah ingin agar Violet tidak manja dan cengeng, Ayah ingin menempa Violet sedecumian rupa seperti kakaknya. Bukan sedih yang Violet rasakan, dia sangat senang karena dia bisa menghabiskan lebih banyak waktu denganku berdua. Setiap kali aku menatap dia yang tengah berbahagia, aku merasakan kebahagian yang sama, matanya yang berwarna biru cerah itu selalu membuat wajahnya sangat nyaman untuk ditatap. Entah bagaimana Violet bisa berubah seperti ini, mulai dari cara berpakaian dan segalanya. Dia berubah menjadi seorang gadis yang sudah bisa menarik perhatian lelaki. Tingginya kadang membuat aku seperti temannya.

Kulihat di depan mataku dengan segenap keheningan, menikmati Eiffel Tower yang bercahaya. Kegelapan malam hanya membuat tower itu tambah bersinar dan mengkilap, membuat setiap matanya yang memandangnya terhipnotis. Setelah hampir 40 menit perjalanan, akhirnya kami sampai di apartemen ini. Ayah membantu mengangkat segalanya ke atas lalu pergi meninggalkan kami berdua di dalam apartemen.

Aku tidak berhenti berkeliling ke setiap ruangan sementara mata ini menyapu bersih seisi nya. Violet tidak terlalu perduli dengan apartemen ini, dia sudah pernah tinggal disini sebelumnya, membuat tidak ada lagi rasa penasaran di benaknya. Dia tengah asik menyaksikan acara berbahasa perancis di ruang tamu, suara TV bahkan terdengar ke hampir setiap sudut ruangan.

"Huufft.. " Kuhembus nafas secara sepontan sambil membantingkan pantat ini ke sofa. Violet tidak terganggu, dia sangat fokus dengan apa yang ditontonnya

Kuperhatikan rambut Violet yang bertebaran di sekitar sandaran sofa dan pundaknya, Rambut itu sungguh indah "Rambut kamu bagus banget, kakak iri" Aku berkata jujur sambil menyisir pelan rambutnya dengan jariku

"Ini ngehina aku atau gimana?" Pandangannya fokus ke arahku

"Seriusan, bagus banget" Violet kembali memfokus pandangannya ke acara TV itu "Vio, kamu kok cantik banget sekarang, dulu kamu dekil lho" Ejekku dengan sedikit tertawa

"Kak, please berhenti ngehina aku" Senyuman di bibir Violet terbentuk, dia tidak tahan dengan pujian

"Ih kok senyum? Ih, kamu ge-er ya?" Ejekku

"Kakak......" Intonasi dari nada rendah hingga tinggi, membuat aku tertawa. Violet mencoba untuk berpura-pura menangis, membuat semua ini tambah lucu "Isss.... gak lucu" Bibirnya maju sepanjang satu senti, melempariku dengan bantal yang tadi di peluknya

Aku mencoba untuk menyudahi tawaanku "Engga-engga.. kamu cantik kok. Kamu adek kakak 'kan?" aku fokus menatap matanya, seolah aku sedang bicara dengan serius

Dia mengangguk pelan, sedih di wajahnya belum hilang

"Ih.. ngaku-ngaku, mana ada adek kakak jelek kayak gini" Dia memukuliku dengan dua bantal secara bergantian terus menerus, aku tidak dapap menahan tawa

"udah deh aku mau pulang aja sama mama. Mama mau kok bilang aku cantik" Lidahnya terjulur keluar

"Ih.. ngaku-ngaku anak mama lagi. Kamu itu dulu di adopsi tau. Dulu ada bule yang ngasi anaknya sama mama, terus anak itu kamu" Aku tertawa lebih keras, membuat seluruh apartemen ini menjadi menggema

Perlahan aku mencoba untuk berhenti dari tawaku, melihat wajah Violet menjadi agak memerah dan matanya terlihat berkaca. Violet benar menangis.

"Eh, kok nangis" Tanyaku. Tangisan itu tanpa suara, hanya saja air mata itu keluar

"Jaahaatt" Pelan keluar dari mulutnya

Bergegas aku mendekatinya, memeluk dan membawa kepalanya bersandar di dadaku "Kakak cuma bo'ongan, kamu gitu aja nangis" Kupandangi dia yang mencoba untuk menutupi wajahnya, menempelkan wajahnya erat di dadaku "Anak mama gak? adek kakak yang cantik gak?" Godaku

Dia mengangguk pelan. Aku hanya bisa tertawa pelan melihat kelakuannya yang belum berubah sama sekali

"Kalau gitu jangan nangis lag, dasar cengeng" Perlahan aku melepaskan Vilolet dari pelukan, membantu dia mengusap air maranya

"Vio anak mama 'kan, kak?" Suaranya begitu lemah dan lembut, membuat aku tidak tega untuk menjahilinya lagi

"Iya-iya.. Vio anak mama"

Perlahan Violet menatap mataku, kedua ujung bibirnya tertarik ke atas, begitu pula dengan alisnya "Kak, mau gak ngakuin satu hal buat Vio?" Rayu Violet, terdengar seperti jebakan

"Apaan?"

"Vio cantik 'kan?" Dia tertawa "Kayak kakak" Tawaan itu bertambah keras

"Iya-iya, cantikan kamu deh dari pada kakak" Balasku sambil tersenyum

"Yeeeee.... kakak udah ngakuin sendiri" Kembali, lidahnya terjulur keluar


Ku baringkan pelan badan ini, takut membangunkan Violet yang tengah tertidur nyenyak. Aku seharusnya tidur di kamar sebelah, tapi aku masih rindu dengan Violet dengan segala kekonyolannya. Sebenarnya bukan itu saja yang membuat aku tidur di kamar Violet . Beberapa menit lalu aku tidak sengaja menonton film horor di laptopku. Membuat aku selalu menatap sudut kamar. bayang-bayang film itu sungguh menakutiku.

Cahaya masuk ke dalam kamar, menembus tirai tipis di jendela. Violet sudah tidak ada di atas tempat tidur. Suara kecil terdengar di dapur, jam di dinding menunjukkan pukul 7:30. Aku mulai bangkit dari tidurku dan mulai mencari tahu apa yang sedang terjadi di dapur. Violet melihat ke arahku, dia pasti sadar akan kedatanganku karena mendengar suara sendal yang begitu mengganggu.

"Dasar kebo" Omelnya dengan tersenyum

"Masak apa kamu?" Kutarik kursi-kursi yang umumnya berada di bar, kursi setinggi satu meter, membuat aku susah untuk duduk

"Omlet, mau kak?" Tawarannya menggugah seleraku. Tapi aku menolak, tidak ingin membuatnya memasak untuk kakaknya yang malas memasak ini dan membuat dia terlambat pergi ke sekolah

"Engga, kakak bikin sandwich aja. Ga usah pikiran kakak, kamu aja dulu yang mau berangkat sekolah"


Sudah tiga-puluh menit aku duduk disini memandangi keluar jendela. Awalnya aku hanya memastikan adikku keluar dari apartemen dengan selamat, tapi sejak suasana menjadi sepi, aku agak sedikit teringat dengan Robby. Suara detikan jam membuat lamunan ini semakin hanyut. Sandwich yang dari tadi ingin kubuat masih belum aku buat, aku tidak begitu lapar sekarang. HP yang berada di genggaman tangan ini dari tadi terus ku putar. Rasanya ingin aku meminta nomor Robby dari Raya.

Call him, send him a message. He would be happy ...

Aku buang pikiran nagatif jauh-jauh dari benakku. Dengan seratus-persen keberanian dan kepercayaan diri, aku menghubungi Raya untuk meminta nomor Robby.

< TO THE PREVIOUS PAGE



kaskus-image



Diubah oleh monica.ocha 23-02-2016 05:41
Opiknh
mmuji1575
g.gowang.
g.gowang. dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.